"Terbongkarnya Semua Rahasia"

Ketika suara kicauan burung membawamu terbang jauh menapaki langit, dapatkah kau lihat? Seseorang tengah menengadah keatas. Tepat menatapmu dari bawah sana. Kedua tangannya terkatup didepan dada, dan berbulir-bulir air mata mengalir membuat sungai dipipi putihnya. Ia mengharapkanmu kembali.

Benarkan? Kau bahkan hanya mendelik dan kembali menjauh. Tanpa rasa perduli sama sekali, bagimu ia hanya seonggok menusia tak berarti yang telah menganggu kedamaianmu. Lalu, apa yang akan kau lakukan saat suara kicauan burung itu menghilang? Kau akan tertarik grafitasi dan jatuh. Jatuh terjun bebas tanpa pengaman apapun. Sekali lagi, orang itu berada disampingmu. Sungai air matanya masih sama seperti saat dirimu menjauhinya.

Namun, dirimu tidak bisa berbuat apapun. Semua bagian tubuhmu terasa pilu. Bahkan hatimu juga sakit. Saat kau jatuh, kau baru melihat ketulusannya? Kau baru merasakan sakit saat orang itu menangis? Sungguh.. Hanya satu kata yang cocok untuk dirimu. 'Kejam'

Kau tidak terima? Sadarlah, dirimu memang kejam. Masih ingin mengelak? Lihatlah kaca yang membentang luas dihadapanmu. Tengoklah sedikit rupamu disana. Sempurna? Ya, dirimu memang diciptakan sempurna. Tapi tidak untuk sifatmu.

Bahkan sifatmu membuat seseorang itu terus menerus menangis. Apa itu bisa dibilang dengan sempurna? Tentu tidak.

Hey tuan. Tersenyumlah sedikit. Tampakkan kharismamu dengan senyuman. Setidaknya untuk orang itu.

Orang yang selalu ada bahkan selalu mengkhawatirkanmu. Si gadis pirang itu.

.

.

"Bisakah kau membantu temanmu yang sedang kesusahan ini? Setidaknya, bawakanlah sedikit." Suara gadis bersurai pink membuyarkan lamunannya.

Ia mendengus. Lalu mengambil 5 buah buku tebal yang tadinya tertumpuk ditangan gadis pink itu. Sontak membuat gadis bersurai pink itu menjaga keseimbangannya lagi. Karena tindakan 'sahabat'nya mengambil buku itu cukup membuat setumpuk buku sisa nya bergoyang.

"Hoy Ino. Hati-hati dong ngambilnya!" Seru si gadis pink itu.

"Cepatlah, Ero-sensei itu pasti sudah menunggu buku-buku ini, Forehead." Ucap Ino datar dan terus saja berjalan meninggalkan Sakura—Forehead yang tengah menghela nafas lelah.

"Huh, dasar Ino-buta!"

.

Tidak butuh waktu cukup lama untuk Sakura dan Ino kembali kekelas tercintanya. Mereka langsung membagikan buku paket biologi itu kesetiap meja. Entah apa yang dirasakan Sakura dan murid lainnya, mereka tampak sedikit pucat seraya memandangi si Ero-sensei.

"Kurasa, sekarang akan ada ujian." Gumam Sakura tepat disamping Ino.

Ino terdiam, ia menatap dengan jeli setiap inchi tubuh Ero-sensei nya itu. "Sasuke-kun." Lirih Ino.

Mungkin Ino tidak merasakan aura menyeramkan yang dikeluarkan Ero-sensei itu. Ia sepertinya tidak tertarik untuk merasakannya. Ia lebih tertarik melihat sesuatu yang ada dibelakang guru mesum itu. Sosok sahabat masa kecilnya—Sasuke.

Ini bukan yang pertama kalinya Ino lihat. Sudah beberapa kali sosok sahabat masa kecilnya yang telah menghilang entah kemana itu selalu terlihat olehnya—hanya dirinya. Sosok itu selalu membuat Ino penasaran. Bahkan sosok itu sering menunjukan arah ke mansion Uchiha saat Ino mengkutinya. Entah apa yang terjadi, tapi di mansion itu hanya ada bibi Mikoto dan Itachi-nii.

