Hai kawan semua! saya membuat sebuah fanfic baru lagi. Dengan tema yang lagi ngetrend, yaitu Move On, menunggu, berharap, disakiti, dan masih banyak lagi. Maaf kalo nggak bagus. Saya hanya menyampaikan lewat tulisan apa yang otak saya pikirkan huehuehue.

WARNING : AU, gaje, maybe ooc, rated T-semi m

Summary : Dia pergi, dan aku sudah menyiapkan hatiku. Tanpa aku tahu, aku masih tetap menyayanginya. Sekarang dia kembali, apa yang harus aku lakukan? Mencintainya untuk yang kedua kali? Oh bukan, aku hanya menunggu bagaimana cahaya menemukan dia disudut hatiku, dan mengeluarkannya dari sana? Entahlah, aku hanya mengikuti apa yang takdir mau, meskipun takdir sering kali mempermainkan hidupku, dan hidupnya.

Disclaimer : Masashi kishimoto-sensei, tapi cerita ini murni milik saya ^^

R&R, DLDR..

SELAMAT MEMBACA! SEMOGA ANDA SUKA! ^.^


THE HIDDEN FEELING

WE JUST HAVE TO ACCEPT THE FACT THAT SOME PEOPLE ARE GOING TO STAY IN OUR HEART...EVEN IF THEY DON'T STAY IN OUR LIFE. –UNKNOWN

Author's POV

Hari ini, dua tahun setelah pria itu memutuskan untuk meninggalkan aku sendirian. Lebih tepatnya meninggalkan lubang besar yang tak kasat mata dihatinya. Ya. Pria itu mengakhiri segalanya di Taman Kota ini, taman yang di sore hari cukup sepi. Pria itu bilang ini salah, dan ini harus cepat diakhiri.

"Udah nunggu lama Hina-chan?" Pria itu membuyarkan lamunan Hinata .

"Uhm, baru sebentar. Ada apa? Kenapa kamu mengajak kita bertemu di taman?"

Hinata tahu, cukup tahu kalau Pria itu akan mengakhiri segalanya disini, ditempat ini. Sekarang. Hinata sudah menata hatinya tadi malam agar tidak remuk saat Pria itu mengakhirinya. Hinata siap.

"Hina-chan, kamu tau kan kalau apa yang kita lakuin ini sebenernya salah?aku nggak mau terlalu lama ngebiarin ini berjalan terus. Banyak pihak yang sakit disini, jadi aku pikir mungkin kita harus menemukan jalan kita sendiri untuk mengawali awal yang baru. Aku minta maaf baru menyadarinya."

Pria itu menjelaskan panjang lebar. Sembari mengambil nafas untuk menjelaskan.

Hinata sudah menduganya. Semua sudah seperti apa yang dibayangkannya kemarin. Dan nyatanya Ia tetap tidak siap.

Pria itu mendekat. Lalu memeluknya. Hinata diam. Hanya diam. Mungkin ini cara pria itu menyampaikan rasa sayang yang pria itu miliki kepadanya. Atau mungkin cara pria itu menyampaikan salam perpisahannya, entahlah, Hinata tidak tahu.

'Tuhan, biarkan aku menikmati pelukan ini, biarkan aku menyesap aroma tubuh orang yang aku sayangi ini –meski mungkin untuk yang terakhir kalinya.'

Pria melepas pelukannya dan berdiri. 'tidak! Jangan lepaskan! Aku masih ingin merengkuhmu!'

"Terima kasih, jaga dirimu baik-baik." Ucap pria itu.

Dan dengan perlahan pria itu berjalan menjauhinya seiring bersama air matanya yang mulai turun dan hatinya yang mulai gelap. Meninggalkannya di taman ini, sendirian.

Berbagai pemikiran mulai menyergap di kepalanya.

'kita sudah lama tahu kalau ini salah. Tapi kenapa tidak dulu saja ketika aku belum jatuh terlalu jauh. Kenapa malah sekarang setelah aku benar-benar tidak dapat melihat yang lain? Kenapa kamu baru menyadari sekarang kalau ini salah?' Pikir gadis itu.

Malam ini Hinata benar-benar berantakan. Pulang dengan keadaan basah kuyup-karena hujan deras sore tadi— dengan mata sembab, tentunya.

