Summary: AU. Naruto adalah seorang pembunuh bayaran yang paling dicari. Hingga pada suatu hari saat ia nyaris tertangkap oleh sekelompok polisi, ia bertemu dengan Sakura. Apa jadinya kalau ia malah jatuh cinta dengan gadis tersebut?

Warning: OOC


SANG BURONAN CINTA

Chapter. 1


Suatu yang malam yang sunyi, di mana sang dewi malam dengan tenangnya menerangi seluruh penjuru kota yang telah diselimuti oleh sang kegelapan malam. Sunyi dan senyap, itulah yang bisa semua orang rasakan saat malam menjelang. Cahaya sang surya yang telah larut oleh kegelapan malam, kini digantikan oleh beberapa lampu-lampu kecil pada jalan-jalan di sekitar penjuru kota. Angin malam bertiup sepoi-sepoi. Sang angin kini bertiup dengan tenangnya, membuat pepohonan rindang bergerak-gerak pelan setiap kali terkena tiupannya. Tetapi embusan nafasnya yang dingin membuat beberapa penduduk kota memutuskan untuk tetap berdiam diri di rumah mereka masing-masing, menikmati masakan hangat yang akan menggantikan udara dingin yang menyelimuti kota.

Naruto berlari-larian di sepanjang jalan setapak yang berada jauh dari kota. Nafasnya tersengal-sengal, menyebabkan mulutnya berkali-kali mengeluarkan uap udara. Peluh bercucuran di dahinya. Beberapa kali pria berambut blonde itu menoleh ke arah belakangnya, seolah-olah sedang memastikan sesuatu. Lampu-lampu penerangan kota kini tergantikan oleh lampu-lampu sirene mobil polisi. Naruto menelan ludahnya dengan perasaan pahit. Sial, sekarang para polisi sedang mengejarnya, dan mereka tepat di belakangnya!

Naruto memasukkan kembali sebuah revolver hitam yang sejak dari tadi ia genggam di tangan kanannya ke dalam lengan saku bajunya. Beberapa kali ia berusaha membersihkan darah yang berceceran di sekitar wajahnya. Tetapi ia tak berhasil membersihkan dirinya dari cairan kental berwarna merah tersebut karena saat ini dirinya sedang fokus melarikan diri dari kejaran para polisi. Beberapa kali ia mendengar suara tembakan pistol dan suara teriakan polisi yang menyuruhnya berhenti, atau suara gonggongan anjing yang seolah-olah menyuruh dirinya berhenti. Tetapi ia tak bisa berhenti. Kakinya yang sebenarnya sudah mulai merasa kelelahan, memintanya untuk tetap berlari, dan ia pun terus berlari bak orang kesetanan. Ia tak boleh berhenti, ia harus terus berlari!

Sebenarnya Naruto baru saja melakukan sebuah acara pembunuhan terhadap seorang presiden direktur suatu perusahaan dengan jumlah bayaran yang cukup menggiurkan. Bahkan sebelumnya, sebelum ia melaksanakan acara pembunuhan ini, ia telah merencanakan semuanya dengan baik. Ia harus bisa melumpuhkan beberapa bodyguard yang menjaga sang presdir, mematikan alat-alat keamanan; termasuk sebuah kamera pengintai, jejak, menetapkan waktu yang tepat saat membunuh sang korban, dan mempersiapkan alat yang digunakannya untuk membunuh mangsanya. Semuanya telah ia persiapkan jauh-jauh hari. Tetapi tetap saja, ia harus menerima kenyataan bahwa pembunuhan kali ini adalah suatu kegagalan terbesar dalam hidupnya. Seharusnya semuanya telah berjalan sesuai rencananya.

