N/A: ini pertama kali saya membuat fic bergenre romance.. Saya memang sadar kalau saya tidak ahli dalam membuat genre itu.. tapi saya putuskan untuk mencobanya.. OK.. enjoy..

Title: High School of Love

By: Ayumi Tsukihime

Disclaimer: Kuroshitsuji milik Yana Toboso-sensei

Rate: biar aman saya kasih T..

Warning:

OOC, gaje, lebay, abal, dan sejenisnya

Typo(s)

Yaoi

Judul ga sesuai mungkin..

No flame allowed

Don't like don't read

OK, daripada berlama-lama lebih baik langsung mulai saja

High School of Love

Part 1: finally we meet again

Seorang pemuda mungil berusia sekitar 15 tahun berdiri dengan gagah di depan salah satu gedung megah tempat menuntut ilmu di London. Matanya memandang lurus kearah sang gedung. Angin semilir membuat rambut kelabunya melambai dengan indah. Ditambah lagi dengan blazer biru tua, kemeja putih, dan celana panjang berwarna hitam menambah kesempurnaan penampilannya. nama pemuda mungil itu tak lain adalah Ciel Phantomhive. Dia menarik nafas, lalu mendesah sebelum melangkahkan kakinya menuju gedung yang diketahui namanya Drayton Manor Imperial Academy, sebuah akademi yang memang berisi remaja-remaja yang ekonominya melebihi yang lain.

Flashback~

"Ciel, kau disana, sayang?" sebuah suara yang lembut menggema di salah satu ruangan mansion Phantomhive

"iya. Ada apa, bu?"

"ibu punya kabar baik, besok kau akan sekolah di London" jawab wanita itu sambil senyum-senyum.

Kata-kata tersebut menusuk telinga Ciel, membuat iris sapphire anak itu sedikit mengecil tanda terkejut

"kabar bagus bagaimana, bu? Bukannya aku sudah mempunyai tutor yang mengajarku? Lagipula aku tidak terlalu pintar untuk bersosialisasi dengan mereka-mereka"

"oh ayolah, nak.. Tidakkah ini terdengar seperti kabar bagus untukmu? Tutormu tadi baru saja menghubungi ibu bahwa dia akan pindah ke Amsterdam untuk megurus keluarganya. Dan lagipula justru karena kau tidak pintar bersosialisasi dengan orang-orang di luar keturunan bangsawan, ini jadi kesempatanmu untuk belajar bersosialisasi dengan mereka dan mendapat banyak teman, kan?" kini senyuman wanita itu semakin mengembang disertai dengan matanya yang terpejam ramah.

"haaah.. yasudah, aku menurut saja.." kata Ciel sedikit menggerutu dengan bibir mengerucut. Mendengar jawaban anak sematawayangnya, wanita cantik bernama Rachel itu mengusap rambut Ciel pelan.

End of flashback

Ciel melangkah di lorong sekolah disertai lirikan gadis-gadis di sekitarnya. Mungkin karena mukanya yang imut-imut itu sehingga membuat beberapa dari gadis-gadis itu berteriak pelan.

Akhirnya setelah mondar-mandir di lorong itu, dia berhenti di depan ruang kelas yang sudah ditetapkan bahwa itu adalah kelasnya. Dengan tangan seperti tertindih beton, dia menekan gagang pintu itu agar dia bisa masuk kedalamnya.

"nah.. sekarang aku sudah didalam.. kelas?" gumamnya dalam hati.

Semua mata di kelas itu menatap tajam kearah Ciel. Ciel yang merasa risih dilihat seperti itu balas menatap mata mereka satu persatu, dan tentu saja reaksi anak-anak perempuan seperti saat tadi di lorong, ada yang bisik-bisik sambil senyum gemas kearah Ciel, ada yang bisik-bisik sambil berteriak pelan. Ah maaf, ralat, bukan hanya anak perempuan tapi anak laki-laki juga. Oh my..

Diantara mata-mata yang dipandangi Ciel itu, dia menemukan sepasang mata yang sangat dikenalnya. Sepasang mata berwarna biru langit, ah, dan rambut pirang itu juga jadi ciri khasnya. Pasti kalian sudah tahu bahwa anak yang tersebut adalah bangsawan dari keluarga Trancy, Alois Trancy.

Ciel menatap Alois dengan pandangan "kenapa kau ada disini?".

Alois hanya membalas tatapan Ciel dengan nyengir.

Tak berlama-lama lagi Ciel menarik sebuah bangku yang masih kosong, dan bangku itu kebetulan berada di belakang Alois.

"Hai Ciel, tak kusangka kau bersekolah disini juga" semprot Alois yang senyum-senyum seraya menengok ke Ciel yang duduk di belakangnya.

