Life is not Pleasant But Beautiful.

Diamond no Ace By Terajima Yuuki

Story By aicweconan

Editor By ayattan

Cover By terajima, Edit By aicweconan

Inspiration from drama

Gemuruh penonton di stadion semakin menjadi tak kala pemukul berhasil memukul bola yang dilempar oleh Pitcher. Pemukul itu berlari sambil terus tertawa keras hingga home dan mencetak angka setelah para pelari lain juga melakukan hal yang sama. Itu adalah pukulan homerun kedua dari tiga inning selama pertandingan.

"Ini sih keterlaluan. Ouya sampai kalah telak? Kalau saja Pitcher-nya Sanada Shunpei aku yakin di inning kedua tadi mereka tak akan dapat angka dan pertandingan selesai dalam empat inning." Ucap pemuda pirang pendek yang duduk di sebelahku. Ia berdecak kesal, mungkin karena saat kami melawan SMA Ouya di musim gugur kemarin kami cukup kesulitan memukul lemparan Ace mereka.

Kalau ingat musim kemarin jadi ingat Eijun, dia sama sekali tidak mengirimiku email setelah keluar dari Seido. Setelah kami menang di turnamen nasional pada musim semi dan naik ke kelas dua SMA, entah apa yang terjadi seminggu setelah pulang dari turnamen, Eijun izin pulang dan ia kembali dua hari setelahnya. Tapi dia terlihat putus asa, tak ada teriakan ataupun ocehan yang menyebalkan. Bahkan saat kapten menggodanya diacuhkannya.

Sebulan setelah itu ia pamit padaku karena akan keluar dari tim dan SMA Seido, aku sempat bertanya kenapa ia keluar tapi Eijun hanya diam saja dan terus pergi. Dia tidak berpamitan pada siapa pun, itu terbukti saat pelatih mengumunkan bawah Pitcher berbakat itu keluar dan kekosongan satu orang dalam tim harus secepatnya di isi untuk turnamen Kanto, hampir semuanya terkejut dengan itu. Bahkan Kuramochi-senpai yang sekamar dengannya pun.

Yang paling syok adalah kapten, dia tidak pernah tertawa keras lagi sejak saat itu dan selalu bermuka serius. Bahkan ketika Furuya memaksa menangkap lemparannya dia menolak dengan nada bentakan, bukan candaan seperti biasa saat Eijun ada di dekatnya.

Sekarang sudah hampir tiga bulan lebih sejak Eijun keluar dan kami kalah di putaran pertama Kanto. Entah kenapa hilangnya Eijun membuat tim kehilangan arah, terutama kapten Miyuki yang jadi pemurung. Jujur aku juga sedih saat Eijun keluar dari tim.

"Oi, Kominato. Apa kita pernah melihat orang itu?" Pertanyaan Kanemaru membuyarkan lamunanku beberapa saat tadi dan aku baru menyadari bahwa Ouya telah miliki dua pelari yang berada di base satu dan tiga. Kalau Pemukul kali ini bisa memukul bola sejauh mungkin, maka mereka dapat angka satu.

Aku melihat arah yang ditunjuk Kanemaru. Di bullpen pihak Yakushi terlihat beberapa orang yang sedang bersiap. Ada sekitar empat orang di sana. Catcher di ujung kiri berjongkok, bersiap menangkap bola yang dilempar oleh seorang Pitcher dengan tinggi kira-kira 175 cm. Aku tak bisa melihatnya dengan jelas karena terhalang oleh pria berbaju putih yang terlihat sedang memberikannya nasihat. Walau aku tak bisa melihatnya dengan jelas tapi saat dia mulai melempar terasa sangat familiar. Kuda-kudanya, gestur tubuhnya, lemparannya, semuanya begitu familiar. Aku rasa aku tidak pernah melihat pemain itu di Yakushi tapi aku mengenal gerakan tubuhnya.

"Pergantian pemain Yakushi..."

Terdengar narator bersuara anggun berbicara, mengumumkan bahwa ada penggantian pemain.

"Pitcher... empat belas...Nanami Kajuya... oleh Sawamura Eijun..."

"SEPULUH... PITCHER... SAWAMURA EIJUN."

Mataku melebar, Kanemaru berdiri seketika, Senior Watanabe menjatuhkan pensilnya.

Dalam keterkejutan aku melihat pemain bernomor punggung satu berjalan beriringan dengan – yang kuyakin – Eijun sampai ke mound dan berbicara dengan Catcher sebentar lalu menepuk kepala si nomor sepuluh itu sebelum kembali ke bullpen untuk hanya berdiri di sana melihat ke arah mound di mana Eijun berdiri bersiap untuk melempar.

'Kenapa Eijun di sana?' Tanyaku dalam hati. Ada rasa kecewa dalam hatiku. Kanemaru yang masih berdiri menatap tajam ke arah lapangan, emosi di dalam matanya adalah emosi terkhianati.

Performa Eijun terbilang sangat baik selama sisa inning ke empat. Semua pelari out dengan fly-ball atau tag-out lalu membuat pemukul out dengan mendapat strike-out. Dengan cepat inning keempat bagian Yakushi bertahan selesai.

Kulihat Eijun terdiam sesaat. Tidak langsung ke dugout tetapi tetap berdiri di Mound. Setelah sang Catcher menghampiri dan berada di sisinya barulah Eijun berjalan. Tak ada teriakan khasnya. Eijun hanya berjalan pelan dan tenang bersama Catcher yang memegangi punggung Pitcher itu dari belakang.

Tepuk tangan dari dugout Yakushi terdengar riuh. Pujian untuk pemain bertahan dilontarkan dengan senyum riang, namun anehnya tak ada yang memuji Eijun, semua pemain Yakushi tampak mengacuhkan pemuda berambut cokelat pekat itu kecuali Catcher, Sanada Shunpei,dan Dotoroki Raichi, entah kenapa.

Tapi kupikir mereka cemburu karena Eijun, murid pindahan baru sekaligus mantan pemain lawan yang mengalahkan mereka tahun lalu, sekarang masuk tim mereka dan langsung bernomor punggung sepuluh.

"Apa yang dia lakukan di sana? Bahkan semua pemain Yakushi tidak memperdulikannya..." Kanemaru berkata dengan penuh emosi, ia sampai mengepalkan tangan. Ah... aku yakin si pirang ini ingin sekali memukul Eijun. "Apa dia tidak puas dengan Seido?"

"Mungkin ada sesuatu." Senior Watanabe berbicara dengan tenang tapi terdengar nada kebingungan diperkataannya.

"Apa? Dia mungkin hanya ingin nomor punggungnya saja. Dan dia merasa tidak bisa mengalahkan Furuya. Selain idiot ternyata dia licik. Dia tahu bahwa Yakushi tidak punya Pitcher hebat di tingkat dua." Kanemaru tersenyum sinis. "Dia merebut nomor punggung Pitcher kelas dua musim lalu."

Aku diam saja saat Kanemaru mengoceh. Aku pikir Eijun bukan orang seperti itu. Dia mungkin ambisius tapi dia bodoh dan polos, tidak mungkin dia memikir hal selicik itu hanya untuk mendapatkan nomor punggung Ace. 'Dan, kau sudah menjadi Ace di Seido walau bukan nomor punggung satu, Eijun.'

Aku kembali fokus kelapangan saat gemuruh sorakan terdengar kembali di stadion. Ternyata lagi-lagi Raichi membuat homerun dengan sekali pukul. Inning ini Yakushi mendapatkan tujuh angka dan Ouya sama sekali tidak mendapatkan angka. Jika inning ke lima Ouya tidak dapat angka satu pun dan Yakushi dapat homerun lagi maka kami akan melawan Yakushi di putaran kedua.

