Tahun ajaran baru di kelas 11.
Tentu saja, bagi Nakajima Atsushi yang kurang suka kegiatan sekolah, awal tahun ajaran baru adalah gerbang menuju neraka. Rasanya ia ingin sekali cuma bergelung di dalam selimut dan menikmati hari-hari libur berkepanjangan. Seperti misalkan memalsukan alasan sakit-diopname di rumah sakit karena holiday deficiency, misalkan. Atau membuat kecelakaan agar ia tidak masuk. Eh, tunggu dulu. Atsushi mengalami kecelakaan tadi pagi. Ujung kelingking kaki kanannya terbentur kaki meja. Sakitnya sampai ubun-ubun, meresap hingga sanubari. Ayahnya yang super woles bahkan tidak menanggapi rengekan Atsushi dan menganggap reaksinya terhadap kecelakaan tersebut terlalu didramatisir.
Padahal kecelakaan tersebut damage-nya besar, tahu!
"Terserah sih kalau kau mau bolos. Tinggal potong uang jajan saja." Balas ayahnya santai.
"Uhuuuu..." Atsushi kembali merengek. "Jangan dong..."
"Makanya sekolah yang rajin. Dan jangan kebanyakan jajan. Bawa bento dari rumah kalau perlu."
"Mau bawa bento juga kalau godaannya dari luar susah, tahu."
Ayahnya tertawa. "Iya juga, sih."
Nakajima Atsushi adalah putri tunggal. Ayahnya adalah asisten manajer bagian guest relation di sebuah hotel bintang lima. Ayahnya bekerja pada shift malam dan selalu pulang dengan wajah suntuk. Beliau pernah bertutur bahwa ia dibayar mahal untuk didamprat oleh tamu-tamu hotel dan dituntut untuk mengatasi komplain yang mereka buat dan memastikan semua orang bahagia. Hubungan Atsushi dan ayahnya baik, namun sangat renggang. Karena kesibukan masing-masing sang putri tunggal harus bisa hidup mandiri sekaligus mampu mengurus ayahnya yang lelah. Meski tinggal serumah, mereka jarang bertemu. Paling seminggu dua kali kalau ayahnya libur.
"Oh, iya. Mungkin tahun ini aku akan lebih aktif di kegiatan klub. Anak kelas dua bebannya berat." Tutur Atsushi.
"Silahkan, asal nilaimu tetap dijaga."
"Tou-san juga makannya dijaga. Walaupun kerja malam, doping kopi terus nggak baik, tahu."
"Kecil-kecil sudah berani nasehatin orangtua..." Ayahnya menerkam Atsushi dan menggelitiknya dengan gemas. "Ampun, nggak?! Ampun, nggak?!"
"Gyahahahaha! Ampun...hihi..." Atsushi yang kelojotan hanya bisa tersengal-sengal menahan geli.
"Pergaulanmu juga dijaga ya. Akunggak mau sampai putri kesayanganku dibawa kabur bocah tengik yang tidak mengerti tanggung jawab."
"Iya, iya. Kayak yang iya aja aku kepikiran pacaran." Atsushi mengeluh.
"Kalau kira-kira ada yang serius denganmu, bawa kerumah. Aku mau lihat."
Fajrikyoya, proudly present:
GUITAR SONATA IN F BRIDGE
Pair: Shin Soukoku (Fem!Atsushi x Akutagawa), Fem!Atsushi x Dazai Osamu
Rate: T
Disclaimer: Bungou Stray Dogs belongs to Kafka Asagiri and Sango Harukawa. I made this fanfic purely for fun.
Warning: AU. Genderswap. Absolutely OOC. Typo(s). Receh. Abal. Alay. Gajelas. Tidak memenuhi Kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mengandung banyak istilah yang bisa jadi disalah-artikan oleh author. Mungkin tidak akan sepuitis alur manga/animenya. Bisa jadi agak-agak songfic. Emotinally twisting. Akan banyak menggunakan istilah atau bahasa gaul millenial Indonesia. You have been warned before. Read further will be your own risk.
"Betulan papamu bilang begitu?"
"Uhm."
Tanizaki Junichiro bukan cowok yang tepat kalau disuruh bahas masalah cinta. Dia sudah 17 tahun jomblo, alias sejak pertama kali nafas. Mana pantas diminta wejangan soal orangtua yang tiba-tiba nanya soal pacar?
"Coba tanya sama Ranpo-san."