Dalam rencananya tersebut ia tak memperkirakan bahwa anak laki-laki sang presiden direktur pada saat itu sedang berada di dalam kamar sang ayah. Saat Naruto sedang membereskan barang bukti di ruangan kamar korbannya sehabis ia berhasil membunuh sang presdir dengan menembaki kepalanya, ia tak tahu bahwa anak laki-laki sang korban melihatnya dan segera saja menghubungi polisi. Dan dalam beberapa menit saja, polisi telah datang ke rumah sang presdir, mengepungnya. Naruto tak punya pilihan lain, ia harus segera melarikan diri dengan cara yang sangat membahayakan. Ia menyamar sebagai salah seorang polisi dan menerobos masuk ke dalam barisan para polisi, tetapi salah seorang polisi langsung menyadari bahwa ia adalah sang pembunuh yang sedang mereka cari, sehingga tanpa tanggung-tanggung dalam sekejap saja Naruto langsung jadi sasaran empuk para polisi.

Untung saja pada saat itu ia memilih kabur lewat jalan setapak yang jauh dari kota, sehingga ia tak perlu bertemu dengan para penduduk kota. Bisa tambah rumit apabila ia sampai bertemu dengan para penduduk kota, bisa-bisa mereka berkomplot dengan polisi untuk menangkapnya. Naruto menutupi sebagian wajahnya saat sebuah mobil polisi menyorotinya dengan lampu. Naruto menggigit bibirnya, 'Sial...' umpatnya. Ia mendapati bahwa beberapa mobil polisi kini semakin mendekat ke arahnya. Suara sirene yang berdengung tiap kali Naruto berlari, membuatnya tak punya pilihan lain. Naruto terpaksa masuk ke sebuah pemukiman penduduk dengan cara melompati pagar pembatas. Belum ia melompati pagar pembatas, seekor anjing polisi muncul dan menggigit kakinya. Naruto mengeluarkan revolvernya dan sambil memalingkan mukanya ia menembaki anjing tersebut, menyebabkan anjing tersebut jatuh lunglai ke atas tanah.

"Berhenti! Jangan lari!" seru salah seorang polisi sambil mengacungkan pistolnya ke arah Naruto secara tiba-tiba.

Naruto tak memperdulikan ucapan polisi tersebut. Ia menaiki pagar pembatas dan berusaha melompatinya. Tetapi saat ia sedang berusaha melompatinya, seorang polisi lainnya menembaki dengan cara membabi buta. Beberapa tembakannya meleset, tetapi sebutir peluru mengenai tepat di lengan Naruto. Naruto menggeram kesakitan saat logam panas tersebut bersarang di lengannya. Darah segar mengucur deras dari lengannya. Darah segarnya menggenang, membentuk tetesan-tetesan kecil saat ia berlari. Tetapi Naruto tak peduli meski tangannya harus ditembaki, ia harus terus berlari sekarang, tak ada waktu untuk berhenti. Dan benar saja, saat ia berusaha berlari melewati pagar pembatas tersebut, para polisi mengalami kesulitan untuk mengejarnya. Naruto tersenyum puas melihat para polisi kesulitan mengejarnya. Peluhnya kini semakin mengucur deras di pelipisnya, tangan kanannya memegangi lengan kirinya yang terluka. Meskipun demikian, kakinya terus membawanya berlari. Ia pun terus berlari dan berlari tanpa tujuan. Tetapi hal itu dilakukannya agar ia tetap selamat dari kejaran polisi.

Saat ia tengah berlari memasuki pemukiman penduduk, tanpa sengaja, tiba-tiba saja ia menabrak seorang gadis. Keduanya jatuh tersungkur. Naruto kembali menggeram kesal, kenapa di saat seperti ini ia harus terjatuh segala? Saat Naruto kembali mengambil ancang-ancang untuk kembali berlari, beberapa orang polisi kini kembali mengepungnya. Masing-masing dari mereka membawa pistol dan mengacungkannya pada Naruto. Naruto mulai kehabisan akal, apalagi ia menemui jalan buntu saat ia mulai kembali melarikan diri.

