Let Me Love You

By : Laurynaagatha

.

.

.

Mark Lee adalah seorang pengidap DID yang merasa bahwa dirinya hanyalah beban untuk orang lain, sedangkan Lee Donghyuck adalah seorang pemuda yang mencintai Mark dengan setulus hati.


Mungkin jika saja guru menyebalkan itu tak memberikan tugas kelompok pada murid-muridnya, Donghyuck sudah berada di rumah dan berguling-guling di atas ranjangnya saat ini. Dan terkutuklah guru itu yang sudah membuatnya harus mendekam di rumah Jeno bersama dengan Jaemin demi tugas tersebut.

"Hei, Jaemin-ah. Tidakkah kau sadar kalau ini adalah pertama kalinya kita datang ke rumah Jeno?" akhirnya Donghyuck memutuskan bicara setelah sekian lama merutuk dalam hati, "Jika dipikir-pikir, anak itu selalu menolak tiap kali kita berniat mendatangi rumahnya."

"Hmmm… mungkin dia memiliki alasannya sendiri."

Donghyuck menatap Jaemin penuh selidik, "Kau benar-benar belum pernah datang kemari? Kau 'kan kekasihnya. Aku bahkan yakin kalau di sini kau dan Jeno sudah pernah melakuk-aw!"

Sebuah buku setebal 500 halaman langsung mendarat di permukaan wajah Donghyuck, siapa lagi kalau bukan Jaemin pelakunya. Jika hidung Donghyuck memerah akibat menghantam buku, maka berbeda dengan Jaemin yang hampir seluruh wajahnya memerah begitu mendengar perkataan blak-blakan Donghyuck.

"Jaga kata-katamu, bodoh!"

"Memangnya apa yang akan kukatakan?! Kau sudah memukulku saja sebelum aku selesai bicara!"

"Kau pikir aku tidak tahu apa yang ada di otakmu yang kotor itu, hah?!"

"Siapa kalian?"

Pertengkaran yang akan terjadi antara Donghyuck dan Jaemin langsung terhenti ketika sebuah suara mengintrupsi. Nada suara yang terdengar dingin dan menusuk. Setelah sama-sama menelan ludah gugup, Jaemin dan Donghyuck menoleh ke arah sumber suara.

"Apa yang kalian lakukan di rumahku?"

DEG

DEG

DEG

Berbeda dengan Jaemin yang entah kenapa mulai merasakan takut begitu kedua mata pemuda itu menatap mereka tajam, Donghyuck justru menatap pemuda itu tanpa berkedip. Wajah yang terkesan tak bersahabat itu malah membuat jantungnya berdetak tak karuan dan wajahnya merona samar.

Tuhan… apa kau baru saja mengirimkan malaikat untukku?

"I-itu… ka-kami temannya… Jeno…" Jaemin buru-buru berdiri dan menjawab gugup, "Kami… di-di sini u-untuk mengerjakan tugas…" orang ini menyeramkaann!

Pemuda itu mengernyit tak suka sebelum kemudian melirik Donghyuck yang masih mematung, menatapnya tanpa berkedip. Menyadari arah tatapan sepasang mata tajam itu, Jaemin langsung menarik Donghyuck agar ikut berdiri di sampingnya.

"Ah! Mark-hyung! Kau sudah pulang? Mana Taeyong-hyung?"

Baru satu langkah pemuda yang dipanggil Mark itu melangkahkan kakinya, Jeno langsung datang dan berdiri di depan Jaemin dan Donghyuck seolah-olah berusaha melindungi kekasih dan juga temannya. Dengan gugup Jeno mendekati Mark yang kini menatapnya dengan tatapan menuntut jawaban.

"Me-mereka kemari hanya untuk belajar, hyung. Tak ada tempat lain yang bisa kami gunakan jadi aku menyarankan mereka untuk kemari saja. Kau… tidak masalah, 'kan?"

