AFFAIR
Hallo mina-san, apa kabar niehhh?
Sesuai desas desus yang bergema dimana-mana, Sophia beneran nieeh mempersembahkan fic Sophia yang baru judulnya 'Affair' . . . gak bakalan neyesel deh baca fic yang satu ini, menarik and penuh dengan esmosi. Tapi jika ada kesalahan dalam pengetikan dan lain sebagainya, mohon maaf yah minna, Sophia hanya manusia biasa dan seterusnya. . .
Ohh iyah, bukan ini doang kok fic baru Sophia, masih ada lagi. . . satu persatu deh nanti di tongolin. . . .^^ yawdh, nieh silahkan baca, enjoyed yah minna . .^^
Masashi Kishimoto
Pair : NaruHina
Genre : Romantic/Drama
Rated : T
SELAMAT MEMBACA
Chapter 1
"nama ku Hyuuga Hinata, mohon bantuannya!"
"baiklah, karena kalian semua sudah saling mengenal, kita akan membuat kontrak pelajaran!"
Saat itu musim panas, musim pertama dimana Hinata dan teman-teman barunya bertemu dan saling mengenal satu sama lain. Hari pertama masuk sekolah adalah hal yang paling menyenangkan bagi semua murid-murid baru, tapi bagi Hinata, membosankan. "kau tidak terlihat senang, boleh aku bergabung?" ujar seorang gadis berambut pink lalu duduk disamping Hinata, "rupanya kau sulit berteman yah, aku akan menjadi teman mu, kau mau?"
Hinata mengangguk, "nama ku Haruno Sakura, dan aku sudah tahu nama mu, Hyuuga Hinata. Dan. . . kau adalah putri dari donatur terbesar di sekolah ini, dan aku juga tidak lupa, kalau kau. . ."
"hentikan Sakura. . ."
"ooowh, dengar, kau memanggil namaku, ku kira kau tidak akan bicara."
"aku juga punya mulut, tentu aku akan bicara."
"baiklah Hinata, sekarang kita akan berteman, oke?"
"oke!"
Satu tahun kemudian. . .
Musim dingin setelah satu tahun berlangsung, tak terasa Hinata ternyata sudah pandai bergaul dan sekarang dia mempunyai banyak teman. Lalu satu lagi teman yang akan mengisi kelasnya dan bangku Hinata yang kosong, kira-kira siapa dia yah? Orang itu masuk dan semua mata memandang kearahnya, tapi tidak dengan Hinata, dia memandang salju yang turun. Teman barunya itu memperkenalkan diri, dia bilang namanya Uzumaki Naruto, Naruto melihat semua teman-teman barunya, dia melihat Hinata yang tidak memandangnya. Lalu saat Naruto mengulangi lagi perkenalannya, disitulah Hinata berpaling dari salju dan melihat ke depan kelas.
Akihrnya tatapan mereka bertemu, hanya saling menatap, dan raut yang tidak bisa digambarkan. Hinata lalu berpaling kembali kearah salju, tapi tidak dengan Naruto, ia mulai berjalan kearah Hinata karena dia akan duduk disebelah Hinata, "boleh aku duduk disini?" kata Naruto. Hinata menyilangkan lengannya, "kau sudah duduk, tidak perlu meminta izin!" dan itu adalah benar. Naruto tersenyum sinis, "baiklah kalau begitu, akan akan bertanya yang lain, boleh aku tahu siapa nama mu?" Hinata senyum dengan terpaksa, "kau juga akan tahu nanti saat guru mengabsen."
"baiklah, terserah saja."
Sepertinya mereka berdua tidak terlihat akur, dan tidak ada ketertarikan sedikit pun antara keduanya. Tapi Naruto lebih mendominasi, dia ingin mengenal Hinata lebih jauh lagi, karena dalam pikirannya, ada sesuatu dalam diri Hinata yang tidak semua orang ketahui, sesuatu yang unik, dan sulit dipahami semua orang. "kenapa kita harus disini, kenapa tidak di kantin. . ."
"awas!"