"No—Ino!" Sakura menggoyang-goyangkan pundak Ino. Gadis pirang itu menggelengkan kepalanya, berusaha menghilangkan fikirannya tentang sosok itu. Ia mengedarkan pandangannya, sosok itu tidak ada lagi.

"Daijoubu, Ino?" Suara guru mesum itu menyeruak ditelinga Ino. Ia baru sadar, kini semua mata tertuju padanya.

"Hm, Ha'i daijoubu. Gomen'nasai, sensei."

Pelajaran sebelum ujian dadakan biologi itupun berlanjut kembali.

"Kau yakin tidak apa-apa, Ino? Dan siapa itu Sasuke-kun?" Bisik Sakura.

Ino mendelik. Sekali lagi, ada orang yang menanyakan hal itu. "Hn, kau tidak perlu tau, Sakura."

Sakura diam. Ia tahu, kalau sahabatnya itu telah memanggil nama aslinya—bukan Forehead, pasti hal itu tidak boleh diketahui olehnya.

"Kapanpun akan kutunggu, kau harus menceritakannya padaku." Bisik Sakura dengan nada statistiknya.

Ino memejamkan matanya sesaat. Ia benar-benar tidak ingin menceritakan soal Sasuke pada Sakura atau kepada siapapun saat ini.

'Apa yang sebenarnya terjadi padamu, Sasuke-kun?' Ucap Ino dalam hati. Selama jam pelajaran, Ino pun tidak bisa konsentrasi lagi.

.

Jam pelajaranpun selesai, waktunya pulang. Ino dan Sakura berjalan santai. Sudah menjadi rutinitas mereka setiap pulang sekolah selalu bersama dan berjalan santai.

"Ino, kapan-kapan aku main ke apartemenmu, ya?" Sakura menengok kearah kiri—kearah Ino. "Aku sudah lama tidak main aparte—eh Ino!" Perkataan Sakura terpotong karena Ino berlari begitu saja.

"Sasuke-kun!" Gumam Ino yang sempat didengar Sakura.

Dahi Sakura mengerut. 'Siapa sih sebenarnya Sasuke-kun itu?' Ucap Sakura dalam hati.

.

Ino terus saja berlari, mengikuti sosok itu. Meski ini masih sore, tapi semua ini benar-benar tidak masuk akal baginya. Tidak mungkin sosok itu adalah Sasuke. Tapi bisa saja benar, dan kalau sosok itu benar. Berarti Sasuke telah..

"Tidak mungkin!" Ino menggelengkan kepalanya cepat. "Sasuke-kun belum mati!" Lirih Ino lagi. Setetes airmata pun jatuh dari peraduannya.

Ino masih mengikuti sosok itu, hingga ia memutuskan untuk berhenti didepan gedung tua. Karena jejak sosok itu tidak terlihat lagi.

Matahari sore semakin tenggelam. Meninggalkan awan kekuning-kuningan yang sedikit gelap. Ino terus mencari sosok itu. Ia mengedarkan pandangannya. "Ini.." Ia teringat sesuatu.

"Taman ini.. Sasuke-kun.." Sekali lagi, air matanya jatuh, Ia teringat memori masa kecilnya bersama Sasuke ditaman dan gedung tua ini. Tepat pada saat sore hari. "Apa yang ingin kau tunjukan padaku, Sasuke-kun?" Lirih Ino.

Tanpa takut akan gelap yang semakin datang, Ino berlari masuk kedalam gedung tua itu. Ia menapaki setiap tangga dan tibalah ia diatap. Tempat favorite Sasuke.

Ino mengerjapkan matanya beberapa kali. Dihadapannya, Sasuke tidak transparan seperti yang biasanya ia lihat tengah menatapnya. "Sasuke-kun?"

