Terdengar suara tawa canda riang memenuhi taman. Anak-anak tampak senang bermain dengan kawan mereka di setiap permainan. Salah satunya anak lelaki berambut crimson yang tampak asyik bermain basket dengan gadis kecil berambut aqua. Saat waktunya untuk anak-anak mengakhiri permainan mereka, kedua anak itu tampak enggan untuk mengakhiri permainannya walau mentari semakin merendah. Satu per satu anak-anak yang tengah bermain mulai meninggalkan taman ketika ibu mereka menghampiri. Tanpa kedua bocah itu sadari, kini hanya tinggal suara tawa mereka berdua yang masih terdengar. Langit jingga telah berganti kelabu, sadar akan hal itu si bocah crimson langsung menghentikan pantulan bola oranye yang dimainkan dan mendekapnya. Terdengar ajakan 'ayo pulang' dari mulut bocah lelaki itu hingga membuat si gadis kecil sedih karenanya. Melihat anak perempuan yang bersamanya bersedih, si rambut crimson menyodorkan tangannya dan tersenyum.
"Besok kita main lagi." Mendengar ucapan si anak lelaki, gadis kecil itu kembali tersenyum dan mengangguk kecil. Kemudian diraihnya tangan anak lelaki tersebut. Saling bergandengan, kedua anak tersebut berjalan berdampingan menyusuri jalan pulang. Dalam perjalanan mereka hanya terdiam satu sama lain, sesekali si anak perempuan mendelik menatap wajah anak berambut crimson. Bersamaan dengan bayangan yang memanjang, rambut kemerahanitu berubah bagaikan bara api yang menyala. Bocah lelaki yang sadar akan tatapan si gadis kecil berbalik tersenyum kepadanya. Sejenak perasaan-perasaan aneh seperti menggelitik dirinya. Entah mengapa gadis kecil itu merasa rindu. Rindu yang teramat dalam saat melihat senyuman sang bocah tadi.
Perjalanan mereka kembali diliputi keheningan. Namun, walau keheningan yang menemani tapi si gadis kecil tetap merasa bahagia. 'Kami-sama, ku mohon agar kami dapat selalu bermain bersama.' begitulah harapan polos seorang anak perempuan kelas tiga sekolah dasar. Ya, asal mereka selalu bersama baginya hal itu sudah cukup. Ah... Seandainya saja manusia dapat menghentikan waktu, pasti menyenangkan.
Kemudian anak lelaki tersebut kembali menoleh ke arahnya mengucapkan sesuatu...
.
.
.
Little Happiness
© Nyankoii
Un-Beta (Revision)
Words Count : 2772
This fiction inspired by Vocaloid song
All credit belongs to
Yuuhi Saka © Doriko
Kuroko no Basuke © Tadatoshi Fujimaki
Cover © Nyankoii
AU, Gender Bender, Fem!Kuroko, OOC, Alur telalu cepat, Tata bahasa aneh, Typo bertebaran, dan lain-lain.
.
.
Chapter 1 – Wheel of Fate
.
.
BEEPBEEP BEEPBEEP BEEPBEEP, suara alarm menyadarkannya. Dengan mata yang masih tertutup ia mematikan jam weker di samping tempat tidurnya. Tampak gadis itu belum bersedia untuk membuka kelopak matanya.
SWOOSH SWOOSH, secara samar dapat terdengar suara tarikan kain. Perlahan cahaya mentari yang tak seberapa merasuk mengusik kedua mata si gadis. Ia pun mencoba menghalangi sinar yang masuk dengan punggung tangannya. Hanya kata 'silau' yang terlintas dalam pikirannya sampai...
"Ohayou, Tetsuna-sama. Bagaimana tidur, Anda?" seorang maid berambut hitam dengan seragam terusan berwarna serupa, membangunkan si gadis.
Tetsuna perlahan bangun dari tempat tidurnya. Rambut ikal aqua bagaikan langit di musim panas, tampak menjuntai dibalik punggungnya. Bulu mata lentik miliknya naik secara perlahan, menampakkan bola mata sebiru batu permata aquamarine. Perlahan ia menatap ke sekelilingnya, tampak dinding berwarna khaki, karpet Persia merah melapisi lantai, dan segala furniture dari pohon Oak sebagai pelengkap ruangan. Ahh... ternyata ia telah tersadar dari mimpinya. Gadis itu mengalihkan pandangannya ke arah maid yang berdiri tidak jauh dari jendela kamarnya.
