Haruno Sakura melangkahkan kakinya menyusuri tepian pantai. Dress berwarna putih selutut yang dikenakannya berkibar tertiup angin. Begitu pula dengan helai-helai rambut berwarna merah muda yang terkadang menggelitik wajahnya. Tangan kanan dan kirinya bertatutan.
Lalu, langkahnya terhenti. Manik viridian-nya menatap langit yang berwarna jingga. Matahari sebentar lagi akan berada dalam batas ambangnya. Bersamaan dengan itu, ombak menyentuh kakinya yang tanpa alas, menyebarkan rasa dingin di sana.
Sakura membentangkan kedua lengannya. Memejamkan matanya, merasakan angin yang berembus ke arahnya. Setelah sejenak ia melakukan pose seperti itu. Ia perlahan menurunkan kedua lengannya dan membuka kedua kelopak matanya.
Senyuman terukir di wajahnya. Setidaknya, hari ini ia merasa senang tanpa perlu ada beban dan gangguan. Tentu saja, beban dan gangguan itu sangat berat―baginya. Karena ia merasa tak akan lelah jika saja ia tak berurusan dengan Akuma. Ya, Akuma Buntut ayam―begitulah ia menyebutnya, menyebut sang Iblis yang dianggap beban dan gangguan yang berat baginya. Tapi, saat memikirkan hari esok, ia merengut kesal. Karena esok hari ia mulai masuk sekolah lagi. Tentu saja, ia harus bertemu si Akuma Buntut ayam―orang yang paling tak ingin ia temui.
"AKUMA SIALAN! BUNTUT AYAM JELEK!" teriaknya ke arah ombak.
Rasanya ada perasaan sedikit lega yang ia dapatkan setelah berteriak seperti itu. Tapi, rasa lega itu tiba-tiba saja berubah menjadi rasa tak enak. Rasa gelisah. Bulu romanya meremang.
"Hn? Coba kau teriak sekali lagi―"
Tuh, kan? Ia sudah merasakan firasat yang tak enak. Oh Tuhan... ia berharap suara itu hanya ilusinya saja.
"―Heh, Jidat lebar!"
Poor, Sakura! Itu bukan ilusi.
Sakura menarik napasnya dan menghembuskannya. Lalu, ia membalikkan badannya dan dapat dipastikan, Akuma itu tengah berdiri di belakangnya. Dengan seringainya yang menyebalkan.
"Eh? Sas―Sasuke! Hehe..."
Naruto © Masashi Kishimoto
Basic idea : Devil Beside You
Warning : OOC (maybe), Alternative Universe.
Special Request for Maemi Ayabito
•
Enjoy Yourself!
Aisukurīmu no Freeze
.
Chapter 1
Sakura menarik napasnya lamat-lamat, lalu mengembuskannya. Ia berusaha menetralkan lagi perasaannya yang tak karuan. Senang dan gugup. Pasalnya, ia baru saja berpapasan dengan seseorang yang sedari ia masih di tingkat satu ia taksir. Senyuman tak lepas dari paras Sakura.
Sakura terus melangkah menuju kelasnya, karena bel telah berbunyi. Menandakan jam istirahat telah berakhir.
Sakura duduk di tempatnya―masih tetap tersenyum. Teman sebangkunya sekaligus sahabat Sakura―Yamanaka Ino, memandang Sakura heran. Ia mengangkat sebelah alisnya, lalu setelah itu ia menganggukkan kepalanya tanda ia mengerti mengapa Sakura terlihat bahagia dan seperti orang idiot.
"Ssst... kau pasti habis bertemu dengan pujaanmu itu, kan?" tanya Ino pelan―setengah berbisik mungkin.
Sakura menoleh ke arah Ino, ia tersenyum lebih lebar, selebar jidatnya itu. "Ya, Ino. Meskipun bisa dibilang hanya kebetulan. Err―kami saling berpandangan sesaat, Ino. Ia menatapku! Oh... Ya ampun... detak jantungku serasa ingin meledak," ucap Sakura berlebihan seraya mencengkeram lengan Ino.
Ino meringis kesakitan, ia melepas paksa cengkeraman Sakura. Lalu menjitak kepalanya.
"Aw... sakit, Ino!" ringis Sakura seraya mengusap-usap kepalanya.
"Makanya, kau jangan sembarangan mencengkeram lengan orang lain," ucap Ino kesal. Lalu setelah itu ia tersenyum. "Jadi, kalian saling berpandangan? Wah, kemajuan. Tapi... seharusnya kau bertindak cepat, Saku. Sebelum Gaara di ambil orang lain."