"Jangan bergerak! Kalau kau bergerak kau akan kami tembak!" ancam salah seorang polisi, ia berjalan mendekati Naruto dengan hati-hati.

Naruto menggeretakkan barisan giginya. Apa yang harus ia lakukan? Tak mungkin ia menyerah begitu saja akan hidupnya! Ia tak boleh ditangkap! Ia harus tetap bebas! Tiba-tiba saja Naruto menoleh pada gadis yang baru saja bertabrakan dengannya tanpa sengaja. Wajah gadis tersebut tampak ketakutan, tetapi ia tak segera melarikan diri dari tempat tersebut. Naruto menyeringai lebar. Ia langsung mengambil revolvernya dari balik saku bajunya dan tangannya yang lain yang kini tengah berlumuran darah, meraih leher gadis yang berdiri tepat di sampingnya. Ia mengarahkan moncong revolvernya ke pelipis gadis tersebut, "Coba saja kau tembak aku, kalau kalian berani melihat gadis ini mati di depan mata kalian..." katanya dengan suara mengancam, nafasnya yang terengah-engah menyebabkan ia berbicara dengan terbata-bata.

"Lepaskan gadis itu! Cepat!" kata salah seorang polisi, ia masih menodongkan moncong pistolnya ke arah Naruto.

Naruto hanya tersenyum, "Kalau begitu, kalian memang tak keberatan kalau harus jatuh korban satu..." ia mengambil ancang-ancang untuk menarik pelatuk, membuat gadis yang ditawannya mulai berteriak ketakutan. Gadis tersebut meronta-ronta minta tolong.

Beberapa orang polisi mulai berjalan mundur mendengar ancamannya. Naruto kembali tersenyum puas dan ia pun langsung melarikan diri sambil membawa gadis yang ditawannya. Gadis tersebut terus berteriak minta tolong, sehingga Naruto terpaksa membekap mulut gadis tersebut. Tiba-tiba saat ia sedang berlari, ia mendengar suara tembakan dari jauh. Naruto menoleh sesaat ke belakang dan melihat dua buah mobil polisi sedang mengejarnya. Naruto menggeram, kenapa mereka masih belum mau menyerah juga? Ia tak mempedulikan mobil polisi yang semakin mendekat padanya. Tetapi ia terkejut saat melihat sebuah mobil polisi lain kini sedang melaju tepat di sampingnya dan berhasil menyusulnya. Gawat...

Seorang polisi yang berada di dalam mobil polisi mulai menembakinya dengan membabi buta. Secara refleks, Naruto berusaha menghindarinya. Tetapi, saat ia melihat gadis yang ditawannya itu nyaris ditembaki, Naruto langsung saja menolong gadis tersebut dengan cara menarik lengannya dan membekapnya agar tak terkena tembakan. Ia mendekap gadis tersebut. tetapi, sebagai gantinya, Naruto harus rela menerima dua tembakan di bagian bahunya dan kakinya. Naruto melolong kesakitan, suaranya menggema. Ia nyaris ambruk ke tanah, tetapi ia menemukan sebuah jalan keluar. Ia melewati beberapa rumah warga untuk mengecoh polisi. Para polisi terkecoh sehingga ia berhasil melarikan diri.

Naruto pun mengendap-endap masuk ke sebuah rumah kosong dengan tangannya masih membekap mulut gadis tawanannya. Anehnya gadis tersebut kini tak berteriak minta tolong seperti sebelumnya, malah ia lebih tenang. Naruto menatap gadis tersebut dengan heran. Tetapi perlahan, pandangan matanya mulai kabur. Ia mulai merasakan bahwa pandangannya berkunang-kunang, apalagi kepalanya jadi terasa sakit luar biasa. Apa yang terjadi? Sepertinya ia mulai merasakan sekujur tubuhnya lemas dan matanya mendadak jadi terasa berat, apalagi udara jadi terasa semakin berat untuk dihirupnya. Tidak boleh, ia tak boleh ambruk di sini. Bisa gawat kalau gadis itu kabur dan memberitahukan keberadaannya pada polisi, atau lebih parahnya lagi, polisi sendirilah yang akan menemukannya dan langsung memenjarakannya kalau ia sampai ambruk di tempat ini. Tapi sudah tak keburu lagi, ia sudah ambruk di atas tanah. Dan yang terakhir ia dengar adalah, suara sirene mobil polisi yang terus berdengung saat ia mulai menutup matanya.

