HOLD BACK

Declaimer : World Trigger (c) Ashihara Daisuke

Hold Back (c) Elliz Rokuou

Pairing : Suwa x Arafune

Warning : BL/Sho-ai, AU

Di depan ruang tunggu studio sebuah saluran televisi terlihat pemuda 21 tahun berambut pirang sedang duduk menunggu. Pandanganya hanya serius pada buku yang dipegang satu tangan sedang satu tanganya lagi memangku dagunya. Sikunya tersampir nyaman sofa empuk panjang yang memang disediakan untuk tamu. Kacamata yang ia pakai membingkai lensa hijau matanya. Tak sadar ia sedang menjadi bahan pembicaraan beberapa staff saluran televisi di sana. Hal-hal seperti mempertanyakan siapa lelaki tampan yang sedang duduk di ruang tunggu itu, apakah ia artis pendatang baru. Tapi ada juga yang sudah mengenalnya "ah paling Suwa sedang menjemput Osano" atau iri dan ingin memiliki pacar tampan walau bukan artis yang notabene di sini merupakan lingkungan entertainment yang berisi artis aktor ataupun model cantik.

Walau sedang membaca buku pemuda berambut pirang itu menangkap suara familiar. Memang ada beberapa temanya yang juga bekerja di bidang hiburan ini. Seperti yang satu ini, Suwa menebak pasti pemilik suara berat yang satu ini pasti Kizaki Reiji. Suara berat khas yang berwibawa itu terdengar sedang bercakap-cakap dengan seseorang. Setau dirinya Reiji bekerja sebagai drummer sebuah band bernama Tamakoma. Band berisikan tiga orang dimana vokalnya diisi oleh perempuan 17 tahun bernama Konami. Meskipun nama band mereka aneh, tapi mereka sangat populer dan laku di masyarakat. Bukan hanya karena wajah vokalis dan gitaris mereka cantik dan tampan tapi musik pop rock yang unik dan tak biasa membawa warna warni baru dalam dunia permusikan. Sebagai drummer wajah Reiji memang tak semencolok vokalis dan gitaris mereka. Tapi jangan salah kemampuan memainkan alat musik Reiji termasuk kelas atas. Tak hanya drum, gitar, bass, keyboard, sampai biola bisa ia mainkan. Rakus memang tapi hal seperti ini yang membuat teman-temanya dapat sangat mengandalkan Reiji, umur Reiji yang sudah dewasa pun menjadikannya sosok yang paling menjadi panutan.

Setelah ekor mata Suwa menangkap pasti sosok itu merupakan Reiji, ia memaksa inersianya untuk berdiri dan menyapa teman seangkatanya tersebut.

"Ouu Reiji" sapa Suwa sambil melambaikan tanganya.

"Ah Suwa, sedang menunggu Osano ?" pemuda bertubuh besar yang menyadari dirinya dipanggil itu mersepon. Soal hubungan Suwa dan Osano bukanlah sebuah rahasia lagi. Dan pula hubungan mereka sudah berjalan cukup lama dan awet sekitar lebih dari satu tahun.

"Ya begitulah" jawab Suwa, matanya melirik pada pemuda di samping Reiji. Ini pertama kali ia melihat pemuda tersebut. Pemuda di samping Reiji mengenakan kaos simple polos berwarna merah dan celana jeans, tak lupa topi hitam yang menutupi sebagain wajahnya. Dari penampilan yang dinilai oleh Suwa pasti anak band lagipula dia berhubungan dengan Reiji.

"Ah iya perkenalkan , Arafune tetsuji, vokalis dari band Peace-18 " tebakan Suwa tepat.

"Salam kenal" ucap pemuda bernama Arafune sambil mebuka topinya memperlihatkan surai coklatnya. Dirinya sedikit menunduk menunjukan sikap sopan pada pemuda berambut pirang yang lebih tua darinya.