Sakura menatap Ino bingung, lalu menghela napasnya. "Aku sudah bilang kalau aku paling anti mengejar seorang pemuda. Huh!"
"Aku tahu. Tapi, bagaimana kau mau dekat dengannya jika kau tetap seperti ini. Diam di tempat. Enggak akan ada kemajuan." Ino mengeluarkan bukunya dari dalam laci bawah mejanya begitu pula dengan Sakura.
Sakura hanya mengangkat bahunya. Tapi, perkataan Ino ada benarnya juga, ya? pikirnya.
"Permen kapas, bagaimana kalau kau menulis surat untuk Gaara? Bagaimana?" tanya Ino seraya tersenyum.
Sakura memandang Ino tak percaya. Ayolah, ini sudah zamannya PDA. Memangnya surat-menyurat masih zaman? Yang benar saja. Sakura memutar kedua bola matanya, "Aku tak mau. Memangnya ini masih abad sembilan belas? Halo, Ino yang katanya gadis paling modis dan fashionable, yang benar saja? Ayolah, kau jangan membuatku tertawa, Pig!"
Ino mendengus kesal, "Setidaknya itu cara yang paling aman untuk langkah awalmu, Forehead! Menurutku, aman kok!"
Suasana di kelas tiba-tiba menjadi hening. Sakura mengakhiri pembicaraannya dengan Ino karena guru mata pelajaran Ilmu Sosial telah masuk.
"Hei, pulang sekolah pokoknya aku ingin tahu keputusanmu. Mau maju atau tidak? Dengan cara itu, pastinya," bisik Ino.
Sakura hanya memutar kedua bola matanya tanpa menjawab apa pun. Karena ia tahu, percuma saja ia jawab. Mau atau tidak, Ino tetap memaksa.
.
.
"Baiklah, baiklah, aku akan membuatnya. Jadi, kau jangan cerewet!" Sakura menghela napasnya. Akhirnya ia menuruti rencana Ino untuk membuat surat. Meskipun dengan setengah hati.
"Bagus, aku akan mendukungmu. Benar begitu, Hinata?" tanya Ino seraya melirik Hinata.
Gadis berambut indigo panjang itu hanya mengangguk dan tersenyum, ia juga merupakan salah satu sahabat Sakura.
"Baiklah, besok kita lancarkan rencana kita. Ayo, pulang!" ucap Ino.
"Iya, iya," ucap Sakura seraya menyambar tasnya di atas meja.
.
.
Suasana riuh oleh teriakan para penonton yang didominasi oleh para gadis. Di bangku penonton, para gadis tersebut meneriaki sang Idola. Tentu saja, teriakan itu di dominasi oleh dua nama yang paling kencang di sebut.
"GAARA-SAMA!"
Lalu,
"NEJI-SAMA!"
Sakura, Ino, dan Hinata yang duduk di bangku penonton menutup kedua telinga mereka yang berdenging akibat teriakan para gadis yang terlalu bodoh untuk membuang-buang suara dan membengkakkan pita suara hanya untuk meneriaki dua orang itu. Oh ya, dirinya juga memang begitu―mengagumi dan menyukai Gaara, tapi ia tak akan melakukan hal yang sama seperti para fans fanatik yang terlalu berlebihan seperti itu―menurut Sakura.
Setelah dirasa suara teriakan itu agak mereda, mereka menghela napas dan melepaskan kedua tangan mereka dari telinga mereka.
"Haa... Lama-lama berada di sini, telingaku bisa budeg!" gerutu Ino.
"Memangnya kau saja? Aku juga. Dan Hinata. Benar begitu, Hinata?" tanya Sakura melirik Hinata.
"I-iya."
"Aku tahu. Sakura, dua menit lagi latihan mereka berakhir. Kau harus bergegas. Sana keluar duluan. Tunggu Gaara di depan pintu ruang ganti!" ucap Ino dengan nada memerintah.
Sakura mendecak kesal tapi ia beranjak juga dari sana. Sakura menghela napas, mencoba menenangkan hatinya. Semoga ini berhasil, harapnya.
Setelah menunggu dua menit―kurang lebih. Beberapa pemain sepak bola melintas dan masuk ke dalam ruang ganti, terkadang dari mereka ada yang melirik Sakura heran, juga meliriknya dengan pandangan yang membuat Sakura jijik. Sampai, mata Sakura menatap objek berwarna merah yang tengah berjalan dengan tenangnya, handuk yang melilit di lehernya juga wajah tampannya yang berkeringat. Sakura melongo, terpesona akan penampilan Gaara yang menurutnya sangat menggoda.