Lalu, semuanya berubah menjadi gelap.


Naruto! Cepat sembunyi! Jangan sampai mereka menangkapmu!

NARUTO!

DOORR! DOORRR!

Ayah! Ibu!

Kalau kau mau membalaskan dendam kedua orang tuamu, yang harus kau lakukan adalah menjadi pembunuh bayaran...

"HAH?"

Naruto membuka matanya perlahan-lahan. Saat ia membuka kedua matanya, hal yang pertama kali ia lihat adalah sebuah ruangan berukuran kecil dengan beberapa perabotan di dalamnya. Naruto berusaha duduk dan memfokuskan matanya. Ia baru menyadari bahwa kini dirinya tengah berada di atas sebuah tempat tidur. Hei? Di mana ia sekarang? Kenapa ia bisa ada di sini? Lalu di mana revolvernya dan pakaiannya? Kenapa ia bertelanjang dada? Tiba-tiba saja ia merasa beberapa anggota badannya terasa nyeri luar biasa. Naruto melihat ke sekujur tubuhnya dan mendapati bahwa lengan, bahu dan kakinya telah dijahit dan diperban dengan sempurna. Naruto membelalakkan matanya sambil terus memandangi bagian anggota tubuhnya. Ia teringat bahwa semalam ia dikejar oleh sekelompok polisi setelah ia melakukan aksi pembunuhan dan dirinya tertembak sebanyak tiga kali. Dan kini logam panas yang bersarang di beberapa bagian tubuhnya telah berhasil diambil.

Naruto berjalan menuju ke jendela yang terletak berseberangan dengan tempat tidur dan membuka tirainya sedikit. Ia mengintip dari celah jendela dan melihat bahwa ia masih berada di pemukiman. Naruto menyipitkan matanya, berusaha menahan sinar matahari. Kemudian Naruto kembali membuka matanya dan mendapati beberapa orang penduduk sekitar tampak berlalu lalang, tetapi tak ada polisi. Bagaimana caranya ia bisa selamat sampai ke tempat ini?

"Kau sudah bangun?"

Naruto menoleh ke asal suara seorang gadis, suara seorang gadis yang sepertinya pernah didengarnya. Dan benar saja, ia kini mendapati bahwa gadis yang semalam ditawannya kini telah berdiri di hadapannya. Ya, dia adalah gadis yang tidak sengaja Naruto tabrak dan ia jadikan tawanan semalam. Gadis berambut merah. Wajahnya terlihat cemas melihat kondisi Naruto, berbeda dengan yang dilihat Naruto semalam. Gadis itu tampak ketakutan setengah mati saat Naruto menangkapnya. Tetapi kini berbeda seratus delapan puluh derajat dari sebelumnya. Naruto menggeram pelan, "Di mana ini? Kenapa aku bisa ada di sini? Dan di mana pakaianku dan revolver milikku?" tanyanya dengan nada suara tinggi, terdengar seperti orang marah.

Gadis berambut merah tersebut mundur ke belakang secara perlahan, "Ma-maafkan aku! Aku hanya berniat menolongmu jadi aku membawamu ke rumah dan mengobati luka-lukamu! Lalu, lalu... Pakaianmu dan revolvermu... Ada di atas meja di sampingmu, tetapi kumohon jangan sakiti aku!" pinta gadis tersebut.

