"Nnnnggghhh…"
Aku perlahan membuka mataku dan berdiri. Aku melihat ke sekeliling. Aku tercengang karena mengetahui kalau koridor ini bukanlah koridor sekolahku, melainkan sebuah koridor besar bercat putih dengan sebuah pintu besar di ujungnya. Di mana aku sekarang? Bukankah tadi aku masih ada di sekolah? Sebenarnya apa yang terjadi? Yang terpenting, apa ini semua nyata?
Pertanyaan itu terus melayang di otakku. Lalu aku pun membuka satu-satunya pintu di sana. Dan...
-OoO-
.
Disclaimer :
Vocaloid by Crypton Future Media, Yamaha Music, INTERNET Co. Ltd., AH-Software, B-Plats, 1st Place Co. Ltd., PowerFX, Zero-G, et cetera.
.
Warning :
Possible typo(s) and misstypo(s), OOC-OOT-OOG, rather mainstream mysteries, et cetera.
.
-OoO-
Hari ini adalah hari rabu. Bisa dibilang hari yang sangat melelahkan bagiku. Olahraga, kimia, dan matematika pada hari yang sama dan waktu yang berurutan. Haaah, apa tidak ada yang lebih baik dari ini? Ini tidak lebih adalah penyiksaan fisik dan mental.
Oh ya, aku belum memperkenalkan diriku. Namaku adalah Yohio. Aku tidak memiliki nama belakang, ataupun seseorang yang dapat memberitahu margaku yang sebenarnya. Aku adalah siswa kelas sepuluh yang bersekolah di Crypton High, sekolah elit dengan segudang prestasi yang diraihnya. Jadi tak heran bila persaingan di sini lumayan ketat.
Hujan mulai turun. Aku memperhatikan rintik-rintik air yang jatuh dari langit dan menghantam bumi dengan bebasnya. Haaah... Membuatku mengantuk saja. Mungkin aku harus beristirahat sebentar. Aku pun menyilangkan kedua tanganku di meja dan kupendamkan kepalaku, membiarkan mataku menutup dengan tenang.
.
.
.
"...san! Yohio-san!" Teriakan bariton itu membuatku tersadar dari alam kubuka kedua mataku dan kuangkat kepalaku, terlihat seorang pria berambut ungu panjang diikat tinggi layaknya samurai.
"Kenapa kau tidur, Yohio-san?" Tanyanya lagi. Aku pun mengusap mataku untuk memperjelas pengelihatanku. Dia adalah Kamui Gakupo-sensei, guru olahraga sekaligus wali kelasku. Pada jam pelajarannya, dia biasa masuk dulu ke kelas memberikan teori singkat tentang materi yang akan diajarkannya sebelum menyuruh murid-muridnya pergi ke lapangan atau gimnasium, tergantung pada cuaca.
"Sumimasen, sensei. Saya bangun sampai larut kemarin." Jawabku jujur sambil berdiri dan menunduk dalam. Yah, kemarin aku memang mengerjakan tugas sampai larut malam.
"Hmm, baiklah. Jangan diulangi lagi, ya!" Kata Kamui-sensei sambil menghela nafas pelan.
"Ha'i!" Jawabku sambil kebali duduk. Saat aku duduk, kulihat seorang gadis berambut pastel pink dengan beberapa kepangan berjalan ke arah Kamui-sensei. Dia memakai seragam yang sama dengan seragam perempuan di sekolahku. Kemeja putih dengan blazer hijau lumut dan rok berwarna senada sepanjang lutut.
"Oh ya, hari ini kita kedatangan murid baru. Nah, silahkan perkenalkan dirimu." Kata Kamui-sensei sambil menyingkir sedikit, mempersilahkan gadis itu untuk memperkenalkan diri. Gadis itu lalu mengambil kapur yang terdapat di meja pengajar dan menuliskan namanya di papan tulis. Setelah dia selesai menuliskan namanya, seluruh isi kelas (termasuk aku) langsung melongo ke arah papan tulis. Bukan karena apa-apa, tapi karena namanya yang bisa dibilang... Err, bagaimana mengucapkannya ya? Aneh?
Yang kulihat di sana hanyalah dua huruf hiragana 'I' dan 'A'. Apa benar nama gadis ini seperti yang kubayangkan?
"Hajimemashite, atashi wa IA desu. Yoroshiku onegaishimasu." Kata gadis tersebut memperkenalkan diri sambil membungkuk. Setelah dia memperkenalkan dirinya, seluruh isi kelas mulai membisikkan sesuatu satu sama lain. Entah apalah yang mereka bisikkan. Aku tidak mau tahu.
"Ekhem!" Kamui-sensei berdehem untuk menenangkan kondisi kelas yang ribut. Seluruh isi kelas pun langsung duduk tegak di kursinya masing-masing karena kaget. Yah, maklum saja. Percaya atau tidak, Kamui-sensei adalah keturunan klan samurai. Dan dia juga membawa katana miliknya ke mana-mana.