"Ohayou." Tetsuna pun tersenyum kecil kepada maid tersebut.
.
.
.
.
Skip Time,
.
Tetsuna nampak memperhatikan setiap bangunan yang di lewati dari balik kaca mobilnya. Bagaikan De javu, ia merasa pernah melewati jalan tersebut. Walau tidak begitu yakin tapi ada beberapa bangunan yang sepertinya telah lama ia kenal. Bagaimana bisa? Padahal ini pertama kali ia melewati jalan tersebut. Sudah 'seharusnya' menjadi yang 'pertama' bagi dirinya yang belum lama pindah ke negara ini.
"Tadatoshi-san, bisa tolong hentikan mobilnya?" dengan suara halus Tetsuna meminta si supir menghentikan laju kendaraannya.
Tadatoshi melihat sang nona dari kaca depan, "Gomen, Ojou-chan. Kita belum sampai di sekolah." gadis itu menggelengkan kepala dan tetap meminta si supir untuk meminggirkan mobil ke tepi. Tadatoshi akhirnya mengalah pada permintaan sang nona. Ia memarkirkan mobil yang dikemudikannya tepat di depan deretan pertokoan. Dengan segera ia turun dari dalam mobil, membukakan pintu untuk sang nona.
Tetsuna menuruni mobil secara perlahan, rambut aqua ikal yang dibentuk half up half down fish tail braided pony. Dia tampak anggun walau hanya mengenakan seragam sekolah. Orang yang berlalu lalang pun mematrikan pandangan mereka ke arahnya. Bukan hanya karena mobil yang notabene bukan produk Jepang melainkan impor dari Eropa, tetapi juga karena paras Tetsuna yang tidak seperti gadis Jepang kebanyakan. Beberapa siswa dan siswi yang mengenakan pakaian serupa dengannya tampak saling berbisik satu sama lain.
Tadatoshi yang menyadari pandangan mata kurang ajar di sekitarnya, langsung memberikan death glare dan hawa membunuh gratis bagi si pelaku. Tatapan dan hawa membunuh yang dikeluarkan pria tiga puluh tahun itu sukses membuat para bocah kurang ajar tadi menciut nyalinya. "Kau boleh pergi Tadatoshi-san." belum selesai berurusan dengan para makhluk kurang ajar lainnya, sang nona malah menyuruh dirinya untuk segera pergi.
"Maaf, Ojou-chan. Saya harus mengantar anda sampai sekolah." Tadatoshi menolak permintaan sang nona.
Mendengar penolakan Tadatoshi, Tetsuna menoleh kearahnya. Dia tersenyum kepada si supir lalu menggelengkan kepalanya, "Tidak apa-apa. Ini sudah dekat, kok." Gadis itu menunjuk ke seberang jalan. Banyak remaja seusianya mengenakan seragam kemeja biru muda berbalut jas putih dengan bawahan hitam, seperti yang ia kenakan saat ini.
"Tapi, Ojou-chan." jawab Tadatoshi dengan ragu.
"Kumohon Tadatoshi-san. Aku sudah kelas 1 SMA dan bisa menjaga diriku sendiri." Tetsuna pun mengeluarkan jurus tatapan puppies eyes-nya. Melihat tatapan tersebut, Tadatoshi hanya bisa mengalah dan memohon ijin untuk kembali.
Tetsuna beranjak pergi setelah 'Benz' yang mengantarnya tidak terlihat lagi dari jarak pandangan mata. Ia pun berjalan mengikuti arah ke mana para remaja yang mengenakan pakaian serupa dengannya itu pergi. Dalam perjalanan menuju sekolah diperhatikannya bangunan sekitar secara saksama. Sesekali ia bergumam, menggelengkan kepalanya seakan ada sesuatu yang mengusiknya. "Ah, kalau tidak salah toko roti Tous es Jour ada disekitar sini." gumamnya.
Tetsuna menghentikan langkah kakinya sesaat, menyembunyikan dua bibir ranum dengan jemari lentiknya, "Eh? Aku ngomong apa barusan?" gadis itu bertanya pada diri sendiri. Dia tampak kebingungan, seolah-olah barusan ia hanya mengigau. Hati kecilnya berbisik, ia baru saja "pertama kali" berada di daerah ini. Ya, dia benar-benar baru "pertama kali" berada di sini. Tetsuna menghentikan racauan tidak jelasnya dan melanjutkan berjalan kembali.