Naruto mendengus mendengar perkataan gadis tersebut sambil berbisik pelan, "Untuk apa aku menyakitimu. Kau ini bukan mangsaku yang berikutnya," ia meraih pakaiannya yang kini telah bersih dari cipratan darah, digantikan dengan bau harum dari pakaiannya. Naruto mengernyit heran, apakah gadis ini telah mencucikan pakaiannya? Tetapi kenapa ia harus mau repot-repot mencucikan pakaiannya? Padahal ia telah berlaku jahat pada gadis tersebut semalam, "Kau... Kenapa kau rela menolongku sampai seperti ini?" tanya Naruto penasaran sambil mengenakan pakaiannya.

Gadis tersebut menatap Naruto. Ternyata matanya berwarna hijau emerald, "Karena kemarin kau telah menolongku," jawab gadis tersebut. Bibirnya yang bagian bawah ia gigit sedikit, "Kemarin saat aku nyaris ditembaki oleh polisi, kau menolongku. Jadi, hanya ini yang bisa kulakukan untuk membalas kebaikanmu."

Naruto mendengus, menahan tawanya, "Kebaikan katamu?" ia berjalan menuju gadis berambut merah dan meraih leher gadis tersebut, memojokkannya ke dinding, "Ternyata kau berpikir bahwa aku ini orang baik, ya?" ia tersenyum sinis sambil menekan leher gadis tersebut secara perlahan, Aku ini bukan orang baik, setidaknya aku berbeda dengan aku yang dulu.

Gadis tersebut memegangi tangan Naruto, berusaha melepaskan cekikan Naruto, "K-Kalau kau memang bukan orang baik... Se-seharusnya kau tak menolongku semalam dan membiarkanku tertembak!" seru gadis tersebut sambil terbatuk-batuk.

Naruto melepaskan cekikannya dari leher gadis tersebut. Gadis berambut merah tersebut langsung terbatuk-batuk setelah Naruto melepaskan cekikannya. Naruto hanya memalingkan mukanya, "Kemarin itu aku tak sadar dengan apa yang kulakukan. Dan sekarang aku menyesal kenapa kemarin aku tak membiarkan dirimu tak tertembak," kata Naruto kasar.

Gadis tersebut hanya tersenyum, wajahnya terlihat seperti sedang dipaksakan tersenyum, "Tetapi kalau kulihat dari wajahmu aku tahu bahwa kau lega telah menolongku. Aku tahu, kau ini pasti sebenarnya adalah orang baik. Bukankah begitu?"

"Apa maksudmu?" tanya Naruto kesal.

"Kenapa kau kasar begitu pada orang yang telah menolongmu dari kejaran para polisi? Apa kau juga merasa tak senang sudah kutolong? Aku yang sudah membawamu ke sini dan mengobati lukamu," kata gadis tersebut sengit. Sikapnya memang jadi berubah seratus delapan puluh derajat dari sebelumnya, "Atau kau memang lebih memilih kalau sampai polisi menangkapmu?" tiba-tiba saja raut gadis tersebut berubah marah.

"Aku tak peduli soal itu," Naruto tersentak mendengar perkataan gadis yang kini tengah berdiri di hadapannya, "Karena aku sudah tahu, pasti kau akan menelepon polisi dan memberitahukan keberadaanku, bukankah begitu? Pasti kau tergiur dengan harga yang ditawarkan oleh para polisi kalau sampai bisa menagkapku!" Naruto mengenakan topi yang berada di balik bajunya dan berjalan menuju pintu keluar dengan langkah terpincang-pincang, "Sekarang aku mau pergi dulu sebelum kau memanggil polisi. Tetapi kalau kau tidak keberatan aku bisa menembaki kepalamu sebelum menembaki kepalamu..."

"Tembak saja kalau kau mau," kata gadis itu dengan tenang, "Karena aku memang tak berniat memberitahukan keberadaanmu. Terserah kau sajalah. Dan apa kau tahu? Di luar desa polisi masih mengepung desa ini."