"IA-san, kau bisa duduk di sebelah sana." Kata Kamui-sensei sambil menunjuk sebuah bangku di sebelahku. Ya, aku memang duduk sendirian karena jumlah murid di kelasku berjumlah ganjil. Lagipula aku memang lebih memilih tempat yang tenang dibanding tempat-tempat yang ramai dengan manusia. Gadis itu pun mengangguk dan langsung berjalan ke arahku –lebih tepatnya, bangku yang ada di sebelahku.
"Ehm, atashi wa IA desu. Yoroshiku onegaishimasu." Katanya sambil membungkuk, lalu duduk di kursi di sebelahku.
"Ya, aku sudah mendengarnya tadi." Balasku sambil kembali menundukkan kepalaku. Kurasakan penglihatanku mulai kabur lagi. Sepertinya aku siap kembali membawa diriku sendiri ke alam mimpiku.
.
.
.
Puk puk puk...
Ya. Kalau saja tidak ada seseorang yang menepukku.
"Hei... Hei..." Katanya lirih.
"Hrmm... Apa..." Tanyaku sambil dengan nada mengantuk.
"Kau dipelototi oleh Kamui-sensei dari tadi, cepatlah bangun!" Bisiknya sambil mengguncang bahuku. Aku pun perlahan mengangkat kepalaku, hanya untuk mendapatinya sedang berjalan ke arahku sambil melepaskan katana miliknya dari sarungnya. Sialan! Aku pun langsung terlonjak kaget dan langsung membetulkan posisi dudukku.
"Oh, ternyata kau sudah bangun. Kupikir kau sudah tidak perlu dibangunkan lagi..." Katanya dengan nada sarkastik sambil menghunuskan katana miliknya di samping kanan leherku. Aku pun langsung menengguk ludahku sendiri sambil memasang wajah kalut tatkala dia menghunuskan benda tajam tersebut berada tepat di samping leherku.
"H-ha'i. Sumimasen." Kataku masih dengan wajah kalut.
"Hhh... Baiklah, kau kumaafkan kali ini." Balasnya sambil menghela nafas dan memasukkan kembali katana miliknya ke tempat yang seharusnya. Aku pun menghela nafas ketika melihat bilah besi tajam nan dingin tersebut sudah tidak berada dalam pandanganku.
"Oke, anak-anak. Karena hari ini hujan, kita akan melakukan praktek di gimnasium! Gantilah pakaian kalian. Aku tunggu kalian di sana sepuluh menit lagi." Perintah Kamui-sensei sambil pergi ke luar kelas. Aku pun membawa pakaian olahragaku dan pergi ke toilet pria untuk mengganti bajuku. Tapi entah kenapa, langkah kakiku terasa sangat ringan hari ini, sampai-sampai saat aku di depan toilet semuanya menjadi sangat ringan dan pandanganku menghitam.
.
.
.
"Nnnnggghhh…"
Aku perlahan membuka mataku dan berdiri. Aku melihat ke sekeliling. Aku tercengang karena mengetahui kalau koridor ini bukanlah koridor sekolahku, melainkan sebuah koridor besar bercat putih dengan sebuah pintu besar di ujungnya. Di mana aku sekarang? Bukankah tadi aku masih ada di sekolah? Sebenarnya apa yang terjadi? Yang terpenting, apa ini semua nyata?
Pertanyaan itu terus melayang di otakku. Lalu aku pun membuka satu-satunya pintu di sana. Dan saat kubuka pintunya, kulihat sebuah taman kecil yang sangat asri dan sejuk. Dengan sebuah air mancur yang lumayan besar di tengahnya. Aku sangat terkagum-kagum saat menelusuri tempat ini. Tapi, rasa kagum itu berganti menjadi sebuah tanda tanya besar setelah aku melihat seseorang yang duduk di tepi air mancur. Dia berambut pirang nyaris putih panjang dan memakai gaun tipis berwarna putih. Dan lagi, dia memiliki sepasang sayap berwarna putih di belakangnya. SEBENTAR! Makhluk apa dia?
"A-ano, sumimasen?" Sahutku dari jarak yang agak jauh. Jujur saja, semua ini belum bisa kuterima dalam akal sehatku. Dia pun menoleh ke arahku saat aku memanggilnya. Dan, demi apapun. Wajahnya sangat... Argh, tidak bisa terdeskripsikan. Seperti malaikat. Atau dia memang malaikat? Tapi. Kalau dia memang malaikat, kenapa dia berada di sini?
"Ada apa?" Tanyanya dengan nada lembut.
"Err, ekhem... Kalau boleh tahu, dimana kita sekarang?" Aku menjawab pertanyaannya seraya bertanya balik, berdehem untuk menghilangkan kecanggungan yang merasuki diriku.
"Tempat ini? Umm..." Dia pun terdiam, seperti sedang memikirkan sebuah jawaban. Aku pun menanti jawabannya.