'Tuhan, ini sakit. Aku belum pernah berpikir untuk menjalani rutinitasku tanpa dia. Aku terbiasa bersamanya. Aku terbiasa dengan senyumnya. Aku terbiasa dengan aroma tubuhnya. Aku terbiasa dengan candaannya. Aku terbiasa menangis disisinya. Aku terbiasa dengannya. Mungkin mulai sekarang aku harus mencoba kebiasaan baru-melupakannya. Entahlah aku bisa atau tidak. Biarkan waktu yang membuktikannya.' Batin Hinata.

Dan Hinata tahu, mulai sekarang ia harus memadamkan cahaya yang ada dihatinya, jika ia ingin terus bertahan.

Saya tidak pernah berharap kamu akan kembali,saya hanya berharap agar perubahanmu tidak begitu menyakiti saya.

Hinata tidak pernah menyangka akan bertemu lagi dengan Pria itu disini. Ternyata, dunia memang sempit. Hinata pernah benar-benar berharap tidak akan bertemu lagi dengan pria itu. Tapi ternyata keinginannya bertolak dengan skenario yang sudah dibuat oleh-Nya. Ia lihat, Pria itu masih tetap sendirian. Pria itu masih seperti dulu; rambut hitam cepak dan menyukai pakaian-pakaian yang kasual seperti yang dikenakannya sekarang; celana jins panjang dengan kaos lengan panjang. 'Ah masih tetap sederhana' batinnya. Pria itu tidak berubah penampilan, tapi entah bagaimana hati pria itu sekarang.

'Aku harus bagaimana? Menyapanya? Atau malah berpura-pura tidak melihatnya atau bahkan tidak mengenalnya?' batinnya. Belum tau apa yang akan ia lakukan, pria itu sudah berjalan mendekatinya.

"Hai." Pria itu menyapanya sambil tersenyum, senyum yang dulu mampu membuatnya menjadi panas-dingin.

'ah bahkan bukan hanya dulu, sekarang pun masih.' Pikir Hinata .

Senyum khas Sasuke Uchiha.

"Oh hai." Hinata menjawab sekenanya. Hinata benar-benar gugup. Hinata berharap ini hanya mimpi dan Hinata akan segera bangun.

"Bagaimana kabarmu? Sudah sangat lama kita tidak bertemu bukan?" pria itu mencoba membuka percakapan mereka.

"Ya, seperti yang kamu lihat, aku (tidak) baik-baik saja. Ya sudah dua tahun kita tidak bertemu." Hinata mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Sasuke .

'Hey apa yang terjadi denganku? Kenapa aku malah menjadi panas dingin seperti ini? Oh tidak, jangan, jangan sampai aku jatuh untuk yang kedua kali pada pesonanya' pikir Hinata .

"Ya, tapi aku pikir kamu tidak terlihat baik-baik saja. Atau ini hanya pemikiranku saja?"

"Hm, itu hanya perasaanmu, kamu bisa lihat, aku (tidak) baik-baik saja."

"Apa kamu sekarang ada waktu luang?"

"Hey ayolah, aku tidak mungkin ada di taman apabila aku tidak memiliki waktu untuk bersantai bukan?" Hinata menjawab sambil tersenyum. Hebat. Aktingnya sangat hebat. Hinata Hyuuga , dia tersenyum seolah semua baik-baik saja. Padahal, tanpa ia sadari hati yang sedang ia tata dengan apik ini, akan remuk (lagi) dikemudian hari.

"Masih sama ternyata, haha. How about some coffee?"

"Ya tentu. Kenapa tidak? Cafe' biasa? Ayo!" Hinata menjawab dengan semangat-semangatnya, sambil berjalan mendahuluinya ke cafe` tempat mereka biasa berbagi cerita dulu. Dulu.

My favorite word of today is crush. It feels like a home of hope and pain, or a book of hello and bye.

Tidak ada yang berubah dari kafe' ini. Tetap jarang pengunjungnya karena letaknya yang berada diujung jalan. Bahkan meja-mejanya pun belum ada yang dipindahkan. Mereka memilih tempat duduk didekat pojok. Dan seorang pelayan mendatangi meja mereka.

"Masih tetap chococino cheese, eh?" Sasuke membuka percakapan.

"Ya tentu. Seperti yang sudah aku (dulu) ceritakan berkali-kali, kita bisa merasakan campuran dari kopi, cokelat, dan keju dalam satu kali teguk."

"Dan kamu, masih tetap espresso, eh?" Hinata membalik pertanyaannya. Tanpa Sasuke beritahu lagi pun Hinata masih ingat jelas kenapa Sasuke sangat menyukai espresso. 'Real taste of coffee,' kata Sasuke, dulu.

