YOZORA AGEHA:

Setelah sekian minggu aku tidak mengirim cerita ke Fanfiction, aku akan menceritakan bagaimana aku bisa membuat fic tidak jelas seperti ini—padahal mengurus fic-ku yang satu lagi saja aku tidak becus…

Awalnya cerita ini mau kubuat oneshot. Tapi tahu-tahunya kelihatannya bakal kepanjangan, manalagi kalau kebanyakan kata-kata nanti jadi pada alas baca. Makanya aku jadiin cerita ini berbab-bab saja. Yah… pada dasarnya aku memang tidak berbakat membuat cerpen (teringat ujian Bahasa Indonesia waktu kelas delapan TT.TT).

Untuk yang membaca Last Sand in the Hourglass, maaf karena aku lama tidak update. Maaf banget! Habisnya ini otak rada jebol setelah melewati ujian praktek IPA. GAH! Tapi tenang saja; bab pertamanya sebentar lagi mau selesai, kok. Harap bersabar, ya? ;3 Dan kapan-kapan nanti aku mau mengedit bagian prolog. Tidak bakal ada perubahan besar.

Nah, selamat membaca, pembaca sekalian :D

PS: cerita ini terinspirasi dari fic Espirit of the Prodigious oleh firefly. Cerita tentang seorang Uchiha Sasuke yang penuh rahasia dalam lubuk hati, termasuk cintanya terhadap ibunya. Dan ikutan poll di profilku, ya? ;3


A STORY BEFORE BEDTIME
"Ceritakanlah padaku kesedihanmu"
A Naruto fanfiction

--

A Story Before Bedtime © Yozora Ageha
Naruto © Kishimoto Masashi

--

Chaptaa 1: Siluet


"No one, no one, don't wanna be
No one, but me."

No One, Aly and AJ


Sudah sejam lamanya langit mendung pekat. Warna asap yang mengepul dari pembakaran sampah di pekarangan sebuah rumah tidak jauh berbeda dengan warna awan kini. Lampu rumah-rumah dinyalakan, payung-payung tidak luput dari setiap orang di jalan…

Kecuali dia.

Uchiha Sasuke.

Seorang jenius, itulah dia. Paling jenius di antara delapan ninja tingkat genin lain yang seangkatannya. Dia akan menjadi ninja paling jenius yang pernah ada.

Tapi, diucapkan berapa kali juga bahwa dialah sang jenius, tetap saja tidak ada sebuah pun payung ditentengnya atau disimpan dalam tasnya, meski dia sudah tahu sejak awal, sangat awal, kalau tidak lama lagi hujan akan turun.

Dia tidak bodoh; hanya tidak mau repot melakukan hal yang menurutnya tidak penting. Sekalipun berlindung di bawah selaput kain berbentuk kubah, pikirnya, pada akhirnya dia akan basah juga, sama halnya jika dia hujan-hujanan tanpa perlindungan apa-apa.

Gerimis… Orang-orang langsung membuka payung mereka atau buru-buru mencari tempat berlindung. Tak lama kemudian hujan deras turun disertai gelegaran halilintar.

Semuanya langsung berteriak panik, berisik, berlari tak tentu arah, susah payah mencari tempat yang tepat untuk menjaga diri mereka tidak lebih basah dari yang sudah. Dan Uchiha Sasuke bukan lagi seorang jenius di mata mereka

"Itu Uchiha… Apa yang sedang dia pikirkan?"

"Apa dia gila, cari penyakit begitu?"

"Dia tidak gila! Pasti dia sedang ada masalah dan terlalu memikirkannya!"

"Cuih! Paling-paling juga cuma cari perhatian."

Gagasan-gagasan bermunculan, tapi tidak ada yang benar, namun tak ada pula yang benar, dan tidak ada yang memancing perhatiannya. Dalam dunianya, orang-orang di sekitarnya adalah sekerumun jangkrik di musim panas. Sekerumun jangkrik dengan nyanyian mengerik terburuk yang pernah didengarnya. Polusi suara.

Rumahnya, kediaman klan Uchiha, terlantar di pinggiran desa, masih jauh dari tempatnya sekarang. Tapi dia terus berjalan. Air hujan menembus hingga ke kulitnya dan barang-barang dalam tasnya.

Dia terlanjur basah kuyup. Seandainya sekarang dia berteduh pun, perlu memakan waktu lama sampai dirinya dan pakaiannya kering, atau paling tidak melembab. Kalau begitu, apa gunanya mencari tempat perlindungan, berdiam tanpa melakukan apa-apa sementara dia akan tetap basah meskipun hujan sudah reda?

Tidak berguna.

Tidak ada yang menghalangi jalannya karena semuanya menyingkir ke tepi jalan; karena semuanya tidak sejalan pikiran dengannya. Setiap pasang mata mengikutinya sampai dia hilang di balik kabut tipis sementara matanya terpusat pada jalanan becek dan langkahnya.

