"Your Love, My Love"
Author : loovyjojong
Genre : Romance
Rating : M
Cast : KrisLu
.
.
.
.
.
"Maukah kau jadi kekasihku?"
Kalimat itu meluncur begitu saja dari bibir pemuda yang merupakan putra dari Presdir Wu. Para pimpinan direksi dan manajer baru saja selesai melaksanakan rapat akhir bulan untuk mengetahui keadaan perusahaan mereka yang semakin pesat.
"Maaf, Tuan?" Gadis berambut panjang dan hitam itu terkejut. Pasalnya selama ini ia mengenal pimpinannya itu sebagai pria yang pendiam dan angkuh.
"Aku berbicara denganmu, Luhan. Maukah kau menjadi kekasihku? Ah…sepertinya aku salah. Maukah kau menjadi calon istriku?"
Luhan mematung tak tahu harus berbuat apa. Seharusnya yang ia lakukan saat ini segera membereskan berkas-berkas yang tadi mereka gunakan untuk rapat. Atau langsung menjawab perkataan pria yang sudah menjadi pimpinannya selama 3 tahun itu.
"Tuan, maafkan aku. Aku rasa aku tidak pantas menjadi istrimu. Aku hanya karyawan biasa disini, sedangkan anda adalah pimpinan perusahaan."
"Bisakah kau tidak membawa statusku yang satu itu? Jujur aku membencinya. Apakah status itu membuatmu menolak pernyataan cintaku? Aku rela melepasnya agar kau mau menerimaku." Perkataan serius Kris semakin membuat Luhan bingung. Ia tak tahu harus bagaimana lagi. Tiba-tiba Presdir atau ayah dari Kris Wu memasuki ruangan. Dengan sopan Luhan membungkukkan badannya memberikan tanda hormat kepada atasannya tersebut.
"Kenapa raut wajah kalian tegang seperti itu?" Tanya Presdir Wu.
"Tidak apa-apa Tuan, maaf saya harus menyerahkan laporan ini ke divisi keuangan. Permisi."
Dengan tergesa Luhan berjalan sambil membawa setumpuk berkas. Jujur itu sangat berat tapi ia tak punya pilihan lain daripada ia berada dalam ruangan itu lebih lama.
"Kris, ada apa?"
"Bolehkah aku melepas kursi wakil direktur ini, baba?"
"Ada apa sebenarnya? Kenapa kau ingin melepasnya? Kau ini berjuang dari nol Kris, bisa-bisanya kau dengan mudah melepasnya disaat semua orang ingin berada di posisimu?"
"Aku rela menjadi karyawan biasa jika itu bisa membuatnya menerima cintaku."
"Apa? Apa wanita tadi baru saja menolakmu? Hahahahaha…" Kris mengerutkan keningnya saat mendengar tawa keras ayah yang sangat ia hormati itu.
"Kenapa baba tertawa? Apa yang lucu?"
"Anak bodoh."
"Hah?"
"Dia gadis yang baik dan sederhana, tidak suka kemewahan. Ia tidak mengincar hartamu." Jelas ayahnya.
"Darimana baba tahu? Bahkan aku yakin kalau baba jarang bertemu apalagi mengobrol dengannya." Kris meragukan perkataan ayahnya itu.
"Tentu saja baba tahu, bukankah ia baru saja menolakmu? Kalau ia mengincar hartamu sudah pasti ia akan menerimamu lalu meninggalkanmu saat hartamu sudah habis. Kejarlah dia, buktikan jika kau tulus mencintainya dengan caramu sendiri. Ingat, jangan pernah menyakitinya dan membuatnya menangis."
Tanpa menjawab apapun Kris segera berlari keluar untuk mencari Luhan. Perasaannya tidak karuan saat ini. Sepertinya hati pria itu memang tidak salah memilih. Ia mencintai Luhan yang pasalnya hanya menginginkan kesederhanaan dalam kehidupannya.
"Dasar anak muda. Ah…aku jadi merindukan istriku." Gumam pria tua itu. Tombol-tombol ponselnya ia tekan untuk menelpon asistennya yang baru saja pulang.
"Heechul, bisakah aku meminta tolong padamu? Tolong pesankan aku tiket ke Guangzhou untuk penerbangan besok pagi. Aku ingin pulang." Sambil melangkah keluar ruangan akhirnya pria tua itu memulai perjalanannya ke pusat perbelanjaan, ia ingin membeli oleh-oleh untuk istrinya yang sangat ia rindukan.
.
.
.