"Ya. Kopi lebih terasa kopi jika tanpa ada campuran sama sekali, bukan? Ngomong-ngomong sekarang kamu kerja dimana?"

"Masih sama ternyata. Ah seperti yang kamu tau, aku sangat tertarik dengan dunia desainer. Jadi, aku memutuskan untuk kerja disuatu perusahaan desainer. Memang tidak terlalu terkenal, tapi lumayanlah. Dan aku ingin suatu saat bisa membuka butik sendiri dengan semua baju hasil desainku."

Hinata menghitungnya. Aku menghitung berapa banyak kalimat 'masih sama ternyata,' dalam obrolan mereka.

'Hey, kenapa aku jadi bercerita panjang lebar begini? Dan aku juga baru sadar kalau ternyata sedari tadi aku dan Sasuke bercerita dengan bahasa yang lumayan formal. Tidak seperti dulu.' Batin Hinata miris.

"Ya, itu cita-citamu dari dulu. Membuka butik dengan semua karyamu terpajang. Dan aku rasa kesempatan itu akan semakin terbuka lebar, Hina-chan."

"Semoga saja. Bagaimana denganmu? Meneruskan dibagian bisnis ekonomi yang semakin rumit-kah?" Tanya Hinata penasaran. Hingga tak sengaja terselip nada sarkatisnya disana.

"Uhum, dibagian marketing lebih tepatnya. Tapi aku nggak kerja disini. Aku kerja di Kiri sekarang. Dan sudah mengajukan permohonan agar dipindah tempatkan disini. Mungkin mulai minggu depan. Kamu tau nggak, Hina-chan? Dunia bisnis itu nggak semulus yang aku piKiri n dulu tau. banyak banget halangannya. Ada yang bersaing curang dan lain-lain."

"Ah ya kamu senengkan udah bisa dapetin cita-citamu? Sasuke , ngomong-ngomong kenapa kamu mutusin buat dipindah kesini sih? Padahal kalo di Kiri kan peluang suksesnya lebih gede." 'Udah nggak kaku ternyata bahasanya,' batin Hinata .

"Seneng pasti seneng, tapi ya gitulah. Ah nggak, cuma nggak pengin jauh dari orang tua aku aja. Haha, kesannya manja banget yah? Tapi ya emang gitu sih, mamaku minta aku sekota sama anak sulungnya." Aku tahu, Sasuke berbohong menjawabnya.

"Oh jadi gitu, ya mungkin mama kamu juga pengin memantau anak kesayangannya kali, hehe."

"Wah jadi dobel dong kesan manjanya, hehehe. Eh Hina-chan, ngomong-ngomong kamu udah nemu yang lain apa belum?"

Hinata menjamin, kalau ini film atau sinetron pasti pelaku utama yang sedang minum akan batuk-batuk mendengar pertanyaan ini ataupun sang pelaku utama sedang sibuk melakukan sesuatu, pasti barang yang dipegang akan terjatuh. Sayangnya, Hinata sedang tidak minum, atau makan apapun. Ia hanya sedang memandang keluar jendela, dan reaksinya hanya menatap onyx milik Sasuke lalu tersenyum miris.

"Silahkan dinikmati." Suara pelayan mengalihkan pertanyaan Sasuke.

"Terima kasih." Jawabnya ke pelayan sambil mencari jawaban untuk pertanyaan Sasuke.

"Ya, aku masih sendirian, mungkin aku terlalu serius mendesain baju sampai lupa, hehe." Hinata hanya bisa tertawa kaku dan canggung.

'Bagaimana bisa, kamu mencari orang lain, ketika kamu sudah stuck ke satu orang? Sama halnya dengan, bagaimana bisa aku menghapus tinta, ketika aku sudah menulis namamu dengan tinta permanen dihatiku?' Begitulah pemikiran Hinata .

"Syukurlah, apa kamu masih menyayangi aku, Ra?" Apa Hinata salah dengar? Hinata tadi mendengar seperti suara lega, ketika Hinata mengatakan dia masih single.

"Maksudmu?" Hinata membalik pertanyaannya.

"Ya, apa kamu belum bisa melupakan 'kita'?"