,,,

"Apa-apaan ini." Senior Kuramochi memelototi layar tv di ruang rapat untuk menganalisa lawan yang akan kami hadapi. Ruangan itu seluas tujuh kali enam meter dengan bangku panjang berderet rapi, dan entah kenapa kami selalu memiliki tepat khusus sesuai angkatan, seperti kelas satu selalu di paling belakang, kelas dua di tengah dan paling depan adalah kelas tiga. Senior Kuramochi berdiri di bangku pertama, pemuda yang jadi partner kakak serta aku menumpukan kedua tangannya di atas meja. "duapuluh versus tiga!? Mereka homerun di tiga inning selama enam inning? Bahkan Ouya tidak lagi mencetak angka sejak pergantian Pitcher?"

"Hahaha..." Kudengar suara tawa dari kapten Miyuki yang cukup hambar seperti biasanya. Dia sedang duduk di sebelah Senior Kuramochi, melipat kedua tangannya ke depan dada. "Tentu saja, waktu itu juga Sawamura tidak membiarkan Ouya mencetak angka setelah lemparannya sempurna." Katanya dengan aksen yang terasa menyebalkan. 'Kapten, kita berusaha tidak membahasnya tapi kenapa kapten menyebut mananya dengan mudah?' Pikirku. 'Ah...Kapten yang ini lebih mirip iblis, sih.'

"Kapten, bisakah kita tidak menyebut nama si pengkhianat itu?" Kanemaru angkat bicara dengan nada tak suka yang berlebihan. Anggukkan dari sebagian anak kelas dua, termasuk Furuya yang berada di sebelahku, menunjukkan bahwa mereka sependapat dengan pemuda pirangitu.

"Hah? Bukankah itu haknya? Dia tidak berkhianat pada kita. Sawamura keluar sebelum musim turnamen dimulai. Jika kau sudah masuk dunia pro, maka gonti-ganti klub adalah hal biasa, bukan?" Aku membenarkan apa yang kapten katakan, hak Eijun untuk pindah sekolah dan wajar bila Eijun masuk klub bisbol di sekolah barunya karena dia menyukai bisbol. Kanemaru terdiam dengan ucapan kapten yang susah dibantah itu.

"Masalahnya sekarang dia jadi lawan kita besok, dan itu cukup menyusahkan. Miyuki, kau mungkin bisa memukulnya dengan tepat..." Senior Kuramochi berbicara lagi, berkacak pinggang angkuh.

"Aku tidak janji bisa memukul bolanya. Walau sudah terbiasa dengan lemparannya karena dulu saja susah untuk kutangkap..." Kapten itu menggaruk-garuk belakang kepalanya dengan wajah malas dan bibir sedikit dimajukan. Kalau Eijun melihatnya pasti dia diejek habis-habisan.

"Ok, semuanya bubar sekarang, besok ada pertandingan. Kita harus pemanasan pagi-pagi. Jadi cepat tidur sana." Kapten Miyuki tiba-tiba menyuruh kami bubar dan keluar dari ruangan ini. Aku tahu alasannya, sejak pelatih dan asisten pelatih pergi sesudah memberi arahan dan strategi pertandingan murid kelas dua malah bisik-bisik tentang adanya Eijun di Yakushi bukannya memperhatikan video yang kami rekam.

Rata-rata anak kelas dua yang seangkatan dengan aku, Furuya dan Kanemaru beranggapan Eijun penghianat Seido dan terus menghinanya. Aku sedikit jengah dengan hinaan mereka. Eijun pastilah punya alasan meninggalkan Seido, entah apa itu.,

Aku berdiri dari bangku panjang yang kududuki tadi, berjalan bersama para senior karena aku berjalan agak lamban hingga ketinggalan teman-teman seangkatan ku, aku masih memikirkan kenapa Eijun berada di Yakushi serta kepindahannya dari Seido.

"Kominato, apa yang kau pikir tentang Sawamura?" Tak kusadari Kapten sudah berdiri di belakangku saat aku hampir melawati pintu keluar.

"Eh? Hmm... A-aku rasa, kita tidak perlu memikirkan apapun. Jika itu pilihan Eijun, maka kita tidak berhak ikut campur. Lagian dia lawan bukan musuh." Jawabku jujur. "Tapi bukannya aku tidak memikirkan kenapa Eijun meninggalkan Seido, sih."

"Haha... jawaban yang bagus." Tanggap kapten dengan tawa riang. Aku membiarkannya berjalan mendahuluiku. "Kau tahu, nomor punggung Ace tak pernah diganti kecuali Ace itu lulus?" kapten Miyuki berjalan pelan satu langkah di depanku sambil menautkan tangannya ke belakang.

"Maksudmu, Eijun meninggalkan Seido karena sudah tak mungkin lagi dia jadi Ace di sini?" Kataku. "Tapi menjadi pemain andalan bukan hanya nomor punggung satu, 'kan?"

"Tidak. Sawamura tidak sepintar itu kalau hanya untuk keinginannya menjadi Ace." Kapten mengucapkannya dengan nada mengejek diiringi suara tawa renyah di tiap kalimatnya. "Aku pikir Sawamura punya masalah yang membuatnya tak bisa di Seido." Pemuda berkacamata itu tersenyum tulus. "Tapi aku akan senang jika dia bisa jadi Ace walau bukan di Seido."

"Aku juga berpikir begitu." Penjalanan dari ruang makan ternyata lumayan memakan waktu lama karena aku berjalan dengan pelan. Kapten terlihat senang akan sesuatu, aku tak tahu apa ini ada hubungan dengan Eijun, tapi Kapten Miyuki seakan menemukan kembali sesuatu yang hilang.

"Kominato..." aku menoleh ke bawah - pada Kapten berkacamata itu saat setengah tangga menuju kamar asramaku sudah kunaiki. Dengan wajah serius dia menatapku.

"Hm?"

"Apa kau tahu bahasa Inggrisnya mengajak pacaran tapi susah dimengerti jika dikatakan ke orang bodoh?" Aku mengedipkan mata beberapa kali, terdiam sesaat bingung atas pertanyaan senior satu ini.

"Sudahlah, jawab saja." Kulihat wajah Kapten memerah, ia menggaruk pelan pipi kirinya dengan telunjuk.

"Ah... M-mungkin,'will you go out with me?'. Bagi orang yang tak terlalu mengerti Inggris itu diartikan hanya ajakan pergi saja." Jawabku, "tapi ini bisa digunakansebagai ajakan untuk berpacaran."

"Begitu, ya. Terimakasih."

Sesudah mengucapkan terimakasih, Kapten berlalu meninggalku yang masih kebingungan atas pertanyaannya. 'Dia ingin menembak seseorang?'Aku memiringkan kepala saat kembali menaiki tangga. 'Tapi kenapa dia tak ingin orangnya mengerti?'

,,,

Pagi ini staf dan pemain Seido sudah berada di stadion yang akan jadi tempat pertandingan Seido dengan Yakushi. Aku sedang membereskan barang-barang yang dibawa oleh kami ketika dari kejauhan terlihat para pemain Yakushi sedang berjalan menuju pintu masuk stadion.

Aku melihat Eijun di barisan belakang bersama Sanada Shunpei, Catcher, pelatih mereka dan seorang yang memakai jas dokter, -orang yang sama saat pertandingan mereka melawan Ouya. Aku merasa aneh dengan keberadaan dokter itu sejak kemarin. Jika dia dokter untuk pemain Yakushi seharusnya dia memperhatikan pemain lain juga tapi yang kulihat dia hanya fokus pada Eijun saja. Saat kebetulan aku melihatnya lagi, Eijun tengah terduduk dilantai dengan kaki tertekuk. Tampaknya ia tersandung sesuatu, namun kupikir lantai di sini tidak licin, apalagi memakai sepatu olahraga.

