Character:

All member Of BEAST

Genre:

Brothership, Family, Drama

Leght:

One Shoot

Summary:

Bahkan, ketika sesuatu terlihat normal. Ada sesuatu yang tak kasat mata yang membuat normal itu menjadi tak normal.

.

.

.


B2ST atau kadang yang di sebut sebagai BEAST. Sebuah grup boyband yang terbentuk sejak 4 tahun yang lalu pada bulan Oktober dengan 6 anggota yang keseluruhannya adalah pria. Di bawah naungan Cube Entertainment, mereka bersama-sama berusaha menunjukkan kepada dunia, bahwa bakat dan usaha itu di perlukan dalam mencapai dunia ini. Bukan hanya sekedar cita-cita.

Memasuki bulan ke 10 dalam sistem perkalenderan masehi ini, BEAST telah memasuki masa selesai untuk promosi dari album terakhir mereka yang berjudul, 'How to Love, Hard to Love'.

Ada beberapa hal yang membuat grup ini terlihat terlalu sensitif. Antara anggota yang satu dengan yang lain. Masalah sekecil apapun mampu menyulut emosi diantara mereka. Mungkin dikarenakan terlalu ketatnya jadwal yang mereka jalani. Sekalipun mereka telah tumbuh dewasa untuk menjalani semua masalah ini dengan umur yang telah melewati kepala dua. Tetap saja, mereka manusia normal yang perlu akan 'marah' sebagai salah bentuk ekspresi mereka menghadapi dunia. Meskipun pekerjaan mereka sebagai salah satu idol mewajibkan mereka untuk selalu menampilkan wajah bahagia apapun yang terjadi. Konsekuensi yang seimbang dengan hal yang mereka peroleh.

Kacau bukanlah kata yang pantas disandingkan dengan keadaan yang terjadi sekarang. Namun sejak beberapa menit yang lalu, Gikwang terus saja menyebutkan bahwa keadaan grup ini terlalu kacau untuk melakukan satu penampilan saja. Meski pada akhirnya, penampilan malam ini sukses di bawakan walau di tilik lebih dalam ada sesuatu yang salah di antara grup ini.

Si bungsu –magnae dalam BEAST- Son Dongwoon memang berada dalam keadaan yang tidak baik secara fisik. Beban kerja yang besar dan perubahan cuaca yang ekstrim, membuat tubuhnya protes dan meminta istirahat. Mengingat tuntutan kerja, pilihan untuk istirahat tidak dapat tercapai dan dia hanya bisa terus mengikuti jadwal serta menahan rasa sakitnya dengan setumpuk obat.

Kejadian yang hadir pada hari ini membuat dia lebih sakit, baik secara fisik ataupun mental. Pertengkaran antara hyungnya semakin memuncak. Semua berawal pada masalah sepele mengenai gerakan yang salah saat penampilan. Yang entah bagaimana kini berujung pada kegiatan saling menyampaikan kalimat kasar tak berkesudahan.

"Ayo kita pergi makan. Aku akan mentraktir, Hyunseung hyung." Ucap Dongwoon sambil menahan getar suaranya.

Berada lebih lama di ruangan ini membuat perasaannya makin terpuruk. Adu argumen antara leader –Doojoon hyung- dan Hyunseung hyung membuatnya stress. Sementara kepalanya sejak semalam terus menerus berdenyut secara menyakitkan. Obat yang seharusnya bisa menahan rasa sakit itu –meski tak menghilangkan rasa sakitnya- sama sekali tak berguna justru di saat genting seperti ini.

Pilihan untuk memisahkan Doojoon dan Hyunseung adalah opsi yang dicapainya. Sedangkan Yoseob, Gikwang, dan Junhyung sudah berusaha sejak tadi. Namun sama sekali tak ditanggapi oleh dua tokoh utama pertengkaran ini. Salah satu usaha yang terlihat jelas saat pertengkaran ini di mulai, Junhyung segera menyeret sang manager dan kru lainnya untuk keluar dari ruang tunggu mereka dan langsung mengunci dari dalam. Memberikan alasan kepada manager bahwa ada pembicaraan penting di antara mereka berenam paling tidak untuk 30 menit.