Dan peringatan itu terlambat. Bola itu mengenai makanan yang dibawa Hinata, "lihat sekarang, ini semua gara-gara dirimu Sakura, Hinata sudah memperingatkan kita kalau. . ."
"aku tahu, ayo kita pergi sebelum kita terseret dalam kekacauan ini."
"kau ini tega sekali, Sakura, hey dengarkan aku!"
Mereke berdua pergi meninggalkan Hinata, dan Hinata tidak peduli, dia hanya memperdulikan makanannya yang jatuh berserakan ditanah lapangan. Bola yang melayang itu ternyata berasal dari orang yang tengah mendekati Hinata. Hinata terlihat kesal dan dia marah, "lihat apa yang kau lakukan, kau membuat makanan ku berserakan di tanah, kau tahu betapa berharganya makanan ini, lebih berharga dari emas."
"wow, kau anak orang kaya, kau bsia membelinya lagi bukan, kekayaan mu tidak akan habis hanya untuk membeli makanan ini."
"kau tuli yah, aku bilang makanan ini lebih berharga dari pada uang atau pun emas. Aku bukan orang kaya yang hanya menghambur-hamburkan uang, aku tidak seperti itu. Kau dengar, aku memang kaya, tapi aku mencoba bersikap seperti orang sederhana. Ayahku tidak mengajarkan hal-hal yang bertentangan dengan tata krama yang selalu dimiliki orang kaya kebanyakan, seperti dirimu!"
"a-apa, apa maksud mu aku memiliki tata krama yang buruk begitu? Jangan menilai buku dari sampulnya, dan jangan menilai diriku sesuka hati mu!"
"terserah, aku ingin kau mengganti makanan ku!"
"baiklah tuan putri, aku akan menggantinya."
"bagus." Hinata pergi meninggalkan Naruto. dia jadi tidak berselera makan sekarang. Saat itu dia berlalu pergi ke atap sekolah, matanya lurus kedepan memandangi takdirnya yang masih menjadi sebuah misteri.
Saat pulang sekolah Hinata tidak sama sekali bicara dengan teman-temannya, dia hanya diam sejak kejadian jam istirahat. Lalu Sakura dan Ino menduga bahwa Hinata marah pada mereka berdua. ingin meminta maaf tapi Hinata pulang lebih dulu, dan akhirnya mereka berdua hanya bisa menunggu hari esok untuk meminta maaf. Disisi lain, Hinata tengah menunggu bis dan saat itu Naruto melihatnya sambil mengendarai motornya. Dia ingin sekali menebus kesalahannya saat jam istirahat, tapi ini bukan waktu yang tepat. Lalu Naruto pun pergi dan menunggu hari esok.
~~~####~~~
"Hinata, bicaralah, kenapa kau hanya diam, kami jadi sangat merasa bersalah, maafkan kami!" kata Sakura
Hinata hanya terdiam, "Hinata." Panggil Ino sekali lagi. Lalu Hinata pun menoleh ke arah mereka berdua, "ya tuhan terima kasih." Kata Sakura. "aku tidak menyalahkan kalian berdua, jangan merasa terbebani dengan kejadian kemarin!" kata Hinata. Sakura dan Ino menghembuskan napas lega, "aku kira kau marah. Baiklah, karena sekarang kau sedang kesal, kami akan mengajak mu ke ruang olah raga, kau bisa bermain karate-karatean disana, kau suka bertarung kan hah?" ujar Sakura sambil melakukan adegan karate.
"iyah, kita bisa melihat mu latihan." Kata Ino
"benarkah?" tanya Hinata penuh kepastian. Lalu mereka berdua mengangguk senang.
Sakura dan Ino sangat paham dengan sifat dan karakter Hinata yang pendiam dan juga terlihat lugu, tapi bukan dua tahun namanya kalau mereka tidak tahu bahwa Hinata menyukai perkelahian. "kau benar-benar nekat saat itu Hinata. Ingat tidak saat kita dalam situasi menegangkan saat itu?"
"oh iya, kau benar sekali Sakura, saat itu. . ."