Tak tahan dengan rasa sesak yang memenuhi dadanya, Luhan menangis saat mencapai pintu ruang divisi keuangan. Ia beruntung semua karyawan sudah pulang dan hanya terdapat Minseok yang merupakan saudara sepupunya.
Minseok segera memeluk saudarinya itu. Walau ia tak mengerti persoalan apa yang membuat saudarinya itu menangis namun tak ada salahnya ia memberikan penguatan berupa sebuah pelukan agar wanita yang lebih muda 1 bulan darinya itu tenang.
"Aku mencintainya, Minseok. Namun aku sudah menolaknya." Jelas Luhan yang membuat saudarinya kaget. Minseok memang sudah mengetahui jika Luhan mencintai atasannya itu namun ia juga tahu keluarga mereka tidak sebanding dengan keluarga Wu yang membuat Luhan mengubur mimpinya dalam-dalam untuk menjadi pendamping dari seorang Kris Wu dan hanya berani mencintainya dari jauh. Ibu Minseok dan Ibu Luhan adalah kakak beradik. Minseok mempunyai marga Kim karena ayahnya adalah seorang perantauan dari negeri ginseng Korea Selatan. Sedangkan ayah Luhan adalah pria bermarga Xi pemilik kedai sederhana yang menikahi seorang pemilik toko bunga kecil di sudut taman kota, yaitu ibu Luhan. Mereka sangat dekat sedari kecil karena rentang usia yang tak terlalu jauh dan juga rumah mereka berdekatan.
"Tak apa, Luhan. Kau masih bisa melihatnya, memperhatikannya dan mencintainya meskipun kau tidak memilikinya."
Tidak ada jawaban dari mulut Luhan, hanya isakan yang terdengar. Posisi Luhan membelakangi pintu sehingga ia tak menyadari kalau Kris mengikutinya dan mendengar percakapannya dengan sepupunya itu secara sembunyi-sembunyi.
"Apa kau menyesal karena memiliki keluarga sederhana dan tak sebanding dengan pria yang kau cintai itu?" Tanya Minseok meminta pengakuan Luhan untuk mengetahui yang dirasakan saudarinya itu.
"Tidak Minseok, sungguh aku tidak menyesal apalagi menyalahkan keadaan keluarga kita. Aku juga mencintai kalian. Kalian keluargaku. Dan untuk masalah Tuan Wu, aku berjanji untuk melupakannya. Aku akan keluar dari perusahaan dan mencari pekerjaan lain."
"Tapi aku rasa tidak semudah itu kau melepaskan diri dari perusahaan ini. Kau merupakan asisten kebanggaan Tuan Wu dan setahuku semua karyawan yang keluar atau masuk di perusahaan ini harus mendapat persetujuan darinya. Bukankah kau juga mengetahui itu? Aku yakin ia tidak akan melepaskanmu begitu saja, Luhan."
Luhan mematung tidak tahu harus menjawab apa lagi. Dalam hati ia membenarkan perkataan saudarinya itu.
"Sudahlah, sebaiknya kita pulang. Keluarga kita pasti sudah menunggu."
Tepat setelah Minseok mengatakan hal itu Kris memasuki ruangan dengan raut wajah gusar. Penampilannya tak serapi saat masih di ruangan rapat tadi. Dasinya sudah ia kendurkan dan dua kancing bajunya yang paling atas sudah terbuka karena Kris merasakan sesak saat ia selesai menyatakan cinta kepada asistennya dan mendapatkan penolakan, tentu saja.
"Minseok, bisakah aku meminjam saudarimu sebentar? Aku janji tidak akan pulang terlalu malam, kalau perlu aku akan meminta ijin pada keluarga kalian terlebih dahulu." Suara Kris membuat Luhan terlonjak kaget dan langsung melepas pelukannya.
"Tidak perlu Tuan, saya mengijinkannya. Maaf saya harus pergi sekarang, suami saya sudah menunggu di depan. Permisi Tuan."
"Ya, hati-hati."
Tatapan tidak rela terlihat dimata Luhan saat ia melihat saudarinya berbalik diujung ruangan. Bibir pink Minseok membisikkan kata "fighting" semata-mata memberikan kekuatan untuk saudarinya yang tengah dilanda rasa kalut.
"Cepat bereskan barangmu. Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat."
"Baik, Tuan." Tak ingin membantah karena Luhan sangat tahu suasana hati atasannya tersebut sedang tidak baik, maka ia tak ingin semakin memperkeruh suasana.
.
.
.
"Apa yang membuatmu menolakku?" Suara berat dan bergetar itu terdengar di telinga Luhan. Mereka sedang berada di taman kota yang mulai lengang karena udara dingin bertiup menandakan pergantian musim.