Mark semakin menatap Jeno dalam.

"A-aku berjanji kami takkan berbuat keributan! Secepat mungkin kami akan menyelesaikan tugas sekolahnya!"

Lagi-lagi Mark hanya diam dan membuat Jeno semakin gugup hingga keringat dingin perlahan menetes di pelipisnya. Walaupun dia sudah mengenal Mark sejak ia lahir –tentu saja, mereka 'kan saudara kandung- tapi Jeno tak pernah bisa menghilangkan perasaan takut itu tiap kali mata Mark menatapnya tajam.

"Cepat selesaikan. Aku tak suka ada orang asing di sini."

"Ba-baik hyung!"

Barulah ketika Mark pergi meninggalkan ruang tengah dan tubuhnya menghilang menaiki tangga, Jeno bisa menghela napas lega. Ia berbalik menghampiri Jaemin dan Donghyuck yang masih berdiri mematung.

"Maaf, kakakku memang seperti itu," ucap Jeno sedikit pelan, "Dia… tidak suka dengan orang asing yang datang kemari. Itu salah satu alasan kenapa tidak pernah mengajak kalian kemari."

"Sejujurnya, aku hampir mati ketakutan tadi," Jaemin memegang dadanya, tempat jantungnya yang sempat berdetak tak terkendali tadi, "Tatapan matanya tadi seolah berkata bahwa dia ingin membunuhku. Hahh… aku merasa kalau malaikat pencabut nyawa sudah berada di depan mataku."

Jeno tersenyum canggung dan menyuruh kedua temannya itu duduk kembali. Ia pun mendudukkan dirinya di hadapan Jaemin dan mulai mengeluarkan buku tulisnya. Namun kemudian, keningnya mengernyit bingung begitu melihat Donghyuck yang tetap diam bagaikan patung dalam posisi berdirinya.

"Donghyuck-ah, ayo duduk. Kita harus mengerjakan tugas," ucapnya.

"…"

Jaemin pun ikut dibuat bingung, "Lee Donghyuck!"

Barulah ketika itu Donghyuck menolehkan kepalanya ke arah Jeno dan Jaemin secara bergantian. Senyuman bodoh terpatri di wajahnya, bersamaan dengan kedua matanya yang seolah berubah menjadi bentuk hati.

"Aku jatuh cinta."

Krik krik.

"HAAHHH?!"

~Let Me Love You~

Dengan bibirnya yang mengeluarkan siulan ringan, Donghyuck berjalan pulang sembari salah satu tangannya menenteng sebuah kantung plastik. Dia baru saja kembali dari supermarket untuk memenuhi kebutuhan ibunya yang meminta dibelikan beberapa jenis bumbu dapur. Yahh… sekalian berjalan-jalan juga walaupun langit sudah mulai berubah menjadi gelap.

"Nah, setelah ini aku bisa-eh? Itu 'kan…"

Langkah Donghyuck terhenti beberapa meter dari sebuah halte yang kini menjadi fokus tatapannya. Bukan, bukan halte itu yang menarik perhatiannya. Melainkan seseorang yang duduk di halte tersebut dan tengah asyik mendengarkan lagu melalui earphone yang menyumbat kedua telinganya dengan mata terpejam.

Wajah Donghyuck pun perlahan memerah, "Mark-hyung…"

Dengan ragu-ragu Donghyuck berjalan mendekati orang yang ternyata adalah Mark tersebut. Setelah berada cukup dekat, Donghyuck pun yakin bahwa orang di hadapannya ini memang Mark, kakak dari Jeno yang dengan seenaknya telah merebut hatinya hanya dalam pandangan pertama. Ya, seorang Mark Lee telah berhasil membuat Lee Donghyuck merasakan apa yang dinamakan jatuh cinta untuk pertama kalinya.