Saat itu Hinata dan teman-temannya berada di taman, mereka melihat seorang ibu-ibu tengah menjadi sandera dari seorang penjahat, ia menodongkan pistol pada ibu itu, "jangan mendekat atau dia akan mati sia-sia ditangan ku." Kata penjahat itu. Dia seorang napi yang kabur dari penjara dan mencuri pistol dari polisi dengan cara menjebak sang polisi, akibat dari itu polisi tersebut terluka dan dia mempunyai kesempatan untu kabur, lalu akhirnya polisi mengejar dan sekarang dia berada di taman dan menyandera seorang wanita.
"jangan mendekat aku bilang!" tapi Hinata cekatan ia memberi kode pada ibu itu untuk menggigit tangan sang penjahat. Penjahat itu kesakitan dan pistol di tangannya kini trempar karena Hinata menendangnya. Sang napi hampr saja mencengkram Hinata, tapi tanpa diduga kedua temannya itu, ternyata Hinata melawannya. Perkelahian sang penjahat dengan Hinata belum selesai sepenuhnya karena polisi datang terlebih dahulu, tapi hal itu sudah cukup karena sang penjahat babak belur oleh pukulan Hinata.
"kau menang dan akhirnya dia kalah." Kata Ino.
"kau menjadi pahlawan bagi ibu itu, dan kau tahu kami penasaran apa saja yang kalian bicarakan saar ibu itu mengundang mu ke rumahnya."
"dia hanya mengucapkan terima kasih, dan dia menunjukan padaku rumahnya, sangat indah."
"apa kalian masih sering bertemu?" tanya Ino
"yah, aku menyukainya beliau, dia baik, dia bagaikan seorang ibu."
"dari nada bicara mu kau pasti sering bertemu dengannya."
"aku memang selalu menemuinya, aku sangat senang karena aku mengenalnya, kalian. . . ."
Kata-kata Hinata terputus saat dirinya dan Naruto bertatap muka, "Naruto, kau dari mana saja, Sasuke mencari mu, dia ada di kelas." kata Sakura. Naruto mendengarkan Sakura, tapi matanya hanya tertuju pada Hinata, "aku tidak mau ke ruang olah raga, aku mau pergi dari sini!" ujar Hinata lalu pergi meninggalkan Ino dan Sakura, "lihat dia, hanya dengan melihat kalian saling bertatap muka, dia menjadi sesinis itu lagi sekarang, apa kau punya efek negativ Naruto?" kata Ino.
"mungkin." Kata Naruto, lalu pergi meninggalkan mereka berdua.
Di kelas Naruto memikirkan wajah Hinata yang seperti aneh jika melihat wajahnya, "apa dia kena sawan. Kenapa tiba-tiba wajahnya jadi seperti itu melihat ku, aneh sekali."
"kau kenapa Naruto?"
"kau tahu dimana dia?" tanya Naruto pada Sasuke.
"biasanya dia ke rooftop kalau tidak guru."
Setelah mengatakan hal itu, Naruto langsung pergi ke rooftop dan ingin menemui Hinata. Di rooftop Hinata masih merasa heran dengan Naruto dan seseorang yang dia lihat, "kenapa wajahnya sangat mirip, dan matanya, semuanya terlihat mirip, ini aneh."
"apanya yang aneh?"
Hinata menengok ke belakang, dan otaknya langsung berputar kembali mengingat pertemuan pertamanya dengan wanita itu. Apa yang harus Hinata lakukan sekarang, dia ingin sekali bertanya, tapi bagaimana mungkin, jika dia bertanya hal itu akan terkesan akrab jika dia memulai pembicaraan, dan sebaiknya dia diam. "lihat, kau berbicara aneh, apa kau memang aneh?" Hinata hanya diam. "aku ada disini, dan kau tidak menghiraukan aku? Cukup. Dengarkan aku! Hinata."
Hinata tersentak kala namanya disebut dengan keras, dia menoleh ke arah Naruto berjalan ke arahnya. Dia tidak berhenti dihadapan Naruto melainkan berlalu begitu saja, tapi Naruto tidak tinggal diam, dia menarik tangan Hinata, Hinata refleks dan tiba-tiba memegang tangan Naruto dengan sangat kuat. Hinata jago dalam bertarung, seharusnya Naruto tahu akan hal itu.