"Maaf, tapi aku tidak tahu kita di mana..." Jawabnya sambil menunduk. Kedua sayapnya pun ikut terlipat, seperti ikut bersedih. Aku pun hanya menghela nafasku.
"Baiklah, kalau namamu?" Tanyaku lagi setelah aku menghela nafasku. Dia pun langsung mengangkat kepalanya, lalu menundukkannya kembali.
"A-aku tidak tahu namaku. Aku tidak tahu kenapa aku dilahirkan. Aku juga tidak tahu siapa orang tuaku. Bahkan aku juga tidak tahu kenapa aku bisa ada di sini." Jawabnya sambil menjelaskan panjang-lebar. Aku pun membelalakkan mataku setelah mendengar jawabannya.
"H-hei, kau bercanda?" Tanyaku lagi, memastikan kalau dia berbohong atau tidak. Pertanyaanku tadi langsung dibalas oleh gelengan lemah sosok tersebut. Aku pun hanya mengalihkan pandanganku darinya. Selama ini, dia selalu merasa bahwa dia adalah orang yang paling tidak beruntung sejagad raya. Ternyata selama ini ada yang lebih tidak beruntung darinya.
"O-oke... Aku tidak akan memaksa..." Kataku dengan nada menyesal.
"E-eh! Tidak apa-apa! Bukan salahmu kok!" Balasnya sambil mengibaskan kedua tangannya.
"Ta-"
"Bukan salahmu kok, sungguh!" Katanya sambil memengang telapak tanganku dengan kedua tangannya.
"H-hangat..." Gumamku pelan. Sosok itu pun tiba-tiba terperanjat kaget, mungkin karena mendengar apa yang kugumamkan.
"E-eh, gomen..." Katanya lirih sambil melepaskan kedua tangannya. Aku pun menarik tanganku kembali setelah ia melepaskan tangannya.
"Aku tidak bermaksud seperti itu..." Lanjutnya sambil menundukkan kepala. Dan lagi-lagi, kedua sayap putih itu kembali terlipat. Suasana awkward pun mulai menyelimuti kami berdua.
"O-oh ya? Karena kau di sini sekarang, bagaimana kalau kau membantuku?" Tanya sosok itu kembali tersenyum ceria. Sepasang sayap itupun kembali mengembang bersamaan dengan senyuman tersebut. Aku pun mengangkat sebelah alisku.
"Bagaimana kalau kita menamai tempat ini?" Tanyanya lagi. Aku pun langsung menatapnya dalam-dalam. Sebenarnya apa maunya? Tapi sepertinya lebih baik aku mengikuti kemauannya.
"Baiklah..." Jawabku mengiyakan permintaan dari sosok tersebut.
Dan siapa tahu, aku bisa mengetahui siapa sebenarnya sosok tersebut...
"... Tapi kalau aku tidak mau?" Tanyaku lagi dengan nada jahil. Sosok tersebut membelakakkan matanya. Iris azure-nya mebelalakkan, tanda dia terkejut.
"A-ah, p-padahal ada satu hal yang harus kusampaikan kepadamu..." Jawabnya gelagapan. Aku pun kembali mengerinyitkan alisku.
"Apa itu?" Tanyaku langsung kepada intinya.
"M-maaf. Aku tidak mengingatnya saat ini. T-tapi, kumohon bantulah aku..." Jawabnya dengan nada memohon. Aku memutar bola mataku. Bagaimana ya? Tapi sesuatu yang dia ingin sampaikan itu membuatku tertarik untuk mengetahuinya. Lagipula, firasatku mengatakan bahwa sebuah rahasia besar akan terungkap jika aku membantu gadis ini.
"Hmm, oke-oke. Akan kubantu kau." Kataku memberi jawaban atas permohonannya. Gadis itu langsung tersenyum senang, lalu memberiku secarik kertas.
"He? Apa ini?" Tanyaku sambil melihat kepada secarik kertas yang dia berikan.
"Tadi aku menemukannya di sela-sela air mancur. Aku berusaha membacanya, tapi aku masih tidak mengerti apa artinya..." Jawabnya lagi. Aku pun membuka secarik kertas itu dan...
To Be Continued...
A/N :
Yahoo! Kengo balik lagi dengan fic baru! Dan saya keluar dari zona aman! Mwahahahah-#digampar
Ekhem. Jujur, ini pertama kali saya nulis fic mystery kayak gini, jadinya maaf kalau misterinya aneh, gak jelas, atau malah bisa langsung ditebak. (_ _)
Untuk VocaDorm. Itu bakal update dua minggu sekali. Yang berarti seminggu lagi! Bagi yang menunggu, harap bersabar. Karena authornya sedang memutar otak untuk membagi waktu... (_ _)
Tambahan, harap yang membaca fic ini segera membaca bio profil saya. Saya sedang melakukan 'sesuatu' karena 'sesuatu'. Nanti semuanya bakal saya jelasin di sana. Nah, bagi yang sudah read, budayakan review~.
Mind to Review?