Pemuda pirang itu tertuju paku pada mata indah amethyst, garis wajah yang lembut memberikan kesan tenang. Cantik, komentar Suwa dalam hati.

"Su-Suwa. Salam kenal" jawabnya sambil menundukan sedikit kepalanya.

xx

Suwa memandang bosan pamflet yang Tsusumi berikan. Pamflet dari adik tingkatnya itu berisi promosi festival musim panas kuil dekat dengan apartemenya. Ia memang berkata bahwa ia sedang ingin pergi, tapi pacarnya yang sekaligus model, Osano rui tidak bisa hadir karena sibuk. Sedangkan Tsusumi janji akan menbantu Hisato untuk mengerjakan tugas. Ayolah festival musim panas bukanya tempat yang enak didatangi sendiri. Reiji, Kazama, Raizo kemana kalian saat sedang dibutuhkan kesal Suwa pada ketiga teman seangkatanya.

Tapi pada akhirnya langkah suwa sudah menapak pada gerbang kuil tempat festival berlangsung. Suasana malam tapi ramai khas festival dengan berbagai kios menjajakan jualanya. Yukata, anak-anak, dan juga pasangan yang sedang berkencan merupakan hal yang harus ada di tiap festival. Sedangkan pemuda berambut pirang itu hanya sendiri. Ia mengenakan jaket motif army dan celana levis denim yang terkesan santai.

"Aku akan jalan sebentar lalu pulang" katanya.

Suwa menangkap sosok yang sepertinya ia sudah kenal.

"Tu-tunggu" dengan refleks Suwa menarik lengan pemuda tersebut.

"Ya? "

"Ehmmm..maap" Suwa memang mengenal pemuda tersebut dari Reiji tapi memang apa urusanya, lagipula belum tentu pemuda itu masih mengingatnya. Ia menutup mukanya yang memerah karena malu.

"Suwa-san?" tanya pemuda berambut coklat itu sambil mengintip Suwa yang menutup mukanya. Yukata bewarna coklat yang dipakainya terlihat pas, cocok dikenakan. Walau sedang memakai yukata tapi tampaknya topi hitam itu tidak bisa lepas darinya.

Suwa agak terkejut bahwa pemuda itu masih mengenalnya.

"Panggil Suwa saja, kau sedang sendiri, Arafune?" tanyanya sambil basa-basi mencari percakapan.

"iya, Suwa ?"

"Sama sepertimu. Bagaimana kalau kita pergi bersama ?"

Pemuda tersebut terdiam. Tampak menimbang-nimbang ajakan orang yang baru dikenalnya itu.

"Kau keberatan?" tanya Suwa ragu.

"Ah, tidak" yang ditanya menggeleng untuk meyakinkan Suwa.

xx

Mereka berdua berjalan diam dalam suasana ramai. Tak ada percakan. Suara gelak tawa dan kegembiraan hanya menjadi latar mereka. Suwa merutuki dalam hati dimana ia harus memulai percakapan.

"Ada yang ingin kau coba ?" yang lebih tua mencoba untuk memulai percakapan.

"Tidak juga, ah ada dvd-blue ray the kingsman! " walau awal terlihat tidak tertarik, Arafune tidak bisa membohongi hobinya. Menonton film dengan genre action merupakan hal utama dalam hidup sang vokalis berumur 18 tahun itu. Bahkan ia dan Raizou sang menajer bisa maraton film action seri aktor terkemuka James Bond berjam-jam sampai tidak tidur dua hari.

"Ouhh kau ingin ke stand tembak-tembakan Arafune?" Suwa berseringai sedikit tertawa mengetahui pemuda kalem disampingnya bisa juga mengebu-gebu hanya karna sebuah film action.

"Kau bisa dapatkan Suwa ?" tidak terima, Arafune menantang ossan yang sedang menahan tawanya.

"Ouuh serahkan padaku" dengan percaya diri semangat kemerdekaan di umur tua Suwa menerima tantangan tersebut. Jangan salah pengalamanya adalah nol.