"aww, hey, kau mau membunuhku, lepaskan aku, dasar gadis aneh."
Hinata melepaskan tangan Naruto dan berkata, "jangan campuri urusan ku, dan menjauhlah dariku!" kata Hinata lalu pergi sebelum Naruto berbicara, "bagaimana jika aku tidak ingin menjauh dari mu, apa yang akan kau lakukan?"
"pergilah ke neraka."
Naruto berdecak, "kau, apa yang terjadi pada mu hah, apa aku berbuat salah hingga kau begitu membenciku, apa aku buruk di mata mu?"
Pertanyaan itu membuat Hinata terpaku, dia sedikit merasa bersalah, lalu dia berbalik kembali ke aeah Naruto dan berlalu hingga berhenti dihadapannya. Mereka saling bertatap muka, Hinata mulai berbicara, "tidak, tolong jangan membuatku merasa bersalah. Dengar, aku tidak membencimu, dan aku tidak mengatakannya sedikit pun, aku hanya. . . aku merasa kau terlalu sedikit mengganggu ku, kau tidak seperti ini dihadapan teman-teman yang lain, hanya padaku."
Naruto tersenyum tipis, "memangnya kenapa kalau hanya kepada mu, apa aku begitu buruk? Aku, tahu bahwa kau adalah wanita yang berbeda. Saat aku masuk ke kelas untuk pertama kalinya, hanya kau yang tidak memandangku sama sekali, apa begitu buruk?"
"berhentilah mengatakan kau buruk, kau tidak seburuk itu, hanya saja. . . hanya saja kau terlalu peduli padaku, disaat semua orang mencoba mendekatiku namun itu hanya akan sia sia saja, dan kau pun begitu, berhentilah menggangguku!"
"aku tidak akan mengganggu, tidak akan!"
Naruto berlalu pergi dari hadapan Hinata, serasa ada petir yang menyambar, itulah perasaannya keika Naruto meninggalkannya sendirian diatap sekolah. Hinata hanya mencoba menjauh dari semua laki-laki, dan itu yang selalu ia patuhi karena ayahnya menginginkan hal itu. Dengan bela diri yang cukup ampuh, dan sikap pendiam serta ketidak peduliannya terhadap sesuatu yang bernama cinta, semua itu ia lakukan hanya untuk kebaikannya, agar dirinya selalu patuh terhadap keinginan ayahnya karena dia adalah satu-satunya harapan yang tersisa bagi ayahnya.
Hinata selalu merasakan kedamaian walau ada banyak laki-laki yang selalu mencoba mendekatinya, namun setelah Naruto datang, saat itulah kegelisahannya muncul begitu saja, dan terasa membara hingga rasanya pun seperi terbakar. Ada apa dengan dirinya, ada apa dengan Naruto. seseorang yang Hinata kenal yang bagaimana mungkin begitu mirip sekali dengannya, apakah dunia ini sempit hingga mereka berdua bisa mirip, entahlah, yang pasti ini adalah awal dimana takdirnya akan dimulai.
~~~###~~~
Satu tahun kemudian. . .
"bibi, aku mendapat juara pertama lagi kali ini, aku ingin bibi memberiku hadiah!"
"ooooh, kau pandai sekali merayu bibi, tapi karena memang ini nyata, bibi akan memberimu sesuatu. Taraaaa. . . "
Sebuah liontin, indah dan sangat berharga dari orang yang paling berharga setelah ayahnya, "ini indah sekali bibi, terima kasih." Ujar Hinata lalu memeluk bibi itu. Bibi yang ia tolong dari sebuah insiden kejahatan, dan hingga sampai detik ini hubungan keduanya berlanjut menjadi sebuah perkenalan dan akhirnya seperti kedua keluarga ibu dan anak yang berbahagia, "jangan sampai hilang yah, ini ada pasangannya dan hanya ada dua, yang satu untuk mu dan satunya lagi untuk anak bibi."