"Ada apa dengannya? Cari perhatian, ya?" Kanemaru tersenyum melecehkan, Furuya mengangguk saja tanda ia setuju dengan apa yang dikatakan si pirang.

Aku mengerutkan dahi, tak suka atas kesimpulan Kanemaru. Tidakkah berlebihan menghujat orang hanya karena memilih tak bersama kita lagi demi kariernya. Toh di Seido, Furuya sudah tidak bisa lagi diganti walau ada yang lebih hebat karena dia pelempar dengan rekor kecepatan tinggi dan semua suka itu walau lambat-laun tak akan berguna.

"Aku ingin ke toilet." Suara berat Furuya terdengar, pemuda tinggi itu berjalan pelan menuju toilet di dalam stadion tanpa minta izin pada para senior terlebih dahulu. Apa yang dia pikirkan sih.

"Furuya, tunggu. Jangan pergi sendirian." Aku mengejarnya untuk menemaninya supaya tidak tersesat.

Setelah masuk toilet Furuya langsung ke salah satu bilik kloset duduk yang tersedia. Sedangkan aku hanya ingin buang air kecil saja jadi cukup dengan kloset berdiri yang berjejer di bagian terbuka.

Selesai dengan buang air kecil, aku berjalan menuju wastafel yang berada di ujung ruangan, dekat pintu. Aku mendengar suara terjatuh di belakangku yang lumayan keras, tepatnya dari deretan bilik.

"Sial, kenapa jatuh lagi..."

Suara ini... aku menoleh ke belakang.

"E-Eijun?" Eijun tampak terkejut saat aku memanggil namanya dengan nada .tak percaya. Ia berusaha berdiri, memegang gagang pintu bilik untuk bertumpu ketika ia berdiri. Aku mendekatinya dengan maksud ingin menyapanya.

"Ei-... EIJUN!" BRUK. Aku melihat tubuh pemuda yang memakai seragam bergaris hitam vertikal dengan kaos dalam putih itu tiba-tiba limbung dan seperti tak bertenaga, terduduk. Wajah pemuda berisik itu tertunduk. Aku tak tahu apa yang terjadi tapi kulihat bahunya gemetar seperti ketakutan akan sesuatu. Aku langsung menghampirinya, mengulurkan tanganku untuk membantunya berdiri, Ia tak langsung menyambut tanganku. Terdiam, kepala tertunduk, Seakan ia sangat terkejut.

"Eijun? Kau tak apa?" Tanyaku kuatir. Eijun tak bereaksi sama sekali. "Eijun!" panggilku lagi agak keras.

"A-aku baik-baik saja, h-hanya tadi aku tidak sarapan." Akhirnya Eijun bicara. Pitcher itu berusaha berdiri lagi, kali ini ia menyabut tanganku, sedikit berat. Entah Eijun menarik tanganku terlalu kuat atau memang dia terlalu lemas untuk berdiri.

"Kau... tidak sarapan padahal hari ini ada pertandingan?" Kataku tak percaya.

"Ah, tadi ketiduran saat jam sarapan... dan langsung pergi karena takut ketinggalan bis." Aku merasa ada nada keraguan pada ucapannya. Eijun berbohong? Tapi kenapa?

"Kau tetap ceroboh, aku penasaran siapa yang tiap hari membangunkanmu." Ucapku ketika Eijun melepas tangannya dari tanganku dan berjalan ke arah wastafel, menggaruk pipi pelan, tersenyum paksa.

"Um. Ada Dr. Shizuku," gumam pelan pemuda manik cokelat emas dengan malu, aku mengerutkan dahi. Dia tinggal dengan dokter?

"kau tidak tinggal di asrama sekolah?" tanyaku. Eijun menoleh padaku bingung atas pertanyaanku.

"Yakushi tidak punya asrama..." Jawabannya cukup membuatku bertanya-tanya. Setahuku eijun tak punya saudara yang tinggal di Tokyo dan jika yakushi tidak punya asrama di mana dia tinggal? "Hm... Harucchi, kau tidak marah?"

"Marah? Kenapa?" Aku meliriknya melalui sudut mataku, pemuda berpupil cokelat keemasan itu tampak ragu. Dia tersenyum sendu, ia menggerakkan tangannya di atas dada, matanya redup.

"Maaf, aku meninggalkan Seido, Maaf aku tak bisa bersama kalian." Aku berbalik menghadapnya, mataku menatap Eijun dengan intens. Ia menunduk menghadap kaca besar yang terletak di atas wastafel.

"Aku tidak marah soal itu. Hakmu, Eijun. Tidak ada yang marah... hanya... anak kecil yang marah soal kepergianmu." Dia menoleh kepadaku, senyum sendunya berganti menjadi ejekan.

"Eh, kalau kau bilang seperti itu berarti ada yang marah karena aku bermain di Yakushi..." Katanya dengan nada riang yang tak kumengerti. "Katakan padaku siapa?" Lanjut Eijun dengan rasa penasaran dalam suaranya. Aku agak terkejut dengan sikap Eijun.

"Hm? Kanemaru, Furuya dan anak kelas dua, sebagian sih..." Kataku bingung.

"Cuma mereka?" Eijun terlihat kecewa dengan apa yang kukatakan. "Eh, tunggu. Furuya juga?" Aku mengangguk kecil. Si pemuda berisik terlihat tak percaya, ia berkacak pinggang lalu bergumam pelan tentang seharusnya Furuya senang karena dengan kepergiannya ia bisa bermain di setiap pertandingan. "Sial, dia tak marah, ya."

"Eijun, memang kau berharap siapa yang marah?" Tanyaku, kurasakan dahiku mengerut.

"Kapten—Hm, sebentar Harucchi..." jawaban Eijun terpotong oleh dering ponsel yang nyaring, ia mengambil ponselnya yang berada dalam sakunya dan mengangkatnya sebelum menjauh dariku sehingga aku bisa sedikit mendengar percakapannya.

"Ya. Senior Sanada? Aku sedang di toilet... Maaf... Sudah selesai kok... Tidak us-Iya... iya..." Eijun nampak sebal di beberapa pembicaraan yang dia lakuan dengan Ace Yakushi itu. Ketika Eijun mengangkat telepon dari Sanada Shunpei Furuya ternyata sudah keluar dari bilik dan mendekatiku. Sadar keberadaan rivalnya, Furuya langsung mengeluarkan aura persaingan pada Eijun.

"Oh, Furuya." Eijun tersenyum pada Furuya saat memasukan telepon genggam ke dalam saku celananya. "Auramu itu, bisakah kau sembunyikan? Kepalaku jadi sakit..."

"Aku akan menang." Gumam Furuya dengan aura berapi-api, dia bertatapan dengan Eijun yang tersenyum lebar.

"Maaf saja, aku tak akan berbelas kasihan kepadamu. Akan kutunjukkan bahwa Sawamura Eijun lebih hebat dari Ace Seido." Eijun tersenyum bangga dan membuat Furuya makin mengeluarkan aura hitam pekat. Eijun mengalihkan pandangannya padaku, dan tersenyum manis. "Bagaimana kalau kita taruhan Harucchi." Ucapnya, riang.