"Sasuke Uchiha, ini bukan masalah melupakan atau apapun itu. Ini masalah bertahan. Ketika bagaimana aku bisa bertahan meskipun tanpa kamu. Ini masalah kebiasaan. Ketika bagaimana aku bisa meninggalkan kebiasaan lama dan menggantinya dengan kebiasaan baru (kebiasaan tanpa dirimu, maksudku.). Dan ya, aku yakin seberapapun aku berusaha, you'll always have a place inside my heart, Sasuke. And now, you're not my story, you're just a history."

Karena Hinata pikir, jika Hinata sudah bisa mengenyahkan Sasuke dari pikirannya, itu berarti Hinata bisa melupakan Sasuke, dan nyatanya Hinata salah. Sasuke hanya bersembunyi disudut hati yang sulit dijangkau dan gelap. Hanya tinggal menunggu waktu yang tepat bagi cahaya untuk menemukan Sasuke disudut yang gelap itu. Seperti sekarang, hanya dengan bertemu dengan Sasuke—setelah sekian tahun tidak bertemu— cahaya itu sudah mulai menerka-nerka jalan yang ditempuh untuk menemukannya. Hinata takut. Hinata takut Sasuke akan menempati posisi yang dulu pernah kamu tempati. Hinata takut. 'Suck with all of my fearfulness!' batin Hinata . Hinata takkan pernah jatuh dan mengulang kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Tidak ada salahnya bukan, berteman dengan seseorang yang pernah membuat hidupmu tidak monoton, dan menjungkir balikkan duniamu?

"Bukan hanya kamu. Kamu pikir aku bisa melupakan kamu gitu aja dengan aku pindah kota? Enggak sama sekali, Hina-chan. Justru semakin aku berusaha, semakin aku nggak bisa. Terima kasih karena kamu masih tetap menyayangi aku, dan jangan pernah lelah untuk itu. Semuanya akan berjalan seperti yang kamu inginkan." Sasuke menjawab dengan sedikit memberi Hinata harapan.

'the more you tried, the more you can't,' begitulah pikir Sasuke.

'Hey, apa maksud dari kalimatnya tadi? Itu sangat ambigu. Apa itu sebuah isyarat agar aku tetap menunggunya? Apa boleh aku senang dengan pengakuannya tadi' Hinata bingung.

"Uhum ya, ngomong-ngomong hari sudah mulai gelap, aku pikir aku harus cepat pulang, Sasuke." Hinata mencoba mengacuhkan pernyataan Sasuke .

"Ah baiklah, boleh aku minta nomer hpmu sekalian mengantarmu?"

"Ya, ayo! Buruan, udah gelap langitnya."

Mereka pulang dengan saling diam. Dulu, keheningan ini bisa membuat mereka saling nyaman, karena kadang diam bisa menyampaikan sesuatu yang tidak bisa disampaikan dengan kata-kata. Tapi sekarang, justru hal ini membuat keadaan menjadi sangat canggung seperti dua orang yang tidak saling mengenal. Hingga akhirnya, ia hanya bisa memandang keluar jendela, mengabaikan Sasuke yang sedang menyetir. Salahkan saja Hinata yang tidak bisa membuka percakapan ringan. Dan jangan lupakan Sasuke yang tidak pernah mau mengawali sesuatu. Sampai akhirnya tanpa ia inginkan, ia tertidur.

"Hinata, bangun. Udah sampai."

"Uhum, sebentar lagi. Eh, maaf, Sasuke . Aku malah ketiduran. Ngomong-ngomong makasih tumpangannya, hehe. Dan pulangnya, hati-hati jangan ngebut!"

"Yap! Terima kasih kembali."


Ini cerita sudah saya edit ulang, dan ternyata memang benar-benar berantakan. silahkan dibaca ulang :)

terimakasih buat : nafita137, Hilda9Achillius9Fitra, ookami child, Luluk Minam Cullen dan para reviewer yang ngga pada log in, karena mau mengomentari fict ini sehingga saya mau mengedit ulang. saya juga masih banyak belajar

A/N : maaf belum update cerita yang sebelumnya tapi udah ngepublish cerita baru aja. buat yang nungguin fic Play Behind, Funny pasti terusin kok.. cuma nggak dalam waktu dekat, soalnya Funny kehabisan ide nih

by the way, gimana nih ceritanya? lebih bagus dari yang pertama atau nggak?

untuk rate, saya niatnya mau kasih lemon tapi belum bisa bikin yang asem-asem ya. masih newbie.

Lanjutin apa nggak nih?

kalau iya, mohon Reviewnya ya..

Best Regards,

Mrs. Funny