Sudah berbulan-bulan lamanya mereka saling mengenal tapi Hinata tidak tahu siapa anak dari bibi yang cantik ini, bibi Kushina nya. "bibi punya satu permintaan, kau mau mengabulkannya?"
"apapun itu." Kata Hinata.
Kushina tersenyum, "menikahlah dengan anak bibi!"
Seakan dunia ini runtuh, apakah yang Hinata dengar ini adalah sebuah lelucon atau memang kebenaran yang mutlak, "m-menikah, t-tapi bibi. . . bukankah aku masih terlalu muda untuk membicarakan pernikahan?"
"justru karena kau masih muda, semuanya pasti terencana jika dimulai dari sekarang. Hinata, hanya kau satu-satunya yang bibi kenal, hanya kau wanita yang bibi kenalkan pada paman Minato, tidak ada yang lain, bibi memilih mu. Tolong kabulkan permintaan bibi, tolong sayang!"
Hinata tersenyum bahagia, "aku sudah mengatakannya bibi, apapun keinginan mu aku akan mengabulkannya." Dan itu adalah awal dari sebuah kebenaran yang akan terungkap, namun sayang perjalanan Hinata barulah dimulai. Ketika dirinya pulang ke rumah dan masih memikirkan hal itu, dia teringat akan Naruto yang tiba-tiba mucul dalam benaknya, "apa ini maksudnya, kenapa tiba-tiba aku mengingat Naruto, menjengkelkan!"
"apanya yang menjengkelkan?"
Suara itu sangat ia kenal, dan disanalah Naruto tengah berdiri menyender di motornya, "kau dari mana saja, kenapa sore-sore begini kau baru pulang?"
"apa urusannya dengan mu, aku menemui seseorang, dan. . ."
"siapa, wanita atau pria?"
Hinata terkekeh, "aku bilang ini bukan urusan mu, dan menyingkir dari hadapan ku sekarang juga!" kata Hinata, tapi Naruto menggenggam tangan Hinata dan menariknya mendekat, Hinata memberontak, dan hampir memukulnya, tapi sayang, hal itu sudah tidak ampuh lagi bagi Naruto. "jangan nakal seperti ini, kau tidak pantas melakukannya lagi, hentikan!" Hinata mengambil paksa tangannya, tapi Naruto membopongnya dan menaikan Hinata di atas motornya.
"apa yang kau lakukan?"
Hinata berteriak namun Naruto tetap menjalankan motornya, hingga Hinata tak punya pilihan lain dan akhirnya menyerah, "berpeganglah atau kau akan jatuh!" kata Naruto dan Hinata mematuhinya secara refleks karena Naruto menjalankan motornya dengan sangat kencang. Tak disangka cuaca hari itu berubah drastis, tiba-tiba hujan turun dan mereka pun berteduh di halte bus, "lain kali aku tidak mau lagi menaiki motor mu!"
"kenapa menyalahkan motor ku, ini salah hujan, dia tiba-tiba turun."
Hinata menghembuskan napas panjang, "cukup, aku tidak mau lagi disini bersama mu, membuat ku jijik," kata Hinata lalu pergi meninggalkan halte, padahal huja semakin deras. "dasar keras kepala." Kata Naruto lalu menyusul Hinata. Mereka berdua kehujanan, atau mungkin hujan-hujanan, entahlah yang pasti dua-duanya sama-sama keras kepala, "berhenti disitu!" kata Naruto. tapi Hinata tidak menghiraukannya, hingga sesuatu hampir saja terjadi, "Hinata berhenti, Hinata!"
Suara klakson mobil tidak terdengar oleh Hinata, namun disisi lain Naruto berlari dan mengejar tubuh Hinata lalu menangkapnya. Hinata berteriak kala Naruto menerjang tubuhnya, mereka tergeletak diatas rumput yang basa, dengan hujan deras yang masih mengguyur mereka berdua, "bodoh, kau tidak dengar bunyi klakson itu, hampir saja tubuh mu terkoyak, apa yang akan terjadi kalau aku tidak cepat-cepat menolong mu hah, kau mau mati?"