Gagal, gagal, gagal, dan gagal.

"Ini sudah yang ke-9 Suwa" mulai bosan, Arafune mengingatkan.

"Ughh, paman sekali lagi" dan sepertinya yang diingatkan tidak mengindahkan.

"Oke" sang penjaga stand yang sudah bapak-bapak itu dengan senang hati menyiapkan peluru tambahan guna mencari rezeki dari pengunjung macam Suwa yang penasaran mendapatkan hadiah yang terpajang demi sang kekasih atau ajang sekedar unjuk kekuatan. Cukup, Arafune sudah tidak tahan.

"Tu-tunggu tunggu kali ini biar aku saja" pemuda berambut coklat itu melepas topinya dan memberikan pada Suwa sambil merebut senapan mainan yang dipegang.

"Kau bisa?" sambil menerima topi pemuda disampingnya ia bertanya tak yakin.

"Lebih baik darimu" sedangkan Arafune penuh yakin.

Cukup dua kali mencoba, dan.

"Selamat kau dapat" sang penjaga mengambil barang yang didapatkan sang pembeli. Sang pemilik stand merasa tidak begitu rugi, toh mereka sudah mencoba sebelas kali mungkin mereka sedang beruntung pikirnya.

"Wahh, kau jago juga" Suwa terkesan, ternyata di luar dugaan Arafune cukup ahli dalam memainkan permainan seperti ini. Meskipun yang dimaksud tidak begitu memiliki motivasi.

"Teman-temanku masih lebih baik lagi" jawab Arafune sedikit mengejek. Tapi hal tersebut memang benar adanya dua dari anggota badnya tidak tangung tangung dalam hal ketepatan menembak. Touma salah satunya, sang drummer itu jika dalam memainkan dart ia bahkan bisa membuat pola gambar, emot tersenyum ataupun menyusun dart hingga bertumpuk ialah hal mudah. Sedangkan sang gitaris Hokari merupakan ace klub panahan di sekolahnya yang sudah perna memenangkan interhigh. Dengar samar-samar gosip mereka berdua sudah di-blacklist oleh para pemilik stand permainan tembak karena sudah sering memborong dagangan di stand.

"Kau mengesalkan" Suwa membalas dengan kesal.

"Terima kasih" kekesalan itu dibalas senyum puas.

xx

"Arafune, kau mau makan apa ?" tanya Suwa sambil melihat-lihat stand-stand yang menjajakan makanan takoyaki, taiyaki, yakisoba, dan

"Okonomiyaki!" jawab Arafune dengan mantap. Sekali lagi Suwa dibuat terkejut oleh sifat Arafune yang bisa mengebu-gebu kalau menyangkut hal yang disukainya(?). menurutnya hal itu manis.

"Haha segitu sukakah dengan okonomiyaki ?" ledek Suwa lagi

"Huuh, ada yang salah ?" Arafune tidak terima.

"Tidak, tidak ada yang salah" jawab Suwa sambil menarik tangan Arafune menuju stand yang menjual okonomiyaki. Tak sadar bahwa pemuda yang sedang digandengnya menundukan wajah untuk menutupi rona merah.

xx

Di belakang bagian kuil, kedua pemuda itu sedang duduk di bangku taman sepi. Mereka memang berniat mencari tempat untuk dapat makan dengan tenang. Dan sepertinya tempat ini sangat cocok, tidak banyak yang hilir muduk disini.

Arafune memakan okonomiyaki miliknya sedangkan Suwa menyalakan api untuk mengisap rokok.

"Kau hanya membeli ringo ame ?" tanya Arafune kepada pria yang sedang mengisap rokoknya.

Hembusan nafanya mengeluarkan asap yang menari di udara lalu menghilang.

"Ini untuk pacarku, sepertinya dia suka"

"Ouh" jawab Arafune singkat

"Ada saus" Suwa yang menyadari ada noda merah di ujung bibir pemuda berambut coklat itu mengusap untuk membersihkan. Wajah Arafune memerah, Suwa menyadari apa yang ia lakukan ikut merona malu.