Naruto menghentikan langkahnya, "Kau ini ingin menaku-nakutiku, huh?"

"Aku bukannya ingin menakut-nakutimu. Kan aku ini hanya mengatakan yang sesungguhnya," ujar gadis tersebut. Ia berjalan menuju jendela dan menutup tirainya yang terbuka sedikit. Kemudian ia berbalik ke arah Naruto dengan wajah tenang, "Dan asal kau tahu saja, apa yang akan terjadi kalau sampai para penduduk di sini melihatmu. Kau sudah tahu, 'kan, bahwa pembunuh buronan bernama Uzumaki Naruto yang telah dicari selama lebih dari dua tahun dengan hadiah seharga seratus juta ryo. Berita tentang dirimu yang merupakan buronan yang paling dicari di negara ini."

Naruto menelan ludah, "Ck," ia meninju dinding dengan cukup keras sehingga menyebabkan dinding retak, "Apa maumu? Sebenarnya apa maksudmu dengan mengatakan hal itu padaku? Dan kenapa kau berniat menolongku? Jelaskan!"

Gadis tersebut hanya memiringkan kepalanya sambil tersenyum, "Soalnya aku ini memang tulus ingin menolongmu. Meski aku bingung, kenapa kau mau membunuh begitu banyak orang sementara saat ada orang yang nyaris terbunuh kau malah menyelamatkannya. Bukankah itu cukup aneh dan membingungkan?"

Naruto mengepalkan kedua tangannya sebelum salah satu tangannya memegangi kepalanya, "Justru kau yang membingungkan. Padahal aku hanya menolongmu, tetapi kau sampai menolongku sejauh ini. Ini... benar-benar sangat membingungkan," kata Naruto. Ia bersender ke tembok sambil memegangi lengannya yang terluka, "Aku ini seorang pembunuh bayaran yang dapat membunuhmu kapan saja aku suka. Tetapi kenapa kau tak merasa takut padaku?"

"Aku kan sudah mengatakan jawabannya berulang kali. Aku menolongmu karena aku yakin kau adalah orang baik."

Tidak, kau salah. Aku bukanlah orang yang baik. Aku ini hanya mesin pembunuh, monster pembunuh.

"Kau salah..." kata Naruto pelan.

"Kenapa kau bisa berpikir begitu?" tanya gadis itu, "Tapi kau memang menolongku semalam! Setidaknya, nyawa bisa dibayar dengan nyawa..."

Naruto mendengus pelan. Ia berlalu dan hendak membuka pintu tanpa mempedulikan gadis tersebut yang terus menyuruhnya untuk berhenti, tetapi tiba-tiba saja Naruto kembali terjatuh sambil berlutut. Ia memegangi bahunya. Saat Naruto menoleh ke sisi kanan bahunya, dan mendapati bahwa bahunya kembali terluka. Kini darah segar kembali mengucur dari bahunya. Naruto meringis kecil sambil memegangi bahunya. Ia menekan bahunya, berusaha menghentikan pendarahan. Tetapi darah terus mengucur di bahunya.

"Ck, sial," umpatnya.

Gadis berambut merah berjalan menghampirinya, "Kau tidak boleh banyak bergerak. Kalau kau banyak bergerak lukanya akan kembali terbuka," katanya sambil menyuruh Naruto untuk duduk, yang anehnya Naruto malah menurut padanya. Kemudian gadis itu meraih kotak obat yang berada di atas lemari dan mengambil segulung perban dan sebuah kotak obat merah. Gadis itu melepas kancing baju Naruto dan membuka bajunya, membuat Naruto bersemu merah, "Perbannya harus diganti dahulu. Kau tak boleh memakai perban yang sudah kotor karena berlumuran darah seperti ini," ujarnya, seolah-olah sedang mengajari Naruto. Sedangkan Naruto memperhatikan bagaimana luka di bahunya diobati oleh gadis tersebut dengan seksama. Gadis ini tampaknya benar-benar terampil dalam merawat luka orang. Apakah ia merupakan seorang perawat?