Mereka berdua terjatuh dengan Naruto yang berada diatas Hinata, tubuhnya melindungi Hinata dari guyuran hujan, yah walau pun dua-duanya sudah basah kuyup, tapi Hinata sedikit mendapatkan kehangatan bukan, "kalau pun aku harus mati mengapa tidak?"
"jaga bicara mu!"
"kenapa hah, apa yang akan kau lakukan jika aku. . ."
"aku selalu ingin melakukan hal ini!"
"hal apa yang. . ."
Tidak panjang lebar lagi Hinata mengeluarkan katanya, kini kata-kata itu terputus sudah kala Naruto menciumnya. Ciuman itu begitu dalam hingga Hinata tak mampu lepas dari jeratan Naruto. Hinata memukul-mukul dada Naruto, tapi sayang tenagannya tidaklah sekuat tenaga Naruto yang tengah mencapai puncak keinginan yang selalu ingin ia lakukan pada wanita, atau satu-satunya wanita yang tak begitu peduli padanya, hingga membuat Naruto ingin melakukan hal semacam ini, entah perasaan apa yang ia miliki, masih belum jelas.
Yang pasti jika ia ingin melakukan hal itu sudah lama sekali, itu berarti dia mempunyai rasa. Sesuatu yang mungkin berhubungan dengan cinta. Hinata mengeratkan jarinya, dan berteriak kecil, "hentikan, Na. . . mmphh. . ." Hinata tidak mempunyai kesempatan untuk bicara karena Naruto terlalu membara untuk sekarang ini. Dia menggigit bibir Hinata dan Hinata melenguh, dua-duanya sama-sama menikmati dibawah guyuran hujan dan tak ada seorang pun yang melihat mereka.
Naruto semakin menguasai, dan Hinata semakin terjajah. Ketika keduanya membutuhkan oksigen, kini Naruto memberikan jeda waktu untuk mengirup udara segar. Hembusan napas yang tak beraturan membuat gairah keduanya semakin bertambah. Hinata tak berkata apapun karena Naruto menyelanya, "jadi ini rasa bibir mu," Naruto membelai bibir Hinata dengan ibu jarinya, "aku menikmatinya, sangat!" lalu Naruto menicum Hinata kembali, kali ini tidak ada perlawanan.
Dan setelah itu Naruto menggendong Hinata, tubuhnya begitu ringan, dan tak tanggung-tanggung Hinata melingkarkan lengannya pada leher Naruto, mungkin itu gerak refleks karena Hinata masih terlalu shock untuk berbicara, mulutnya tertutup rapat dan lidahnya begitu kelu. Begitu sampai di rumah Hinata, Naruto tak lupa apa yang ingin dia sampaikan, dia berbicara didekat telinga Hinata, "kau dengar, rasanya nikmat sekali, aku menikmatinya!"
Entah itu pujian untuk bibir Hinata atau sebuah penghinaan, Hinata tak tahu apa yang terjadi pada dirinya saat ini, dia begitu hilang akal sehat dan tak mampu berbuat apa-apa kala Naruo melakukan hal itu padanya, "aku selalu iri pada teman-teman yang selalu berciuman didepan teman-teman yang lain, mereka tidak pernah malu, dan hal itu akan menjadi pelajaran untuk aku dan dirimu."
"kita saling membenci." Kata Hinata.
"tidak jadi masalah, aku menyukainya. Masuklah dan bersihkan tubuhmu!"
Seakan itu adalah perintah yang mutlak Hinata dengan mudahnya menuruti perkataan Naruto. "tidak mungkin, apa yang dia lakukan pada ku, kenapa aku seperti ini?" kesadarannya baru muncul ketika dirinya memasuki rumah. Beberapa jam kemudian dia sudah mandi dan kini bersiap untuk menyiapkan makan malam, tapi Hinata masih meggerutu, "akan aku balas dia, tapi apa yang harus aku lakukan, menyebalkan!"
"apanya yang menyebalkan?" kata-kata itu membuat Hinata teringat perkataan Naruto. Hinata menoleh ke arah suara itu, "ayah, ayah sudah pulang, cepat sekali."