Hyunseung hanya menatap wajah Dongwoon. Ekspresi wajahnya tak menyiratkan kalimat apapun, namun gurat marah masih terpancar di raut wajahnya. Sedangkan Doojoon berusaha membuat dirinya nyaman di salah satu kursi ruang tunggu.

"Tidak sepantasnya kita larut terlalu lama dalam masalah sepele ini. Semuanya juga pernah salah, bukan?"

Sayup suara Yoseob memenuhi ruangan. Dia berusaha menyampaikan apa yang seharusnya dia katakan namun tak menyinggung pihak manapun dalam masalah ini.

"Kita memang tidak begitu dekat. Meskipun kita merupakan patner yang hidup selama nyaris 6 tahun tanpa ikatan darah, apakah itu kurang? Kita semua terbiasa untuk mentoleransi atas kesalahan kecil yang tercipta. Asalkan tak ada perpecahan."

Kalimat panjang Junhyung. Dia memang jarang berbicara. Namun tiap kata-katanya saat memulai sebuah komunikasi adalah yang terbaik dalam menyentuh setiap sanubari pendengarnya. Ini tidak berlebihan.

Semua berusaha agar masalah ini akan segera berakhir di ruang ini dan tidak berlanjut hingga keluar ruangan. Terlalu beresiko jika hal ini terus berkembang ke arah yang lebih besar. Bahkan akhir seperti bubarnya grup ini sangat mungkin.

Selang beberapa menit. Tidak ada kalimat baru yang muncul dalam ruangan ini. Semuanya menikmati kesunyian yang tercipta.

Sambil menyambar jaket berwarna coklat, Hyunseung melangkahkan kalinya ke arah pintu. Dia sepertinya telah memutuskan untuk pergi dari ruangan ini. Tak menanggapi ajakan Dongwoon sebelumnya, yang kini tengah memejamkan kedua matanya sambil sibuk memijit kepala dengan rasa sakit yang semakin parah.

"Kau mau kemana, hyung?"

Ucap panik Gikwang. Dengan gerak tergesa dia menahan tangan kiri Hyunseung yang bebas.

"Aku hanya mau pergi sebentar. Dan lepaskan tanganku, genggamanmu terlalu erat. Ini menyakitkan."

Masih dengan datar dan suara tenangnya Hyunseung berkata. Kedua manik matanya menyelam dalam lawan bicaranya. Konotasi 'menyakitkan' terdengar mengabur. Tangannya yang sakit atau masalah ini yang membuatnya sakit.

Dengan tidak ikhlas, Gikwang melepaskan genggamannya. Dan kembali terhenyak di kursi. Semua fokus yang tersisa di ruangan ini beralih kepada Hyunseung yang kini menghilang di balik pintu.

Gerakan tiba-tiba datang dari Dongwoon. Sepertinya berusaha mengejar Hyunseung dan menemani keberadaannya agar tak melakukan hal-hal aneh. Pikirnya, ada tiga orang lagi yang bisa membantu meluruskan masalah ini dan mengurus Doojoon. Tapi kesalahan yang di derita tubuhnya membuat otak bekerja, memproteksi raganya dengan menghilangkan kesadaran Doongwon.

Semua terasa seperti slow motion di mulai dari tertutupnya pintu akibat Hyunseung. Dongwoon bangkit dari tempat duduknya, kemudian berjalan beberapa langkah. Ketika tangan kanannya menyentuh kenop pintu, tubuh dengan tinggi 180 cm itu seketika menyentuh dinginnya lantai.

'Panik' menjadi topik kali ini.