Sasuke tersenyum. Senyuman pertama yang ia berikan untuk Ino. "Gomen'nasai." Ucapnya pelan.

"K-kau benar, Sasuke-kun? Ayo pulang. Bibi Mikoto mencarimu, bahkan Itachi-nii sangat mengakhawatirkanmu. Ayo!" Ino menggapai tangan kanan Sasuke. Namun Sasuke tidak beranjak sedikitpun.

"Aku tidak bisa."

Ino berbalik, ia mengusap airmatanya dengan kasar. "Kenapa? Apa kau tidak mau pulang bersamaku? Baiklah, tidak apa. Tapi cepatlah pulang."

"Bukan begitu." Sasuke terdiam sesaat. "Aku tidak bisa, karena ragaku bukan disini."

Ino tertawa miris. "Bahkan kau masih bisa melucu disaat seperti ini?! Sepertinya kau terbentur, Sasuke-kun. Kau benar-benar harus pulang."

"Aku serius, Ino." Sasuke menggenggam kedua pundak Ino dengan erat. "Aku koma."

Hening..

Ino mulai merasa bingung. "I—ini tidak lucu. Bagaimana bisa ragamu koma, sementara kita bisa menyentuh satu sama lain?!"

"Temui aku di pedalaman negara Suna. Aku berada di daerah Sabaku."

"Sabaku? Kau gila?! Itu Gurun!" Ino nyaris berteriak. "Apa yang kau lakukan dipedalaman negara Suna itu? Ja—jadi selama 2 tahun belakangan ini kau ada disana?!"

Sasuke mengangguk, ia melepaskan genggamannya dipundak Ino. "Kau tahu saat aku tidak mau berteman denganmu? Bahkan saat itu kau masih menganggapku sebagai sahabat."

Ino mengangguk, didalam otaknya berputar kembali sosoknya yang tengah mencoba mendapatkan perhatian Sasuke. "Huft, kejadian itu memalukan."

"Tidak." Sasuke menengadahkan kepalanya keatas. Melihat kumpulan bintang yang terbentang disana. "Aku senang saat kau seperti itu."

"Eh?" Ino tersentak. pipinya terasa panas seketika.

"Tapi, tou-san tidak memperbolehkanku berteman denganmu. Saat itu juga aku masih egois."

Ino terkikik. "Kufikir, sifatmu memang egois. Tuan Muda."

Sasuke mendengus. Ia ingin lebih lama seperti ini. Bersama Ino dan bercerita apapun yang sudah ia alami. Sudah bertahun-tahun berlalu semua telah berubah. Termasuk Ino.

Rambut pirang pendeknya kini sudah panjang. Sepanjang punggung. Kulitnya tetap putih dan tentunya ia terlihat semakin feminim.

"Aku ingin pulang." Gumam Sasuke yang masih bisa didengar Ino. "Dan—bagaimana kabar tou-san?"

Ino terdiam. Ia tampak memilih kalimat yang akan dilontarkannya. "Paman Fugaku, sudah meninggal. Ia shock berat saat kau tiba-tiba menghilang. Dan akhirnya terkena serangan jantung."

Sasuke mengangguk pelan. "Bisakah kau menyusulku ke Suna? Dan aku ingin kau membaca buku harianku."

Sekali lagi Ino tertegun. "Membaca buku harinmu? Untuk apa?" Ia menarik nafas dalam. "Aku akan berusaha untuk membawamu kembali ke Konoha, Sasuke-kun."

"Semua yang kualami sebelum aku pergi ada dibuku itu. Buku itu ada dilaci paling bawah meja belajarku dan kuncinya ada di atas lemari."

Sasuke berbalik dan menatap Ino. "Aku akan menunggumu disana. Waktuku tidak lama lagi sekarang. Terima kasih, Ino." Ucapnya seraya memeluk Ino dan perlahan tubuhnya menghilang.

"Oh, Kami-sama.." Ino menggumam. "Sepertinya aku benar-benar gila."