"Harusnya aku yang bertanya begitu, Alois.."

"hahaha.. kau baru tahu ya? Aku sudah bersekolah di Lodon sejak SMP.."

Ciel hanya memutar bola mata mendengar jawaban Alois.

Setelah sukses mendaratkan pantatnya di bangku tersebut, Ciel langsung melontarkan pertanyaan yang berikutnya ke Alois. Hei hei, kau pikir ini introgasi?

"iya, aku memang baru tahu.. kenapa kau nggak mencari tutor saja?"

"haduh Ciel, kalau aku memanggil tutor, nanti aku akan jadi asosial sepertimu" jawab Alois sambil geleng-geleng.

Sebuah pertigaan muncul di pelipis Ciel

"aku tahu, kau tidak perlu menyebutkannya berkali-kali, Alois.."

Alois hanya tertawa mendengar reaksi Ciel.

Tak lama kemudian bel tanda masuk berbunyi, membuat siswa yang tadi berhamburan segera kembali ke bangku mereka masing-masing.

Lalu terdengar suara pintu yang mendecit terbuka, sudah pasti guru yang melakukannya. Benar saja, terlihatlah seorang pria tinggi dengan jidat lebar, jas hitam, dan kacamata yang menutupi mata kuning keemasannya.

"perkenalkan, saya adalah wali kelas kalian. Nama saya Claude Faustus" sambutnya sebelum suara tepuk tangan menggema di kelas itu.

"wah sepetinya tipe guru yang kaku.." komen Alois abai sambil memonyongkan bibirnya..

"haaah" Ciel hanya mendesah mendengar komen tidak sopan dari si kepala pirang itu.

-skip time-

Setelah berlama-lama mendengarkan celotehan para guru yang mengajar, akhirnya bel pulang sekolah berdering juga.

Ciel mengolet di tempatnya untuk melepaskan kejenuhannya.

"hei Ciel, kau sudah tahu kamarmu dimana?"

"menurut yang tertulis di kertas ini, kamar nomer 247" kata Ciel sambil menunjukkan selembar kertas folio dengan bermacam-macam tulisan diatasnya.

"wah! Kebetulan kamar kita dekat! Aku dikamar nomer 244" Alois menunjukkan mata yang berbinar pada Ciel, membuat pemuda yang lebih pendek tersebut mengalihkan pandangannya.

"bagaimana jika jam 6 sore nanti aku main ke kamarmu?" lanjut pemuda kepala pirang tersebut.

"memang kau mau ngapain?" tanya Ciel sinis

"aku kan sudah bilang main.. ehm.. Bagaimana kalau catur?" tanya Alois cengar-cengir tidak jelas

"ya ya boleh saja" jawab Ciel tidak bersemangat sambil menggendong tasnya dan berjalan keluar kelas

"asiiiik" teriak Alois sambil menyusul Ciel.

Ciel berjalan di lorong bersama Alois yang mengajaknya bicara macam-macam, kan kamar mereka dekat, jadi melewati lorong yang sama, kan?

Pemuda beriris sapphire itu terus saja melangkah, sesekali menjawab beberapa dari segunung pertanyaan yang dilontarkan Alois.

Tapi tanpa dia sadari, sepasang iris Ruby mengawasinya dari jauh. Memang Ciel sedikit merasa risih, tapi mengingat jalan itu sepi, dia berpikir bahwa itu hanya perasaannya, akhirnya dia terus melangkahkan kakinya tanpa berani menoleh kebelakang.

"ada apa, Ciel?" tanya Alois yang merasakan ada kegelisahan di wajah Ciel.

"ah tidak, tidak ada apa-apa"

Sang pemilik orb Ruby itu semakin menampakkan wujudnya jauh dibelakang Ciel dan Alois. Wajahnya memang tak tampak dengan jelas. Yang nampak hanya sepasang iris yang bersinar kemerahan dan seringaian yang khas. Pria itu menggumam dengan pelan "akhirnya kita bertemu kembali, Ciel Phantomhive.."

xxxXxxx

jam 6 sore

BRAAAK

Suara pintu kamar Ciel yang terjeblak dengan kasar memekikkan telinga

"hai, Ciel! Aku datang sesuai janjii" Teriak Alois seraya memeluk Ciel

"ukh.. hehaskan ahu!" Ciel yang sulit bernapas karena tenggorokannya dipeluk, ah maaf, lebih tepatnya dicekik Alois tidak bisa berkata dengan jelas

"eh? Kau bilang apa?"

Ciel melepaskan diri dari pelukan maut Alois, lalu memperlebar jarak mereka.

"tadi aku bilang "le-pas-kan a-ku!"" kata Ciel sambil menahan alisnya yang berkedut.

