Park Chanyeol kapten atlet kebanggaan sekolahnya, harus menghabiskan 90 harinya sebagai murid tutor dari Byun Baekhyun; si setan matematika yang bisa dinobatkan sebagai orang terpintar se-Asia. Ia yang memang mencintai Baekhyun, dihadapkan pada kenyataan bahwa, bukan perkara mudah mendapatkan hati si maniak matematika itu. /"Berapa peluang yang kumiliki untuk bisa menjadi kekasihmu?"/"Dapatkan nilai sempurna di ujian berikutnya, maka aku akan menjadi kekasihmu"/ Chanbaek, YAOI, Fluff

.

.

Chanbaek fiction present

.

.

"Wah.. Dia menang lagi, ini yang keberapa dalam setahun? Otaknya benar benar cemerlang ya"

"Mungkin itulah yang akan kau dapatkan kalau lahir dari keluarga yang berakademis tinggi sepertinya"

"Ya, tentu saja. Ayahnya adalah seorang jenius, apalagi ibunya juga berpendidikan tak kalah tinggi. Tidak meragukan lagi, buah memang jatuh tidak jauh dari pohonnya."

Baekhyun tersenyum tipis di tempatnya. Tangan mungilnya mengenggam sebuah piala berbentuk angka satu dengan sebuah bola dunia, lengkap dengan tulisan "Olimpiade Internasional Matematika 2017". Sebuah tawa yang terdengar bangga mendekat, dan kemudian, seorang pria paruh baya membawa Baekhyun masuk ke dalam pelukannya.

"Kau memang menakjubkan, Baekhyun. Kau menang lagi" Sang ayah berujar dengan bangga yang meletup letup di dadanya. Baekhyun tersenyum lebih lebar, dengan mata yang nyaris berkaca kaca, "Semua ini berkat bimbingan ayah."

"Ayah mencintaimu, nak"

"Aku juga ayah,"

Jika kau ingin tahu, lelaki mungil itu adalah Byun Baekhyun. Anak tunggal dari pasangan Byun Siwon, yang merupakan pimpinan dari DC Enterprise dan Im Yoona yang menjadi stakeholder di berbagai perusahaan besar. Hidup dalam lingkup kenyamanan yang tiada taranya justru tidak membuat Baekhyun menjadi pemalas dan tukang bergantung pada orang tua. Buktinya, pada usianya yang bahkan belum genap 5 tahun, ia sudah begitu pandai mengamati segala sesuatu dan bersikap matematis, ia mulai menyusuri jejak sang ayah yang merupakan pemegang mendali olimpiade berturut turut di masanya dengan menjadi bayangan ayahnya ; memenangkan berbagai olimpiade dan mengoleksi piala piala itu. Baekhyun adalah jiplakan utuh dari sang ayah, ditambah dengan kecantikan yang tak terkalahkan dari Ibunya, jadilah ia makhluk tersempurna yang hidup di 2017.

Ia sempurna.

Hanya saja, hatinya kelewat dingin.

Baekhyun ramah, ya. Ia tidak tinggi hati dan tahu cara merendah hati pada orang lain, ya. Tetapi Baekhyun tidak tahu apa itu kasih sayang. Tidak tidak, bukan karena ia tidak mendapatkan kasih sayang dari kedua orangnya. Ia menerima begitu banyak cinta dari orang tuanya, tapi ia tidak dapat membalasnya, atau lebih tepatnya, ia tidak mengetahui cara membalasnya.

Baekhyun terbiasa dengan Ilmu pasti. Sedangkan kita tahu kalau definisi setiap orang tentang cinta adalah berbeda. Baekhyun belum merasakan apa itu cinta, karena itu, hatinya membeku dalam kekosongan

"Aku tidak kaget ketika mendengar namamu disebut, Baekhyun" Yoona tersenyum lembut, mengelus rambut putra semata wayangnya dengan sayang, "Selamat, Baekhyunie" bisiknya lembut, ikut memeluk Baekhyun bersama dengan Siwon.

Baekhyun tersenyum di sela sela leganya.

Ia tidak tahu kalau sedari tadi, cupid sedang menunggu untuk menembakkan panah cintanya.


