Kapan Menikah?
Summary:
Meski hatinya dongkol luar biasa, Itachi sudah kebal dengan pertanyaan ini. Sudah tiga tahun belakangan pertanyaan tentang kapan dia akan meresmikan ikatan dengan seorang pendamping mampir ke telinganya. AU.
Disclaimer: Naruto bukan milik saya. Mengarang cerita ini bukan berarti hak manga ataupun animenya jatuh ke tangan saya, dan saya juga tidak akan menghasilkan uang dari cerita ini. Jadi, Naruto tetap milik Kishimoto-sensei.
Warning: Selamat membaca cerita ini sebagaimana adanya.
Chapter 1
.-.-.
"Kapan kau akan menikah?"
Meski hatinya dongkol luar biasa, Itachi sudah kebal dengan pertanyaan ini. Sudah tiga tahun belakangan pertanyaan tentang kapan dia akan meresmikan ikatan dengan seorang pendamping mampir ke telinganya.
"Apalagi yang kau tunggu? Kau sudah bekerja, sudah mapan. Bukan berarti kaya, sih. Yang namanya bujangan tidak pernah kaya."
Memang benar Itachi sudah bekerja, sudah bisa dibilang mapan, dan betul juga itu tidak menjadikannya kaya. Entah kemana larinya gaji yang diterimanya tiap bulan. Ada juga pemasukan finansial dari lembur atau kerja ekstranya. Tapi, bisiknya dalam hati, herannya duit yang diterimanya selalu ludes, tidak jelas digunakan untuk apa. Kalau dirunut, kegemarannya berwisata kuliner dan kecanduannya jalan-jalan memang menyedot sebagian besar penghasilannya. Sebentar, benarkah begitu? Masa semua duit larinya ke situ? Putra sulung Uchiha itu tidak habis pikir.
"Umurmu sudah lebih dari cukup untuk menikah. Cari apa lagi, sih?"
Itachi menyunggingkan senyum masam, sekecut mangga muda. Beberapa hari yang lalu dia berulang tahun yang ke dua puluh sembilan. Usia segitu sudah matang, ucap para tetua.
"Kau ingin gadis yang seperti apa? Pemuda sepertimu mustahil kesulitan mendapat gadis yang kau inginkan. Tahukah kau, sudah berapa panjang barisan gadis yang antri, berebut menarik perhatianmu?"
Mau tidak mau Itachi jadi ngilu. Menyandang predikat pria tampan, cerdas dan menjadi pujaan banyak wanita boleh jadi terdengar mengagumkan dan menimbulkan rasa iri. Yang mengenaskan, wanita yang dikasihinya malah mengacuhkannya. Dua kali Hinata mencampakkannya, tapi Itachi tidak bergeming.
Perkenalannya dengan Hinata Hyuuga terjadi tiga tahun lalu. Waktu itu Itachi menempuh pendidikan lanjut di Suna. Sakura, yang masih tinggal di Konoha, menelponnya. Gadis berambut pink itu sudah lama menaruh hati pada Sasuke, adik semata wayang Itachi. Meski usaha Sakura terhempas berkali-kali, gadis itu tetap gigih mengejar Sasuke. Pada akhirnya Itachi akrab dengannya. Mereka bertukar nomor telpon dan menjalin komunikasi.
"Itachi-san, sudah punya pacar, belum?" tanya Sakura. Di belakangnya terdengar beberapa suara temannya cekikikan.
"Belum," jawab Itachi sambil memasang headset. "Carikan, dong," guraunya serius.
"Masa tidak bisa cari sendiri?" tuduh Sakura tidak percaya. Sedari kecil dia sudah mendengar kehebatan Itachi.
"Buktinya tidak, tuh," sahut Itachi santai. Dia berada di kamar apartemennya yang rapi. Sore itu hawanya sejuk, jadi dia membuka jendela yang menghadap beranda lebar-lebar. Ujung kaus hitam dengan motif unik menyerupai awan merahnya berkibar lembut. Celana selututnya memperlihatkan kakinya yang ditumbuhi rambut-rambut halus.
"Ingin yang seperti apa? Yang cantik seperti apa?" tantang Sakura.