Empat anggota BEAST yang tersisa berlari dan berusaha memindahkan magnae itu. Leader sibuk membuka ponsel dan menghubungi manager guna mendapatkan pertolongan lebih seperti menghubungi rumah sakit atau mengirim seorang dokter. Gikwang dan Yoseob berusaha membangunkan magnae dengan pertolongan pertama sebisa mereka.

Sementara pertengkaran ini masih belum kelihatan ujungnya hingga salah satu diantara Hyunseung atau Doojoon meminta maaf, bungsu dalam grup ini malah tumbang di hadapan 4 member yang tersisa.

.

.

.

Sepertinya ini masih pagi hari. Karena dari yang Dongwoon lihat, warna matahari di balik jendela masih keemasan dan tidak terik. Siapapun yang telah membuka tirai itu, pastilah lupa untuk kembali menutup jendela. Karena dingin kini merayapi kulit Dongwoon. Sayup percakapan di luar ruangan terdengar olehnya. Beberapa teriakan Doojoon yang kemudian di sambut dengan kalimat lebih keras oleh Gikwang.

Dengan gerak perlahan Dongwoon berusaha bangkit dari tidurnya. Rasa pening seketika menghampiri kepala. Sementara ini Dongwoon menyamankan diri punggungnya di kepala kasur. Samar rasa sakit di kepala dan rasa mual di perut masih ada. Dongwoon pikir, sakitnya kemarin malah menjadi-jadi.

Ponsel adalah benda pertama yang di cari keberadaanya. Memeriksa apakah ada panggilan atau pesan yang masuk. Ada beberapa pesan dari teman yang menanyakan kabar. Hanya kabar! Terasa aneh, karena mereka tak biasanya mengiriminya pesan seperti itu. Ada juga pesan masuk dari umma-nya yang mengingatkan agar tak lupa makan. Ada satu pesan lagi yang membuatnya membacanya berulang-ulang. Beratas nama kan Hyunseung.

'Beberapa hari lagi aku akan pulang. Kau mau oleh-oleh apa, magnae? Jangan yang terlalu mahal.'

Eh? Hyunseung hyung-nya liburan? Bukankah kemarin dia baru saja bertengkar dengan Doojoon? Apa mereka telah berbaikan sewaktu dia tertidur? Meski promosi mereka untuk album terakhir ini telah selesai, kan masih ada beberapa konser dan jadwal yang mereka jalani. Bagaimana bisa liburan di waktu seperti ini?

Dongwoon tak mau mempermasalahkan hal ini lebih lanjut. Mungkin ada hal lain yang terlewatkan olehnya hingga tak mengetahui hal ini. Di balasnya singkat pesan Hyunseung.

'Terserah kau mau bawa oleh-oleh apa, Hyunseung hyung. Tapi, kalo bisa makanan. Member lain jangan kau lupakan.'

Diletakkannya ponsel ke meja nakas dan beranjak dari kasur. Lapar menyusupi perutnya sejak mengetikkan kata makanan pada pesan tadi.

"Kau sudah baikan, Dongwoon?"

Tanya Yoseob yang kini tengah duduk pada salah satu kursi di ruang makan yang terhubung langsung dengan dapur. Pandangan matanya seolah memeriksa apakah ada yang salah pada tubuh magnae itu yang baru saja tiba dengan balutan celana training dan jaket tebal meski di musim seperti ini.

"Memangnya aku kenapa? Aku baik-baik saja."

Sebuah pandangan penuh selidik kembali ditujukan kepada Dongwoon. Yang kini di hadirkan oleh member yang tersisa, Doojoon, Yoseob, dan Gikwang yang baru saja keluar dari kamar mandi.

"Sudahlah. Abaikan saja pertanyaan makhluk cebol itu. Sekarang kau habiskan sarapan yang telah aku siapkan ini."

Potong Doojoon menghentikan kegiatan saling tatap dan memperhatikan Dongwoon. Semangkuk bubur kini hadir di hadapan Dongwoon.