Radius

Bagian satu

"Hey, apakah kita pernah bertemu?"


"Park Chanyeol! Keluar dari kelasku!"

Chanyeol tertawa sambil berlari keluar dari kelas sebelum terkena penghapus papan tulis yang melayang. Pria jakung itu kemudian berjongkok, bersembunyi dari pandangan guru killer sekolah mereka yang tiba tiba lewat, Jeon Seosangnim.

"Kau dihukum lagi?"

Chanyeol mendongak dan menatap ke arah suara, itu Luhan, namja dengan mata yang cantik itu segera cekikikan begitu melihat wajahnya yang tercoreng sedikit penghapus.

"Hey, jangan tertawa! Ini ulah si tua bangka itu!" Chanyeol berujar dongkol sambil menghapus corengan hitam di wajahnya itu dengan lengan bajunya. Tapi Luhan belum menghentikan tawanya, malah bertambah keras.

"Kubilang hentikan!" Chanyeol mendesis marah

Luhan memegangi perutnya dan tawanya semakin menjadi jadi, membuat koridor penuh dengan suara tawanya yang menggelegar.

"Luhan! Diamlah! Nanti si tua bangka itu akan tahu kalau aku ada disini dan aku akan dimarahi!"

"Ya, kau akan dimarahi, dan sayangnya, si tua bangka itu sudah ada disini."

Deg.

Chanyeol menoleh horor ke belakang dan menemukan Jeon seosangnim menatapnya garang.

"J-jeon S-seosangnim.."

Luhan terkejut, menutup mulutnya, membungkuk, dan tanpa aba aba, segera kabur.

"Kau, ikut aku ke ruang guru." Jeon seosangnim berbalik dan melangkah, dengan pasrah Chanyeol mengikutinya.

"Dasar tua bangka sialan." Chanyeol menunduk dan berdesis kecil.

"Apa? Kau mengataiku sialan?"

"A-ani!"


Baekhyun mendesah kecil ketika ia menghempaskan bokongnya ke bangku perpustakaan. Ia menggulung lengan bajunya keatas dan bersiap membaca bukunya sebelum sebuah suara menginterupsinya.

"Ehm.. Baekhyun-ssi?"

"Ya?" Baekhyun menatap orang yang memanggilnya itu. Ia tampak seperti berandalan, dengan berbagai tindikan di telinga dan juga rambut yang diwarnai.

"Jeon Seosangnim memanggilmu ke kantor"

Baekhyun memiringkan kepalanya, Jeon seosangnim memanggilnya? Tapi mengapa? Bukankah guru itu sudah tahu kalau pada jam jam ini Baekhyun sedang membaca buku di perpustakaan?

"Ah, baiklah, terima kasih.."

"Juno," Lelaki itu membuat sebuah cengiran, "Namaku Juno."

"Terima kasih, Juno-ya" Baekhyun tersenyum lembut. Dan jangan tanyakan keadaan Juno karena lelaki itu sudah hampir pingsan di tempatnya setelah mendapatkan senyuman Baekhyun.


"Park Chanyeol."

"Saya, Seosangnim" Chanyeol berujar dengan kepala tertunduk

"Kau sudah mendapatkan nilai buruk berkali kali di pelajaranku." Jeon seosangnim memulai, "Aku tahu kau adalah atlet. Olahraga adalah hal yang bagus, hanya saja, kau tidak seharusnya menelantarkan pelajaranmu begitu saja. Kau harus menyeimbangkan antara otak dan otot mu. Jika kau terus melatih ototmu saja, otakmu akan menciut dan menjadi sampah yang tidak terurus, paham apa yang aku maksudkan?"

"Maaf, Seosangnim."

"Aku tidak membutuhkan kata maaf, Chanyeol. Kau sudah cukup menyusahkan ku di semester lalu karena aku harus mendongkrak nilaimu semata mata karena kau adalah atlet kebanggaan sekolah. Tapi rasanya aku tidak bisa membantumu lagi semester ini, mungkin saja kau bisa ketinggalan kelas satu tahun."