"Taruhan apa? Eijun, tidakkah kau terlalu percaya diri?" Kataku, aku melihat Eijun berjalan menjauh dari Furuya menuju pintu. Ia menoleh ke belakang, tersenyum padaku sambil membuka pintu toilet.

"Bukannya aku percaya diri tapi ayo kita taruhan sebagai sesama teman bermain bisbol. Kalau dalam satu inning aku berhasil membuatmu strike-out, aku yang menang tapi jika kau memukul bolaku, kau yang menang." Seru juga, sih. Lagian ada yang ingin kutanyakan padanya, kupikir Eijun akan jujur jika aku menang ditaruhan itu."Bagaimana, Harucchi?"

"Boleh juga-"

"Haha, boleh juga. Boleh aku ikut taruhan juga, Sawamura?" tiba-tiba suara kapten berkacamata yang sifatnya tak bisa dibilang baik itu terdengar dari luar, memotong ucapanku seenaknya. Dia berdiri beberapa langkah di depan pintu, berhadapan dengan Eijun yang baru saja membuka pintu.

"MI-MIYUKI KAZUYA, KENAPA KAU ADA DI SINI?!" Jerit Eijun sambil menunjuk kapten dengan telunjuknya.

Kapten Miyuki dengan santai menepis tangan Eijun. Senyum menyebalkan bagi Eijun terkembang di bibir pemuda berkacamata itu. "Bukan apa-apa, kok. Aku hanya ingin menjemput dua anak ayamku saja." Furuya yang ada di depanku terkejut, tak terima dengan julukan yang diberikan oleh kapten.

"Sawamura, kau tidak sopan dengan orang yang lebih tua, ternyata." Satu lagi Suara terdengar dari luar, yang agak asing bagiku. Seorang pemuda tinggi dan tampan berdiri di belakang kapten Miyuki dengan senyum yang terpatri di bibirnya. Dia memakai luaran garis-garis, sama dengan yang Eijun pakai sekarang.

"Senior Sanada, dia enggak pantas di sopan-sopanin." Ucap Eijun tanpa ada rasa sopan sama sekali sambil menunjuk-nunjuk Kapten Miyuki. Orang yang ditunjuk cuma tertawa melihat mantan partner battery-nya bertingkah Konyol.

Aku dan Furuya berjalan keluar toilet bersamaan, menghampiri Kapten Miyuki yang sedang tersenyum jahil. Kelihatannya Eijun tak sadar bahwa tingkahnya pada Catcher utama tim Seido terlihat akrab dan tak canggung sebagaimana lawan yang akan bertanding beberapa menit lagi.

"Eijun, bagaimana dengan taruhannya?" Aku bertanya pada Eijun yang sedang menggerutu tentang jeleknya sifat sang kapten Seido yang ditanggapi oleh Ace Yakushi dengan senyum penuh arti. "Apa kau hanya ingin bertaruh tanpa ada reward jika menang?" Eijun langsung tersenyum dan merangkulku ketika aku sampai di dekatnya.

"Bagaimana kalau aku yang menang kau temani aku ke Disneyland minggu depan. Aku punya 3 tiket. Raichi akan ikut. Karena ini taruhan jadi kau tak punya hak menolak kalau aku menang."Err... Eijun, kau seharusnya mempertaruhkan sesuatu yang merugikan bagi pihak yang kalah. Tapi mungkin Eijun memikirkan tentang aku berada di tim berbeda, mungkin dia pikir akan jadi masalah kalau tiba-tiba kami jalan bareng.

"Boleh, sih, tapi rasanya aku lebih memilih kalah, deh. Jalan-jalan ke di Disneyland kedengarnya menyenangkan daripada pulang ke rumah saat Golden Week, 'kan?"Aku mengangkat bahuku sedikit. "Cuma satu inning tidak masalah jika aku out." Eijun mengerucutkan bibirnya tanda tak suka. Sanada dan Kapten Miyuki yang ikut tertawa keras malah membuat Eijun makin cemberut.

"Harucchi, kau tak asik." Rajuk pemuda hipper itu, memalingkan mukanya. "Kalau begitu kau yang traktir kalau aku membuatmu strike-out, ya." Aku tersenyum dan mengangguk.

"Lalu kalau aku yang menang..." Aku terdiam sebentar, menatap Eijun dengan serius. "Katakan apa yang terjadi saat tiga bulan lalu. Kenapa kausampai harus meninggalkan Seido?"

Kurasakan seketika Eijun menegang dan Sanada-san terdiam seketika ditengah pembicaranya dengan kapten Miyuki, kapten pun terlihat memasang ekspresi penasaran yang kentara di wajah tampannya. "Dan kalau kau kelebihan tiket Disneyland aku mau, kok. Walau aku menang tapi Eijun yang traktir, ya?" Aku tersenyum jahil dan mengangkat tanganku, mengajaknya bersalaman untuk deal taruhan kami.

Eijun tampak ragu menerima tanganku, ia berpikir keras sampai pada akhirnya dia menerima tanganku dan bersalaman. "Ok... Harucchi, deal." Ucapnya, menggoyangkan tangan kami yang sedang bersalaman.

"Menarik... boleh aku ikut?" Kapten yang berada di samping Sanada tersenyum jahil, ia melipat tangannya di depan dada.

"Apa untungnya taruhan denganmu." Eijun memasang wajah meremehkan.

"Jika kau mengeluarkanku dengan strike-out, aku akan memberimu 5.000 yen." Eijun melongo beberapa saat kemudian tersenyum mengejek.

"Dan jika kau memukul bolaku apa yang kau inginkan?" Ucapan Eijun penuh dengan rasa curiga.

"Tidak, bukan cuma memukul." Senyuman di wajah kapten berubah menjadi serius. "Tapi jika aku homerun dengan bola lebaranmu. You, go out with me. Deal?" Sanada tersedak ludah sendiri, terbatuk hebat. Aku tersandung kakiku sendiri dan hampir terjatuh. Fuyura hanya terus mengeluarkan asap hitam di sekelilingnya, tampak tak mengerti dengan situasi di sekitarnya. Ah... bukan cuma Furuya saja ternyata yang tak mengerti dengan situasi ini, sang target penembakan pun terlihat tak mengerti dengan makna yang dilontarkan oleh si kapten licik ini.

Aku akui, kau benar, Eijun. Miyuki Kazuya adalah orang yang manipulatif dan licik.

Kulihat Eijun mengedip-ngedipkan matanya bingung dengan apa yang dikatakan mantan pasangan battery-nya itu. Ia menatapku dengan harapan aku akan menjelaskan apa arti dari yang diinginkan seniorku itu jika menang taruhan.

"Harucchi, kau tahu apa yang dia katakan?"Aku melihat isyarat dari kapten Miyuki untuk tidak memberitahunya arti yang sesungguhnya dengan meletakkan jari telunjuknya di bibir yang tersenyum jahil.

"Cari sendiri di kamus, Eijun." Eijun langsung cemberut. Ia tak terima aku mengabaikannya. "Maaf, Eijun. Perintah seniorku." Tambahku, mengatakan hal yang sebenarnya.

"Jangan tanya aku. Uhuk... Uhuk..." ucap Sanada-san yang masih terbatuk-batuk karena tingkah Kapten kami. "Nanti aku cari tahu setelah pertandingan selesai." Eijun yang menatap penuh harap kearah Sanada pun akhirnya menyerah dan memalingkan mukanya.

"Baiklah, kalau kalian tak mau memberitahukanku artinya. Toh, tidak masalah jika aku menang, 'kan 5.000 yen lumayan buat bekal ke Disneyland." Eijun dengan percaya dirinya menyodorkan tangan, bermaksud untuk mengajak deal Kapten Miyuki. Kapten sendiri langsung menyambutnya dengan senyum kemenangan di bibirnya.