Ia menusap pipinya yang masih terasa panas. Lalu berjalan dengan pelan keluar gedung. 'Tapi bagaimana caranya aku menyusul Sasuke-kun ke Suna?'

Ino tidak habis fikir. Suna, negara yang jauh dari Konoha dan bahkan Sasuke sekarang berada di pedalaman kota Sabaku! Benar-benar berada ditengah gurun! Polisi yang mencari Sasukepun tidak berfikir mencarinya ke daerah Sabaku. Mencoba mengatakan hal ini ke bibi Mikoto ataupun Itachi-nii pasti percuma. Mereka tidak akan percaya begitu saja.

Ino menendang kaleng minuman yang tergeletak dipinggir jalan. Fikirannya kalut sekarang. lalu bagaimana caranya Ino meminta izin mengambil buku catatan harian Sasuke? Aarrgghh.. Sasuke benar-benar membuatnya susah!

"Aku mungkin bisa membantumu."

Ino tersentak. ia menoleh kebelakang. "Sakura!"

Sakura tersenyum. Ternyata ia mengikuti Ino sampai keatap gedung tua tadi.

"Apa yang kau lakukan, hah? Jangan bilang kalau kau menguntitku!" Ino menautkan kedua alisnya, ia benar-benar merasa kesal sekarang.

"Gomen'nasai, Ino. Aku hanya ingin menjadi sahabat terbaikmu. Aku hanya ingin menringankan masalahmu." Sakura menunduk. Ia tahu ia salah.

Ino mendengus. "Tapi bukan seperti ini caranya, Sakura." Suara Ino pelan. Ia mulai menyerah. Ia kembali berjalan menuju apartemen nya.

Sakura mengejar langkah Ino lalu berjalan beriringan. "Meski aku tidak melihatnya, tapi aku cukup tau kalau ia itu tampan. Bisa tidak ya dia menyukaiku?"

Tuhkan. Ini yang membuat Ino malas untuk bercengkrama bersama Sakura. Apapun yang dimiliki Ino pasti Sakura menginginkannya juga.

"Tapi, aku harus membantumu. Aku punya saudara di Suna."

Ino menoleh. "Serius?"

Sakura mengangguk. Ia tersenyum. "Kita bisa berangkat besok."

.

.

Ino mengetuk pintu mansion Uchiha. Beberapa bulir keringat dingin menetes dikeningnya. Tak lama kemudian, pintu itu terbuka. Menampakkan seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik.

"Ino-chan? Ada apa?" Tanya Mikoto ramah.

Ino tampak berfikir. "Ano—semalam aku bermimpi Sasuke-kun memintaku mengambilkan buku catatannya."

"Buku catatan?" Mikoto mengulang. Akhirnya Mikoto memepersilahkan Ino masuk kekamar Sasuke. Dengan cepat, Ino meraba atap lemari yang sedikit lebih tinggi darinya. Kunci berwarna emas itupun didapatkannya. Ia mencari laci yang berada dipaling bawah dan membukannya.

Terdapat sebuah buku bersampul biru tua disana. Ino memegangnya. "Ini yang Sasuke maksud, bibi." Ucap Ino riang.

Mikoto sempat terdiam sesaat. "Bagaimana bisa?"

Ino menggedikkan bahunya. "Aku tidak tahu, yang jelas Sasuke-kun menginginkanku membaca buku catatannya ini."

Setelah berpamitan dengan Mikoto, Ino segera berlari menuju apartemennya. 2 jam lagi ia dan Sakura akan berangkat menuju Suna.

Ino mengepakkan baju dan perlengkapannya dalam 1 koper. Ia dan Sakura telah meminta izin kesekolah agar mereka bisa mengerjakan tugas menyelamatkan Sasuke dengan tenang.

Tak lama kemudian, mobil Sakura tampak berada dihalaman apartemennya. Ino menyambar buku catatan Sasuke dan kopernya lalu berangkat.