Naruto memekik pelan saat gadis tersebut menekan perban di sekitar lukanya. Tetapi ia menahannya dan hanya meringis kecil. Dan akhirnya pendarahan hebat di bahunya benar-benar berhenti. Naruto memandangnya dengan takjub, sementara gadis berambut merah tersenyum puas setelah menyelesaikan pekerjaannya, "Kau benar-benar hebat dalam merawat luka orang. Kurasa, aku harus berterima kasih padamu," kata Naruto pelan.

"Tidak masalah. Ini sudah kewajibanku sebagai seorang perawat, menyembuhkan luka banyak orang," sahut gadis itu senang.

"Kau seorang perawat?"

Gadis itu mengangguk, "Aku baru saja diterima bekerja di sebuah klinik di tengah kota."

"Tapi kurasa kau punya bakat untuk menjadi seorang perawat yang sukses," kata Naruto tulus.

"Benarkah kau berpikir begitu? Aku senang mendengarnya!"seru gadis tersebut senang. Entah kenapa, melihat gadis ini senang, sesuatu di dalam diri Naruto tiba-tiba terasa terobati, "Sebenarnya aku juga, aku bermimpi bisa membuka klinik sendiri. Sehingga aku bisa membahagiakan kedua orang tuaku di alam sana..."

Naruto membelalakkan matanya, "Orang tuamu... Sudah meninggal?"

"Iya. Mereka meninggal empat tahun lalu. Sehingga sekarang ini hanya aku yang tinggal sendirian di rumah ini. Tapi untung saja aku segera menemukan pekerjaan sampingan yang bagus sehingga aku bisa sampai seperti ini hingga sekarang," ujar gadis tersebut. Naruto menatap gadis tersebut dengan simpati. Ia dan gadis ini memiliki nasib yang sama, tetapi sepertinya gadis ini menjalankan hidupnya lebih baik darinya.

Naruto menghela nafas, "Kalau aku boleh tahu, siapa namamu?" tanya Naruto pada gadis itu.

Gadis berambut merah balik menatapnya, "Aku?" ia menunjuk dirinya dengan wajah bingung. Naruto hanya mengangguk pelan, memangnya dengan siapa lagi aku bertanya? Gadis itu seolah-olah bisa membaca pikiran Naruto dan ia langsung menjawab, "Haruno Sakura, sembilan belas tahun. Aku bekerja sebagai seorang perawat di sebuah klinik di tengah kota."

Naruto hanya tertawa kecil mendengar gadis tersebut memperkenalkan dirinya, "Rasanya aku sudah tahu bahwa kau ini adalah seorang perawat. Kau sudah mengatakannya barusan," Sakura, gadis berambut merah hendak memprotes ucapannya, tetapi ia berhenti protes saat melihat Naruto sudah berdiri di hadapannya, "Sepertinya aku berubah pikiran. Kalau kau tak keberatan, bolehkah aku menginap di tempatmu untuk sementara sampai aku bisa memulihkan semua lukaku? Tapi mungkin ini bisa membahayakan dirimu."

"Tak apa! Dengan senang hati aku akan membiarkanmu tinggal di sini!"seru Sakura, "Ada sebuah kamar lagi di rumah ini. Dan kalau kau mau aku bisa merawat lukamu sampai kau sembuh!"

Naruto hanya bisa tersenyum. Dan sejak saat itulah, takdir keduanya mulai saling bertautan.


Author Commentary: Wahahahahhaha... Ancur, fanfic ancur saya yang lainnya... hahaha... *ditimpuk* Maaf kalau Naruto dan Sakura kelewat OOC. Sebenarnya mau dibuat ada unsur petualangan, tetapi gak jadi. Tapi semoga kalian semua menyukai cerita gaje saya... Review? Flame dan makian diterima~