Futatabi Ai
.
.
.
.
Futatabi Ai
Disclimer : Om Tite Kubo
Author : Hanna Hoshiko
Rated : T
Genre : Romance
.
.
.
.
Warning :
Maaf kalau fic ini tidak memuaskan karena saya tergolong Author baru...!
Cerita Abal, gak jelas, banyak typo,OOC (Sesuai kebutuhan cerita), AU, dsb.
Mohon RnR yaa minna..!
Kalo gak suka boleh gak dibaca kok...
Perhatian :
Cerita hanyalah fiksi, bila ada kesamaan alur, watak tokoh, atau apapun itu... itu dilakukan dengan ketidak sengajaan oleh author.
.
.
.
.
Futatabi Ai
.
.
.
.
Udara di Jepang memang sedang mulai mendingin akhir-akhir ini, karena sebentar lagi musim dingin akan tiba dalam waktu dekat. Tapi tak menyurutkan semangatnya untuk datang ke negara bunga sakura itu. Jepang memang sudah tak asing lagi baginya, mungkin hanya keadaan kota disana yang banyak berubah yang akan merasa membuatnya sedikit asing.
Sudah lama sekali ia tak pernah kembali kesana. Kota kelahirannya. Salah satu kota yang berada di Jepang tapi mungkin ia hanya mengunjungi tempat itu selama beberapa hari saja, ia kembali ke Jepang karena harus mengurus anak perusahaan milik keluarganya di Tokyo, dan pastinya ia tak bisa berlama-lama di kota kelahirannya itu. Tapi salah satu alasan kenapa ia kembali ke Jepang juga karena ingin bertemu teman lama dan cinta pertamanya, mereka orang yang sama.
Ia masih menyimpan rasa cintanya pada teman lamanya itu meski mereka telah terpisah begitu lama, tapi mungkin teman lamanya itu sudah mempunyai orang yang berarti dalam hidupnya. ia hanya ingin bertemu dengannya, tidak lebih dari itu. Dan tak dapat di pungkiri juga teman lamanya mungkin sudah lupa padanya.
Penerbangan yang ia tempuh dari Amerika akan segera berakhir, selama di perjalanan dirinya terus saja melihat tumpukkan berkas-berkas perusahaan yang akan ia ambil ahli tapi juga terkadang ia melepas kacamata yang ia kenakan saat penat mulai menyerang dirinya. Hingga ia jatuh tertidur, dan pramugrari lah yang membereskan semua berkasnya dan menyelimutinya.
Sekarang pesawat yang ia tumpangi telah tiba di bandara Internasional Tokyo, dengan langkah santai ia berjalan untuk mengambil beberapa koper yang ia bawa dari Amerika. Setelah menyelesaikan urusan mengambil koper-koper miliknya yang bisa dibilang lumayan besar, ia melangkah keluar bandara.
Kalung berlambang 'IR' jatuh menjuntai begitu saja dari balik mantel hitam miliknya saat ia membungkuk untuk membenarkan tali sepatu high heels sneaker bercorak putih dan ungu kesayangannya, sebenarnya saat kalung itu keluar sang pemilik tak tahu hingga ia berdiri. Kalung itu ikut bergoyang saat high heels miliknya melangkah.
Rambut pendek, kacamata hitam, syal putih mungil yang tak terlalu menutupi leher putih miliknya, mantel hitam elegan, tas jinjing ungu mungil tertata rapi di bahu mungil miliknya, stocking hitam dengan sepatu high heels sneaker dan juga tak lupa sarung tangan cream miliknya berhasil menyembunyikan identitas dirinya dari orang-orang di sekitarnya, menyembunyikan bahwa ia adalah anak dari salah satu pengusaha tersukses di dunia saat ini.
Setelah dari bandara ini, ia tak akan langsung pergi ke tempat kelahirannya. Mungkin ia akan melihat apartement yang akan dirinya tinggal'i selama berada disini, maklum ia tak memilik tempat tinggal di Tokyo, rumah keluarganya di Jepang hanya ada di kota kelahirannya. Karakura . itulah nama tempat ia di lahirkan dulu, tempat dimana ia mengenal apa yang dinamakan cinta.
Setelah keluar dari bandara paling terkenal di Jepang, ia melepaskan kacamata hitam dari wajah cantiknya. Memperlihatkan kedua bola Amethyst yang sedari tadi bersembunyi di balik kacamata berwarna hitam yang di pakainya. Banyak pemuda yang berjalan di dekarnya sesekali melihatnya kemudian berdecak kagum saat melihat wajahnya, tapi ia hanya bersikap datar.
Gaya berpakiannya saat ini memang sangat melekat dengan kota New York, mungkin ini juga pengaruh ketika ia saat tinggal disana dan mulai mengikuti model fashion disana, tak jarang disana ada yang menyatakan cinta padanya tapi selalu saja ia tolak. Karena ia tak mau bertaruh cinta dengan mereka, karena sesungguhnya hatinya masih ada di dalam genggaman seorang teman lamanya.