Cowok pendek berambut hitam yang dinobatkan sebagai anak terpintar di angkatan mereka adalah Ranpo Edogawa. Walaupun kelakuannya seperti bocah SD, prestasinya cemerlang. Dia vokalis band bernama Warhammer yang beranggotakan dirinya, Tanizaki sebagai gitaris kedua, Atsushi sebagai gitaris utama, Tachihara sebagai bassist dan Kenji sebagai drummer. Pacarnya anak kelas 12, jadi mungkin dia lebih pantas diminta saran soal ini.
"Heh? Apa?" Ranpo menoleh. "Gampang, sih. Atsushi tinggal cari pacar."
"Gampang banget ngomongnya..." Atsushi mengeluh. "Dikira cari pacar itu kayak jajan chiki apa?"
"Lebih gampang dari jajan chiki, malahan." Balas Ranpo. "Asal suka terus yakin, tinggal bilang."
"Kalau suka tapi belum yakin gimana?" Balas Tanizaki.
"PDKT, lah." Ranpo menjawab gamblang. "Kalau dari PDKT saja dia sudah kelihatan tidak mau, jangan maksa. Tahu diri saja."
"Tokoro de..." Kenji menyela. "Gimana ceritanya Ranpo-san bisa pacaran sama Yosano-senpai?"
Ranpo terdiam sesaat. "Nggak sengaja. Dulu waktu kelas 10 aku sempat duduk sebangku dengannya waktu ujian. Aku nggak bawa kotak pensil, dan Yosano-senpai meminjamkan semua alat tulisnya. Terus ngobrol. Aku suka dia, dia cantik dan baik. Terus pacaran."
"Kalau siklusnya sesederhana itu, aku bisa tiap hari kawin-cerai kayak selebritis." Tanizaki menyeletuk.
"Belagu banget ucapanmu. Memangnya mukamu ganteng, apa?" Sembur Tachihara pedas.
"Maa, maa, jangan jujur-jujur banget, dong!" Tanizaki tertawa garing untuk menutupi ketersinggungan.
"Ganteng, kok. Cuma belum ketemu jodohnya aja." Balas Ranpo lagi. "Kalau sudah ketemu, jangan kawin-cerai tiap hari. Nanti orang-orang mencapmu jadi artis panjat sosial."
"Baik banget kata-katamu, Ranpo-san." Atsushi tertawa kecil. "Mungkin benar, jodohnya belum ketemu saja."
"Untuk Atsushi, mungkin biar keliatan manis harus bikin karakter yang lebih feminim." Gumam Ranpo.
"Hah? Apaan, sih? Nggak ada yang salah dengan karakterku."
"Salah banget!" Tachihara dan Tanizaki menyahut bersamaan. "Ngaca gih, sana!"
"Kheh!" Atsushi terkesiap.
"Yang membuatmu keliatan 'cewek' cuman oppai sama bemper belakang! Sisanya kelewat manly." Tutur Tachihara. "Kalau aku sih nggak akan mau pacaran denganmu. Apa bedanya sama jadi gay?"
Pernyataan yang menohok. Dulu Atsushi sering di bully semasa SD karena menjadi perempuan dengan nama laki-laki (sebenarnya ayahnya menamainya Atsushi karena nama Atsushi artinya 'jujur' dan ayahnya suka nama tersebut, tanpa peduli nama tersebut umumnya dipakai untuk anak laki-laki). Tetapi karena dibesarkan oleh seorang ayah yang single parent, pembawaan Atsushi juga jadi lebih tomboy. Meski ia memang memanjangkan rambutnya, ia suka hal-hal yang kurang lumrah disukai anak perempuan semisal gitar listrik, olahraga, otomotif, film action dan game online. Karena setahun pertama SMA dihabiskannya bersama personil Warhammer, ia lebih bisa terbuka berteman dengan anak laki-laki, sementara ia memperlakukan teman-teman perempuan dengan lebih hati-hati. Ia juga bisa dikatakan jangkung, setinggi 170cm.
Masalah seragam, cuma Atsushi siswi yang mengenakkan celana seragam seperti siswa putra. Awalnya ketika kelas 10 ia ditegur oleh guru BK. Ia kemudian menjelaskan bahwa ia punya bekas luka besar di kaki kanannya, bagian yang tidak bisa tertutup rok seragam dan kaus kaki. Karena mengenakkan legging atau stocking dinilai lebih tidak pantas, dan pihak sekolah tidak juga menyediakan alternatif rok panjang, Atsushi mendapat pengecualian untuk mengenakkan celana seperti seragam siswa putra. Hal ini membuat Kepala Sekolah Fukuzawa menciptakan peraturan bahwa siswi diperbolehkan mengenakkan celana seragam sebagai pengganti rok seragam asalkan ada pernyataan tertulis dari orangtua. Meski begitu, Atsushi masih menjadi satu-satunya siswi bercelana panjang di sekolah itu.
