Disclaimer : I don't own Bleach.

Unpublished Creation

-Sebuah kisah tentang penulis dan sebuah karyanya-

Ulquiorra Schiffer - Orihime Inoue

Ulquiorra yang merupakan seorang penulis muda jenius dan sangat berbakat, jatuh hati pada karakter dalam naskah buatannya sendiri. Apa yang paling diinginkan Ulquiorra, sebagai seorang penulis?


"Apakah kau Ulquiorra? Yang asli?" Tanya seorang gadis asing yang kini sedang berlutut diatas kasur Ulquiorra. Mata gadis itu mengamati sang pemuda dengan penuh takjub.

Ulquiorra merebahkan diri dari kasurnya, masih terkaget karena ia menemukan seorang gadis yang tidak dikenalnya telah terbangun bersamanya di pagi itu.

"Siapa kau?" Tanya Ulquiorra waspada, melebarkan jarak diantara keduanya.

Gadis berambut panjang di depannya malah tersenyum. "Aku sangat ingin bertemu denganmu, Ulquiorra."

Cantik sekali, gadis itu. Meski dalam keremangan ruangan, Ulquiorra dapat melihatnya dengan jelas, fisik sang gadis. Gadis yang tidak diketahui dari mana datangnya ini, namun entah mengapa Ulquiorra merasa sangat familiar dengan aura gadis itu.

"Bodoh. Aku tidak mengenalmu, Onna." Ucap Ulquiorra datar. Meski sebagian dirinya bergejolak mendapati kenyataan bahwa gadis ini telah tidur disampingnya sepanjang malam. Ulquiorra masih dapat merasakan kehangatan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya, menyelimuti dirinya.

"Tidak mungkin." Rengut gadis itu, terluka. "Aku Orihime. Perwujudan dari karakter yang kau ciptakan lewat tulisanmu. Kau pasti mengenaliku."

Manik Ulquiorra melebar, bagaimana gadis ini bisa tahu mengenai sebuah tulisan, karya yang tidak pernah ia terbitkan? Sudah pasti gadis ini adalah serorang stalker profesional, pikir pemuda berambut raven itu.

"Jangan bercanda. Kau dibantu siapa sampai bisa membututiku sejauh ini?" Tanya Ulquiorra, menghina.

"Huh?" Gadis yang menyebut dirinya Orihime itu merengut. Lalu gadis itu berlari menjauhi tempat tidur. Ulquiorra bersiap, dipikirnya si gadis akan melakukan aksi anarkis yang biasa dilakukan seorang fans maniak di televisi.

Namun Orihime hanya mendekati jendela besar kamar itu, dan meraih gordennya. "Aku tidak membuntutimu." Ditariknya gorden tersebut, membiarkan sinar mentari memasuki ruangan dan membuat ruangan temaram tersebut sepenuhnya dipenuhi cahaya. "Lihat! Apa kau mengenaliku sekarang?"

Lengan Ulquiorra melindungi matanya dari cahaya terang yang tiba-tiba datang. Lalu matanya terfokus pada sosok gadis yang kini sedang bermandikan sinar.

Gadis bermanik hazel dengan rambut sewarna senja.

Wajahnya elok, seelok bulan saat purnama.

Senyumnya lembut dan hangat, begitu juga tatapannya yang sekarang sedang ditujukan hanya kepada Ulquiorra.

Senyum sang gadis melebar menjadi tawa cerah, secerah lautan cahaya mentari. "Aku, hidup!" jeritnya.

Ulquiorra terpana pada sosok bidadari yang tiba-tiba muncul dihadapannya itu. Dan lagi-lagi matanya melebar karena syok.

"Orihime Inoue?" Ucap Ulquiorra pada akhirnya, tepat saat ia menyadari bahwa gadis yang mengaku sebagai Orihime itu memang memiliki segala hal yang dimiliki oleh Orihime, tokoh ciptaannya.

"Yaa!" Orihime kembali menjerit, kali ini sambil berlari ke arah Ulquiorra dan memeluk pemuda yang sedang tertegun itu. Meski dalam syoknya, Ulquiorra masih dapat merasakan lekuk tubuh Orihime, memang sesuai dengan yang ia deskribsikan untuk fisik si gadis.