"Aku Kembali."ucapnya menatap langit kota Tokyo kemudian menyetop kendaraan untuk mengantarkannya ke apartemen miliknya.
Taksi yang ia tumpangi terus melaju menuju sebuah gedung apartement yang kakaknya belikan untuknya, apartemen yang kakaknya belikan tergolong apartement mewah dengan dilengkapi fasilitas lengkap untuk menunjang semua kegiatan sehari-hari. Kakaknya memang selalu begitu, terlalu memanjakan dirinya dan overprotektif padanya.
Gedung pencakar langit di depannya inilah apartemennya berada, mewah dan elegan adalah dua kata yang melintas di kepalanya saat pertama kali melihat dimana ia akan tinggal nantinya.
Seorang perempuan cantik berambut merah dengan ponitail, juga dengan berseragam kerja menghampiri dirinya yang masih menyeret kedua koper besar miliknya. Saat perempuan itu sudah berjarak agak dekat dengannya barulah ia berhenti berjalan.
"Kuchiki Rukia-sama?"tanya perempuan itu yang ternyata pada Rukia.
"Ya."jawab Rukia tegas.
"Perkenalkan saya Riruka Dokugamine, asissten yang dipilih oleh Kuchiki-sama selama anda disini Kuchiki-sama."ucap Riruka sopan pada Rukia.
"Rukia, panggil aku Rukia saja tak usah Kuchiki. Aku merasa menjadi kakakku kalau aku di panggil begitu,"Koreksi Rukia pada Riruka.
"Kalau begitu Kuchi- maksud saya Rukia-sama kamar anda ada di lantai tiga nomor empat belas, mari saya tunjukkan."ucap Riruka kemudian berjalan menuju gedung pencakar langit di depan mereka.
Setelah menaiki lift selama beberapa menit akhirnya mereka sampai pada apartemen milik Rukia yang di pesan khusus oleh kakaknya itu, rupanya setiap lantai hanya berisi lima apartement. Dan itu merupakan hal yang bagus bagi Rukia karena takkan terlalu berisik dan menganggu tidurnya nanti.
"Riruka-san, apa kau tahu bahwa aku kesini hanya ingin melihat apartemenku?"tanya Rukia pada Riruka yang membukakan pintu untuknya.
"Tentu Rukia-sama, Kuchiki-sama sudah mengatakan semuanya pada saya. Dan sekembalinya anda dari Karakura, saya secepatnya akan menyusun jadwal untuk anda."ucap Riruka dengan tersenyum pada Rukia.
"Hn, kalau kau sudah tahu maka itu lebih baik. Sekarang aku hanya ingin menaruh satu koperku disini dan langsung berangkat ke Karakura,"ucap Rukia dengan menyerahkan satu kopernya pada Riruka.
"Apa perlu saya antarkan?"tanya Riruka pada Rukia.
Rukia menolehkan wajahnya dan tersenyum pada Riruka, "Tidak perlu, aku ingin naik kereta saja. Oh ya! Bisa kuminta kunci apartemenku sekarang?"tanya Rukia.
"Baik."ucap Riruka dan segera mengunci pintu apartemen milik Rukia.
Setelah menerima kunci apatemennya, Rukia langsung berlari meninggalkan Riruka yang masih tercengang atas tingkahnya, "Jaa ne, Riruka-san. Sampai jumpa beberapa hari lagi."teriak Rukia sebelum menghilang di lift.
Sepatu high heels sneaker miliknya menghentak trotar jalanan kota Tokyo akibat ia berlari, padahal ia tak usah buru-buru karena jarak kota Karakura dan Tokyo hanya tiga jam di tempuh dengan naik kereta. Mungkin ini karena dirinya sangat rindu pada kota itu hingga tak sabar ingin cepat kesana. Kalung berbandul lambang 'IR' juga ikut bergoyang seirama dengan langkah kakinya.
Seperti saat dirinya ada di bandara tadi, banyak pemuda yang melihatnya kemudian berdecak kagum karena wajahnya yang cantik. Tapi Rukia tidak memusingkan hal itu, tak mau membuang waktu lebih lama lagi, ia terus saja berlari menyusuri trotoar jalan kota Tokyo. Tak peduli sekarang ia memakai high heels sekalipun, Rukia memelankan langkah kaki mungilnya setelah mata Amethys-nya melihat pintu menuju stasiun kereta.
Stasiun kereta memang tak jauh dari apartemen miliknya, hanya butuh waktu setengah jam jalan kaki dari apartemennya menuju stasiun kereta. Meski agak kesulitan karena memakai high heels dan membawa satu koper besar saat berdesakkan dengan orang-orang di sekitarnnya ketika ia harus membeli karcis.