Sakura menepuk kedua pipinya. Apa yang kau pikirkan sih? batinnya.
Jantung Sakura berdegup kencang. Tangan dan kakinya sedikit gemetar. Ia merogoh sakunya dan mengeluarkan amlop berwarna biru. Ia memejamkan matanya, berdo'a dalam hati semoga semuanya berjalan lancar.
Hanya tinggal beberapa langkah lagi, Sakura menggerakkan kakinya menghampiri Gaara. Dua puluh langkah Sakura menuju Gaara.
Sepuluh langkah.
Lima langah.
Dua langkah lagi dengan jantung yang seakan sekarat.
Dan...
Sakura membungkukkan badannya, memegang perutnya yang tiba-tiba sakit.
Ugh... Dasar, tak bisa diajak kompromi ini perut! gerutu Sakura dalam hati.
Ia menegakkan lagi badannya, dan menghela napas kecewa karena Gaara telah masuk ke dalam ruang ganti pemain.
Ia melangkah dengan tak bersemangat. Wajahnya tertunduk sedih. Tak memperhatikan sekelilingnya. Hingga saat ia sampai di belokan—
—DUAGH!
Pantatnya mencium lantai koridor yang kotor. Ia meringis sakit. Saat ia mendongakkan kepalanya, matanya melebar dan wajahnya menjadi pucat pasi. Di sana, berdiri pemuda tampan dengan manik obsidian-nya yang tajam. Ia terkejut, badannya menjadi lemas saat didapati suratnya berada di antara jemari pemilik manik obsidian itu.
Sementara itu, pemuda bermanik obsidian menyipitkan matanya dan menyeringai ke arah Sakura.
"Hn. Surat? Wah, dari Sakura untuk Gaara," ucapnya dingin. Ia masih tetap memandang wajah Sakura yang pucat dan masih pada posisi jatuhnya.
Sakura bangkit dari jatuhnya dan berdiri menghadap pemuda bermanik obsidian dan menyipitkan matanya.
"Kembalikan!" ucap Sakura memberanikan diri meskipun ada ketakutan tersendiri di hatinya.
"Hn. Jika aku tak mau?"
Sakura merasa kesal. Hari ini benar-benar sial baginya. Sakura memandang pemuda itu, sejenak ia terpesona, tapi mengingat surat itu dan berlalunya Gaara, ia menjadi kesal lagi lebih dari sebelumnya. Lalu, matanya terhenti pada rambut milik pemuda itu yang bergaya aneh.
Ha? Buntut ayam!
"Kembalikan, Buntut ayam jelek!"
Seringai di wajah pemuda itu menghilang. Ia memandang Sakura dengan tatapan membunuh. Sakura bergidik ngeri, keringat mulai mengalir di pelipisnya.
"Kau sekarang adalah budakku!" ucapnya.
"HAH? ENAK SAJA!" teriak Sakura, "Memangnya apa hakmu menjadikanku budak?" Sakura mengarahkan telunjuknya tepat di depan wajah pemuda itu.
Pemuda itu mengangkat sebelah alisnya, ia kemudian menyeringai. "Kalau kau tidak mau―" Pemuda itu mengangkat amplop biru berisi surat Sakura, "―akan aku sebarkan surat ini. Dan―jangan pernah memanggilku Buntut ayam, Jidat lebar! Harus kau ingat, namaku Uchiha Sasuke!" Setelah berkata seperti itu, ia berjalan melewati Sakura yang diam membisu.
Pemuda itu―Uchiha Sasuke yang telah agak jauh dari tempat Sakura berada menghentikan langkahnya saat didengarnya teriakan Sakura yang bergema.
"BUNTUT AYAM SIALAN!"
Sasuke menyeringai dan berjalan kembali meninggalkan tempat itu, juga meninggalkan Sakura dengan kekesalan dan kebingungan tingkat akut.
To be continued
Akuma = Devil
Author Talk's :
Sebelumnya mau minta maaf dulu buat Maemi Ayabito, maaf baru sekarang di publish. Semoga awal chapter ini tak mengecawanmu.
Lalu, yang paling awal yang adegan sebelum disclaim itu semacam prolog. dan sesudah disclaim itu awalnya. begitu. -_-
terus, maaf ya kalau garing. Rie harap ini tak mengecewakan.
Rie butuh Kritik dan sarannya. Feedback, please?