Tidak seperti yang lain pikirkan, dia yakin segalanya akan baik-baik saja begitu dia tiba di satu-satunya tempat yang bisa dia anggap sebagai tempat berlindung.

Rumahnya…


Kediaman klan Uchiha tidak terurus. Pintu kayu gerbangnya tidak ditutup dengan benar, berderit membuka ke luar dan ke dalam karena tertiup angin kencang, sama seperti pohon di dekatnya yang bergoyang mencemaskan. Sasuke melewatinya, lalu menulusuri jalan searah yang suram.

Jajaran rumah terlupakan berakhir sampai gerbang berikutnya di belokan jalan. Di baliknya, dinding putih (yang sudah mengelupas retak) di kiri-kanan jalan digambari jajaran kipas uchiwa raksasa, sama seperti gambar pada punggung baju Sasuke. Sasuke sangat ingat salah satu gambar kipasnya ada yang berlubang di tengahnya. Dia sangat tahu yang mana dan sangat tahu siapa yang membuatnya.

Uchiha Itachi, kakaknya, enam tahu lalu, dengan sebilah kunai biasa.

Karena Itachi-lah yang membuatnya, dia tak mau melihatnya dan berusaha tidak meliriknya. Memori malam pembantaian klannya enam tahu lalu berputar dalam benaknya setiap kali dia teringat wajah kakaknya atau menemuka sesuatu miliknya yang ditinggalkan, termasuk bekas tancapan kunai tersebut. Dia akan menyesali—lagi dan lagi—betapa dirinya sangat lemah saat itu sehingga tidak bisa menyelamatkan ibu dan ayahnya yang sangat disayanginya. Dia tak bisa memaafkan dirinya tidak membunuh Itachi detik itu juga.

Melewati sebuah kolam besar, Sasuke membuka pintu salah satu rumah dan masuk. Ucapan salam pulang tidak lepas dari bibirnya. Dan sebaliknya, tidak ada suara yang menyambut kedatangannya. Sunyi senyap. Di sebuah kediaman yang begitu besar, hanya dia seorang yang tinggal di sana, dan tak seorang pun pernah berani menapakkan kaki di sana karena kesan angkernya, terutama bekas genangan-genangan darah, yang menegakkan bulu roma.

Sasuke langsung berbaring di kasurnya begitu sampai di kamar, tanpa menyalakan lampu kamar maupun lampu koridor. Lantai kayu koridor, lantai kamarnya dan kasurnya basah terkena air yang menetes dari pakaiannya yang tak diganti. Tasnya menjadi korban pelampiasan kefrustasian akibat kelelahannya, dia melemparnya kasar ke seberang ruangan. Suara kelentingan baja yang teredam dating dari tas kunai dan shuriken yang ditaruhnya sembarangan di lantai.

Berbaring telungkup, wajahnya diraup bantal tebal, Sasuke mengerang marah dan berteriak ke udara kosong, "BRENGSEK!" sambil sekuat tenaga memukul sandaran kasur yang tak bersalah. Kemudian dia diam lagi dalam waktu lama.

Berkali-kali kamarnya bercahaya sejenak ketika petir menyambarkan sinar menyilaukannya. Tirai yang tersingkir ke tepu bingkai jendela menari di tempat dalam diam, terkadang berkibar seperti bendera putih, tertiup angin yang mengendap-endap masuk melewati renggangan jendela. Rindingan pada lengan sasuke tak ada hubungannya dengan temperature rendah dan baju basahnya.

Para orang dewasa yang mengenal peristiwa Pembantai Klan Uchiha juga tahu sasuke terobsesi menjadi lebih kuat agar bisa membalaskan dendam klannya kepada Itachi. Obsesi itulah yang menghancurkan pikiran-pikiran tidak berguna lain dalam benak Sasuke sekarang.

Matanya menerawangi kegelapan di antara wajahnya dan bantal, simpanan memorinya memainkan gambaran kejadian invasi Desa Konoha oleh Otogakure dan Sunagakure di tengah-tengah babak final Ujian Chuunin seminggu lalu.

Sepenuhnya dia menyalahkan derita karena segel gaib yang tertanam di lehernya; karenanyalah dia tak berdaya melawan Sabaku no Gaara. Sakura nyaris mati demi melindunginya. Ketika itu juga, melupakan teriakan berisik familier yang menyertai, dia tahu Naruto yang dulu tak ada lagi.