"ooh jadi kau ingin ayah berlama-lama di kantor dan meninggalkan mu sendirian, apa itu mau mu?"
"tentu tidak ayah. Ayah mandilah, aku akan menyiapkan makan malam."
"apa terjadi sesuatu di sekolah mu, kau terlihat kesal, dan tadi kau bilang menyebalkan, apa yang menyebalkan?"
"ayah, aku akan bercerita, tapi ayah mandi saja dulu, oke!"
Beberapa menit kemudian, setelah semua masakan siap, dan ayah Hinata selesai mandi, kini keduanya menyantap makan malam dengan damai. Tapi kedamaian itu sirna ketika ayahnya membahas perkataan Hinata yang tadi, "ayolah ayah, ayah juga pasti punya kan seseorang yang menyebalkan saat masih SMA?"
"tentu ayah punya, ayah punya satu dan dia seorang perempuan."
Bagus, ini sudah keluar jalur, batin Hinata. "benarkah, lalu apa perempuan itu adalah ibu?"
"bukan. Kau salah sayang, perempan itu adalah teman dari ibu mu."
"lalu kenapa ayah berpikir dia menyebalkan, dan kenapa ayah bisa bersama ibu. Apa waktu itu ayah dan perempuan itu tidak saling suka?"
"tentu tidak. Dia jelas-jelas benci pada ayah, tapi sayangnya temannya yaitu ibu mu menyukai ayah, dan ayah juga menyukainya, dia begitu lembut, baik dan anggun. Tidak seperti temannya. Dia sangat ceroboh, suka berkelahi seperti dirimu, dan dia sebenarnya baik, dia menyayangi ibu mu, hingga akhir hayat ibu mu dia masih tetap setia, namun setelah kepergian ibu mu dia pergi begitu saja. Hingga saa ini ayah ingin sekali bertemu dengannya kembali, tapi entah dimana ayah bisa menemukannya."
"apa dia seperti malaikat bagi ibu, ayah?"
"iyah sayang, dia selalu menemani ibu mu disaat bahagia, sedih dan sakitnya. Hingga penyakit mematikan merenggut ibu mu, dia tetap setia, tapi sayang dia tidak bisa melihat dirimu karena hal itu akan mengingatkan dirinya tentang ibu mu."
Hinata terisak, ia sangat terharu mendengar cerita ayahnya. Ibunya ternyata mempunyai teman yang begitu menyanyanginya hingga berkorban sanga besar dengan meninggalkan segalanya hanya untuk menemani ibunya. Suatu saat nanti Hinata pasti akan bertemu dengannya, pasti.
~~~###~~~
Disisi lain Naruto tengah mengunjungi rumah kedua orang tuanya. Setelah hari kecelakaan yang merenggut semua kebahagiaan Naruto, dan ayahnya serta ibunya, kini semuanya terasa srina. Melihat ayahnya berbaring di tempat tidur, sudah beberapa tahun Minato koma dan hal itu membuat kebahagiaan dalam hidup Kushina dan Naruto terasa kosong, "ayah mengganti perban, lucu sekali perban ini, berwarna warni, ibu melakukannya?"
"tidak, tapi ibu menyukainya, biarkan saja!"
"baiklah."
Naruto tidak bertanya siapa yang memasang perban baru pada ayahnya, dia hanya senang ketika melihat ibunya tersenyum. Baru kali ini sejak kecelakaan itu, ibunya tidak pernah tersenyum sedikit pun, tapi saat ini Naruto benar-benar senang melihat ibunya tersenyum bahagia, siapapun yang membuat ibunya tersenyum seperti ini dia akan sangat berterima kasih pada malaikat ini.
Keesokan harinya di sekolah, suasana tidak jauh berbeda dari biasanya, banyak teman-temannya yang berpacaran, bahkan tidak malu sedikit pun kalau mereka harus berciuman, itu membuat siapa saja yang melihat akan merasa iri. Saat Hinata melihat pintu, disana sudah berdiri Naruto yang tengah memandangnya, dan tersenyum jahil. Hinata membencinya, sangat. Naruto berlalu dari pintu dan berhenti dihadapan Hinata, berjongkok dihadapannya, "selamat pagi, kau menyukai suasana ini?" tanya Naruto, ketika suasana yang ia lihat adalah pemandangan orang-orang yang tengah bermesra-mesraan di hadapannya, itu membuat dirinya muak.