Itachi duduk bersila di karpet. Dia tertawa pelan. "Cantik itu relatif, Sakura," katanya bijak. "Tergantung siapa yang memandang. Aku sudah tidak mencari yang muluk-muluk seperti harus cantiknya selangit. Aku tidak mencari pacar, aku cari istri sekarang," tutur Itachi perlahan, berharap Sakura mencerna kalimatnya dengan sempurna.
Gadis di seberang sana terlonjak kaget. "Istri? Wah, Itachi-san serius ya," seru Sakura takjub.
"Yup, aku sudah tidak ingin main-main lagi," sahut Itachi serius. "Kalau ada yang ingin kau rekomendasikan, boleh tuh," katanya. Tanpa sadar laki-laki berambut panjang itu nyengir. Rasanya aneh sekali berbicara seperti itu pada teman Sasuke. Beberapa waktu lalu Itachi juga mengungkapkan permintaan yang sama pada rekan kerjanya. Bisa diprediksi, mereka antusias sekali mencarikan gadis untuknya.
"Yang baik, sabar, penyayang," lanjut Itachi. Semilir angin yang mengisi kamarnya terasa menenangkan. "Mencari pendamping hidup tidak hanya melihat kecantikan fisik, Sakura. Banyak kriteria lain yang lebih penting."
Saat itulah Sakura mendapat ide. Ditariknya Hinata yang kebetulan dari dapur mengambil minum. Saat itu Ino, Hinata dan beberapa teman wanitanya main-main ke rumah.
"Hinata, mau tidak kukenalkan pada Itachi-san?" tanya Sakura tanpa basa basi. Tangannya menunjuk ponsel.
Gadis berambut lavender itu terkejut. Hinata gadis pemalu. Tapi, pikirnya kemudian, kalau tanpa bertatap muka langsung dia berani. Dia mengangguk.
Dengan bersemangat Sakura berseru pada ponsel pink-nya. "Itachi-san, nih ada temanku. Orangnya pintar, lho. Cocok deh sama Itachi-san," kata Sakura berpromosi. Hinata di depannya tersenyum simpul.
Dari situlah perkenalan mereka berlanjut. Melalui telpon dan email. Itachi pernah mendengar nama Hinata. Bagaimanapun mereka satu kota. Keluarga Hyuuga sama populernya dengan keluarga Uchiha, sama-sama memikul nama besar bagi generasi penerusnya.
Hinata lebih muda beberapa tahun darinya, kira-kira lima tahun. Dia mahasiswi tingkat akhir, calon dokter hewan. Anak pertama, sama seperti Itachi. Pertama kali bertemu gadis itu, Itachi langsung jatuh cinta sepenuh hati. Sebelumnya Itachi menaruh hati dengan kepribadian Hinata, yang ditebaknya dari percakapan mereka, dan dari fotonya. Begitu Hinata duduk di hadapannya, bertemu untuk pertama kalinya di salah satu restoran di Konoha, melihat senyum malu-malu yang mengembang di bibirnya, rona merah malu di pipinya, dan keteduhan yang memancar dari wajah lembutnya, Itachi kehilangan kata.
Kata orang jatuh cinta pada pandangan pertama hanya terjadi pada orang naif dan lugu, dan laki-laki berumur dua puluh enam itu hanyalah pria dewasa dan pintar yang naif sekaligus lugu.
Kepulangan Itachi ke Konoha hanya sebentar. Jadwalnya padat dan cutinya hanya beberapa hari. Demi menemui Hinata, pria itu berusaha menemukan celah diantara ketatnya rencana kerja dan jatah liburnya.
Seharian mereka ngobrol di restoran itu. Itachi belum puas tapi dia harus kembali belajar sekaligus bekerja di Suna. Hubungan mereka terus berlanjut dari jarak jauh. Tapi tiba-tiba beberapa bulan kemudian Hinata memutuskannya. Ayahnya menjodohkannya dengan anak kenalannya. Meski hatinya hancur berkeping-keping, Itachi berusaha berbesar hati.
Kebetulan atasannya, Sasori, mempunyai anak perempuan. Cantik dan baik hati. Sang ayah bersemangat mencomblangi putrinya dengan pria dari Konoha tersebut.
"Itachi, komputer di rumah error. Tolong nanti sore kau perbaiki, ya?" kata Sasori, yang merupakan undangan tidak langsung untuk berkunjung ke rumahnya. Pikir Itachi waktu itu, kenapa tidak mencoba kesempatan yang ada? Dia tidak keberatan.