"ahaha maaf maaf" seru Alois sambil mengibaskan tangan

Lalu Alois mengambil sebuah papan catur dari tas yang dibawanya, kemudian menaruhnya di buffet dekat tv.

"kau siap, Ciel?" Alois menyeringai, karena tentu saja Ciel adalah lawan main catur yang suangat tangguh.

"kapanpun kau siap, Alois" Ciel balas menyeringai

Pertarungan catur yang sengit diantara mereka dimulai, sulit memprediksi pemenangnya, keduanya sama-sama lihai. Saat itu permainan catur mereka memang terasa seperti perang antar kerajaan sungguhan.

Setelah berperang catur sampai sekitar 2 jam, (lama? Jelas saja, kan mereka sama-sama tangguh) sudah ditentukan Ciellah yang menang. Menang tipis.

"hah sial, aku kalah lagi dari Ciel! Otakmu terbuat dari apa sih? Kok bisa merencanakan trik seperti itu"

"haha.. Aku lebih senang bila merumpamakan catur ini seperti kehidupan kita Alois, maka kita harus pandai-pandai merencanakan langkah selanjutnya.

Alois tertawa puas mendengar jawaban Ciel "hahaha kau benar sekali, Ciel"

"oh iya, Ciel, ngomong-ngomong nanti kau nanti mau ikut klub apa?"

Ciel mengangkat kedua bahunya, lalu menurunkannya lagi "entahlah.. klub majalah, mungkin?"

"ah! Atau klub renang putra saja, biar sama denganku"

"boleh juga" jawab Ciel singkat.

-keesokan harinya-

Akhirnya Ciel memutuskan untuk mendaftarkan dirinya di klub renang putra, seperti Alois. Setelah itu ia berjalan menuju lokernya untuk mengambil beberapa buku pelajaran. Tetapi sayang, saat dia membuka lokernya, dia tidak mendapati buku pelajaran, melainkan segunung surat-surat dari para fans(?) yang jatuh menimpanya saking penuhnya.

"adududuh" Ciel mencoba meloloskan diri dari gundukan amplop-amplop yang menimpanya tersebut. Lalu dia melihat sebuah amplop melayang kearahnya dari arah loker, amplop yang jatuh terakhir. untung saja dia menangkap amplop itu sebelum amplop itu berhasil menimpanya seperti amplop-amplop yang lain, walaupun Cuma 1 lembar.

Dia menatap tajam kearah amplop itu. Amplopnya memang unik, tidak berwarna pink, kuning, atau warna-warna mencolok seperti amplop yang lain, melainkan berwarna hitam.

Penasaran dengan isinya, dia membuka amplop tersebut, menarik secarik kertas didalamnya, lalu dibaca..

Disana tertulis demikian

Aku mengincarmu, Ciel Phantomhive!

Tidak ada kata-kata lain lagi, tidak disebutkan siapa pemiliknya, hanya ada 4 patah kata tersebut.

Orb sapphire Ciel membola ketika membacanya

"teroris kah?" gumam Ciel dalam hati. tapi rasanya tulisan itu familiar bagi Ciel, hanya saja dia tidak ingat.

Sementara mata Ciel masih tertuju pada 4 kata tersebut, dari kejauhan tampak sepasang orb Ruby itu lagi.

"hihihi" sang pemilik iris ruby tersebut menyeringai saat melihat ekspresi Ciel, lalu kembali menghilang.

"duh. Ini dari siapa sih?" seru Ciel emosi, lalu segera melempar surat tersebut beserta amplopnya ke tempat sampah.

Beberapa detik setelahnya, bel tanda pelajaran dimulai pun berbunyi, membuatnya terburu-buru membereskan bukunya dan melesat ke kelas.

Tadinya Ciel tidak mau ambil pusing soal surat itu, tapi..

Suara langkah sepatu yang semakin lama semakin keras terdengar. Tak lama kemudian, seorang pria yang sama jangkungnya dengan Claude sampai tepat di depan kelas, dengan wajah rupawannya, dia menyebarkan senyum ke seluruh penjuru kelas, membuat para wanita klepek-klepek.

"salam kenal, nama saya Sebastian Michaelis, mulai saat ini saya akan menjadi guru biologi kalian, menggantikan yang pindah kerja ke Berlin. Mohon kerja samanya" kata pria itu dengan sedikit membungkuk, senyuman tidak lepas dari wajah tampannya.

Ciel terbelalak melihat sosok tegap di depan kelas tersebut, seolah ingin mengatakan "se—sebastian?"

To be continue~

N/A: waaaa alurnya jadi guaje giniiii, ending part nggantung pula, hiks *pundung*

Yang pasti terimakasih sudah membaca, dan update chapter selanjutnya saya usahakan secepatnya. Mind to review?