"Akhirnya aku bisa bertemu denganmu." Bisik Orihime, terdengar sangat lembut di telinga Ulquiorra.

Terdengar suara ketukan di pintu. "Tuan, apakah terjadi sesuatu?"

Ulquiorra mendesah kembali kepada kenyataan, satu tangan pucatnya membekap mulut Orihime.

"Tidak. Pergilah." ujar Ulquiorra datar kepada pelayannya.

"Apa Anda yakin? Saya mendengar keributan." Suara pria paruh baya itu terdengar khawatir.

"Aku tidak mengulang perkataanku."

"Ah, baik. Maafkan atas kelancangan saya, Tuan." Dan suara itu pun pergi.

Hening.

Ulquiorra belum melepaskan Orihime. Gadis itu meronta-ronta dalam bekapannya. Ulquiorra harus memikirkan cara untuk menangani kejadian tak terduga ini.

XXX

"Bagaimana bisa terjadi?" tanya Ulquiorra pada Orihime.

"Kau menginginkanku, makanya aku hidup." Jawab Orihime polos, dengan senyumnya yang masih merekah dan matanya masih menatap Ulquiorra dengan penuh kekaguman.

Ulquiorra memandang gadis di depannya. "Bagaimana bisa sebuah tulisan memiliki perwujudan?"

Ulquiorra mengetahui legenda tentang wujud jiwa yang bersemayam di dalam naskah. Namun kejadian semacam itu hanya akan terjadi ratusan tahun lalu saat metode penulisan masih sangat tradisional dan keyakinan terhadap spiritual masih sangat kuat. Sebuah perwujudan karya yang berasal dari penciptaan akal manusia hanya terjadi pada karya yang benar-benar hebat. Saat penulis memberikan jiwanya dan menaruh hatinya pada naskah yang dibuat, seolah separuh daya hidup sang penulis ditukar dengan sebuah perwujudan itu sendiri. Ulquiorra tidak mempercayai fenomena semacam itu, terlebih pada zaman teknologi seperti sekarang saat dunia penulisan sudah sangat modern.

"Tentu saja, Ulquiorra. Setiap tulisan merupakan sebuah kisah. Dan Kisah diciptakan. Para penulis memutuskan bagaimana kisah kami, entah itu tragis atau berakhir bahagia. Karena kami hanyalah sebuah penciptaan. Sampai sekarang, sepertinya banyak yang tidak memahami bahwa kami pun memiliki kehidupan, dalam kisah tersebut." Jelas Orihime.

Sebutan penulis muda jenius bukan hanya sekedar julukan semata bagi Ulquiorra.

"Penjelasanmu tidak rasional. Aku menulis naskahmu dulu sekali, dan bahkan aku belum pernah menyelesaikannya. Terlebih karyaku tidak sehebat itu sehingga layak untuk memiliki perwujudan."

"Perwujudan dari sebuah naskah bukan didasarkan pada kehebatan kisah di dalamnya, Ulquiorra. Tapi tergantung pada kesungguhan seorang penulis saat menuangkan tulisannya. Karena kau memberikan hatimu pada kisahku, maka aku memiliki jiwa. Dan aku bisa mewujud karena kau, penciptaku, menginginkannya."

Ini semakin konyol.

"Kau belum mempercayaiku kan, Ulquiorra?" Orihime bertanya dengan penuh antisipasi.

"Tentu saja."

"Aku juga. Ini bagaikan keajaiban. Selama ini aku hanya bisa memperhatikanmu dibalik kertas-kertas itu. Aku tidak percaya akan bisa berbicara denganmu seperti sekarang." Mata Orihime memancarkan kesenduan.

Ulquiorra memandang dalam mata sendu itu. Seorang gadis yang berada dalam benaknya selama ini, sekarang sedang berada di hadapannya. Apakah gadis ini muncul untuk menagih tanggung jawabnya agar menyelesaikan naskahnya?

Pada akhirnya Ulquiorra memutuskan untuk percaya. "Apa yang akan kau lakukan sekarang, Onna?"

Mata Orihime melebar penuh ekspetasi, "Aku ingin melihat dunia luar denganmu!"