"Hyung?" panggil Donghyuck pelan dan ragu. Bayang-bayang raut wajah tak bersahabat Mark ketika melihatnya dan Jaemin tadi siang muncul di kepalanya, "Tapi kalau dia melihatku dan langsung marah bagaimana?"

Awalnya Donghyuck hendak pergi saja begitu melihat wajah Mark yang seolah nyaman dengan posisinya. Namun begitu melihat sebuah bus yang melaju dari kejauhan, ia pun memilih mengintrupsi kegiatan mendengarkan lagu Mark. Bisa saja Mark tengah menunggu bus datang.

"Hyung, Mark-hyung… itu busnya sudah datang. Hyung…"

Mark membuka matanya perlahan ketika goncangan dirasakannya olehnya. Matanya langsung bertatapan dengan mata Donghyuck yang seketika merona parah. Begitu Donghyuck mengambil jarak darinya, barulah ia menegakkan posisi duduknya yang sejak tadi bersandar dan mematikan lagu di ipod miliknya.

"A-anu… itu… busnya sudah datang, hyung…" Donghyuck menunjuk ke arah bus yang melaju semakin dekat, "Ka-kau bisa… bi-bisa tertinggal bu-bus na-nanti…"

Mark mengalihkan pandangannya pada bus yang kini benar-benar berhenti di halte tempat mereka berada. Ia tetap diam di tempatnya bahkan setelah pintu bus itu terbuka, dan sontak saja Donghyuck dibuat bingung olehnya.

"Hyung? Kau tidak masuk?"

Mark menggeleng, "Aku sedang tidak menunggu bus," ucapnya dengan suara yang sengaja dikencangkan hingga supir bus tersebut mendengarnya dan menutup pintu busnya sebelum kembali melaju menjauh.

"Eh? Lalu apa yang kau lakukan di sini, hyung?" tanya Donghyuck yang langsung terkesiap begitu Mark bangkit dan menatapnya. Ia menunduk, "Ma-maaf aku sudah lancang bertanya…"

"Siapa namamu?"

Donghyuck yang tadi menunduk kembali mengangkat kepalanya saat Mark bertanya. Dan ia menyesal telah melakukannya begitu ia melihat wajah Mark yang kini dihiasi oleh senyuman tampan.

DEG

DEG

DEG

Donghyuck yakin Mark dapat mendengar suara detak jantungnya saat ini.

'Kurasa aku akan mati dengan bahagia.'

"Hei, kau baik-baik saja?" Mark melambaikan tangannya di depan wajah Donghyuck, "Kau mendengarku?"

"A-ah… i-iya… namaku Donghyuck, Lee Donghyuck."

"Ahh… Donghyuck-ie…"

Wajah Donghyuck semakin memerah begitu mendengar Mark menyebut namanya seperti itu, "I-iya hyung… aku temannya Jeno yang tadi siang, a-apa hyung… ingat?"

"Hmm? Maaf, ingatanku agak buruk," kemudian Mark terkekeh. Semakin tampan.

'YA TUHAAANNN! AKU RELA JIKA KAU MENCABUT NYAWAKU SEKARANG JUGA!'

"Apa kau baru pulang berbelanja?" Mark melirik kantung plastik di tangan Donghyuck, "Mau kuantar pulang? Kebetulan aku juga sedang bosan saat ini."

'EOMMA! ANAKMU BARU SAJA KETIBAN REZEKI NOMPLOK!'

"Ta-tapi rumahku agak jauh…" Donghyuck beralasan dengan gugup. Lupakan fakta bahwa dalam hatinya ia tengah berjingkrak-jingkrak ria.

"Tidak apa. Mau sejauh apapun juga asalkan bersama dengan orang semanis dirimu aku takkan pernah keberatan."

Oke, Donghyuck. Tahan. Jangan sampai kau pingsan di depan sang pujaan hati.