Chanyeol segera menaikkan kepalanya- "S-seosangim, saya berjanji akan belajar lebih keras. Tolong bantu saya lagi"- dan memasang wajah memelas

"Tidak akan ada gunanya, nilaimu sudah tertinggal jauh untuk belajar dari awal. Kecuali kau mendapatkan nilai sempurna di dua ulangan harianmu, dan ulangan akhir"

"A-Aku akan berusaha!"

"Baguslah kalau kau benar benar memiliki niat seperti itu, Chanyeol-ah." Jeon seosangim mendesah lelah, "Tapi jika nilaimu masih saja turun, aku akan meminta kepala sekolah untuk mengeluarkanmu dari tim basket agar kau lebih fokus belajar."

"JANGAN!" Chanyeol berteriak, membuat semua atensi di ruangan itu teralih padanya, "..Jangan keluarkan saya dari tim, Seosangnim"

"Kalau kau tidak ingin di keluarkan, kau harus belajar lebih keras!" Ucapan setengah frustasi keluar dari sang Guru.

"Aku akan belajar lebih keras, aku janji!"

Hening melanda mereka sejenak, sebelum sebuah suara menginterupsi mereka

".. Maaf, tapi apakah saya menganggu?" Itu Baekhyun.

"Ah, Baekhyun. Kau akhirnya sampai." Jeon seosangnim tersenyum lega, "Aku benar benar minta maaf karena memanggilmu sekarang, tapi aku harus memperkenalkanmu pada seseorang, aku harap kau mau menjadi mentornya sampai ujian akhir, Baekhyun-ah"

Baekhyun mengalihkan pandangan ke arah lelaki di samping Jeon seosangnim. Oh, Baekhyun mengenalnya. Dia adalah si kapten basket di sekolahnya, yang terkenal sangat bodoh di bidang matematika.

Baekhyun kembali menaruh perhatian pada Jeon seosangnim dan tersenyum menenangkan,

"Tenang saja, Seosangnim. Aku akan menjadi mentornya dengan baik. Aku akan berusaha agar nilainya membaik setelah mendapat tutor dariku."

Itu bukan kalimat pasti, itu hanya kalimat valid. Baekhyun belajar dari pengalaman bahwa orang orang akan senang ketika ia menjawab "Ya". Begitupun dengan Jeon seosangnim yang akan tenang setelah mendengar perkataan si setan matematika-Byun Baek Hyun.

"Terimakasih Baekhyun-ah, kau sangat membantuku" Chanyeol berdecih ketika mendengar itu, "Nah, Park Chanyeol, dengar, dia adalah mentormu selama 90 hari kedepan dan kuharap tiga minggu lagi, saat ulangan tengah semester diadakan, kau sudah harus mendapat nilai diatas 70! Jangan coba coba kabur dari tutornya! Atau aku benar benar akan mengirim surat pengunduran dirimu dari tim basket ke kepala sekolah!"

"Ya, seosangnim"

"Yaudah, sekarang keluar dari ruanganku. Dan Baekhyun, terimakasih sudah membantuku"

"Bukan masalah besar Seosangnim"

"Aku pamit, Seosangnim"


Chanyeol berjalan dengan canggung dibelakang Baekhyun, yang sudah ia sukai semasa SD, sementara pikirannya melayang kemana mana. Hidup ini memang tidak adil, gerutunya. Kenapa semua orang pintar selalu mendapatkan bungkukan kepala dan hormat dimana mana? Secara teoritis, tidak akan ada kata "Orang pintar" apabila orang bodoh seperti dirinya ini tiada. Lagipula, dipikir pikir, Chanyeol tidak terlalu bodoh kok. Ia masih bisa menyelesaikan 15 soal matematika dalam waktu 30 menit. Biarpun jawabannya salah semua, setidaknya ia sudah berusaha. Ia tergolong pintar, ya kan?

Hah, katakanlah itu di depan nilai nilai ujianmu, Park Chanyeol.

Baekhyun yang berjalan di depan tiba tiba berhenti, sehingga membuat Chanyeol hampir menubruk lelaki mungil dihadapannya.

"Apakah kau keberatan jika kau mulai tutor pada hari ini?" Baekhyun berbalik, sedikit mendongak agar bisa menatap mata namja yang kelebihan kalsium itu.