XXX

Hari itu Ulquiorra membatalkan semua jadwalnya.

"Tidak apa-apa kau berjalan bebas tanpa penyamaran dan pengawasan? Padahal kau sangatlah terkenal." Tanya Orihime, khawatir.

"Orang awam hanya mengenal namaku. Yang mengenali tampangku hanya sesama penulis terkenal dan orang-orang yang terlibat dalam penerbitan naskah atau pembuatan film."

"Ah, benar juga. Kau menolak segala konsferensi pers. Pasti sulit jika masih muda sudah direpotkan dengan segala popularitas. Seolah kehidupan masa mudamu direnggut."

"Ya, sudah cukup sulit bagiku karena terkurung dalam kehidupan seorang penulis. Seluruh rekan kerjaku hanyalah benda mati." Pengakuan Ulquiorra terdengar pahit, namun ia mengatakannya dengan wajah datar.

Orihime merenung. Benar saja. Masih muda tapi sudah disejajarkan dengan para penulis terkenal dan paling berpengaruh. Penulis bernama Ulquiorra Schiffer, seorang jenius dan berbakat seperti dia pun harus dihadapkan dengan deadline, dipaksa untuk segera memikirkan ide cerita baru saat satu naskah telah selesai. Mengurung dirinya, menciptakan dinding yang membatasi dirinya dari dunia luar. Tidak pernah diperlakukan sebagai seorang anak kecil biasa karena bakatnya yang memang luar biasa, sehingga dari umur terbilang belia, Ulquiorra sudah terbiasa bekerja keras. Masa kecilnya dihapus paksa dari kehidupannya. Pembunuhan karakter. Pantas saja Ulquiorra jadi stoik seperti ini. Orihime bertanya-tanya apakah Ulquiorra merasa kesepian.

Seolah bisa membaca pikiran orihime, Ulquiorra berkata, "Kau tidak harus memikirkan kehidupan orang lain. Pikirkan saja apa yang ingin kau lakukan selama masih bisa berada di dunia ini."

Ucapan ulquiorra seakan menyatakan bahwa hidup Orihime tidak akan lama. Namun Orihime mengabaikannya, Lengannya meraih lengan Ulquiorra dan menguncinya dengan miliknya.

Ulquiorra sedikit terkesiap namun ia tidak pernah menarik tangannya. "Aku ingin melihat dunia bersamamu." Gadis itu berbisik.

Ulquiorra hampir geli saat menyaksikan ekspresi dan reaksi Orihime ketika melihat keramaian. Gadis berambut merah jingga itu terkejut saat mendengar seekor kucing mengeong. Dan berteriak kegirangan saat melihat bayi yang sedang digendong. Begitulah dengan hal-hal kecil lain. Hal yang dianggap biasa dan sepele bagi orang lain, merupakan hal baru bagi Orihime.

Ulquiorra memperhatikan. Polos sekali, sepeti kertas putih yang belum terkotori oleh tinta. Ulquiorra takjub dengan kenaifan Orihime yang dilihatnya secara langsung, karena ia hanya mendeskribsikan karakter gadis itu hanya dalam naskahnya. Meperhatikan gadis itu melalui tulisan.

"Reaksimu berlebihan." Ulquiorra meledek.

"Biar saja, kau tidak pernah mendeskripsikan seekor kucing dengan jelas di dalam naskahku." Benar kata Orihime. Ulquiorra merasa tidak perlu menjelaskan secara detail segala hal, terutama hal kecil dalam cerita yang dibuatnya. Apa itu berpengaruh pada kelangsungan kehidupan dalam naskah?

"Bagaimana keadaan kehidupanmu dalam naskah?" Ulquiorra penasaran sehingga ia hanya bisa bertanya.

"Aku tidak tahu dengan yang lain, namun dalam kisahku semua hal terasa pudar dan kabur. Dan aku seperti berjalan tanpa tujuan."

Ulquiorra terkesiap mendengarnya. Sebuah tulisan yang tidak diselesaikan sudah pasti berakhir gantung. Dan tentu saja hal itu berpengaruh pada kehidupan dalam naskah. Orihime seolah terlontang lanting karena kisahnya tidak pernah menuju tamat.