~Let Me Love You~

Donghyuck adalah orang yang tidak bisa diam, teman-teman dan keluarganya mengakui hal itu. Jadi cukup aneh melihat Donghyuck yang biasanya hyperactive menjadi lebih banyak diam ketika berjalan bersama dengan Mark menuju rumahnya. Dia hanya akan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh Mark dengan jawaban singkat, bahkan terkadang hanya anggukkan atau gelengan kepala saja.

"Hei, Donghyuck-ah…"

"Y-ya?!" tanpa sadar Donghyuck meresponnya dengan nada cukup tinggi, "Ma-maaf hyung… aku agak terkejut…"

Dan Mark kembali terkekeh, "Tidak apa-apa. Kau sejak tadi melamun terus. Sedang memikirkan apa?"

"Bukan apa-apa, hyung…" kehadiranmu membuatku tak fokus, tahu!

"Hmm… oh iya, rumahmu ada di mana? Apa masih jauh lagi?"

"Ah, tidak jauh lagi," Donghyuck menunjuk sebuah rumah minimalis dengan cat warna coklat yang berada di ujung jalan, "Itu rumahku."

"Ohh… kau tinggal bersama siapa?"

"Eomma, appa, dan adik perempuanku," jawab Donghyuck lancar tanpa adanya nada gugup lagi di dalamnya, "Lebih tepatnya adik kembarku. Kau tahu, hyung? Dia itu orang yang sangat menyebalkan dan hobi mengangguku! Bahkan lebih menyebalkan daripada Jeno dan Jaemin ketika menjahiliku!"

"Ahaha… benarkah? Padahal Jeno orangnya agak pendiam."

"Iya, memang! Tapi tidak ketika dia bersama dengan Jaemin! Ck, untung saja otakku ini terlalu pintar hingga mudah membuat beragam pembalasan dendam untuk mereka!"

Mark tertawa lepas begitu mendengar ucapan –atau aduan?- yang dilontarkan oleh Donghyuck. Tak ayal hal tersebut membuat Donghyuck terpana akan diri Mark yang semakin tampan saja di matanya. Oh Tuhan, kurasa dia benar-benar malaikat yang dikirimkan oleh-Mu untukku. Tapi apa dia benar-benar Mark-hyung yang tadi siang kutemui?

"Aduh, perutku sakit…" Mark mengakhiri tawanya walau sesekali masih terkekeh, "Hahh… aku bersyukur adikku yang pendiam itu bisa berteman dengan baik. Kau tahu? Dia sejak dulu terlalu pendiam hingga aku dan Taeyong-hyung khawatir dia tidak bisa beradaptasi dengan masyarakat."

"Taeyong-hyung? Siapa dia?"

Mark menatap Donghyuck bingung, "Jeno tidak pernah bercerita apa-apa tentang kami? Keluarganya?"

Donghyuck menggeleng, dan Mark hanya tersenyum kecil.

"Oh, sudah sampai."

Percakapan itu terpotong ketika kaki mereka menatap tepat di depan pintu gerbang rumah Donghyuck. Sebelum masuk, tak lupa pemuda itu membungkuk kecil ke arah Mark, "Terimakasih banyak, hyung. Dan maaf jika aku sudah merepotkan."

"Aku tidak merasa direpotkan, jadi kau tenang saja."

Donghyuck tersenyum kikuk. Bisa saja sekarang dia melangkah memasuki rumahnya, tapi kakinya menolak untuk melakukan hal itu. Diakuinya saat ini ia masih ingin bersama Mark. Tapi tentu saja ia terlalu malu untuk mengungkapkan hal tersebut.

"Kenapa tidak masuk? Udara mulai dingin."

"O-oh, iya…" Donghyuck mengangguk, "Kau juga, hyung. Pulanglah. Udara di malam hari tidak sehat."

Mark tersenyum, "Tentu. Sampai jumpa lagi."

Dan kedua mata Donghyuck membulat ketika Mark tiba-tiba saja memberikan ciuman hangat pada keningnya. Iya, ciuman. Mark baru saja menciumnya! Mencium keningnya!