Naruto menjadi lebih kuat—bahkan sepertinya lebih kuat daripada dia, Sasuke berat hati mengakui. Bocah pirang itu, bersama ribuan cloning bayangannya, bertubi-tubi menyerang Gaara (dalam bentuk monster) menggunakan segenap chakra dalam jumlah tak manusiawi. Dia mampu bertahan hingga akhirnya Gaara melepas wujud asli Shukaku. Dia mampu melakukan tehnik yang tak bisa dikuasai ninja tingkat genin dalam waktu singkat. Tidak, tehnik itu sebenarnya mustahil dikuasai olah ninja tingkat genin biasa dalam kurun waktu hanya sebulan.

Menggunakan jurus tak dikenal, Naruto berdiri di kepala katak merah raksasa yang muncul secara misterius, menjulang di hadapan Shukaku di tengh hutan hijau yang seperti rumput jika dibandingkan dengan ukurannya yang sebesar bukit. Seolah kerak Bumi bergeser ketika katak raksasa itu dan Shukaku bertarung. Begitu katak raksasa itumenghilang di balik asap putih, berubah menjadi sosok rubah, menahan gerakan Shukaku, dan kembali ke wujud aslinya sepuluh detik kemudian, pasir berdesir jatuh dari tubuh Shukaku.

Pertarungan kedua raksasa berakhir, keduanya menghilang dalam kepulan asap disertai suara pof yang menderukan udara…

Dan Sasuke menemukan Naruto menang. Menang dari Gaara yang tak bisa dikalahkannya… Tanpa disadari menang darinya…

Bagaimana mungkin dia bisa sekuat itu dalam waktu singkat?! Sementara aku… selama sebulan itu…

Satu bulan berusaha. Tapi hasilnya seperti percuma belaka.

Sasuke membutuhkan kekuatan itu. Dia harus tahu cara menjadi kuat secepatnya, dengan begitu dia bisa segera pergi mencari Itachi dan menuntaskan pembalasan dendamnya. Kalau perlu, dia akan membinasakan jasadnya sampai abunya tak bersisa.

Sasuke memutuskan mau berlatih, tak beduli badai masih berlangsung. Pikirannya memerintah kakinya turun dari kasur dan dia membayangkan dirinya berjalan menerobos hujan menuju hutan kecil di tepi kolam…

"Kau bisa sakit kalau tidak mengganti bajumu."

Tersentak mendengar suara orang lain di dalam kamarnya, sasuke pontan bangkit dan melempar benda terdekat, yakni bantalnya, kea rah pintu. "SIAPA ITU?!"

Bantalnya mendarat sempurna dalam tangkapan siluet di depan pintu. Penangkapnya mengucapkan, "Huf," dalam suara perempuan yang tinggi. Petir lain menyambar, cahayanya menunjukkan sosok seorang anak perempuan di tempat siluet tadi berdiri. Sasuke terpaku. Kenapa dia tidak sadar anak itu masuk ke kamarnya?

Anak perempuan itu mendekati kasur. Siluetnya samara-samar pudar terkena sisa cahaya dari luar. Sasuke bisa melihat ekspresi wajahnya yang datar, mata hitamnya yang seperti mengantuk, dan rambut hitamnya yang dikepang longgar sampai dada. Tinggi badannya lebih pendek dari Naruto, mungkin sedikit lebih pendek lagi dari… Sasuke tak terlalu ingat nama orangnya.

Penerus keluarga Hyuuga yang sangat pemalu, yang sekelompok dengan Inuzuka Kiba. Dia tak tidak yakin: Hyuuga Hinata?

Umur anak itu kelihatannya setahun lebih muda, mengingat tidak ada anak perempuan di angkatan Sasuke berwajah sama dengannya. Lagi pula, semua anak perempuan di angkatan Sasuke tergila-gila terhadap Sasuke (kecuali Hinata, tentu saja). Jadi, tidak mungkin anak itu perempuan itu salah satu dari pengobsesinya, karena tidak ada wajah tergiur dan gambar hati di matanya saat melihat Sasuke.

Anak itu menatap bantal yang belum dilepasnya, kemudian bergantian menatap Sasuke. Wajah tercengang pemuda itu berganti sangar. Sasuke meraih tas kunai, mengambil isinya dan tak segan mengacungkan ujungnya yang berkilat tajam ke leher anak itu.

Anak perempuan itu tidak tergertak ataupun menyeringai konyol, cuma tetap menatap Sasuke datar.

"Bocah, apa maumu datang kemari?" desis Sasuke.

"Aku hanya mau memberitahu kalau kamu bisa sakit besok kalau tidak segera mengganti bajumu dan mandi. Dan keramas," anak perempuan itu menjawab gamblang. Tidak ada butir keringat gugup mengalir di wajahnya. "Bantal dan spraimu juga sampai basah. Harus diganti—"

"Pergi kau ke neraka," sela Sasuke tajam. "Mau aku ganti baju atau tidak, mau aku sakit atau tidak, sebodo amat. Hidupku bukan urusanmu. Pergi—sekarang." Dia menyentuhkan ujing kunai-nya ke kulit anak perempuan itu, membuka luka seukuran titik kecil.