"Jangan terlalu percaya diri, Sawamura." Ucap kapten sembari tersenyum jahil sambil melepas tangan Eijun yang menggerutu, lalu mengambil ponsel di dalam tas olahraganya.

"Nah, ayo kelapangan. Empat puluh menit lagi pertandingan dimulai."Kata Kapten Miyuki setelah melihat jam di telepon genggamnya itu, ia memberi ucapan terimakasih pada Sanada-san. Mungkin karena Sanada-san tidak memberi tahu Eijun arti dari taruhan yang diajukannya.

Kami pun berpisah. Eijun melambaikan tangan padaku dan berlalu dengan Sanada-san mengekorinya.

,,,

Lapangan bisbol terdiri dari dua area dalam dan luar dan berbentuk bujur sangkar. Di lapangan dalam ada empat marka yang disebut base yang jika ditarik garis lurus maka akan membentuk wajik, tiga marka berbentuk empat sisi. Yang satu berbentuk segi lima dengan dua garis luruh putih menghubungkan marka pertama dan ketiga memanjang sampai lapangan luar. Di home plane ada dua kota batter lalu di tengah agak ke belakang, kota catcher, delapan belas koma enam meter ke depan mound berada, tempat pitcher berdiri untuk melempar. masing-masing marka berjarak dua puluh tujuh koma lima meter.

Sembilan pemain bertahan, menyebar di seluruh lapangan. Enam pemain di lapangan dalam dan tiga di lapangan luar. Berkerja sama untuk mempertahankan kemenangan tim melawan sembilan pemain menyerang yang bergantian memukul bola yang dilempar Pitcher tim lawan.

Untuk pertandingan kali ini, timku, SMA Seido, yang pertama bertahan. Aku berdiri di base kedua sebagai penjaga base, Kanemaru di base ketiga dan di base pertama Senior Maezono. Senior Kuramochi berjaga di antara base kedua dan ketiga. Di lapangan luar ada Senior Asou, Senior Shirasu serta Toujou. Furuya berdiri angkuh di mound, melakukan pemanasan dengan kapten yang berjongkok di seberangnya. Pemain Yakushi bersiap di dekat kota batter sambil mengayunkan tongkatnya. Wasit melihat ke segala arah pemain berada, memastikan semua siap di posisi masing-masing.

"GAME PLAY!" Wasit berteriak setelah semua pemain siap, pertanda permainan dimulai. Furuya memasang kuda-kuda untuk melempar lemparan cepat, bola melesat cepat ke arah memukul.

"BALL!" Teriak wasit. Lemparan Furuya terlalu melebar, tidak tepat pada zona strike. Lemparan berikutnya adalah strike sampai lemparan keempat, hingga batter pertama Yakushi out. Dengan cepat batter kedua out dengan tiga lemparan.

Pemukul ketiga adalah sang Ace, Sanada shunpei. Pada lemparan ke empat dia berhasil memukul bola cepat Furuya dan berhasil menuju base pertama sebelum Senior Maezono bisa mendapatkan bola yang memantul ke arah base pertama.

Batter keempat, Eijun. Aku tidak menyangka dia menjadi pemukul awal mengingat dia bukan pemukul handal. Eijun mencoba memukul bola tapi gagal, dua kali strike. Pada lemparan ketiga Eijun melakukan bunt dan bola berguling tepat di garis, mengakibatkan pelari di base pertama berlari cepat menuju base kedua sedangkan Eijun hanya berjalan cepat tanpa berniat berlari menuju base pertama. Tapi karena kami mengira bola akan foll, kami tidak melakukan apapun untuk menangkap bolanya. Tapi itu salah. Ternyata bola cukup jauh berguling dan tidak melewati garis hingga Eijun bisa berjalan sampai setengah jalan menuju base pertama.

Senior Kuramochi bergerak cepat dengan mengejar dari posisinya yang cukup jauh. Ia menangkapnya dan melempar bola ke arah Senior Maezono sebelum Eijun mencapai base pertama.

"OUT!" Wasit berteriak. Eijun out dan giliran kami bertahan berakhir.

"Kalian lupa Sawamura hebat dalam bunt?" Senior Kuramori berkata dengan kesal saat kami berlari menuju dugout Seido. "Kalau kita tidak dalam two-out, besar peluang Yakushi akan dapat angka saat pemukul selanjutnya. Apalagi dia yang selanjutnya." Lanjutnya.

Semua anak kelas dua menunduk, kami terlalu meremehkan Eijun karena dia tidak hebat dalam memukul. Ka, dalam hal bunt Eijun adalah ahlinya.

Pemukul pertama dari Seido adalah Senior Kuramochi, dia sudah bersiap di kotak batter setelah sebelumnya melepas sarung tangannya dan berlari dari dugout ke lapangan. Ia mengayung-ayungkan tongkatnya lalu mengacungkannya, bersiap memukul bola yang akan dilempar Eijun.

Eijun sendiri sudah mulai bergerak dengan kuda-kuda yang sedikit berbeda dengan ketika dia di Seido, ia tak mengangkat kaki kanannya tinggi-tinggi tapi Eijun membuat garis lurus ke home dengan kaki kanannya tanpa mengangkatnya dan itu memang mempengaruhi kecepatannya. Tapi kontrolnya akan bola jauh lebih hebat dibandingkan saat di Seido. Fly-out adalah senjata terbaik untuk Pitcher yang tak punya kecepatan lemparan. Dan Yakushi sangat mengetahui hal itu hingga mereka menepatkan hanya satu pemain di daerah lapangan luar selebihnya berkumpul di lapangan dalam.

Eijun sudah melempar tiga kali, satu strike, dua foul. Senior Kuramochi tampak kesulitan memukul bola yang setiap lemparan selalu berubah arah, tak bisa di baca. Lemparan keempat terpukul tapi langsung tertangkap oleh penjaga lapangan luar kiri yang berada di dekat base ketiga.

"One out!" Teriak Eijun, mengacungkan satu jari dan mengumumkan bawah sudah ada yang berhasil dia outkan.

Sekarang giliranku yang menjadi batter, melihat Eijun tersenyum padaku ketika aku berjalan menuju kotak batter membuatku teringat pertandingan tim utama dan tim cadangan ketika turnamen musim gugur berlangsung. Pertama kalinya aku melawan Eijun di pertandingan.

Eijun melempar strike dua kali dalam dua lemparan dengan change-up dan bola yang tiba-tiba berubah arah. Pemuda surai cokelat pekat tersenyum lembar, kurasakan semangat Eijun yang tak ingin kalah taruhan denganku sehingga dia menggunakan seluruh kemampuannya untuk mengeluarkanku secepat mungkin. Aku bersiap dengan melakukan kuda-kuda, bat kayu yang kupegang erat mengacung di pundak, aku pun harus mengerahkan seluruh kemapuanku.

"SAWAMURA, BODOH. KAU AKAN KUGANTI JIKA MELAKUKAN KUDA-KUDA ITU! " Teriakkan, yang ku yakin dari base ketiga membuatku terkaget, suara Sanada terdengar panik ketika Eijun mengangkat kaki kanannya tinggi. Itu adalah kuda-kuda yang dia kembangkan selama di Seido dan telah menjadi ciri khasnya. Aku heran kenapa Ace Yakushi begitu panik hanya karena Eijun menggunakan kuda-kuda yang bisa jadi lebih baik dari yang baru.