'Aku bahagia terlahir sebagai Lee Donghyuck…'

"Semoga kita bisa bertemu lagi."

Dan satu kedipan mata penuh makna diberikan oleh Mark sebelum ia berbalik dan melangkah menjauhi rumah Donghyuck. Tubuh Donghyuck masih mematung di tempatnya berpijak, dengan mata membola dan mulut menganga. Sosok Mark masih memenuhi pandangan juga pikirannya.

"Mark-hyung… menciumku…?"

"Hei, bocah! Sedang apa kau di sana?! Cepat masuk sebelum eomma mengomel, tahu! Aku sudah lapar!"

Bahkan teriakan nyaring adik kembarnya dari teras rumah pun tak dihiraukan. Sungguh, Donghyuck sedang berbahagia lahir batin saat ini.

~Let Me Love You~

Keesokan paginya di sekolah, Donghyuck bercerita pada Jaemin tentang segala sesuatu yang dilaluinya bersama Mark kemarin. Ia bercerita dengan menggebu tanpa mempedulikan perkataan Jaemin yang tak mempercayai ceritanya. Yang benar saja, seseorang yang menyeramkan seperti Mark bisa bersikap manis hanya dalam kurun waktu beberapa jam setelah bertemu? Itu katanya.

"Lalu Mark-hyung tiba-tiba saja mencium keningku Jaemin-aahhh! Kyaaa! Dia mencium keningkuuuu!"

Jaemin menatap Donghyuck dengan mata menyipit, "Karangan yang bagus, Lee Donghyuck."

"Hei! Aku tidak berbohong! Aku berkata sungguh-sungguh!" Donghyuck memukul lengan Jaemin dengan kesal, "Bahkan hangatnya ciuman Mark-hyung pun masih terasa di keningku! Coba kau sentuh! Ayo sentuh!"

Jaemin langsung menempelkan tangannya pada kening Donghyuck. Ia kemudian menghela napas, "Kau memang sakit, Donghyuck-ah."

"Aish! Kau ini tidak percaya, hah?!"

"Bagaimana bisa aku percaya ceritamu itu? Apa kau bisa membayangkan seseorang yang menyeramkan, dingin, dan beraura suram seperti Mark-hyung tiba-tiba saja mencium keningmu setelah memberikan kesan buruk di saat pertama kali bertemu? Kenalan secara resmi saja belum!"

"Tapi aku tidak berbohong!"

"Dan Taylor Swift adalah sepupuku."

"Jaemin-aahhh~!"

"Apa yang sedang kalian bicarakan?"

Jaemin dan Donghyuck sama-sama menoleh pada Jeno yang baru saja menyimpan tasnya di kursi samping Donghyuck. Tumben sekali dia baru datang mengingat biasanya Jeno adalah murid paling rajin yang datang satu jam sebelum bel sekolah berbunyi.

"Kau darimana saja?" tanya Jaemin, "Wajahmu juga pucat. Kau baik-baik saja?"

Jeno meraih tangan Jaemin yang hendak menyentuh keningnya dan mengecup tangan tersebut dengan lembut, "Aku baik-baik saja."

"Eww. Get a room, please!"

Jaemin mendelik, "Iri bilang saja."

"Pada kalian?" Donghyuck memasang raut wajah jijik, "Mungkin aku sudah gila."

"Kau memang menyebalkan!" Jaemin balik memukul lengan Donghyuck, "Tanya pada Jeno! Dia 'kan adiknya, dia pasti tahu seperti apa sebenarnya sifat kakaknya sendiri! Ck, kau berkhayal terlalu tinggi…"

"Ada apa dengan kakakku?"

"Hei, Lee Jeno," panggil Donghyuck hingga Jeno menolah padanya tanpa melepaskan genggamannya pada tangan Jaemin, "Yang kemarin itu benar-benar kakakmu, 'kan? Mark-hyung."