Tetsuna sudah tak sabar untuk segera sampai di sekolah. Senyum kecil tampak menghiasi paras cantiknya, mengingat 'si bodoh' itu. Kira-kira seperti apa ya reaksi si teman, jika melihat Tetsuna berada di sekolah yang sama dengan dirinya. "Kami-sama, semoga aku bisa sekelas dengannya." Pinta sang gadis dalam hati sambil tertawa kecil membayangkan wajah kaget temannya itu. Walau hari ini telah memasuki musim gugur tapi tidak menyurutkan suasana hati gadis itu.
.
.
Time skip,
.
DINGDONG DINGDONG DINGDONG
Bunyi bel pertanda akan dimulainya kelas hari ini telah berkumandang. Seluruh siswa dan siswi yang berjalan menuju sekolah mempercepat langkah kaki mereka, bahkan ada yang sampai berlari. Tak terkecuali siswa berambut burgundy, berperawakan tinggi dengan otot sixpack yang membuatnya tampak mononjol dari siswa lain. Selain tinggi badannya yang sekitar enam kaki itu tentunya.
" !##$%*$" umpat siswa itu sembari berlari dengan lima lembar roti tawar yang menyumpal mulutnya. Melihat anggota komite kedisiplinan mulai menutup gerbang, ia bertambah panik. Dengan sekuat tenaga siswa itu memompa otot-otot kakinya secepat mungkin.
REEK REEK REEK KLUNK, suara pintu gerbang sekolah terdengar dengan nyaring ditelinga siswa yang nyaris terlambat itu.
'Sa..save...' pikir siswa burgundy yang hampir tersedak oleh roti yang menyumpal penuh dalam mulutnya.
DINGDONG DINGDONG
Oke, dia tidak sepenuhnya selamat. Bel penanda jam kelas pertamanya telah berbunyi. Mau tak mau siswa itu harus kembali memompa saraf-saraf kakinya kembali. 'Sial!' umpatnya dalam hati yang kemudian benar-benar tersedak akibat roti yang menyumpal mulutnya.
.
.
.
.
Time skip,
.
Terdengar suara para siswa dan siswi yang tengah asyik berbicara satu sama lain di dalam kelas dari sebuah lorong. Beginilah keadaan siswa dan siswi SMA yang akan selalu berisik jika para guru belum berdatangan ke kelas mereka. Pagi ini, tidak begitu berbeda dengan pagi biasanya. Hanya saja kali ini para murid baru saja melewati liburan golden week. Setelah liburan berlalu apa yang biasanya kau lakukan? Bercerita tentang pengalaman berliburmu, bukan? Ya, sekarang itulah yang terjadi di dalam kelas 1-A.
Para siswi membentuk beberapa kelompok berbeda dan bercerita mengenai liburan golden week mereka. Seorang siswi bercerita baru saja kembali dari Paris. Ada juga yang baru berlibur ke Maladewa dan berakhir di Tahiti. Pembicaraan yang sama juga terjadi di antara siswa. Salah satunya menonton konser Ayuyu di hawaii. Bahkan ada yang bercerita baru saja mendapatkan tambatan hati di Bali. Ada juga yang baru dibelikan mobil sport terbaru oleh orang tuanya.
Padahal tidak sampai dua puluh orang berada dalam kelas ini, tapi kebisingan yang dibuat layaknya lima puluh orang berada dalam ruangan tersebut. Oke, kenapa pembicaraan mereka semua tampak tidak ada yang normal. Memang libur golden week di Jepang itu berapa lama sampai mereka bisa berpergian keliling Eropa bahkan Dunia seperti itu? Tidak perlu kaget karena Teiko High School merupakan salah satu sekolah elit yang tidak beda gilanya dengan sekolah khusus orang-orang berkantong tebal. Hanya saja berbeda dengan sekolah orang-orang borjuis lainnya, Teiko masih menerima siswa dan siswi rakyat jelata yang berprestasi. Buktinya saja tidak semua murid sekolah ini menaiki kendaraan pribadi.
Walaupun menerima murid dari kalangan rakyat jelata tentu saja perbedaan kasta itu tetap terjadi. Contoh saja kelas 1-A ini, sebagian besar tidak bahkan hampir seluruh murid di kelas ini telah saling mengenal dari jaman kanak-kanak. Ada juga yang sebelum dilahirkan sudah saling mengenal karena keluarga mereka memiliki hubungan kerjasama. Di kelas inilah sang pemuda berambut crimson dengan tinggi lima kaki sepuluh inci itu terjebak dalam kebosanan. Dia hanya bisa menghela napas dan menatap jendela.