Tapi lama-lama pria itu mulai mundur selangkah demi selangkah. Dia tidak menemukan kecocokan antara dia dan si putri. Sebaliknya, Sasori tetap berusaha mendekatkan dua insan itu. Itachi tidak enak, apalagi Sasori adalah atasannya. Pria berumur itu sudah berbaik hati padanya, banyak membantunya dan sudah dianggapnya seperti ayah sendiri.
"Bisa tidak nanti ke rumah?" tanya Sasori lain waktu.
"Maaf, Pak, saya tidak bisa. Saya harus menjemput pacar saya," elak Itachi. Dia benci berbohong, tapi tak urung dia melakukannya juga. Semenjak itu Sasori berhenti menjodohkan putrinya dengannya lagi.
Dari Sakuralah Itachi mendapat kabar kalau Hinata putus dengan pria yang dijodohkan ayahnya. Walau raut wajahnya tenang, dia tak bisa memungkiri bahwa hatinya bersorak. Gembira bahwa Hinata sendiri lagi.
Akhirnya Itachi memutuskan menghubungi gadis itu lagi. Menawarkan persahabatan. Dari dulu mereka bersepakat bahwa meski tak bisa melangkah ke jenjang yang lebih serius, mereka tetap bersahabat.
Sampai akhirnya Itachi mencoba merajut kembali yang dulu pernah terputus diantara mereka. Dan sayangnya lagi, lagi-lagi Hinata memutuskan mereka menjadi sahabat saja.
.-.-.
Hinata terpekur menatap kalender bulan itu. Tangannya menggenggam ponsel ungunya. Ragu-ragu dia menulis pesan, tapi kemudian menghapusnya lagi. Dia memejamkan mata, menarik napas dalam-dalam, kemudian menghembuskannya dari mulut.
"Hinata?"
Gadis itu terlonjak. Di belakangnya Neji, sepupunya, memandangnya heran.
"Neji! Kau mengagetkanku," seru Hinata. Orang lain mungkin akan berteriak keras atau bahkan memaki, tapi Hinata terlalu lembut untuk sekedar menaikkan suara.
Pemuda berambut coklat panjang dan jenius itu lebih tua setahun dari Hinata. Selama ini dialah tempat curhat Hinata.
"Kenapa melihat kalender terus?" tanya Neji. Dia berjalan ke arah radio, menghidupkannya, kemudian memilih saluran radio favoritnya. Dia sering menginap di rumah Hinata. Pemuda yatim piatu itu bagai anak sendiri di rumah besar Hinata. Ayah Hinata sudah menawarkannya supaya tinggal di rumah itu tapi Neji lebih memilih hidup mandiri di rumahnya sendiri yang sepi.
"Bulan ini ulang tahun Itachi-san," jawab Hinata pendek.
Neji menurunkan volume radio, kemudian menarik kursi jati di hadapan Hinata. "Kau sudah memberi ucapan?"
Hinata menggeleng lemah. Neji tahu kisah yang pernah terjalin antara dia dan Itachi.
"Kenapa tidak?" desak Neji.
Hinata menggigit bibir. "Aku... Sudah berbulan-bulan kami tidak berkomunikasi," jawabnya lemah.
"Menurut pendapatku, kirim saja pesan padanya, tidak ada salahnya mencoba," saran Neji.
"Aku tidak ingin mengganggunya. Siapa tahu nanti yang membuka ponselnya adalah orang lain, pacarnya mungkin."
Neji melihat keraguan Hinata. Meski dulu sering bertengkar, saat beranjak dewasa mereka malah akrab. Hinata adalah sepupu favoritnya. Dibandingkan Hanabi yang bersemangat, Hinata sosok yang kalem.
"Jangan ragu. Aku yakin sekali Itachi-san tidak melupakanmu. Malah, kau mendapat tempat istimewa di hatinya," kata Neji. Melihat alis Hinata yang berkerut, dia menambahkan,"Kami sesama lelaki. Jadi ada beberapa hal yang bisa kami tebak."
Pada akhirnya Hinata menuruti perkataan Neji. Dia memantapkan hati, menulis pesan kemudian mengirimnya pada Itachi. Gadis itu menelan kecewa karena setelah beberapa jam tidak ada balasan dari pria itu.
.-.-.
TBC