Raut wajah Jeno sedikit berubah ketika mendengar pertanyaan dari Donghyuck. Ia menelan ludahnya, "Ke-kenapa kau tiba-tiba bertanya tentang Mark-hyung?"

"Hanya ingin tahu saja," jawab Donghyuck sembari mengedikkan bahunya, "Dan sebenarnya sifat Mark-hyung itu seperti apa? Ayolah… kau tidak pernah terbuka pada kami tentang keluargamu."

"Iya!" sahut Jaemin tiba-tiba, "Pada kekasihmu sendiri kau tidak pernah bercerita apa-apa tentang keluargamu!"

Mendapat tatapan tajam dari Jaemin dan Donghyuck membuat Jeno menghela napas pasrah. Ia melepaskan tangan Jaemin dan memperbaiki posisi duduknya untuk menghadap kekasih dan temannya tersebut, "Baiklah. Aku akan menjawab pertanyaan kalian."

Jaemin dan Donghyuck langsung menatap Jeno dengan kedua mata yang sama-sama berbinar. Kapan lagi Tuan Lee Jeno ini mau terbuka tentang keluarganya pada mereka? Hampir tiga tahun saling kenal sepertinya tidak membuat Jeno mau menceritakan hal-hal pribadinya, bahkan pada kekasihnya sekalipun.

"Mark-hyung adalah kakak kandungku, dia kakak keduaku," jelas Jeno, "Mungkin kesan pertama kalian ketika bertemu dengannya tidak cukup baik. Mark-hyung memang sedikit dingin dan tak bersahabat, tapi sebenarnya dia adalah pribadi yang penuh kasih sayang dan perhatian."

Jaemin mengernyit tak setuju, "Sedikit kau bilang? Auranya bahkan sama seperti malaikat pencabut nyawa hingga membuatku ketakutan setengah mati."

"Yahh… sekarang dia memang seperti itu," Jeno mengulas senyuman tipis, "Tapi sungguh, Mark-hyung adalah orang yang baik. Dulu saat aku masih kecil, dia selalu menemaniku bermain dan belajar tanpa mengeluh atau protes. Dia… adalah kakak yang sangat kusayangi…"

Jaemin dan Donghyuck saling lirik ketika nada suara Jeno berubah menjadi sendu. Apa terjadi sesuatu pada keluarganya? Pada kakaknya? Mungkin seperti itulah pertanyaan yang tersimpan di otak kedua pemuda itu.

"Beberapa tahun belakangan ini dia berubah menjadi sosok yang begitu dingin, kuakui itu. Pendiam dan menolak bersosialisasi dengan orang-orang di sekitarnya. Lebih suka menyendiri di dalam rumah," Jeno kemudian menatap Jaemin dan Donghyuck bergantian, "Itu sebabnya aku selalu menolak tiap kali kalian ingin datang ke rumahku. Mark-hyung tak suka ada orang asing di rumah."

"Ohh… begitu…"

Jaemin mengangguk-angguk mengerti, cukup puas dengan apa yang didengarnya dari Jeno. Berbeda dengan Donghyuck yang kembali bertanya, "Tapi apa Mark-hyung memang dingin pada orang lain? Kemarin malam aku tak sengaja bertemu dengannya dan dia sangat baik padaku. Dia bahkan mengantarku pulang."

Kedua mata sipit Jeno membulat. Ia menoleh untuk menatap Donghyuck dan langsung mencengkram kedua lengannya agak kuat hingga membuat Jaemin dan Donghyuck sendiri terkejut, "Kau bertemu Mark-hyung?! Dimana?!"

Baru saja Donghyuck membuka mulutnya hendak berbicara, seorang guru sudah masuk kelas hingga membuat murid-murid lainnya berhamburan menuju kursi masing-masing. Jeno melepaskan cengkramannya pada Donghyuck dan memperbaiki posisi duduknya, begitu pula dengan Donghyuck dan Jaemin.