"Maap" lanjut Suwa sambil memalingkan muka, yang disampingnya pun ikut memalingkan muka.

"Suwa, kembalikan topiku" perintah Arafune tanpa memandang ke arah Suwa.

"Tidak" jawab Suwa santai.

"Huuuh?" tentu saja sang pemilik topi protes.

"Kau lebih cocok seperti itu" kata gombal tak mempan tetap dikeluarkan dengan senyum murah 100 yen.

"Apa ?!" Arafune kesal mencoba merebut topinya.

'blaar' 'duuuarrr'

Bunga-bunga cahaya bermekaran di langit memberikan warna pada hitamnya langit malam. Bunga itu terus bemekaran dan menghilang dengan suara berisik guna memberi pemberitahuan bahwa kecantikan mereka sedang muncul.

"Kebang api ?" tanya Suwa.

"Indahnya" komentar Arafune yang langsung melupakan perihal topinya. Suaranya samar-samar karena tertutup suara kembang api. Mata Suwa melirik kepada Arafune yang sedang memandang lurus ke arah langit. Matanya yang indah itu tampak lebih indah akibat pantulan cahaya kembang api. Warna ungu itu telihat bekilauan. Halus wajahnya masih terasa di jari Suwa saat menyentuhnya tadi.

"Cantik" kali ini komentar Suwa terdengar jelas karna pertunjukan kembang api sudah selesai.

"Ya, can-" Arafune hendak setuju dengan komentar Suwa mengenai kembang api tadi. Tapi melihat Suwa yang memandang kearahnya tampaknya mereka tidak sependapat.

"Ma-maaf" menyadari dirinya keceplosan Suwa meminta maaf. Mana ada lelaki yang senang dibilang cantik apalagi dengan orang yang baru dikenalnya. Pasti dia marah pikir Suwa.

"Ke-kenapa meminta maaf" Arafune yang menyadari yang dimaksud Suwa 'cantik' adalah dirinya mengelak dan memalingkan wajahnya yang makin memerah. Menyadari reaksi Arafune, Suwa menjadi semakin tertarik karena hal itu membuat pemuda dihadapanya menjadi lebih canik lagi.

"Arafune" Suwa meraih wajah Arafune yang tak mau memandangnya. Menangkap kedua pipi Arafune membuat pemuda tersebut memandang penuh pada dirinya memperlihatkan wajah merah merona dan mata indahnya.

Memandang penuh intens jarak antar keduanya makin terhapus. Hingga bibir mereka berdua saling bersentuhan singkat namun lembut. Rasa manis okonomiyaki tercampur pahitnya aroma rokok.

Jarak keduanya terpisah, kembali memandang satu sama lain. Tapi pandangan setuju dan saling mengerti kembali menyatukan mereka lebih dalam dan lama. Larut dalan keinginan yang sama.

"MA-MAAF" buru-buru Suwa meminta maaf atas kelancangan perbuatanya.

"A-aku tidak keberatan Suwa" pemuda pirang itu melengos mendapat jawaban dari permintaan maafnya

"Karena aku menyukaimu" jawaban mantap ditambahnya.

"Ta-tapi aku sudah" Suwa mencoba untuk mengelak.

"Tak masalah, aku tak keberatan menjadi yang kedua atau menjadi kekasih gelapmu"

xx

Apartemen Suwa.

06.30 AM.

Suwa yang baru bangun dari tidurnya melirik ke samping terdapat pemuda yang tadi malam baru saja menyatakan perasaan pedanya. Suwa saja tidak yakin sejak kapan pemuda berambut coklat itu menyukainya. Melirik ke arah bajunya yang tergeletak, mengambil dan memakainya . kemudian melihat ke arah Arafune yang tidak terutup itu Suwa manarik selimutnya agar pemuda tersebut tidak kedinginan. Tanganya meraih wajah yang sedang tertidur pulas itu mengusapnya dengan lembut. Senang terukir senyum di wajah Suwa. Namun mengingat apa yang mereka lakukan semalam, apa ini benar. Pusing, kini ia memijat kepalanya sendiri.