"Sebenarnya aku keberatan mulai tutor pada hari apapun." Chanyeol berujar, ia menaruh kedua tangannya di saku celana

"Kuanggap itu jawaban ya." Baekhyun tak ambil pusing, ia melanjutkan kembali langkah nya seperti tanpa dosa dan berkata angkuh, "Istirahat kedua, temui aku di perpustakaan dan bawa buku matematikamu"

"Fuck."

"Aku masih bisa mendengarmu, Park Chanyeol."

"Fucking bastard"

"Cepat kembali ke kelasmu, dasar idiot."

Chanyeol mengertakkan giginya dan berjalan dengan kaki yang terhentak, "Dasar setan matematika! Matilah kau dengan semua angka angka terkutuk yang kau puja puja itu" ia menggeram.

"Aku masih bisa mendengarmu."

Chanyeol mendengar lelaki dibelakangnya tertawa, yang mana terdengar seperti tawa kakak tiri di dalam film Cinderella.

Baekhyun boleh jadi adalah orang terpintar se-Asia, tapi Chanyeol tetap adalah orang paling beruntung di Asia, ia akhirnya bisa merasakan rasanya berada di satu ruangan dengan pujaan hatinya, si setan matematika, Byun Baekhyun.


Baekhyun memang sudah biasa membantu Jeon Seosangnim-yang merupakan guru matematika terperhatian sepanjang masa-untuk menjadi mentor dari beberapa siswa yang tidak menyukai matematika. Oleh karenanya, Baekhyun sudah biasa melihat orang orang yang masuk ke perpustakaan- yang dijadikan basecamp untuk tutornya- berwajah tegang, putus asa, dan seolah datang untuk merenggang nyawa. Kebanyakan mereka akan berwajah seperti itu sampai Baekhyun datang. Ketika dirinya sudah duduk, maka mereka akan benar benar kehilangan rona wajahnya, berwajah pucat di sepanjang tutornya.

Tapi mungkin, kali ini berbeda.

Ketika ia memasuki ruangan tutornya, ia melihat Park Chanyeol, si atlet kesayangan sekolahnya itu, menompang kedua kakinya di meja. Tangannya mengenggam sebuah buku dengan sampul wanita berdada besar, mulutnya menguyah sesuatu yang bernama permen karet dan membuat seisi ruangan khusus di perpustakaan itu penuh dengan suara 'Clak Clak', buku tulis dan buku paket yang bersampul angka angka itu digeletakkan seperti seonggok sampah di lantai, dan jangan lupakan headphones yang tergantung manis di leher si kapten yang seperti minta ditarik oleh Baekhyun.

Demi celana dalam spongebob. Baekhyun mendesah dalam hati.

"Ekhem" Baekhyun berdehem keras, "Apakah aku menganggumu, Mr. Park?" Sindirnya

"Ya, bisakah kau keluar?" Chanyeol bahkan tidak mengalihkan atensinya dari buku dewasa itu.

Baekhyun merasakan rahangnya hampir jatuh dan menyentuh lantai.

"Kuperingatkan kau, Park Chanyeol. Segera taruh buku senonohmu dan ambil buku matematikamu atau kau akan menyesal."

Tidak ada respon, dan Baekhyun juga habis kesabaran.

Dalam satu tarikan, ia melepas headphonenya dan membuangnya ke luar jendela. Selanjutnya, majalah yang di genggam oleh Chanyeol dirobeknya menjadi dua bagian dalam satu helaan nafas. Chanyeol membeku di tempatnya, dengan mulut yang mengangga lebar.

"Sekarang, buang permen karetmu atau aku yang akan membuangnya paksa" Baekhyun merenggangkan tulang tangannya sambil berujar sarkas.

Dan tidak butuh waktu lama bagi Chanyeol untuk berlari keluar.

[...]

Ia memang sudah mendengar kebodohan Chanyeol di bidang matematika

Tapi ia tidak menyangka kalau lelaki itu bahkan masih kesusahan menghitung operasi pangkat pecahan.

Baekhyun bertanya tanya sebenarnya yang ada di hadapannya ini manusia atau alien, sih.