"Kita perlu bicara nanti."

~Let Me Love You~

Donghyuck berjalan bersama dengan Jaemin. Sekolah mereka baru saja selesai dan mereka tengah dalam perjalanan pulang, tanpa Jeno. Berhubung dengan jabatannya sebagai wakil ketua OSIS –yang akan segera lengser- mau tidak mau Jeno harus rela jam istirahat dan pulang sekolahnya tersita oleh kegiatan mendadak OSIS. Hal itulah yang membuat Jaemin tak henti-hentinya merutuk dalam setiap langkah mereka.

"Hei, berhentilah merutuk seperti itu," ucap Donghyuck yang mulai kesal mendengar rutukkan Jaemin sepanjang jalan, "Kau bisa cepat tua jika terus begitu."

"Ck, tutup mulutmu. Suasana hatiku sedang buruk, tahu."

Donghyuck memutar kedua bola matanya malas. Temannya yang satu ini memang manja pada kekasihnya, seperti pasangan LDR yang sekalinya bertemu tak mau berpisah satu sama lain. Lebih tepatnya Jaemin yang tidak mau jauh-jauh dari Jeno.

"Tapi gara-gara OSIS juga aku tidak bisa bertanya lebih banyak pada Jeno," keluh Donghyuck, "Hahh… padahal aku ingin lebih banyak tahu tentang Mark-hyung."

"Kau ini pikirannya hanya Mark-hyung saja, ya?"

"Kau sendiri? Pikiranmu penuh oleh Jeno saja."

"Jeno 'kan kekasihku. Kalau Mark-hyung siapamu?"

"Kau mau mati?!"

Jaemin langsung memeletkan lidahnya dan berlari menjauhi Donghyuck yang sudah siap dengan kepalan tangannya.

"HEI! NA JAEMIN!"

Bagaikan film India, kedua remaja itu berlarian saling mengejar satu sama lain. Bedanya jika dalam film India adegan kejar-kejaran itu diikuti backsound lagu romansa, maka acara kejar-kejaran antara Donghyuck dan Jaemin diiringi oleh beragam teriakan dan sumpah serapah. Jangan ditiru, oke?

"Hahahaha! Kejar aku kalau kau-"

Brukk!

"-aww!"

Bokong Jaemin langsung menghantam tanah begitu ia bertabrakan dengan seseorang. Donghyuck langsung berhenti melangkah, mematung saat melihat orang yang tadi tanpa sengaja ditabrak oleh Jaemin. Orang itu tetap berdiri walaupun sempat goyah ketika tubuh Jaemin menabraknya.

"Mark-hyung?"

Mendengar nama yang disebutkan oleh Donghyuck, sontak saja Jaemin langsung mendongak. Matanya membulat dan mulutnya menganga saat mendapati sosok Mark yang kini… mengulurkan tangan padanya?

"Ma-Mark… h-hyung?"

"Kau baik-baik saja?"

Dengan ragu Jaemin meraih uluran tangan Mark, "Y-ya… terimakasih…"

Jaemin menepuk-nepuk bagian celananya yang sedikit kotor terkena debu jalanan setelah ia berdiri. Matanya menatap canggung pada Mark yang kini melempar senyuman ramah. Mark? Mark Lee yang kesan pertamanya menyeramkan itu tersenyum?

"K-kau… Mark-hyung?" tanya Jaemin tak percaya, "Kakaknya… Jeno?"

"Kau mengenal Jeno?"

"A-aku… salah satu temannya yang datang ke rumah kalian… kemarin…" Jaemin menyikut Donghyuck yang sejak tadi diam dan berbisik, "Katakan sesuatu. Jangan hanya diam saja seperti orang bodoh."

"O-oh… iya…" Donghyuck tersenyum kikuk, "Hyung masih… mengingatku?"