Tanganya mengambil telepon gengamnya, melihat pesan singkat dari Tsusumi dan juga Osano. Menanyakan bagaimana kabarnya, sangat tidak baik jawabnya dalam hati. Melihat jam ia memiliki kelas pagi hari ini, Suwa melangkah kan kakinya berat ke arah kamar mandi.

"Kenapa hari ini harus ada kelas" gerutunya.

Sebelu melangkah lebih jauh, ia mencium singkat pipi pemuda yang masih tidur tersebut.

"Selamat tidur"

08.00 AM

Arafune terbangun, mengusap-usap matanya. Ini bukan dikamarnya, akhirnya ia ingat ini di apartemen Suwa. Melirik ke samping sudah tidak terdapat Suwa, dilihatnya sebuah kertas.

'Pagi Arafune

Yukatamu sudah kutaruh di laundry,

Aku sudah menyiapkan pakaian ganti dan sarapan ya.

Kuharap kau suka sarapanya.'

Seguras senyum terukir di wajah Arafune.

Setelah mandi Arafune menuju dapur. Ia memakai kaos hitam polos dan celana putih yang sudah disiapkan. Apartemen yang dimiliki Suwa memang simpel tapi tetap rapih dan nyaman. Suasana hangat terasa dari banyaknya barang-barang yang terpajang di rak kecil di depan meja makan seperti souvenir ataupun bingkai-bingkai foto. Ia melihat foto-foto yang ada di atas rak itu terdapat foto empat orang yang sedang memakai baju tebal sambil membawa tongkat ski dan dua diantara empat orang itu merupakan Suwa dan pacarnya (?). Matanya beralih ke foto yang lain Suwa dan pacarnya terlihat tulisan 'happy first anniversary'. Wanita itu berambut coklat pendek tidak tampak tomboy namun lebih terkesan manis. Mereka terlihat kompak dan bahagia pikir Arafune. Dan sepertinya tempat ini sering digunakan berkumpul untuk teman-temanya dilihat dari ada lumayan banyak barang yang sepertinya bukan milik Suwa seperti di kulkas ada beberapa makanan yang ditandai 'milik hisato' dan ringo ame yang sudah ditadai miliki Osano.

Setelah puas melihat Arafune menuju meja makan dengan empat buah kursi. Ia menduduki di salah satunya yang dihadapanya sudah tedapat makanan. Sepertinya baru dimasak tadi pagi, terdapat menu sarapan khas jepang, nasi, ikan dan sup miso.

"Selamat makan" ucap Arafune. Ia mulai memakan sarapanya.

'Kuharap kau suka sarapanya'

"Lezat, i-ini sangat lezat" suara Arafune sedikit bergetar

"Kenapa ini lezat?" tanpa sadar air matanya sudah mengalir.

Ekor matanya kembali melirik ke arah rak foto tersebut. Jahat, kejam, itulah pandangan tentang dirinya. Rendah, kenapa dirinya bisa merebut kebahagian pasangan tersebut. Wanita yang dikencani Suwa terlihat baik dan manis. Kenapa orang seperti dirinya bisa melakukan hal serendah ini.

Apakah aku harus menyerah setelah apa yang aku katakan semalam.

xx

Di koridor kampus teknik tempat Suwa belajar, ia berjalan dengan lesu. Tepukan dari belakang mengagetkanya.

"Yo, Suwa " telihat pemuda berbadan besar dengan rambut cepak dan mata sipit itu menyapanya.

"Ouh, Tsusumi" Suwa sepertinya sudah biasa disapa seperti ini oleh pemuda bernama tsusumi itu.

"Kau tampak lesu" tsusumi tampak khawatir kepada temanya itu.