Hari ini sang mentari tampak malu-malu memperlihatkan senyumnya. Langit yang kelabu mungkin sedikit cocok dengan suasana hatinya dipagi ini. Tunggu sejak kapan dia jadi melankolis begini. Sial pasti ini gara-gara sang sensei yang telat masuk ke kelas mereka. 'Guru itu sebenarnya niat tidak, sih? Atau lebih baik kupecat saja.' umpat si pemuda dalam hati, tapi tunggu. Siapa dia main pecat seenaknya? Memangnya dia anak direktur sekolah? Kepala sekolah? Bukan, kan.
SHREEKKK. Terdengar suara pintu kelas terbuka, dengan sigap seluruh siswa dan siswi yang bercakap berjalan menuju meja mereka masing-masing. Tampak seorang pria dua puluh tahunan berkacamata, berperawakan tinggi dengan wajah rupawan memasuki kelas dan menutup pintu ruangan. Pria tersebut meletakan sebuah binder hitam di meja guru sebelum berbicara.
"Selamat pagi anak-anak. Hari ini bapak akan..."
SHREKKKK! Baru saja sang Sensei berambut kehitaman itu memulai kelas, dengan seketika seseorang membuka pintu kelas tersebut dengan kasar.
"Save!" seru siswa berambut burgundy dengan perawakan yang sedikit tidak normal untuk ukuran anak SMA.
"Ka- Ga- Mi~~" panggil sang sensei yang terkenal dengan julukan sensei berkepribadian ganda dalam kondisi clutch mode on. Wajah sang sensei telah berubah kemerahan dan tampak perempatan muncuul di keningnya.
PLAK! Sensei yang dikenal dengan nama Hyuuga Junpei telah sukses memberikan lemparan clutch map binder hitam yang cukup tebal ke kepala siswa bernama Kagami Taiga.
"Kamu itu telat, Bakagami!" teriak sang Sensei yang saat ini mukanya sudah mirip dengan Godzilla yang kelaparan.
"Hii... Ma- maaf, desu." Jawab Kagami dengan gemetaran. Walau badan Kagami lebih besar dari sang sensei tetap saja ia akan menciut dihadapan pria yang dalam keadaan mode clutch on itu.
"Selesai kelas kau harus ke ruanganku. Sekarang duduk di bangkumu."
"Ha'i. Delapan enam, Sensei!" hormat Kagami kepada komandan eh Hyuuga sensei.
Hyuuga sensei menghela napas dan memijat keningnya sesaat, dia tidak habis pikir mengapa di sekolah seelit ini masih saja ada siswa bodoh yang membuatnya kesal. Sang sensei masih mencoba mengontrol emosi sebelum melanjutkan kembali kalimatnya yang terpotong akibat kehadiran Bakagami.
"Hari ini kita kedatangan teman baru. Namanya... eh? Mana dia? Kuroko?" dengan kebingungan Hyuuga menengok ke seluruh penjuru ruangan tapi tidak ada apa pun. Hanya udara yang ada di hadapannya.
Kami-sama jangan bilang akan bertambah lagi siswa unik di kelasnya. Hyuuga sensei menoleh ke sisi kiri, kanan, dan belakang dirinya. Dia seperti orang kebingungan sambil memanggil sebuah nama. "Kuroko? Enggak salah denger, nih." Kagami yang telah duduk dibangkunya mengorek telinganya.
"Kuroko? Kuroko Tetsuna?" panggil Hyuuga Sensei kembali.
PLOK. Serasa ada sesuatu yang menyentuh pundaknya "Gyaa!" Hyuuga pun melonjak kaget karenanya. "Tetsuna?! Sejak kapan kamu..." Tanya Hyuuga dengan kebingungan kepada gadis berambut ikal aqua di hadapannya.
Dengan tatapan polosnya Tetsuna menjawab, "Ano... Sensei aku di sini sedari tadi." dan seketika itu Kagami mengalihkan pandangannya ke depan kelas, kedua matanya terbelalak.
"Tetsuna!" serunya dengan keras hingga tidak menyadari saat ini ia telah berdiri dari posisi duduknya.
Kagami terkejut melihat sosok yang dikenalnya berada di hadapannya. Ternyata selain Kagami, diam-diam pemuda berambut merah lainnya terkejut melihat kehadiran gadis tersebut. Segera keterkejutannya tergantikan dengan senyum kecil.
'Akhirnya kau kembali, Tetsuna.'