Didalam mobil, Ino mulai membaca setiap tulisan rapih dibuku itu. Sesekali ia terkikik karena Sasuke menceritakan tentang tingkah konyol Ino dulu.

Hingga halaman berikutnya. Sekitar 11 tahun yang lalu.

Konoha, 17 April 2004

Namanya Yamanaka Ino. Gadis pirang yang selalu ingin menjadi temanku. Sayangnya tou-san tidak menyukainya. Alasannya karena ia adalah bawahanku. Padahal, alasan itu konyol. Tapi, tou-san benar-benar ingin memfilter semua anak yang akan menjadi temanku.

Ah ya, aku baru ingat. Beberapa hari yang lalu ada dua orang yang ingin membawaku pergi. Entah siapa mereka. sepertinya mereka adalah para saingan bisnis tou-san. Aku belum pernah menceritakan ini pada keluargaku, karena menceritakanpun percuma. Mereka semua sibuk.

Ino mengangguk, 'ini benar-benar sebuah buku harian.' Batinnya.

Satu kunci soal hilangnya Sasuke telah didapatnya. 'Semua akibat kebencian dan persaingan.' Batin Ino lagi.

Ino membuka lembaran-lembaran itu hingga akhirnya tertuju pada tanggal sehari sebelum menghilangnya Sasuke.

Konoha, 17 April 2013

Mereka benar-benar ingin membunuhku. Tim Taka. Entah siapa tim ku tahu, tim itu berbahaya. Semua persaingan ini membuat repot! 17 April. Setiap tanggal itu mereka secara khusus menampakan diri mereka secara langsung.

Sudah kuputuskan, aku akan pergi manjauh dari Konoha dan membiarkan tim Taka itu mengikutiku agar semua keluargaku aman.

Bingo! Satu persatu puzzle ini akan tersusun rapih. Motif hilangnya Sasuke mulai diketahui dan tim Taka.. 'Tim yang memburu Sasuke.' Ino menutup buku harian itu dan memandang keluar jendela. 'Kurasa ada motif lain selain dendam perbisnisan.'

"Ino."

Ino menoleh. Sakura nampak menatapnya dengan serius. "Apa semua ini akan membutuhkan polisi?"

Ino diam. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Dia memang sudah mempunyai kunci untuk membawa team Taka itu kejeruji besi. Tapi, tetap saja kunci itu belum terlalu kuat. "Aku tidak tahu, Sakura."

"Saudaraku adalah kepala polisi disana. Kau dapat menceritakan semuanya padanya nanti."

Ino tersenyum senang, sangat senang. "Benarkah? Sakura! Aku benar-benar berhutang budi padamu!" Ucap Ino riang.

"Aaa.. Inikah sifat Ino yang asli? Kau lebih menyenangkan seperti ini, Ino!" Sakura terkikik.

Ino hanya tertawa seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Nona, kita sudah sampai di bandara." Ucap supir pribadi Sakura.

Sakura mengangguk. "Yosh! Suna i'm coming!" Ucapnya.

.

Perjalanan udara Ino dan Sakura tempuh selama 2 hari. Kini mereka sudah tiba di bandara International Suna. Kedatangan mereka ternyata telah disambut Temari dan Kankuro. Saudara sepupu Sakura.

Sesampainya mereka dikediaman Temari dan Kankuro, Ino dan Sakura langsung disuguhi berbagai macam makanan. Kediaman itu lumayan luas dan besar. Berbeda dengan kediaman yang lain.

Selesai makan, Ino dan Sakura berjalan-jalan keliling kediaman rumah itu.

"Diantara mereka berdua, yang mana seorang polisi?" Tanya Ino.

Mendadak Sakura tertawa. "Mereka itu 3 bersaudara, Ino. Ada satu orang lagi yang belum kau ketahui. Dan dialah orangnya."

"Boleh aku menemuinya di kantornya? Kurasa aku harus turun tangan juga."