Mark beralih menatap Donghyuck, "Apa kita pernah bertemu sebelumnya?"

Hati Donghyuck tak pernah lebih sakit daripada sekarang ini, ketika sang pujaan hati yang baru ditemuinya kemarin langsung melupakannya begitu saja. Hei! Bahkan belum ada 24 jam penuh setelah pertemuan manis mereka! Dan Mark sudah melupakannya?!

"Pfftt… sudah kuduga kau hanya mengarang tentang kisah indahmu bersama Mark-hyung," ledek Jaemin yang berbisik pada Donghyuck, "Buktinya Mark-hyung saja tidak ingat kau siapa."

"Maaf, tapi apa aku pernah bertemu kalian berdua?"

Kali ini Jaemin yang terkejut. Ia dan Mark 'kan baru bertemu kemarin! Memang kesannya tak begitu mengenakkan, tapi bagaimana bisa Mark melupakannya? Bahkan kemarin dia sempat bicara pada Mark!

"Bagaimana bisa hyung lupa pada kami?" tanya Jaemin.

"Err… ingatanku agak buruk," jawab Mark, "Jika kita pernah bertemu tapi aku melupakan kalian, aku minta maaf."

'Seburuk itukah ingatannya hingga melupakan orang yang ditemuinya belum sampai 24 jam lalu?'

"Dan lebih baik kalian tidak berlarian di jalanan," kali ini Mark memberi nasehat sembari tersenyum, "Berbahaya. Apalagi di saat jalanan ramai seperti sekarang. Berhati-hatilah."

Mark mengusak kepala Jaemin dan Donghyuck berbarengan sebelum berbalik dan melangkah menjauh. Jaemin dan Donghyuck terus menatap punggung Mark yang perlahan mengecil dari pandangan mereka hingga akhirnya benar-benar menghilang di tikungan ujung jalan.

"Ingatannya benar-benar buruk," gumam Jaemin, "Dia bahkan tidak mengingat kita sama sekali. Oh Tuhan…"

"Jaemin-ah…"

"Hm?" Jaemin menoleh dan langsung terkejut begitu melihat Donghyuck yang wajahnya sudah basah oleh airmata, "Donghyuck-ah! Kau kenapa menangis?!"

Donghyuck menatap Jaemin agak lama. Jaemin pun balas menatapnya dengan cemas. Hingga tiba-tiba saja tangisan Donghyuck pecah dengan nyaring.

"Huwaaaa! Dia melupakanku, Jaemin-ah! Mark-hyung tidak ingat akuuu! Huwaaa!"

"A-ah… Donghyuck-ah! Jangan menangis! Malu dengan seragam!"

"Huwaaaa! Mark-hyung melupakankuuu! Huwaaaa!"

"Donghyuck! Kau mempermalukan kita!"

~Let Me Love You~

Sementara di sekolah, Jeno keluar dari ruangan tempatnya dan anggota OSIS lain melaksanakan rapat dengan terburu-buru. Tangannya menggenggam ponselnya dengan kuat, menampilkan sebuah pesan yang sempat ia buka dan belum ia tutup kembali.

Itu adalah pesan dari Taeyong, kakak tertuanya. Pesan yang membuatnya berlari keluar area sekolah dengan kencang dan perasaan panik yang kembali meliputi hatinya.

Cepat pulang, Jeno-ya! Kita harus segera menemukan Mark sebelum sesuatu yang buruk terjadi padanya!

To Be Continued


Iya, lagi kesemsem (banget) sama NCT. Sebenernya bias saya di NCT itu Ten, tapi belum dapet ide buat bikin ff pakek Ten jadi cast utamanya (maapin saya biassss) so, saya milih bikin ini. Fict ini gak akan panjang, diusahain cuman 2shot jadi chap depan itu final chap. Semoga deh /plak/

Ditunggu respon positifnya~

Review?