Disclaimer: All characters belong to Hajime Isayama. But this story purely mine. I don't take any profit from this work. It's just because I love it.
Warning: drabble; au, miss-typo(s), em … rhymes? Rate: K+. Genre: romance
Note: untuk meramaikan levihan week day 3. Prompt: trapped.
[Levi terjebak pada netra cokelat yang mengilat penuh infiniti.]
her brown eyes
.
Ada sesuatu yang berbeda hari ini.
Levi bermonolog ketika kelabunya mengatensi senja dari pembatas roof top sore ini. Ada hal berbeda yang tengah otaknya pikirkan; ia tak sendiri. Lima belas menit menuju enam petang adalah waktu di mana bangunan kantor sudah terlampau sepi. Dan roof top mungkin adalah pusat kekosongan konstruksi berlantai dua belas itu, setiap hari.
Tapi, ada yang berbeda hari ini.
Di sebelahnya ada sosok yang tengah menyandar di pembatas besi. Tangan terlipat dan mata menatap langit penuh afirmasi. Levi tak pernah melihatnya sebelum ini. Kalau bukan orang baru, mungkin dia adalah salah seorang klien aneh yang memilih pergi ke roof top dibanding pulang setelah menyelesaikan kepentingannya di kantor Levi.
"Ah! Matahari mulai terbenam!"
Sosok itu mengujar sendiri, dan Levi semakin memusatkan atensi. Pada sosoknya yang begitu tinggi, rambutnya yang bergelombang dan terkuncir tak rapi, pada bibirnya yang mengurva di antara senja dan langit petang hari. Ada kacamata yang Levi tangkap dari figurnya di sebelah kiri. Bertengger indah, begitu nyaman, namun sedikit menyembunyikan ekspresi sang gadis yang terimplikasi.
Terlampau lama, mungkin, karena Levi bahkan tak menyadari gelap telah merajai. Senja hilang dan pendaran cahaya bulan menyubtitusi. Pada waktu ini, Levi seolah hilang karena matanya menolak berkedip barang sekali. Di antara malam dan angin yang bersepai sekali-sekali, pada akhirnya, gadis itu bergerak dan berbalik diri.
"Astaga!"
Pekiknya terdengar dan Levi terdisorientasi. Mengedip sekali, kelabunya kehilangan fokus saat ini.
"Kau mengagetkanku, Tuan!" Si gadis berkata dan berderap mendekati. "Apa yang kaulakukan di sini? Memandangiku seperti itu?"
Lucu sekali, itu monolog Levi selanjutnya dalam hati. Ia menahan senyum dan menyembunyikan ekspresi. Kepada gadis berkacamata di depannya, yang menatapnya dengan mata cokelat penuh tendensi. "Ini tempatku. Seharusnya aku yang bertanya sedang apa kau di sini."
Levi punya segudang kata untuk bersikap defensif di setiap kali. Tak kecuali kali ini.
Lawan bicaranya menatap dengan wajah tak sekesal tadi. Matanya masih bersinar menyimpan kilat yang menghiasi. "Ah, aku pekerja baru. Divisi editorial. Salam kenal!"
Satu kedip, dua kedip, lagi dan lagi.
Dan Levi tak perlu dua tiga ucap untuk mengetahui, bahwa gadis ini telah mencuri dunianya saat ini.
"Aku Levi," balasnya, menyembunyikan senyum di belah pipi. "Kalau kau suka senja, mungkin kau akan sering bertemu denganku di sini."
Matanya yang cokelat mengilat lagi.
"Aku Hanji, senang bertemu denganmu, Levi!"
Levi tak pernah memiliki warna favorit selama ini. Cokelat, hitam, kelabu, apa pun warnanya, ia tak pernah peduli. Tapi, suatu ketika Hanji hadir dan dengan sekali tatap, ada magis yang Levi peroleh dari maniknya yang penuh ekspresi.
Dan ia terjebak saat ini.
Terjebak pada netra cokelat yang mengilat penuh infiniti.
.
.
(end.)
masih buat rain dan levihan squad yang sudah bersedia mampir. hadu, saya nggak bisa bikin something yang padat. apalah saya bisanya bikin yang conflictless begini :")