"Tapi aku bahagia karena dapat diciptakan, olehmu." Syukur Orihime, ia tersenyum penuh kasih sayang. Hangat.

"Ngomong-ngomong, Ulquiorra, kenapa kau tidak melanjutkan menulis naskahku?"

Ulquiorra menghela napas, ia memang sudah mengira jika Orihime akan bertanya. Seperti sebuah cerita yang menuntut penyelesaian.

"Karena aku tidak tahu bagaimana kelanjutan ceritamu." Namun Ulquiorra tetap memanage ekspresinya untuk tetap datar.

"Benarkah? Aku tidak mengira kalau penulis jenius sepertimu bisa stuck juga."

Orihime tidak terdengar seperti sedang mengejek dan tidak terlihat marah. Ulquiorra memang menjawab jujur, tapi jauh dalam hatinya Ulquiorra memang tidak menginginkan naskah Orihime selasai. Pemuda itu merasa bersalah.

"Tapi dalam konsep awal, kau dikisahkan akan bertemu seseorang."

"Siapa?"

"Hikoboshi, kekasihmu."

"Siapa dia?"

"Konsep pria yang akan menjadi pasanganmu. Walaupun aku belum menentukan namanya."

"Maksudmu? Bukankah Hikoboshi itu adalah sebuah nama?"

"Bukan. Hikoboshi hanyalah sebuah figur seseorang, nama bintang dari rasi bintang Aquila yaitu bintang Altair, yang berasar dari sebuah legenda tua China yang mendasari kisahmu."

Orihime tidak terlalu paham, namun pemahaman lain mendatanginya "Oh, karena itukah kau belum menuliskan nama tokoh utama pria didalam naskahku, karena kau belum menentukan namanya?"

Entah kenapa Ulquiorra merasa jengkel saat topik ini diangkat. Dan pertanyaan gadis itu yang seakan penasaran terhadap tokoh pria yang akan menjadi kekasihnya memperburuk keadaan perasaan Ulquiorra. Ulquiorra melangkah mendekati Orihime, jemarinya membelai rambut sang gadis.

"Apakah lebih baik aku mengambil nama itu, Hikoboshi, seperti aku mengambil namamu, sang bintang dari rasi bintang Lyra, yaitu bintang Vega yang bernama Orihime?" bisik Ulquiorra.

"Namaku berasal dari nama bintang dalam legenda, kenapa?" Takjub Orihime.

"Karena Orihime adalah wanita yang kuat dan tegar. Juga pekerja keras, sama sepertimu."

"Begitu ya." Orihime terlihat sangat puas dan senang. Wajahnya tersipu.

Ulquiorra melangkah mundur dan berkata, "Jika kau mau aku bisa melanjutkan dan meyelesaikan ceritamu sekarang. Apa dengan begitu, kau bisa kembali ke dalam naskah?"

"Kenapa? Bukannya kau bilang kau tidak tahu kelanjutan ceritaku?" Orihime berkata seolah enggan.

"Ya, tapi ini akan menjadi mudah saja bila aku bertanya langsung pada tokoh utama, padamu, apa yang kau inginkan terjadi dalam ceritamu kan?"

"I..itu.."

"Kau akan segera bertemu dengan kekasihmu, kau senang?" Ulquiorra menatap tajam mata Orihime.

Orihime menggeleng. "Hmm," gadis itu berjalan cepat melewati Ulquiorra. "Kau salah. Aku sudah menemukan pasanganku." Ulquiorra mengernyitkan alis sambil menatap ke rambut panjang gadis itu yang terulur menutupi punggungnya. Lalu Orihime menoleh, "Boleh tidak, jika aku sendiri yang melanjutkan kisahku?"

Bersambung...


Maaf bagi para pembaca. Karena aku sedikit menyukai kerumitan, jadi mungkin fic ini juga terkesan rumit dan membingungkan. Aku tidak terlalu bisa menulis dengan kata-kata sederhana, dan aku tidak terlalu menyukai tulisan yang dituliskan dengan simpel. Hehe, please, just enjoy.

Catatan: deskripsi naskah cerita Orihime yang belum tamat itu akan diterangkan dalam capter berikutnya.

Jika berkenan, sangat diharapkan reviewnya :)

Terima kasih.