Setelah urusannya untuk membeli karcis usai, Rukia buru-buru keluar dari antrian. Dan malah tak sengaja menabrak seorang pemuda karena keteledorannya.
"Ah! Maaf aku tidak sengaja,"ucap Rukia kaget saat dirinya menabrak seseorang, membuat orang yang ia tabrak menjatuhkan beberapa berkas yang tadi ada di tangannya.
Pemuda berambut merah menyala itu membungkuk dan mulai memunguti berkas-berkasnya miliknya yang terjatuh akibat ulah Rukia, "Tak apa, aku baik-baik saja."kata pemuda berambut merah itu membuat Rukia menghembuskan nafas lega.
"Tapi benarkan kau tidak apa-apa?"tanya Rukia memastikan lagi.
"Seperti yang kau lihat aku tidak terluka sedikit pun."ucap pemuda berambut merah yang di kuncir seperti nanas itu.
"Sekali lagi maafkan aku, kalau begitu aku pergi dulu. Keretaku sudah datang."ucap Rukia kemudian kembali berlari dan menghilang di dalam gerbong kereta.
Rukia terus mencari nomor duduknya, dan... Gotcha!. Ia mendapatkan tempat duduknya dan persis di samping jendela, dengan begitu ia bisa dengan melihat pemandangan di luar sambil mengisi waktu kosong selama tiga jam perjalanan, itu pun kalau ia tidak jatuh tertidur.
Rukia buru-buru ingin meletakkan koper besarnya di tempat menyimpanan barang yang berada di atasnya, tapi melihat tinggi badannya sekarang meski sudah memakai high heels justru mengkhawatirkan, bisa-bisa tubuhnya 'lah yang akan tertimpa koper itu.
Dan dia berhasil meski harus meminta bantuan pada penjaga kereta, dengan nyaman ia merebahkan punggungnya pada sandaran kereta. Rupanya udara Jepang mulai meningkat, buktinya sekarang kaca kereta yang ia tumpangi sudah banyak yang mengembun akibat dinginnya suhu udara. Melihat itu Rukia memakai penutup telinga berbulu dengan aksen kelinci kecil di tengahnya, yang ia ambil sebelum menaruh kopernya di atas. Kemudian kedua matanya mulai meredup dan jatuh tertidur dengan kedua tangan mungilnya masik ke dalam saku mantel hitam miliknya, tapi tenang saja. jika ia sudah sampai di Karakura alarm Smartphone yang ia stel tiga jam itu pasti akan berbunyi, tapi kalau alarm itu berbunyi pasti akan mengganggu penumpang lainnya. Akhirnya Rukia memilih memasangkan earphone pada Smartphone miliknya agar waktu alarm itu berbunyi hanya dirinya 'lah yang akan mendengar suaranya.
Tapi sepertinya gadis mungil dan cantik itu tak menyadari saat menabrak pemuda berambut merah mirip nanas tadi, bahwa pemuda berambut merah itu menatapnya lekat apalagi pada kalungnya yang berbandul lambang 'IR' itu. Sepertinya pemuda itu begitu mengenal kalung yang Rukia pakai.
Pemuda itu terus berfikir dimana ia pernah melihat kalung seperti itu, gadis yang menabrak pemuda itu memanglah cantik dan elegan. Tapi bukanlah itu yang menarik pemuda ini untuk memikirkan gadis mungil itu, toh ia juga sudah memiliki kekasih meski tak se-feminim gadis mungil tadi. Melainkan kalung berbandul lambang huruf 'IR' itulah yang membuat pemuda itu terus saja memikirkan gadis mungil itu.
Dan... gotcha! Pemuda itu seperti mendapatkan lotre.
"Kalung itu... sama persis seperti apa yang Ichigo miliki."
.
.
.
.
.
To be Continued.
Author Talk :
Haaaaaaaallooooooooooooo ketemu lagi bersama saya, yang membawa kembali cerita gak jelas milik saya untuk meramai 'kan Fandom Bleach. Apa ada yang penasaran gimana selanjutnya? Sebenernya saya juga penasaran bagaimana kelanjutan cerita saya ini. rencananya sih mau saya apdate hari sabtu depan tapi berhubung saya lagi libur karena habis ujian semester 1 jadi... saya punya waktu luang banyak a.k.a nganggur, saya udah buat chapter dua-nya lho karena saking gak punya-nya kerjaan. Dan berakhir saya gatel ingin publish cerita ini, tapi saya usaha'in bakalan apdate satu minggu sekali
well... ini kata-kata saya bakalan update cerita baru moga aja bisa di nikmati tapi kalo emang ceritanya jelek bisa nge-review terus minta cerita ini di hapus kok sama saya tapi saya juga gak langsung gitu hapus, vote suara terbanyak dulu.
Jadi happy reading ya minna.
Jaa ne.