Eijun tak mendengar Sanada dan tetap menggunakan kuda-kuda lamanya. Menarik tangan kiri bagai menarik senar busur dengan bola sebagai anak panahnya, tangan kanan menghalangi bola yang sedang ia pegang, kaki kanan terangkat tinggi. Eijun tampak akan berhasil melempar bolanya. Aku bersiap mengayungkan tongkat kayuku untuk memukul bola.

Eijun tiba-tiba limbung dan goyah, lemparannya melebar keluar zona strike hingga mudah kupukul jauh hingga ke sisi kanan lapangan luar di mana tak ada siapa pun yang menjaga,. Aku melepas bat kayuku, dengan cepat berlari ke base pertama dan kedua karena bola belum sampai ke penjaga base dan baru aku sadar bawah Catcher tengah berlari ke arah mound, menghampiri Eijun yang ternyata terjatuh sesaat sesudah melepas bola lemparannya tadi.

Sanada menghampiri mound ketika Catcher sudah meminta time out pada wasit. Ia membantu Eijun berdiri dan sedikit memarahinya karena tak mendengarkannya. Ia sedikit berbicara pada sang Catcher lalu berlari kembali ke posisinya.

Permainan dilanjutkan kembali, karena Catcher minta time out sesudah bola ada di tangan penjaga base kedua dan aku sudah mencapai base kedua sebelum bola sampai jadi aku sah di base kedua.

Senior Maenozo yang jadi pemukul ketiga sudah berdiri di kotak batter, aku bersiap berlari ke base ketiga, Eijun menarik napas dalam dan memposisikan kuda-kuda yang tak mengangkat kaki. Walau begitu gerak tangannya masih sama dengan kuda-kuda lamanya, ia melempar bola lambat, change-up. Senior Maenozo berhasil memukul change-up yang di lempar Eijun, bola lambat itu terpantul cukup tinggi tapi jatuh tepat di tangan pemain Yakushi.

Two-out, Eijun berhasil bertahan walau tadi terjatuh di mound. Tapi pemukul keempat adalah salah satu pemukul terbaik Seido sekaligus Catcher jenius yang selama satu tahun menjadi partner battery-nya. Aku ingin tahu bagaimana Eijun menghadapinya, seingatku dulu hanya kapten yang bisa memukul bola Eijun dengan mudah. Ini cukup mendebarkan karena kalau terpukul cukup jauh, kami bisa unggul. Aku bisa berlari langsung ke home kalau kapten berhasil mengirim bolanya ke lapangan luar.

Aku lihat pemuda berkacamata itu menarik napas serta meniup kedua telapak tangannya bergantian lalu mengetuk-ngetuk tongkat pemukulnya sebelum bersiap untuk memukul.

Eijun mulai menarik tangan kirinya ke belakang punggung lalu mendorongnya dengan sekuat tenaga. Lemparan itu cukup cepat walau tidak secepat Furuya. Kapten dengan percaya diri mengayunkan batt-nya yang tepat mengenai bola. Bola melambung hingga ke tengah lapangan luar dan menurun hingga menyentuh tanah, tepat di luar pagar kiri lapangan luar.

Eijun nampak syok ketika sekilas aku melihatnya saat berlari menuju home base, kapten dengan santai berjalan cepat mencapai base satu hingga home, ia tersenyum bangga. Eijun tampak kesal dengan homerun itu.

Dan Eijun akan lebih kesal lagi kalau dia tahu apa yang dipertaruhkannya dalam taruhan dengan kapten kami, mungkin?

Inning kedua dimulai dengan Homerun yang di lakukan Raichi, satu angka untuk Yakushi tapi Furuya tak terpengaruh dan tiga out didapatnya dengan strike-out. Eijun tak mau kalah, fly-out pada Toujou dan Kanemaru serta strike-out pada Furuya mengahiri inning kedua.

Inning ketiga juga Furuya dan Eijun dengan cepat mengahiri setengah inning dari masing-masing tim. Pada inning keempat Sanada lagi-lagi memukul lemparan Furuya, kali ini cukup jauh hingga dia bisa berlari ke base dua.

Eijun memukul bola Furuya dengan suara tawa yang mirip tokoh antagonis di film-film, dan aku heran kenapa Eijun selalu bisa memukul bola cepat berubah arah dari Furuya padahal ia tak pernah bisa memukul bola Pitcher lain. Mungkin karena rivalitas?

Eijun bisa mencapai base pertama dengan hanya berjalan cepat karena kami melakukan kesalahan fatal dan membuat Sanada mencapai home. Yakushi mendapat satu angka.

Pemukul selanjunya adalah sang monster pemukul, Todoroki Raichi. Tiga lemparan, dua foul, satu strike. Furuya tampak sangat kelelahan karena panas yang menyengat menguras tenaganya. Lemparan keempatnya terlalu tinggi hingga terpukul oleh batter dan bola melesat melewati pagar. Yakushi unggul dua angka.

Inning kelima, Furuya berhasil dengan cepat mengakhiri setengah inning. Senior Kuramochi memukul bola Eijun yang terlalu tinggi di saat one-out dan mencapai base pertama. Girilanku tiba, aku melakukan foul dua kali, Eijun mendapat strike dua kali. Lemparan kelima Eijun memakai change-up dan aku memukulnya. Sayangnya, pukulanku tidak tepat timingnya hingga bola memantul ke sisi kiri bawah langsung ke tanah dan memantul lagi tepat ke arah pemain Yakushi yang berjaga diantara base kedua dan mound.

"Base kedua! CEPAT!" Teriak Eijun, memerintahkan pemain Yakushi yang menangkap bola untuk melempar ke base di mana Senior Kuramochi menuju ke base itu tapi Catcher menyuruh melempar bola ke base pertama. Pemain bernomor punggung empat itu lebih mendengarkan Catcher dan bola dilempar ke base pertama, tapi aku sudah menyentuh marka base pertama dan berhenti di sana sebelum bola sampai pada pemain yang menyentuh marka.

Sementara itu Senior Kuramochi berhasil melewati base kedua dan sebelum penjaga base ketiga mendapatkan bola yang dilempar dari base pertama, ia dengan kecepatannya berhasil menyemtuh marka base ketiga. Yakushi berhasil kami tekan.

Senior Maezonomemukul bola cepat Eijun dan mengarah lurus ke base ketiga, bola itu tidak melambung tinggi tapi melesat cepat dan terpantul ke tanah, bergulir. Sebelum akhirnya tertangkap oleh pemain Yakushi bernomor punggung dua belas. Aku sampai ke base kedua sebelum bola sampai ke base pertama. Senior Maezono berhasil menuju base pertama dengan sedikit sledingan di akhir. Senior Kuramochi hanya diam di base ketiga karena kalau dia ke home sekarang pasti akan langsung di incar untuk dapat out.

Eijun tampak tertekan dengan situasi ini, apalagi pemukul yang harus dihadapinya adalah Miyuki Kazuya, sang Catcher jenius yang bisa membaca arah bolanya dengan baik. Kulihat Eijun menarik napas dalam lalu mulai memasang kuda-kuda, menarik tangannya kemudian memajukan kaki kanan sejauh mungkin tanpa mengangkatnya dan mengayunkan tangan kiri dengan cepat. Eijun melempar bola dengan kuat. Bola itu melesat cepat ke arah sarung tangan Catcher tapi tidak sempat tertangkap karena kapten dengan tepat mengayunkan batt-nya dan mengenai bola dengan tepat hingga melambung tinggi ke arah lapangan luar dan terbentur pagar pembatas.

Senior Kuramochi sudah sampai home ketika pemain Yakushi masih mengejar bola lambung di lapangan dalam. Aku sampai home saat bola dilempar ke lapangan dalam, Senior Maezono hampir out jika saja tidak melakukan sleding sesaat sebelum mencapai home dan kapten tertahan di base ketiga karena bola sudah di home.