"Bukankah anda sudah mengetahuinya, Tuan? Saya rasa tidak perlu dijelaskan kembali."
Kris mengusap wajahnya dengan gelisah. Tak mengerti dengan cara apa ia membuat gadis disampingnya ini percaya bahwa ia serius ingin menjadikannya istri dari Kris Wu. Pasalnya sudah setahun belakangan ini Kris memendam perasaannya terhadap wanita cantik yang selalu menjadi luapan emosinya saat perusahaan mengalami penurunan saham. Hingga saat ini hatinya sudah tak sanggup lagi menampung semua rasa yang menyiksa itu. Kalian tahu? Rasa cinta.
Merasakan hawa dingin berhembus, Kris menoleh kesampingnya. Tampak Luhan yang pucat karena ia hanya mengenakan kemeja kantor yang tidak tebal seperti jaket bulu. Layaknya pria sejati kebanyakan Kris melepas jas kantor yang masih melekat di tubuhnya. Ia menyampirkan jas itu ke pundak kecil Luhan agar gadis yang dicintainya merasa lebih hangat.
"Tuan, anda tidak perlu seperti ini. Anda bisa sakit karena kedinginan."
"Jangan menolak. Aku tidak akan sakit hanya karena hawa dingin ini."
Tangan Kris menyentuh kedua sisi bahu Luhan, memintanya untuk berhadapan dengan pria beralis tebal itu.
"Tatap mataku dan katakan kau tidak mencintaiku."
Sontak Luhan tidak mampu menatap mata tajam pria itu. Ia hanya mampu menundukkan kepalanya berharap ini hanya mimpi.
"Tuan, sudah malam. Sebaiknya kita pulang. Besok anda ada pertemuan dengan pemimpin Huang Corp."
"Persetan dengan semua itu Luhan, aku tidak peduli bahkan jika perusahaan itu bangkrut besok pagi. Yang aku butuhkan hanya kejujuranmu. Tatap mataku."
Bukan jawaban yang Kris dapatkan tapi malah isakan tangis yang ia dengar dari gadis itu.
"Tuan, aku mohon beristirahatlah. Anda bahkan sudah melewatkan makan siang hari ini."
"Baiklah, berhentilah menangis. Aku dengar ayahmu memiliki restoran di dekat taman ini. Ajak aku kesana." Sebuah ide muncul di otak cerdas Kris. Senyum samar ia sunggingkan di wajah tampannya itu.
"Tapi Tuan, restoran ayahku hanya restoran kecil. Bukan seperti restoran yang sering anda datangi selama ini."
"Sudah berapa kali kubilang padamu Luhan? Aku tidak peduli. Ajak aku kesana, ini perintah!" Mau tak mau Luhan menuruti perintah Kris tanpa mengetahui maksud tersembunyi dari pria itu.
.
.
.
Kedai milik paman Xi, begitulah ayah Luhan biasa dipanggil, mulai lengang karena hari sudah mulai larut. Ia selalu sigap bila ada pelanggan yang datang walau hanya sekedar memesan segelas minuman. Dengan dibantu 3 karyawannya ia selalu memberikan pelayanan terbaik untuk pelanggan kedainya ini. Senyum ramahnya yang khas terlihat saat Luhan memasuki kedai, tak sadar bahwa putrinya tidak datang sendirian.
"Ayah, perkenalkan dia atasanku dikantor, Tuan Kris Wu."
Kris menjabat tangan ayah Luhan dan tersenyum mengisyaratkan sesuatu yang tidak diketahui gadis bermata rusa itu.
"Selamat malam, paman."
"Selamat malam, suatu kehormatan bagi kami karena anda bersedia berkunjung ke kedai kecil kami, Tuan. Silakan duduk, kami akan menyiapkan makanan kesukaan anda. Ayo Luhan, ajak bosmu ini duduk disana." Paman Xi menunjuk bangku di sebelah jendela yang menghadap langsung kearah taman.
Kening Luhan berkerut, ia bingung bagaimana bisa ayahnya tahu makanan kesukaan Kris sedangkan setahu Luhan mereka baru bertemu hari ini.
"Kau pasti bingung kan? Aku sudah sering berkunjung kesini, bahkan tak jarang aku ikut menjadi pelayan agar aku bisa merasakan bagaimana sulitnya diperintah bukan memerintah seperti yang selama ini aku lakukan kepada karyawanku, termasuk kepadamu. Aku juga ingin mengimbangimu, menjadi pelayan restoran seperti yang kau lakukan saat kau belum menjadi asistenku."