Pernyataan Ino membuat Sakura bungkam dan melotot kearahnya. "Maksudmu? Kau tidak mengerti, Ino. Kurasa, ini berbahaya."

Ino menggelang. "Sasuke meminta bantuan kepadaku. Dan akulah yang harus turun tangan membawanya kembali ke Konoha."

"Tapi—"

"Sudahlah, ayo antarkan aku kesana."

Ino menarik paksa tangan Sakura. Mau tidak mau, Sakura menuruti apa kata Ino.

.

Sesampainya Ino dan Sakura kekantor kepolisian Suna, Sakura langsung menemui Gaara—sepupunya.

"Gaara, dia Ino. Dia yang ingin meminta bantuanmu membawa Sasuke kembali."

Dahi Gaara mengerut. "Sasuke? Uchiha Sasuke? Yang dikabarkan hilang beberapa tahun lalu?"

Sakura mengangguk. "Ia tahu dimana keberadaan Sasuke sekarang."

"Souka? Lalu dimana dia?"

Ino menggigit bibir bawahnya. "Didaerah pedalaman Sabaku."

Gaara menggeleng. Ia melipat tangannya didepan dada. "Daerah itu sulit didatangi. Tidak akan mudah bagi kita untuk kesana."

"A—aku mohon. Sasuke-kun sekarat disana. Nyawanya terancam. Ia dikejar team Taka. Aku tidak bisa membiarkannya." Airmata Ino mengalir. "Aku bisa beladiri dan memegang senjata. Aku pernah belajar militer dulu. Aku tidak akan menyusahkanmu, tapi aku sangat membutuhkanmu."

Mata Sakura dan Gaara membola. "Kau pernah belajar militer? Untuk apa, Ino?!" Sakura nyaris berteriak.

"Ke—Keluargaku adalah seorang bodyguard khusus untuk keluarga Uchiha. Dan aku dilatih untuk menjaga Sasuke-kun. Tapi—aku tidak bisa menjaganya."

Sakura, ia benar-benar terkejut sekarang.

"Ah, kau seorang Yamanaka?" Ucap Gaara.

Ino mengangguk. 'Sepertinya nama keluragaku sudah terkenal disini.'

"Keluarga kalian sering membantu kami, terutama Shion."

"Shion?" Ino mengulang. Sudah lama ia tidak mendengar nama itu. Nama saudaranya.

"Ya, dia sedang bertugas sekarang. kemungkinan nanti malam atau besok ia akan kembali." Gaara menghela nafas lelahnya. "Dan aku akan membantumu."

"Benarkah? Arigatou." Ino berlonjak senang. Sebentar lagi, Sasuke akan ditemukan. 'Bertahanlah, Sasuke-kun.'

"Tapi, ada syaratnya."

Ino berhenti berlonjak. Ia kini menatap penuh tanya."Apa?"

"Kau harus berlatih kembali memegang senjata dan bela diri. Hanya untuk menjanga-jaga, mengingat kalau Sasuke tengah diawasi tim Taka."

Dengan cepat Ino mengangguk. "Tentu, tentu saja."

"Ano—Sebenarnya siapa tim Taka itu?" Tanya Sakura. Ia tampak mengerutkan dahinya bertanda ia tidak mengerti.

Ino mengangguk. Yang dia tahu hanya tim itu berbahaya. Itupun dari buku catatan Sasuke.

" Yang aku tahu tim Taka adalah sebuah organisasi pembunuh bayaran. Terdiri dari 10 orang. Diantara mereka belum ada yang tertangkap seorangpun sampai saat ini." Ucap Gaara menjelaskan. "Dan sebaiknya kalian pulang. Beristirahatlah. Aku akan membuat tim khusus untuk menolong Sasuke."

Ino tersenyum, ia mengangguk paham. Lalu ber ojigi. "Sekali lagi terimakasih, Gaara-kun."

"Jaa, Gaara. Jangan pulang terlalu larut." Ucap Sakura.