"Ah begitukah ?" tampak Suwa meyakinkan tsusumi bahwa ia baik-naik saja.

Bunyi dering ponsel dari saku kemeja Suwa, ia membuka isi pesan tersebut.

'Suwa-san, bukankah kau janji mau mengajaku ke cafe yang baru dibuka itu?

P.S: hari ini harus Suwa-san yang traktir'

"dari Osano kah ?"

"iya" jawab Suwa singkat dengan senyum.

"Kalau begitu selamat bersenang-senang. Aku juga ada janji dengan Kako dan Kuruma" Tsusumi melambaikan tanganya untuk segera pamit.

"Bersenang-senang ya, huh?" kata Suwa kesal sambil meninju tembok disampingnya keras.

Buruk, ia adalah yang terburuk. Bisa-bisanya ia tidur dengan orang lain sementara ia sudah berhubungan dengan wanita polos yang baik-baik saja. ia terus merutuki betapa bodoh dan buruk dirinya.

Tapi hatinya tidak dapat berbohong sejak pertama bertemu dengan pemuda itu ia sudah mengagumi dan tertarik. Matanya tidak bisa lepas mata ametris itu. Dirinya ingin lebih mengenal, lebih dekat. Tapi mengapa?

Ia tahu pasti hubungan ini pasti tidak akan tetap abadi. Semakin ia tahan hubungan ini maka akan semakin besar juga sakit yang dirasakan kedua belah pihak.

Suwa harus memilih. Pihak mana yang harus ia pilih dan ia sakiti.

Kenapa dirinya harus menentukan kebahagian dua orang itu ?

End

Catatan :

Kelompok umur 21 tahun, sebenarnya ini hanya kelompok teman seangkatan yang sering membuat acara minum-minum bersama. Isinya Suwa, Reiji, Kazama dan Raizou. Mereka merasa cocok mengobrol sambil minum-minum bersama. Walaupun sudah menemukan pekerjaan masing-masing tapi mereka kadang masih suka berkumpul. Tak masalah kan toh mereka merasa nyaman. Disini Suwa tidak mengetahui bahwa Raizou bekerja sebagai manajer band peace_18.

Band peace-18, isinya sebagian kelompok umur 18 tahun yaitu Arafune, Hokari, Touma dan Murakami. Mereka hanya iseng membuat band demi mengisi waktu luang tapi menjadi serius ketika mereka menemukan bahwa menghibur penonton memiliki kesenangan tersendiri. Lagu pertama yang dibuat berjudul sniper pride ditolak mentah-mentah oleh sang menajer. Semangat, itulah ucapan Murakami yang sudah menebak bahwa ide itu tidak akan berhasil.

Suwa squad, berawal dari mengikuti agen travel yang sama Suwa, Tsusumi, Hisato dan Osano akhirnya bertukar kontak setelah merasakan kecocokan satu sama lain. Kadang mereka mengisi liburan bersama dengan berkemah di gunung, bermain ski ataupun berwisata. Karena Suwa merupakan yang tertua mereka akhirnya mengusulkan Suwa squad walau yang dipakai namanya tidak setuju.

Part II

"Aku sudah memperhatikanya dari dulu, sudah menyukainya dari dulu. Bukankah itu artinya aku sama saja dengan para staff wanita itu yang tetap menginginkan pria yang sudah dicap miliki dan hanya membicarakanya di belakang. Tapi sudah sampai sejauh ini aku tidak akan menyerah, walau hanya sebagai tumbal yang akan menerima akhir tidak bahagia dan dicampakan"

"aku yang terburuk. Walau sudah memiliki seseorang tapi tetap melirik yang lain. Hingga mataku tak dapat lepas darinya, tanganku tetap ingin menyentuhnya, memilikinya, dan bahagia denganya. Tapi tidak bisa terus seperti ini, menyiksa dua orang dengan ikatan yang rapuh kasat mata. Keputusan merupakan hal sulit, tapi sudah ditetapkan aku akan... "