"Tolong jangan menyinggung mengenai tinggi. Oke? Itu menyebalkan."

Tegas Yoseob. 'tinggi' adalah masalah pelik baginya.

"Aku cukup tersinggung akan hal itu. Sebagai sesama makhluk pendek."

Tambah Gikwang singkat dan sebuah pandangan protes miliknya di sampaikan pada Doojoon. Pertambahan tinggi sebanyak 0,5 cm sama sekali tidak memberikan perubahan yang signifikan baginya.

Doojoon hanya tertawa saja menanggapi kalimat keduanya sambil mengisyaratkan bahwa dia menyesal.

"Mana Junhyung hyung? Biasanya kan kita sempat sarapan bersama-sama?"

Tinggal di dorm membuat kesempatan untuk makan bersama lebih besar meski jadwal sering kali memisahkannya. Dongwoon pikir, jika dalam masa libur seperti sekarang, tentu saja sarapan bersama yang lain adalah mungkin.

"Dia ada pekerjaan yang tak bisa di tunda. Mungkin menginap di studio sampai pekerjaannya selesai. Karantina seperti biasanya."

Sambil mengunyah makanan Gikwang bicara. Yang sukses menghamburkan beberapa makanan yang ada di mulutnya. Berakhir dengan ceramah panjang Doojoon kepada Gikwang dan ancaman bahwa dia akan memotong jumlah makanan yang akan di berikannya pada Gikwang. Yoseob hanya bisa menahan tertawanya. Sedangkan Dongwoon berusaha menikmati bubur yang di dalam mulutnya terasa pahit. Beberapa hal membuatnya merasa ada sesuatu yang sangat penting telah dilupakannya. Tapi apa?

Pukul 10.00 baru saja berlalu 3 menit yang lalu. Junhyung baru saja masuk ke dorm dengan wajah lelah. Mandi dan kemudian bergabung dengan yang lain di ruang tengah. Gikwang dan Doojoon sedang memainkan game. Di antara mereka duduk Yoseob yang sibuk memberikan arahan tak jelas kepada kedua pemain. Di sofa, ada Dongwoon yang tengah berbaring, sebuah headphone tertempel di kedua telinga. Wajahnya di tutupi dengan sebuah bantal. Sama sekali tak merasakan sesak. Dia ingin tidur, tapi tak bisa. Dan atas saran dari Yoseob, dia kini tengah berusaha tertidur di antara keramaian yang terjadi.

"Apa kau baik-baik saja, Woon?"

Tanya Junhyung yang sekarang duduk di samping kepala Dongwoon. Kemudian di usapnya pelan rambut Dongwoon. Seketika memaksa Dongwoon untuk membuka mata dan melepaskan headphone.

"Aku baik, hyung."

Jawab singkat Dongwoon. Saat ini, dia malas berbicara. Mengenai apapun itu.

"Seharusnya kau beristirahat di kamar saja, Woon. Kau tidak akan bisa tidur di keramaian seperti ini. Wajahmu masih terlihat pucat."

Tanggap Junhyung. Sadar bahwa Dongwoon dalam masa tidak bisa di ajak bicara banyak seperti biasanya.

"Anni. Aku mau di sini saja. Aku tidak mau tidur."

Tanggap Dongwoon atas tawaran Junhyung sambil memposisikan dirinya untuk duduk di samping Junhyung. Membuat bahunya senyaman mungkin pada sofa berwarna coklat muda. Dongwoon tahu ada yang salah dengan tubuhnya. Hanya saja dia tak ingin terlalu menyelami rasa sakit yang di deritanya.

Sunyi. Tak ada percakapan yang terbentuk antara mereka berdua. Dorm masih seperti saat Junhyung belum bergabung. Hanya diisi dengan suara game yang di mainkan Doojoon dan Gikwang serta kalimat tak mau kalah menguar di antara mereka berdua bersamaan dengan teriakan semangat milik Yoseob. Yang jika di tanya kenapa Yoseob begitu bersemangat di bandingkan para pemainnya sendiri, jawabannya akan sama, 'Untuk melatih vokal. Tenang saja. Lagi pula, dorm ini kan kedap suara.' Yakin bahwa member lain sama sekali tidak merasa terganggu dengan teriakannya.

