Standart warning applied
Naruto by Masashi Kishimoto
Happy Reading...
.
.
Satu lawan tiga. Tidak adil. Ini namanya pengeroyokan. Apalagi seorang gadis dikeroyok. Tambah tidak adil sama sekali.
Gadis kecil bermata lavender terpojok pada dinding salah satu permainan di taman. Hanya bisa menunduk dan terisak sesak. Ia hanya ingin ikut bermain. Tapi, kenapa dirinya yang malah dipermainkan.
"Matamu seperti mata monster," ucap seorang bocah dengan kaos cokelat.
"Jangan-jangan dia memang monster," timpal bocah lelaki lainnya.
Seorang gadis diantara dua bocah lelaki itu bergidik sambil berkata 'Hi' seolah yang dikerumuni memang benar-benar monster. Kalau ketiga anak itu memang takut monster kenapa malah mengeroyok dan menertawainya.
"Hei, anak-anak nakal," suara berat dan dingin menyentakkan keempat anak kecil itu.
Tiga anak yang mengerumuni si gadis berbalik dengan gerakan kaku layaknya robot. Lalu mendongak, mata mereka membulat, satu persatu mereka kabur. Menyisakan gadis kecil yang memandang takjub sosok tinggi dihadapannya.
Tinggi, putih, mata onyx yang berkilau, rambut raven melawan gravitasi. Uh. Gadis kecil itu merona samar.
"Apa?" tanya pemuda yang masih berseragam lengkap dengan membawa tabung itu.
Seorang gadis berusia tujuh tahun dengan segala dongeng yang diceritakan oleh ibunya menjelang tidur. Boleh 'kan kalau menganggap sosok di depannya ini sebagai pangeran berkuda putih yang hanya datang untuk menolongnya seorang.
Bibir mungil itu tersenyum lebar, lalu, "Aku akan menjadi pengantin kakak saat sudah besar."
Kalimat itu meluncur begitu saja tanpa tersendat. Membuat onyx membulat sekejap.
"Namamu?"
"Hyuuga Hinata."
"Janji?" Hinata mengangguk mantap. "ayo buat janji."
Jari kelingking bertaut.
Lalu, cap jempol.
Bersalaman. Seolah sedang mencopy perjanjian.
Kemudian menempelkannya di dada.
"Namaku, Uchiha Sasuke." Sasuke memberikan pita yang melingkari tabung berisi ijazah kelulusannya pada Hinata. "dan, jangan mengingkari janjimu, Hinata."
.
.
Duduk berhadap-hadapan di salah satu ayunan double di taman membuat Hinata merasa kurang nyaman. Ia memelintir asal pita ungu yang ada ditangannya untuk mengurangi kecemasan yang melandanya. Hinata mencuri pandang pada lelaki dihadapannya. Orang itu masih sama seperti delapan tahun yang lalu. Masih tampan dengan raut wajah dingin yang mempesona. Bedanya lelaki itu kini tampak dewasa dengan setelan jas hitam mahal dan sepatu kantor. Sedangkan Hinata, masih lengkap dengan seragam SMA yang diterimanya seminggu lalu. Membuat Hinata cemberut tanpa sadar.
"Taman ini masih sama," suara khas lelaki itu menyadarkan Hinata dari lamunan singkatnya.
"Y-ya." Haduh, kumat gagapnya.
"Apa kabar?"
"Baik."
Onyx itu menatap tepat pada lavender Hinata, saat tak sengaja matanya mencuri pandang.
"Masih ingat saat kita bertemu dan-" jeda, "janjimu?"
Bagaimana Hinata bisa lupa kejadian delapan tahun silam. Kejadiannya sama dengan yang Hinata alami barusan.
Sama-sama diganggu oleh anak nakal dan sama-sama diselamatkan oleh orang yang sama.
Sasuke Uchiha.
Dunia memang sempit.
Hinata menghela napas keras.
"Ada apa?" tanya Sasuke yang menyadarinya.
"Ti-tidak."
"Ku harap kau tidak mengingkari janjimu, karen-"
"Ya?"
"Aku ingin menikahimu."
The End
a/n : pancinya pancinya *ngumpet
Juli hiatus dulu yah
Dadah
psstt... yang penasaran saya cowok apa cewek, saya ituuuuu~
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
tebak sendiri deh
*kabur