Setelah kedua sahabat itu menutup pintu ruangan Gaara. Gaara memijit pangkal hidungnya. 'Sasuke. Kau benar-benar menyusahkan.' Ucapnya dalam hati.

.

"Semua tentangmu membuatku terkejut, Ino." Ucap Sakura.

Ino melirik. "Sudah kuduga." Ino terdiam sesaat sebelum mulai berbicara kembali. "Aku merasa bersalah atas hilangnya Sasuke-kun."

Sakura menggigit bibir bawahnya. Ia tahu, kehidupan seorang bodyguard tidaklah mudah. Apalagi jika bodyguard itu seorang perempuan. "Sepenuhnya bukan salahmu, Ino."

"Tapi.. Tetap saja, Sakura. Aku cukup bersyukur kalau bibi Mikoto dan Itachi-nii tidak marah kepadaku karena hilangnya Sasuke-kun."

"Aku ingin tahu bagaimana kau melindungi Sasuke."

Ino memandang Sakura sesaat lalu menghela nafas. "Sebenarnya bukan aku yang melindunginya. Tapi, dia yang selalu melindungiku. Meski dulu ia terlihat membenciku, tapi dia selalu ada untukku."

"Melindungimu? Kenapa kau yang dilindungi?"

Pertanyaan Sakura membuat Ino terkikik. Ia sungguh ingin tertawa jika ditanya seperti itu. "Dulu, banyak yang membenciku disekolah. Karena aku selalu menempel pada Sasuke-kun. Dan akhirnya, aku selalu di bully. Disaat itulah Sasuke-kun datang."

Alis Sakura mengerut. "Cih, yang membully dirimu saja bodoh. Orang kau bodyguardnya masa tidak boleh dekat-dekat dengan Sasuke."

Dan lepaslah tawa Ino. Ia harus memegang perutnya yang sakit akibat terlalu banyak tertawa. Ino tidak habis fikir, bisa saja Sakura berkata seperti itu. Dan nanti, saaat ia sudah melihat rupa Sasuke ia pasti akan berubah fikiran dan ikut membenci Ino juga. Sama seperti gadis lain.

"Kkau kenapa, Ino?" Sakura mulai mendekati Ino dengan raut wajah cemas. Dan tentu saja membuat Ino tambah tertawa.

"Ah—Tidak .. Sudahlah." Lirih Ino. Ia benar-benar lelah tertawa.

"Ah ya, kenapa tidak kau pukul saja orang yang membully mu?"

Sekali lagi Ino mendengus. "Tidak bisa, tugasku hanya menjaga Sasuke-kun. Aku tidak boleh memukul orang lain."

Sakura mengangguk. Tidak ada lagi obrolan yang mengiringi langkah mereka. Hingga sampai di kediaman Temari, mereka langsung masuk kekamar masing-masing.

Ino merebahkan tubuhnya diatas kasur empuk itu. Fikirannya menerawang, 'Bagaimana keadaan Sasuke-kun sekarang?'

Rasa khawatir itu tetap saja menyembur dari dalam hatinya. Ia ingin melihat wajah Sasuke yang sekarang. Ia ingin memeluk erat Sasuke. Dan mengajaknya pulang. Apalagi sampai sekarang semenjak kejadian Sasuke meminta bantuannya, Ino tidak pernah lagi melihat sosok Sasuke yang biasanya sering muncul. Jujur, Ino sangat ingin melihat sosok itu lagi. Setidaknya hanya untuk menjadi pengobat rindunya.

Iris Aquamarine itu perlahan tertutup. Dia lelah, Ino butuh istirahat dan melupakan sejenak semua ini.

TBC

Huaa... niatnya Runa mau buat one shoot. Tapi malah kepanjangan dan gak tau endingnya kaya gimana -_-" kebiasaan jelek Runa begini nih..

Oh iya,. Ini Fic SasuIno pertama Runa.. Yeaaayyy... yah walaupun masih hancur dan gatau kejelasan ceritanya, tapi Runa masih mengharapkan Review dari para readers semua.. :D

Review,, Review..