Kris menolehkan kepalanya kesamping dan medapati Luhan tertunduk. Entah apa yang gadis itu pikirkan, Kris tak pernah tahu. Pria itu hanya ingin memeluk gadisnya, gadis yang hari ini sudah menolaknya.
"Dengarkan aku Luhan, jika kau tidak bersedia menjadi pendampingku karena status yang kau sebut tadi, maka aku akan melepaskannya dan aku akan mengimbangi kondisi keluargamu. Aku akan membuka kedai seperti yang ayahmu lakukan. Aku akan melakukan semua yang kau inginkan."
Belum sempat Luhan menjawab pernyataan Kris, paman Xi selaku koki dan pemilik kedai kecilnya menghampiri kedua anak itu sembari membawa makanan yang sering dipesan Kris karena makanan itu kesukaannya.
Setelah dipersilakan Kris segera melahapnya sampai habis. Ia tidak peduli tatapan Luhan yang memandanginya senang karena akhirnya pria itu tidak melewatkan jam makannya lagi. Kris yang sudah kenyang lantas tidak terdiam begitu saja. Ia malah membawa piring-piring kotor itu ke dapur dan mencucinya sendiri. Ia menggulung lengan kemejanya sampai siku dan mengerjakan pekerjaan asisten paman Xi. Luhan yang tersadar akan hal tersebut dengan sigap meminta piring kotor itu agar Kris tak perlu mencucinya karena memang ini bukan pekerjaannya.
"Tuan, biar mereka saja yang mencucinya, ada tidak seharusnya berada di sini."
"Akan aku buktikan kalau aku juga bisa seperti mereka agar kau percaya."
Akhirnya Luhan hanya membiarkan Kris melakukan hal yang ia inginkan. Tak hanya itu, setelah mencuci piring bahkan Kris meminta pegawai restoran agar pulang dan ia akan membersihkan seluruh ruangan. Mulai dari mencuci piring, membereskan kursi dan meja, menyapu, yang terakhir mengepel lantai, semua diselesaikannya. Setelah semua selesai pria itu mendudukkan dirinya disudut ruangan. Luhan meletakkan minuman dingin didepannya. Ia menemani atasannya yang sedang melepas lelah itu. Tak terasa kristal bening meluncur turun melewati pipinya.
"Kenapa anda melakukan ini Tuan? Anda pasti kelelahan." Usapan halus dari tangan Kris dirambutnya membuat hati Luhan menghangat.
"Aku sudah mengatakannya padamu jika aku ingin merasakan yang pernah kau rasakan dulu."
Ayah Luhan menghampiri mereka dengan membawa makanan ringan sekedar pengganjal perut Kris yang sudah mulai kosong karena tenaganya hampir terkuras tadi. Dengan keberanian yang sudah terkumpul akhirnya pria tinggi itu mengutarakan maksud dan tujuannya datang ke kedai paman Xi.
"Paman, aku mencintai putrimu. Ijinkan aku menikahinya dan membahagiakannya." Lagi-lagi Luhan menangis tanpa suara mendengar perkataan atasannya tersebut.
"Tuan, apakah kau akan membawa putriku untuk tinggal di Canada setelah kau menikahinya? Aku dengar kau masih memiliki keluarga besar disana."
"Aku akan membawanya kemanapun yang ia inginkan, bahkan aku akan membawa anda beserta keluarga bila itu memang bisa membuat kalian bahagia."
"Lalu bagaimana dengan keluarga anda, Tuan? Apakah kalian bersedia menerima kondisi putriku? Aku tidak ingin putriku ditertawakan apalagi diremehkan karena ayahnya hanya pemilik kedai kecil dan ibunya pemilik toko bunga yang besarnya mungkin tidak melebihi kamar tidur anda."
Lagi-lagi masalah status yang sangat dibenci oleh pria yang dijuluki pangeran naga itu. Jika ia boleh memilih, ia akan memilih menjadi karyawan biasa asalkan wanita sederhana seperti Luhan bersedia menerima cintanya.
"Anda jangan khawatir paman, bahkan ayahku sudah menyemangatiku untuk berjuang meluluhkan hati putri anda."
Kini giliran Luhan yang mendapatkan pertanyaan dari pria tua itu, pria yang dipanggilnya dengan sebutan ayah.
"Luhan, kau mencintainya?"
Hanya diam dan tertunduk yang bisa gadis itu lakukan. Ia tak berani menjawab. Bahkan ia menyalahkan hatinya yang sudah lancang mencintai atasannya tersebut.