Permainan terus berlanjut tanpa ada gangguan yang berarti.

Dongwoon masih duduk dengan nyaman pada posisinya. Sementara sekelumit pikirannya sedang berusaha mengingat sesuatu. Sesuatu kata pikirannya yang lain adalah ingatan yang sangat berharga. Kembali dipasangnya headphone yang tadi sempat ditanggalkan sejenak. Memainkan daftar musiknya dalam volume yang cukup kencang hingga suara game yang tengah di mainkan beberapa hyungnya tidak mampu menembus gendang telinga. Kembali memejamkan mata dan sepertinya berusaha untuk melanjutkan tidur.

Sebuah gumam pendek keluar dari bibirnya,

"Membosankan. Aku juga ingin liburan seperti Hyunseung hyung."

Tidak sadar, kalimatnya barusan telah membuat orang-orang di sekitarnya menjadi terdiam. Tertulis kata 'Game Over' pada layar datar dari game yang dimainkan Gikwang dan Doojoon. Air muka yang begitu menyedihkan hadir di wajah masing-masing, kecuali Dongwoon. Yang paling jelas adalah Yoseob, dia menangis dengan menahan suaranya. Bibirnya mengatup rapat agar tidak ada suara yang keluar.

Dengan penuh kehati-hatian, Gikwang menepuk pelan punggung Yoseob. Sedangkan Junhyung beranjak pergi dengan kedua tangan mengepal dan mata memerah. Suasana yang ada, begitu membingungkan untuk Doojoon. Apa yang harus dilakukannya? Dia harus menjadi penopang di saat yang lain begitu rapuh bahkan hanya untuk berdiri dengan senyumannya saja.

Dibereskan peralatan yang dia dan Gikwang gunakan untuk bermain game tadi. Mematikan televisi. Dan kini Doojoon hanya berdiri menatap yang lain. Di hadapannya, ada Yoseob yang sedang menahan bulir-bulir air matanya agar jatuh dengan mudah. Sementara Gikwang terus-menerus berbisik pada Yoseob,

"Anak laki-laki harus kuat. Jangan menangis."

Padahal matanya sendiri sudah memerah begitu rupa untuk menahan tangisnya. Lurus di depan Doojoon, ada Junhyung yang hanya bisa duduk sambil menenggelamkan wajahnya pada meja dapur. Punggungnya bergetar.

Doojoon tahu, dia juga ingin menangis tapi tidak bisa. Kini Doojoon hadir di antara Yoseob dan Gikwang. Menepuk-nepuk punggung mereka perlahan.

"Kalian boleh menangis. Tapi jangan di sini."

Ucap Doojoon begitu pelan bahkan nyaris berbisik. Tangan kanannya menuding Dongwoon yang sedang duduk sambil memejamkan matanya.

"Apa kalian ingin membangunkan dia? Dan mengulanginya kembali."

Dengan susah payah kini Doojoon mengeluarkan kata-katanya. Dia tahu persis apa yang di rasakan oleh Junhyung, Gikwang dan Yoseob. Sangat.

"Tidak. Aku tidak ingin."

Jawab Yoseob dengan susah payah diantara tangisnya.

"Hyung, sampai kapan ini akan terus berlanjut? Kenapa ini harus terjadi pada dia? Wae, hyung?! Wae?"

Ujar Gikwang dengan mata memerah. Kalimat terakhirnya nyaris diakhiri dengan teriakan jika Yoseob tidak segera menarik tangan kirinya, memberi peringatan untuk diam. Sementara pandangan matanya menatap tajam Doojoon, lengan kanan Gikwang terus saja menuding-nuding Dongwoon. Ayolah, apakah masalahnya akan masih terus berlanjut?