"aku membencinya, dan aku juga membenci mu."
"sayangnya aku tidak, ikut aku!"
Tidak ada yang memerhatikan, mereka terlalu sibuk dan tidak melihat Naruto tengah menarik tangan Hinata, "lepaskan aku, kemana kau akan membawa ku?" Naruto tidak menjawab, dia hanya tersenyum kala gadis-gadis lain melihatnya menggandeng tangan Hinata. Hal itu membuat Hinata merasa dibenci semua gadis. Naruto membawa Hinata ke atap, "katakan pada ku itu tidak benar?" kata Naruto. hinata tidaklah mengerti apa yang tengah Naruto bicarakan.
"katakan padaku kau akan ikut perkemahan itu!"
Ooh, jadi itu sebabnya. Minggu lalu teman-temannya akan mengadakan perkemahan, dan rencananya Hinata tidak akan ikut, tapi kenapa Naruto marah jika dia tidak ikut, "kenapa kau memaksa, ini bukan urusan mu." Kata Hinata. "jika ini karena ayah mu, aku akan langsung meminta ijin padanya." Hinata terkejut dengan pengakuan Naruto, Hinata tersenyum mengejek, "ooh yah, tapi sayangnya ini bukan karena ayahku, hanya saja aku tidak ingin, kau dengar, aku tidak ingin!"
"harus, kau harus ikut, atau . . ."
"atau apa?"
"aku akan melakukan sesuatu, aku akan datang pada ayah mu dan aku akan meminta ijin padanya secara langsung, au yakin ayah mu pasti senang melihatku."
Entahlah, selama ini Hinata tidak pernah memperkenalkan siapapu pada ayahnya, terutama seorang laki-laki, "terserah, aku tidak takut ancaman kekanakan mu itu." Hinata berlalu dari hadapan Naruto dan Naruto tersenyum sinis, dia akan melakukannya, itu adalah janjinya.
Tiga hari setelah hari itu, barulah kini kesempatan berkemah bersama akan terwujud. Sakura menghela napas berat kala Hinata tidak ikut bersamanya, "Naruto juga tidak ada." Kata Ino. "kenapa merke berdua kompak." Sasuke datang dan memberitahu semuanya, bahwa Naruto akan membawa Hinata untuk ikut berlibur, "rencana yang bagus." Kata Sakura.
Dikediaman Hinata, Naruto sudah bertemu Hiashi, tapi sayang Hinata tidak di rumah, Hiashi mengatakan bahwa sebentar lagi Hinata akan pulang, dan sementara itu Naruto mengobrol dengan Hiashi, "kau tidak asing bagiku Naruto, apa aku pernah bertemu dengan mu sebelumnya?" tanya Hiashi. "sepertinya tidak paman, ini yang pertama."
"yah mungkin saja aku salah lihat. Dengar, aku tidak pernah bertemu dengan teman-teman Hinata, dia hanya memperkenalkan aku dengan dua teman wanita nya, siapa yah namanya, kalau tidak salah, Sakura dan Ino, apa kau mengenal mereka?"
"mereka berdua teman sekelas ku juga paman."
"ooh begitu, paman senang kalau ada yang peduli dengan anak paman. Kau tahu Naruto, Hinata itu terlihat kuat diluar, bisa bela diri dan terlihat berani, tapi sayangnya, hatinya terlalu baik, sifat ibunya menurun padanya. Dia menyukai pelangi, dan tidak suka kegelapan, itulah sebabnya disetiap kamarnya selalu dipasang lampu, bahkan disetiap sudut, itu membuat paman tertawa lucu kalau melihatnya ketakutan, paman bahagia walaupun hanya dia yang paman punya sekarang, tolong jaga Hinata ku Naruto!"
"tentu paman."
"ayah, aku sudah . . ."
^^Bersambung^^. . . .