"Luhan, putri ayah yang sangat ayah cintai. Sepertinya sudah tiba waktu ayah untuk melepasmu bersama pria yang mencintaimu. Ayah juga tahu bahwa kau mencintainya. Jangan bohongi dirimu sendiri, nak, katakan yang sejujurnya. Jangan buat pria ini menunggu karena ia sudah berjuang dari jauh-jauh hari sebelum ia melamarmu hari ini. Segera selesaikan urusan kalian dan pulanglah, ini sudah hampir larut malam."
Setelah percakapan yang menguras hati sepasang anak manusia di kedai itu, Kris kembali membawa Luhan ke taman. Sedikit kemajuan karena Luhan tak menolak saat Kris menggandeng tangannya. Ditengah-tengah taman mereka berhenti. Hanya terdiam dan saling memandang satu sama lain. Pancaran cinta dan keputus asaan terlihat di mata keduanya.
Tanpa sadar Kris mengikis jarak yang terdapat diantara mereka. Dengan berani Kris menempelkan material lembut miliknya ke bibir Luhan. Lumatan itu terjadi secara natural. Tak ada paksaan dari siapapun. Tangan besar milik Kris membelai halus rambut panjang Luhan, membuat wanita itu terbuai. Luhan hanya memejamkan matanya, tak berani melawan, bahkan tak mampu. Kris semakin mengikis jaraknya dengan menarik lembut tengkuk gadis yang sedang diciumnya. Tak mengurangi atau menambah tempo dari ciumannya tersebut, ia hanya melakukan sesuai nalurinya tanpa ingin menyakiti gadis yang berada dalam jangkauannya itu.
Kris menghentikan ciumannya dengan rasa tak rela, oh bahkan ia ingin menghabiskan malam ini dengan ciuman panjang bersama gadisnya jika saja ia tak merasakan pipinya basah karena air mata Luhan. Ya, gadis itu menangis ditengah peraduannya.
"Apakah aku menyakitimu? Atau aku terlalu kasar? Maafkan aku." Bukan jawaban yang didapat pria itu, namun sebuah pelukan yang dilakukan Luhan.
"Kenapa kau menangis? Katakan padaku apa yang membuatmu mengeluarkan air mata ini?"
"Maafkan aku karena membuat anda tersiksa. Hatiku sakit saat melihat anda kelelahan seperti tadi. Tolong jangan lakukan itu lagi, Tuan."
Senyuman yang membuat Luhan jatuh hati pada pria ini tersungging dengan manisnya. Ia kembali mengeratkan pelukan agar gadisnya berhenti menangis.
"Aku bukan lagi atasanmu. Kau dipecat mulai hari ini." Bisik Kris tepat di telinga kanan Luhan.
"Tuan…" Suara Luhan tercekat. Pemutusan hubungan kerja yang ia dengar langsung dari mulut atasannya baru saja membuat hatinya mencelos. Ia merasa tak melakukan kesalahan besar sehingga mengharuskannya meninggalkan perusahaan.
"Sebagai gantinya, terimalah aku menjadi suamimu. Menjadi pendampingmu sampai kita tua nanti. Menjadi ayah dari anak-anakmu dan membesarkan mereka bersama."
Lelehan air mata Luhan semakin deras membanjiri pipinya. Jujur ia sendiri sudah merasakan cinta itu hadir dihatinya jauh sebelum Kris melamarnya.
"Maafkan aku, Tuan…"
Namun ia merasa tak pantas.
.
.
.
END/TBC?
.
.
Haii…ini ff yang aku bilang kemarin…dan maaf kalo ada yang kecewa. Kemarin ada yang minta cast HunBaek sama LayMin, tapi setelah dipikir-pikir & dirasa-rasa *ceilaaaahh* aku memutuskan buat pake KrisLu, karena sesungguhnya aku kangeeeeeeeennn berat sama abang naga & abang rusa.
Masih pantaskah ff ini dilanjutkan? Atau gak usah lanjut? Atau dihapus aja? Huwaaaa sedih kalo sampe harus dihapus. Aku mohon reviewnya ya biar aku tau kekurangan dari ff ini ada dimana, bukannya cuma dikasih review satu kata doang, contohnya kata "lanjut"
Jujur aja aku bingung harus jawab apa kalo yang ngereview cuma satu kata gitu. Padahal aku berusaha untuk dekat sama kalian dengan kotak review & balasan dr review kalian. Tp kalo reviewnya cuma satu kata gitu, aku harus jawab apa? Aku kudu piye? *grepe-grepe perut jojong*
Ditunggu ya review dari kalian. Aku janji bakalan update cepet kalo ada yang kasih kritik dan saran. Apalagi ini ff rate M, biasanya banyak yang suka *ups…hehehe