"Diam. Dan pergi ke kamar atau kemana pun untuk bisa menenangkan pikiranmu. Yoseob, bawa di pergi dari sini."

Desis Doojoon pelan sambil membalas dua iris mata milik Gikwang yang seolah memohon untuk menghentikan semua kejadian yang ada. Sekuat apapun Doojoon untuk menanggung ini dengan alasan posisinya sebagai leader, tetap saja emosinya memiliki batas.

Di ambilnya selimut yang ada di sudut sofa. Menyelimuti Dongwoon yang benar-benar tertidur. Doojoon menyandarkan punggungnya pada sofa yang sama dengan Dongwoon, sementara pandangan matanya menatap kosong kedepan tanpa fokus yang pasti.

Beberapa kalimat masih terdengar diruangan ini.

"Gikwang-ie, jadi kita mau kemana?"

Tanya Yoseob, yang Doojoon yakini sedang sama bingungnya menghadapi Gikwang. Sayup pembicaraan mereka mampir pada pendengarannya.

"Aku mau menemui Hyunseung hyung."

"Kau mau apa?"

"Memarahinya, mungkin. Atau bahkan menyuruhnya untuk kembali kepada kita agar keadaannya kembali seperti dahulu."

"Tapi..."

Bunyi sepatu yang diambil dari rak sepatu dan beberapa barang yang berjatuhan menjadi pengisi suara selanjutnya. Doojoon tahu benar apa yang akan dilakukan oleh Gikwang untuk 3 atau 4 jam kedepan.

"Tunggu, aku ikut."

Lirih Junhyung yang kini ada disamping Doojoon. Memperhatikan Dongwoon sejenak, lalu menepuk pelan pundak Doojoon.

"Aku pergi sebentar bersama Gikwang. Kau dan Yoseob akan tinggal di dorm untuk mengawasi bocah ini."

Ucapnya sambil mengarahkan pandangannya pada Dongwoon.

"Aku akan membawa Gikwang dalam keadaan baik. Percayalah bahwa ini tidak akan lama. Aku pergi."

Sambung Junhyung lagi dengan senyum yang dipaksakan.

"Ne~ Titip salam untuk Hyunseung. Katakan padanya bahwa aku merindukannya."

Senandung Doojoon yang terdengar seperti sebuah lagu. Suara pintu tertutup memasuki pendengarannya. Bersambung dengan derap langkah yang mendekat padanya. Itu milik Yoseob.

"Hyung, apa sebaiknya kita membawa Dongwoon ke tempat Hyunseung hyung untuk menyadarkannya kembali?"

"Membawanya ke pemakaman itu dan kembali membuatnya histeris seperti orang gila lalu kembali tidak sadarkan diri untuk waktu yang lama?"

Dengan penuh penekanan Doojoon mengucapkannya. Sedangkan Yoseob hanya bisa menatap Dongwoon yang masih tertidur. Pikiran Yoseob tidak tahu harus mengeluarkan pilihan kalimat yang bagaimana agar suasana kembali tenang dan tidak akan pernah menyelipkan kata 'Hyunseung' lagi.

"Hyunseung hyung memang telah pergi. Bahkan aku tidak ingin kembali ke pemakamannya untuk yang kedua kalinya bersama Dongwoon."

.

.

.

TBC


...

A/N:

Ini fanfiction BEAST kedua milikku di ffn. *tebar bunga*

Ada yang mau protes kenapa seperti ini? Atau ada pertanyaan yang membingungkan?

Maafkan aku yang telah membuat seorang Hyunseung sebagai seorang yang bermasalah dalam cerita ini. Time line yang aku usung pada ff ini maju. Agak membingungkan, mungkin.

Aku memiliki rencana untuk melanjutkan ff ini ke season berikutnya. Jika ff ini menjanjikan.

Jadi, silakan berikan komentar kalian... ^^