Toujou melakukan bunt sempurna ke arah base pertama hingga kapten bisa mencapai home dengan sedikit usaha. Kanemaru dan Furuya out dengan strike-out beruntun.

Inning keenam Kawagami-senpai menggantikan Furuya sebagai pitcher, ia dengan baik mendapat three-out dari empat pemukul. Eijun hanya butuh waktu dua puluh menit untuk setengah inning keenam. Inning ketujuh dan delapan tak ada yang mencetak angka.

Inning kesembilan dengan Sanada menjadi pelari, Eijun berusaha memukul bola tapi strike dua kali membuatnya melakukan bunt dan dia out karena bola sudah berada di Senior Maezono ketika Eijun setengah jalan menuju base pertama. Sanada menuju ke base dua saat Senior Maezono melempar bola ke senior Kuramochi. Shortstop itu segera mengejar Ace Yakushi yang sekarang menjadi First Baseman. Senior Kuramochi sudah sejajar dengan Sanada dalam sekejap tapi masih terlalu jauh untuk tag-out. Pemuda yang sering membuli Eijun itu melempar bola ke arahku bersamaan dengan Sanada yang melakukan slending untuk mempercepat dirinya sampai ke base. Bola berhasil kutangkap tepat saat Sanada sampai base... nyaris lebih tepatnya.

"OUT!" Teriak wasit yang berjaga di base kedua. Kekecewaan nampak jelas di wajah Ace Yakushi itu saat berlari menuju dugout, kulihat Eijun menyemangatinya dengan tepukan di bahu.

Yakushi tidak mendapatkan angka lagi sekali pun Todoroki Raichi mampu memukul bola Senior Kawagami cukup jauh. Kami tahu kemenangan Seido sudah di tangan hingga sorakan dari dugout terdengar jelas saat two out, dua kali strike. Lemparan ketiga Senior Kawagami menjadi penutup akhir inning dan pertandingan.

Sorak sorai dan tepuk tangan bergemuruh di seluruh stadion, para pemain cadangan Seido yang berada di dugout berhambur menuju lapangan. Kanemaru berpelukan dengan Toujou sedangkan Senior Kuramochi menendang punggung Senior Kawagami. Nampak pula Furuya yang ngambek karena tidak bisa melempar hingga akhir.

Dengan ini kami masuk ke turnamen musim panas.

Semua pemain berbaris rapi, berhadapan dengan tim lawan. Kulihat para pemain Yakushi sebagian besar menangis. Eijun terlihat kecewa karena kalah namun masih tersenyum padaku.

"TERIMAKASIH ATAS PERTANDINGANNYA!" Para pemain berteriak sembari membungkuk hormat pada tim lawan lalu berlari ke dugout lawan untuk melakukan hal yang sama pada pelatih dan manajer yang sudah berdiri berjejer. Ketika aku akan kembali ke dugout kami kulihat Eijun masih berjalan menuju dugout Seido sehingga anggota tim Yakushi menunggu cukup lama kerenanya. Sebagian dari mereka berteriak agar Eijun berlari ke sana. Mungkin karena merasa tak enak dia mulai berlari cukup cepat. Tak disangka saat Eijun sudah dekat dengan tim Yakushi dan pelatih tiba-tiba saja Ia tersungkur, wajahnya terbentur cukup keras dengan tanah.

Semua yang berada di sana kaget. Pelatih kami langsung mendekatinya, aku juga berlari ke arahnya bersama kapten, Senior Kuramochi dan beberapa pemain kelas dua yang dulu cukup dekat dengan Eijun. Sanada yang berada cukup jauh dari pemuda berambut cokelat itu berteriak marah pada rekan setim yang menyuruh Eijun berlari, kemudian ia menghampiri Eijun yang sudah terduduk.

"Kau baik-baik saja, nak?" Suara berat yang tegas keluar dari mulut pelatih kami yang berjongkok di sebelah kiri Eijun. Dia yang mendudukan Eijun.

"Grh... Aku baik-baik aja..." Ucap Eijun pelan, erangan sedikit terdengar. Eijun terduduk sambil menutupi hidungnya, tertunduk menahan rasa sakit. Mungkin hidungnya paling keras terbentur. "SHOUGUN...!?"

Pelatih sedikit terkejut saat mendengar panggilan yang biasa di ucapkan oleh Eijun selain 'boss' padanya.

"Siapa Shougun?" Pria tinggi besar itu menggelengkan pelan kepalanya. Eijun melepas tangan dari batang hidungnya yang agak membiru, mungkin rasa sakitnya sudah hilang.

"EIJUN KAU MIMISAN!" Teriakku panik melihat cairan merah pekat keluar dari hidung Eijun. Pemuda manik cokelat emas itu sedikit terkejut mendengar teriakkanku dan reflek menyeka hidungnya dengan tangan.

"Bodoh! Jangan dipencet keras begitu! Kalau retak tulangnya bisa patah." Kapten dengan cepat memegang tangan Eijun yang berniat mengeluarkan darah dari hidung seperti ketika ada lendir di hidung saat flu, "sebaiknya kau periksa ke rumah sakit, Sawamura."

Eijun mengeryit tak suka, dia melepas paksa pegangan kapten Miyuki dari tangannya, "ini bukan urusanmu, 'kan, Kapten Seido." Ucapan ketusnya membuat kapten tersenyum jahil, pemuda bermata empat itu menunjuk dirinya dan memiringkan kepalanya.

"Sejak aku berhasil mencetak homerun, segala hal yang kau alami menjadi urusan Miyuki Kazuya." Eijun makin mengerutkan keningnya, bingung.

"Apa? Kenapa?" Eijun hendak berdiri akan tetapi ia kesulitan mengangkat tubuhnya sendiri sampai harus dibantu oleh Sanada. Dan saat itu pria berpakaian dokter datang membawa kotak P3K di tangannya.

Dokter yang nampak masih muda itu memeriksa Eijun di bangku belakang dugout yang saat pertandingan tadi merupakan dugout kami. Awalnya Eijun menolak diperiksa di doguot dan lebih memilih cepat-cepat pergi menyusul para pemain Yakushi yang sudah terlebih dahulu keluar dugout dan bersiap pulang, tapi dokter, Sanada dan kedua pelatih tim memaksanya untuk tinggal. Aku memilih untuk bersamanya dengan alasan ingin ngobrol dulu dengan Eijun, kapten pun menggunaku sebagai alasan untuk tinggal lebih lama di sini.

Aku cukup dekat dengan Eijun dan dokter itu, Kapten berdiri di samping kiriku dengan bersandar pada sandaran kursi depan dan Sanada-san berdiri di hadapan Eijun sembari mengetuk-ngetukkan ujung sebelah sepatunya ke lantai, bersedekap sambil bergantian melirik Eijun dan Kapten. Pelatih kedua tim sudah keluar dari area lapangan bersama pemain lain.

Dokter yang selalu berada di dekat Eijun saat pertandingan itu menyelesaikan pemeriksaannya terhadap hidung Eijun kemudian memasukan peralatannya dan berdiri namun masih berhadapan dengan Eijun. "Besok sebelum terapi motorik halus pergilah ke ruang ronsen untuk ambil foto tulang hidung. Aku bukan ahli tulang jadi tidak bisa memeriksa apa ada retakan di hidungmu. Tapi mimisanmu bukan hal biasa jadi harus di periksa oleh dokter ahli lain."