Bersamaan dengan kehadiran Tetsuna, dimulailah babak baru kelanjutan mimpi mereka. Apakah ini akan menjadi akhir yang bahagia atau sebaliknya, tidak ada satu pun yang tahu. Entah masa depan seperti apa yang menanti mereka di esok hari. Semoga saja Tuhan memberikan sedikit kebahagiaan di hari mereka.
.
.
.
.
Empat tahun yang lalu,
.
"... mati!" teriak anak lelaki berambut crimson kepada anak perempuan berambut biru aqua di hadapannya.
Tampak telah terjadi pertengkaran diantara kedua anak tersebut. Untuk sesaat raut wajah anak perempuan itu berubah kaget. Dia tidak menyangka sama sekali jika anak lelaki tersebut akan benar-benar marah kepadanya. Anak perempuan itu tersenyum kecil tapi yang tampak bukanlah senyuman kebahagian namun kesenduan. Sayang, anak lelaki tersebut terlalu angkuh untuk menatap si gadis kecil.
"Gomennasai..." hanya ucapan itu yang dapat terdengar jelas dari si anak perempuan. Gadis kecil itu mengatakan sesuatu, tetapi anak berambut crimson itu seakan tak mendengarnya.
Anak perempuan itu kemudian berlari meninggalkan si anak lelaki . Seorang diri di daerah pertokoan yang sepi, si anak lelaki berdiri terdiam. Dia berpikir apa mungkin dirinyaa sudah kelewatan? Haruskah ia mengejar anak itu? Bocah lelaki itu pun menghela napas pendek. Sudahlah, untuk apa dia memikirkannya. Nanti juga mereka akan kembali berbaikan. Selama ini mereka juga selalu bertengkar, kan? Tunggu... tidak,
Ini pertama kalinya mereka bertengkar dan ia telah mengucapkan kalimat yang sangat kejam kepada anak perempuan itu. Padahal tidak pernah satu kali pun gadis kecil itu meminta sesuatu kepadanya. Ah, tidak. dia sudah kelewatan, ya anak itu yang sudah kelewatan. Perbuatan si anak perempuan kepada teman dekatnya sudah keterlaluan, tapi apa benar dia yang melakukannya? Sudah pasti dia bukan? Pada kenyataannya, dia telah melihat langsung dengan mata kepalanya sendiri, apa yang telah dilakukan gadis kecil tadi. Anak lelaki itu pun memutuskan untuk berjalan lebih lambat menuju rumah agar tidak bertemu si anak perempuan.
"Eh?" raut wajah anak lelaki tersebut berubah saat melihat arah pergi anak perempuan tadi. Tunggu jika tadi anak perempuan itu berlari ke arah seberang jalan, kemana perginya dia? Jalan itu bukanlah jalan menuju rumah mereka. Anak berambut crimson hanya terdiam.
'Sudahlah, toh nanti dia juga akan pulang.' Tanpa mau memikirkan kemana si anak perempuan pergi, anak berambut crimson tersebut berjalan menuju arah pulang. Ia berpikir, setidaknya nanti mereka akan bertemu dan berbaikan kembali. Mungkin ia harus minta maaf atas perkataannya tadi. Tidak seharusnya dia berkata sejahat itu.
Baru beberapa langkah anak lelaki tersebut berjalan. Ia menghentikan kembali langkah kakinya. Wajahnya berubah pucat, 'Oh, tidak.' pikirnya saat itu. Tanpa berpikir panjang bocah lelaki tersebut langsung berbalik arah, menuju jalan yang dilalui anak perempuan tadi.
'Kami-sama, ku mohon. Jangan sampai hal yang kupikirkan terjadi.' dengan cemas anak lelaki itu berlari mencari anak perempuan tadi.
Air perlahan mulai terjatuh dari langit. Langit yang kelabu berubah menjadi kehitaman. Samar-samar terdengar suara langit mulai bergemuruh. Akan tetapi, anak lelaki itu terus berlari tanpa mempedulikan pakaian atau tas ransel beserta bukunya menjadi basah karena hujan. Kemana perginya anak perempuan itu, itulah yang ada dipikirannya saat ini.
Akhirnya anak lelaki itu pun sampai pada perempatan jalan raya di luar daerah pertokoan tersebut. Dia melihat sekelilingnya dengan cepat dan menangkap bayangan yang ia kenal. 'Ah, itu dia. Syukurlah.' Anak berambut merah tersebut tersenyum ketika melihat sosok anak perempuan yang ia cari. Dihampirinya gadis kecil tersebut, dalam hati ia bertekad untuk segera meminta maaf kepadanya. Akan tetapi...