Anak itu mendesah. "Kalau begitu jangan menyesal kalau kamu benar-benar kena flu, atau demam, atau masuk angin, mungkin juga influenza. Aku sudah mengingatkanmu." Dengan tidak kasar, dia menyingkirkan tangan Sasuke, menghapus darahnya. Dia berbarik setelah menaruh bantal. "Aku bukannya mendoakan, tapi kamu bisa mati karenanya," dia menambahkan.

"Heh. Jangan bercanda," dengus Sasuke begitu si anak perempuan membuka pintu. "Aku tidak bakal sakit, apalagi mati. Tidak ada yang bisa menghalangiku…" Kalimatnya tidak dibiarkan selesai. Nada bicaranya ditujukan lebih kepada diri sendiri dibandingkan kepada anak perempuan itu.

"Kita lihat saja nanti." Anak perempuan itu menutup pintu. "Selamat sore, Uchiha Sasuke-san." Suara langkahnya hilang tidak lama kemudian.

"Jangan kembali…"

Sasuke terus memandangi pintu yang sudah tertutup itu. Tak ada orang lain di ruangannya ketika petir sekali lagi menyambar. Dia menaruh bantalnya kembali di depan sandaran kasur dan berbaring lagi, tangan bersilang di belakang kepalanya. Dia memerhatikan langit-langit kamar, memikirkan kedatangan misterius anak perempuan aneh tadi.

Apa-apaan dia itu?

Kenapa aku tidak menyadari kehadirannya lebih awal? Semestinya aku mendengarnya membuka pintu.

Dia itu nekat atau sudah gila, menguntitku dari waktu aku tiba di desa sampai berani—berani-beraninya—menapakkan kaki kemari, dan tahu-tahu cuma buat menyuruhku ganti baju dan mandi?

Padahal dia jalan kaki. Pakai payung juga, pasti payungnya rusak duluan gara-gara badainya lumayan besar. Tapi kenapa dia sama sekali tidak basah?

"Bodoh! Kenapa aku pusing-pusing memikirkannya?!"

Namun dalam tidur, Sasuke segera melupakannya. Tidak perlu dia tahu nama anak itu, karena dia tidak akan bertemu lagi dengannya. Semoga…


X x . TO BE CONTINUED…


Kamus:

1. Genin: ninja tingkat bawah.

2. Uchiwa: jenis kipas yang tak bisa dilipat.


Kolom curhat: GYAH! Menurutku ceritanya tidak jelas banget (begitulah yang kurasa setiap kali menulis bab pertama. Begitu sampai bab-bab selanjutnya… entahlah).

Tentu saja anak perempuan itu OC milikku ((nyengir)). Tapi jangan sampai menduga kalau di sini bakal ada adegan romantis blekepek di cerita ini. Pasangan-pasangan saja tidak bakal ada kok. Makanya, lihat genre-nya!

Tenang saja, para fans SasuSaku (termasuk aku ;3); kalaupun seandainya genre cerita ini kuubah menjadi romance (entah bagaimana prosesnya), Sasuke tidak bakal dipasangin sama OC-ku, kok. Pastinya sama Sakura, dong X3

Tapi aku tidak keberatan seandainya ada yang membuat fic SasukeOC. Ada yang berniat bikin, sih, tapi penulisnya sudah lama sekali vakum dari dunia fanfiction (Black Rose666, pengarang A Dance with a Sandman, satu-satunya fic GaaraOC yang mendapat review 1000 lebih karena penceritaanya yang menakjubkan!).

Oh, ya. Setting waktu cerita ini seminggu setelah invasi Konoha. Yah… yang baca benar-benar pasti tahu -.-;

Ingin tahu identitas anak perempuan itu, dan penasaran apa Sasuke bakal sakit keesokan harinya atau malah segar bugar? Tunggu kelanjutannya di chaptaa berikutnya! X3

Sebenarnya ada cerita lain yang ingin kubuat (tanpa OC). Ada tiga macam, dan ketiganya tentu saja berhubungan dengan Naruto Shippuuden. Kusebutin satu-satu, ya: (1) catatan perjalanan hidup Sakura, (2) untuk pertama kalinya Konoha merayakan Halloween, (3) Hinata di jembatan hidup dan mati. Sewaktu aku mencoba mengetik ketiganya… aku parah dalam membuat pembukaan cerita. Payah, payah, payah! Tapi kalau ada tema yang membuat kalian tertarik, beritahu aku melewati review, ya? Yang terbanyak diminta bakal kuusahakan buat ;3

Jangan lupa review! Kritik dan flame juga kuterima dengan tangan terbuka :D

--—So, meet ya at the next chaptaa. See ya!