Ucapan dokter itu membuatku mengerutkan alis. Ucapannya seolah menjelaskan kalau Eijun biasa ke rumah sakit. Apa Eijun cedera hingga harus menjalani terapi? Tapi motorik halus bukannya berkaitan dengan otak?

"Dokter, apa dokter dari rumah sakit Atashu yang bersebrangan dengan SMA Yakushi?" Kapten bertanya dengan suara emosional yang sedikit membuatku bingung.

"Ya, aku dokter di sana." Jawab dokter berambut hitam pendek yang sekarang menoleh ke arah Kapten. Wajah pemuda berkacamata itu langsung serius saat mendengar jawaban sang dokter, menyatukan alisnya yang cukup tebal.

"Bukankah itu rumah sakit khusus penyakit langka dan belum ada obatnya?" Aku terkejut saat mendengar ucapan Kapten. Kulihat Eijun melongo serta kebingungan melihat Kapten. "Intinya, rumah sakit Atashu di bangun untuk penelitian penyakit yang belum ada obatnya."

"Se-Senior sanada, bukankah kita sudah terlalu lama di sini? Lebih baik kita segera per—"

"Eijun, kenapa kau meninggalkan Seido?" Aku memotong kata-kata Eijun. Kulihat pemuda bermata cokelat keemasan itu langsung tertunduk bisu, dalam waktu yang cukup lama ia hanya duduk sambil memainkan bola yang ia temukan di bangku sebelahnya —milik Senior Kawagami mungkin. Aku berjalan mendekatinya, ''Eijun, aku yang menang taruhan, loh. Jika kau laki-laki ayo jawab." Eijun menatapku, ia tersenyum mengejek.

"Kau memang selalu berbicara halus namun menyakitkan, Harucchi." Aku menjentikkan bahu tak peduli, menatap Eijun dengan intens, menuntutnya mengatakan alasan meninggalkan Seido.

"Kenapa aku meninggalkan Seido?" Eijun seolah bertanya pada dirinya sendiri, "karena sehebat apapun aku, bahkan jika aku lebih hebat dari Furuya tetap saja aku tak akan bisa mendapatkan nomor punggung Ace." Aku terkejut atas pernyataan Eijun yang seakan memperlihatkan alasan pindahnya Ia ke Yakushi hanya untuk mendapatkan nomor punggung Ace saja.

"Tapi Eijun, kau sudah menjadi pemain andalan Seido—"

"Penonton hanya menganggapku pengganti Furuya."

"Kau bisa menjadi Ace di Universitas, 'kan? Atau bahkan di pro kau bisa jadi Ace tim nasional Jepang, Sawamura." Ucap Kapten, Eijun hanya tersenyum seakan apa yang dikatakan mantan pasangan battery-nya itu jauh dari kenyataan. Sekilas kulihat senyum putus asa dari wajah yang biasanya bersemangat itu.

"Aku hanya ingin diingat... Aku hanya ingin dilihat sebagai Ace sebelum aku tak bisa lagi memegang bola dengan benar..." Mataku melebar tak percaya, kata-kata pemuda berisik itu menyiratkan seakan ada sesuatu sampai Ia tidak bisa menunggu sampai lulus dan mengejar mimpinya untuk menjadi Ace di dunia bisbol pro.

"Aku menghianati teman-temanku dan datang ke Tokyo untuk mengejar si Catcher jenius yang bisa menangkap bola sesulit apapun. Kupikir, akan jadi hebat jika aku menjadi pasangan battery-nya. Itu keegoisanku sebagai seorang Pitcher saja. Tapi teman-temanku menganggapku tetap sebagai pahlawan dan berharap aku menjadi Ace..." Eijun berdiri dari bangku yang ia duduki, menatap kosong ke depan.

"Seido menginginkan kemenangan tiap tahun dan aku tak mungkin bisa mengikuti latihan keras ala Seido sekarang, hanya ada dua pilihan jika aku ingin tetap di Seido. Menjadi murid biasa yang harus mendapat nilai bagus di setiap pelajaran atau menjadi manajer sama seperti Senior Chris saat dia cedera bahu. Tapi kedua pilihan itu tidak cocok untukku." Ia tersenyum namun terkesan dipaksakan.

"Yakushi... pelatih Todoroki berjanji padaku jika aku bermain di Yakushi dari musim panas, maka dia akan menjadikanku Ace di musim gugur saat senior Sanada berhenti dari bisbol untuk ujian masuk Universitas..." Aku ingin berbicara tapi melihat ekspresi yang Eijun tunjukkan membuatku tak bisa berkata apapun, baik kata-kata untuk memahami pilihan Eijun atau bahwa di Seido pun dia bisa bermain walau tidak ikut latihan keras seperti yang lain. Aku hanya diam dan mendengarkan kata-katanya tanpa diberi tahu apa sebenarnya alasan Eijun tak bisa bermain di Seido. "Aku ingin penghianatanku pada teman-temanku tidak sia-sia, mereka bisa melihatku dengan nomor punggung 1. Itulah tujuanku saat ini."

"Apa sebenarnya penyakit yang kau derita, Sawamura?" Kapten bertanya, nada tak sabar terdengar jelas.

"Aku baik-baik saja, Miyuki Kazuya." Ucap Eijun sambil berjalan menuju pintu keluar yang ada di dalam dugout. "Kita sudah terlalu lama di sini. lebih baik kita pergi sekarang." Semua orang terdiam menatap pemuda berambut cokelat yang berjalan pelan menuju pintu.

"Sawamura, tunggu." Kapten berjalan cepat melewatiku, menyusul Eijun. Ia berdiri di hadapan Eijun, menghalanginnya untuk keluar dari dugout ini. Eijun sedikit terkejut dengan tingkah Kapten. "Soal taruhan kita, pilihlah satu arti yang kau inginkan." Ucap kapten sambil memegangi tengkuknya, terlihat gugup.

Eijun berkacak pinggang, aku tak bisa melihat ekspresi wajahnya tapi aku yakin dia kesal karena tidak bisa lari dari pertanyaanku. "Kenapa sih kau bikin ribet taruhannya, Miyuki Kazuya?"

"Tunggu Kapten, hadiah taruhan belum kudapatkan. Kalau Kapten mengatakan arti dari taruhan kalian, aku yakin Eijun akan syok dan susah diajak bicara." Eijun menoleh sambil mengernyit dahinya.

"Apa maksudmu, Harucchi?" Pemuda itu berbalik mnghadapku. "Apa, sih, arti dari ucapan si egois ini dan— Hai, aku sudah jelaskan kenapa aku pindah dari Sei— "

"Itu alasanmu pindah ke Yakushi, bukan alasanmu pindah dari Seido."

"Apa bedanya?"

"Oh, ayolah. Aku temanmu, 'kan, Eijun? Kenapa sulit untuk mengatakan kondisimu sekarang?" Eijun hendak membalas tapi aku langsung menimpalinya sebelum sempat berkata-kata. "Kau mengatakannya secara tersirat tadi."

Kami terus berdebat selama berapa menit, entah kenapa aku ngotot ingin Eijun mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Jujur saja rasa khawatirku makin menjadi setelah Kapten bertanya pada dokter. Dan apa yang dikatakan Eijun tadi pun membuatku berpikiran buruk, apalagi sepengetahuanku sudah enam kali Eijun terjatuh sejak aku melihatnya sebelum pertandingan. Bukankah itu tak wajar?

"Sawamura menderita—" Suara Sanada megintrupsi kami yang sedang berdebat. Aku langsung menoleh ke belakang di mana Sanada-san sedang berdiri, melipat kedua tangannya. "...Spinocerebellar Ataxia."

BTC

...