.
.
.
.
CREAKKKKKKKKK BUMP! terdengar suara decit rem mobil yang terkena hujan dan suara dentuman yang keras.
"KYAAAAA!" tedengar suara teriakan seorang wanita di pinggiran jalan.
"Anak itu melompat, dia melompat." teriak histeris wanita lainnya.
Sang pengendara mobil sedan putih yang melakukan penabrakan keluar dari dalam mobil dengan panik. Wanita berumur tiga puluhan itu tampak shock dan tidak percaya dia telah menabrak seorang anak perempuan. "Oh, Kami-sama. Apa yang sudah aku lakukan. Oh, kami-sama... tidak... kumohon dia baik-baik saja." cemas wanita itu saat melihat kondisi korban.
"Seseorang cepat telepon ambulance dan polisi." Perintah salah satu pejalan kaki lainnya. Dua remaja wanita yang masih berdiri di persimpangan jalan dengan segera mencoba untuk meneleponambulance dan polisi. Seorang lelaki sekitar dua puluh tahunan menghampiri tubuh anak yang tergeletak di jalanan saat ini. Lelaki dua puluh tahun itu mencoba meraba denyut nadi anak tersebut. "Anak ini masih bernafas. Suruh ambulance itu untuk cepat ke sini!" teriaknya.
Si anak lelaki terdiam membeku, kedua manik rubinya terbuka lebar. Tidak jauh dari tempat ia berdiri, tubuh gadis kecil itu terkapar tidak bergerak di aspal yang dingin. Cairan merah kehitaman mengalir keluar dari luka di kepala sang anak. Aliran air hujan membuat darah segar yang keluar mengenai rambut si anak. Mengubah beberapa helai rambut biru aqua miliknya berubah menjadi violet. Lampu pejalan kaki di perempatan terus mengedipkan warna merah sebelum akhirnya berubah hijau.
Dia melihatnya. Sesaat sebelum gadis kecil itu melompat, mata mereka saling bertemu pandang. Anak itu sempat tersenyum dan mengucapkan sesuatu kepadanya. Tidak, ini bohong. Jangan bercanda, gadis kecil itu tidak boleh meninggalkannya. Mereka sudah berjanji akan selalu bersama. Anak lelaki itu tertawa kecil, melakukan segala penyangkalan yang ada. Tanpa ia sadari tetesan air mulai membasahi pipinya.
'Tidak... Kami-sama... Jangan... Kumohon... Ini... mimpi, kan?'
'Ini hanya mimpi buruk, kan. Aku harus segera bangun dan semua akan baik-baik saja.'
.
.
.
.
'Tetsuna.'
.
.
To Be Continue
Halo, nyankoii di sini. Maaf apabila ada yang baru saja membaca cerita ini akan mengalami sedikit kebingungan saat membaca chapter selanjutnya. Hal ini dikarenakan An sedang mencoba untuk merevisi cerita ini. Maaf atas ketidak nyamanan ini. #dogeza.
Selanjutnya Review, Suggestion, Request, and Flame akan An terima dengan hati yang lapang. An merasa story An jauh dari kata bagus apalagi sempurna, karena menurut An menulis itu memang susah. Reader boleh memflame story An tapi tidak untuk memflame pairing dan gender bender dalam story. Selanjutnya An berterima kasih kepada reader yang telah memfollow, memfave, dan mereview cerita ini. Harap jangan marah dan kaget kalau An membalas review kalian melalui PM ffn.
Sekali lagi An ucapkan terima kasih pada para reader yang telah membaca cerita ini.
.
Hug and Kiss,
Nyankoii
A/N : 86 = kode polisi untuk mengatakan siap.
Untuk selanjutnya apabila reader melihat tulisan :
"kalimat bergaris miring", menandakan perkataan dalam hati.
"kalimat bergaris miring dengan huruf tebal", menandakan percakapan melalui telepon.
Apabila chapter mengalami perbaikan secara minor maka di samping tulisan Un-Beta terdapat tulisan (Revision). Namun, jika chapter mengalami perubahan secara signifikan atau berganti cerita maka akan di publish ulang. Chapter terdahulu akan dihapus diganti dengan yang baru.
P.S : Jika ada reader yang merupakan beta reader dan bisa membantu An. An akan sangat senang sekali, karena An tidak bisa menilai tulisan An sendiri.