Chanyeol menggaruk kepalanya nya yang tidak gatal, lalu tertawa malu. ".. Sepertinya aku lupa caranya, hehe"

"Berhenti ber"hehe" dan perhatikan aku" Baekhyun mendesah, merebut pensil yang ada di genggaman Chanyeol dan mencondongkan tubuhnya ke arah namja itu.

Dari jarak yang sedekat itu, Chanyeol dapat menghirup aroma rambut Baekhyun yang seperti wangi susu yang lembut.

Chanyeol tertegun, kehilangan fokus begitu bibir Baekhyun yang merona tertangkap oleh matanya, ditambah dengan aroma lembut yang memanjakan hidungnya.

"... Jadi kau bisa mengubah bilangan pokok menjadi bilangan berpangkat sama dengan penyebut pangkat pecahan. Mengerti, Chanyeol?"

Baekhyun mendongak, matanya langsung bersiborok dengan tatapan Chanyeol yang masih menuju ke bibirnya.

"Hey, Baekhyun, apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" Chanyeol malah bertanya, mencondongkan tubuh ke Baekhyun

"A-Apa maksudmu?"

"Kenapa aku tidak asing dengan aromamu?"

Chanyeol mengatakan itu sambil mengusak rambut Baekhyun. Dan Baekhyun, seperti kehilangan akal sehatnya malah terdiam.

"Aromamu manis," Baekhyun tidak bergeming, tidak tahu apakah itu pujian atau rayuan, "Aku menyukainya."

Menyukai.. Aromanya? Artinya, ia menyukai dirinya?

Baekhyun menggeleng ketika merasakan pipinya hangat.

"A-apa yang kau perbuat?!" Baekhyun segera sadar dan mendorong Chanyeol menjauh, "Jangan dekat dekat! Nanti aku tertular virus bodohmu!"

Chanyeol harusnya marah, atau ikut memaki. Tapi entah mengapa, pemandangan di hadapannya malah sangat imut di matanya, kelewat imut.

"Kau manis Baekhyun," Chanyeol tertawa, "Apakah terlalu cepat bila aku mengatakan bahwa aku menyukaimu?"

Deg

"Omong kosong apa yang kau ucapkan?"

Chanyeol menarik Baekhyun untuk kembali mendekat, mengarahkan tangan namja mungil itu ke dada bidangnya yang kekar terlatih.

"Kau merasakan sesuatu?"

Ya, Baekhyun merasakannya, sesuatu yang terasa seperti bunyi 'dug' yang keluar dari dada namja jakung itu

"Berapa kira kira kecepatan jantungku berdetak setiap melihat dirimu?"

Baekhyun membatu

"Aku menyukaimu," Chanyeol tersenyum, "Jadilah kekasihku?"

Melihat Baekhyun masih membeku dengan mata yang terkejut, Chanyeol terkekeh.

"Tidak perlu menjawabnya sekarang, lagipula aku sudah biasa menunggumu."

Baekhyun masih terdiam, terkejut. Chanyeol bukan satu satunya yang pernah menyatakan cinta padanya. Hell, banyak siswa di sekolah ini yang menyukainya, tapi ini pertama baginya, merasakan kalau pipinya memanas dan jantungnya berdetak cepat.

"Ah, bagaimana ini, aku harus latihan sekarang. Baekhyun, kita bertemu lagi setelah aku selesai, Ok? Pikirkan baik baik jawabanmu!"

Chanyeol mengusak rambut Baekhyun dan membuka pintu ruangan, tapi sebelum itu, ia menyempatkan diri berbisik di sela sela helaian rambut Baekhyun

"Terimakasih atas tutormu hari ini."


.

To Be Continued

.


/Muncul dari tembok/ Halo semua~

I'm so sorry karena malah muncul pake ff baru wakaka, bukannya ngelanjut yang lainnya T^T. Yahh, Aku beberapa hari ini kehabisan ide buat ngelanjut ff yang lain. Dan selama masa masa itu, ide fanfic ini menghantuiku siang malam. Jadilah ff ini jjeng~ Semoga tidak mengecewakan ndee~

I'm sorry for typo(s), ooc, etc.

Next? Leave your review below^^