Mungkin hal ini yang membuatnya tidak pernah kepikiran punya pacar; karena ia tidak melihat anak laki-laki sebagaimana teman-teman perempuan lainnya.
"Yosh, sudah diputuskan!" Ranpo bangun dari kursinya. "Kita carikan pacar untuk Atsushi, batasnya sampai akhir semester ganjil!"
"Oosssuu~~" sisa personil lain menyorak tanda setuju.
"O-oy, seenak jidat deh." Atsushi mendesah. "Percuma aja, aku belum tertarik pacaran."
"Kalau sudah, kasih tau kita, ya!" Seru Kenji.
"Pokoknya siapapun yang jadi pacarnya Atsushi kita semua harus tahu." Balas Ranpo. "Biar kita punya target untuk dibacok kalau Atsushi tiba-tiba mangkir latihan ngeband!"
Gelak tawa membahana di studio latihan. Selera humornya Ranpo memang selalu sukses gigit balik suasana kikuk.
Sekolah tempat Atsushi menimba ilmu bernama SMA Ishiyama. Salah satu sekolah negeri yang peringkatnya 10 teratas di daerah Kanto. Selain karena keunggulannya dalam prestasi akademik dan kegiatan klub ekstrakulikuler yang didukung penuh oleh sekolah, SMA Ishiyama menganut senioritas yang kuat. Slogan bound by arms and blood menjadi mantera yang sangat kuat bagi siswa-siswi sekolah ini. Hal ini bermakna bahwa seorang kakak kelas diharuskan menjadi pelindung dan pembimbing adik kelas, menjadi panutan yang baik. Maka dari itu, banyak dari para senior yang memiliki kouhai kesayangan untuk dibina-terutama dalam kegiatan klub ekstrakulikuler. Tidak sedikit pula adik-adik kelas yang memiliki senpai favorit mereka. Pergaulan antar angkatan juga bukan hal yang aneh di sekolah ini. Suasana yang hangat inilah yang membuat prestasi non-akademi SMA Ishiyama tak kalah cemerlang dengan prestasi akademiknya.
Dan juga, bagi anak-anak Ishiyama, hari Jumat adalah hari spesial.
Pihak sekolah menamakannya class meeting. Dimana pada hari itu tidak ada pelajaran. Para siswa diberikan jam kosong sehari penuh. Sebagian klub menggunakan hari jumat untuk beraktivitas, seperti klub seni musik kreatif, taekwondo, modern dance dan klub fotografi/jurnalistik. Beberapa guru juga memanfaatkan hari jumat untuk menggelar kelas tambahan atau mengatur jadwal remedial. Sebagian siswa tumpah ruah ke lapangan untuk bermain futsal, basket, voli, renang atau baseball. Ada juga yang hanya diam di kelas, bercengkrama dengan teman-teman sekelas, menggelar nonton film bareng di aula (ini salah satu agenda kegiatan klub jurnalistik-dimana penonton nantinya dimintai review mengenai film yang mereka tonton), yang penting siswa tersebut hadir.
Biasanya Atsushi selalu bawa gitar akustik kalau hari jumat. Kawan-kawannya di Warhammer semua bermental biduan, kalau nggak nyanyi dan main musik hidupnya hampa. Meeting point mereka adalah di depan kelas 11-2 yang sekarang jadi kelasnya Kenji dan Atsushi. Disana ada sebuah bangku pancang besar yang menghadap langsung lapangan basket, tepat dibawah pohon sakura yang rindang. Biasanya Tanizaki sudah sedia dua botol air mineral disana. Dan semenjak pacaran dengan Ranpo, Yosano-senpai jadi ikut gegenjrengan ceria dengan Warhammer.
"Main, main, mainnn!" Kenji berseru histeris. "Aku mau lagu A thousand miles~~"
"Eh?" Atsushi masih memetik-metik senarnya, menerka kuncinya. "Nyanyi, deh. Aku lupa kuncinya."
"Making my way down town, walking fast, faces fast, and I'm home bound..." Kenji berdendang otomatis.
Atsushi mulai memainkan sepenggal intro lagu tersebut. "Reff-nya?"
"Reff-nya main di F#." Tanizaki memposisikan jari-jarinya di tab gitar Atsushi. "Terus ke B. Terus F# lagi, terus E."
"Hah?" Atsushi mencoba memainkan nadanya. "Nggak masuk, ih. Bukannya B dulu baru F#?" Atsushi kembali memainkan nada yang ia maksud. "And I need you, and I miss you...and now I wonder..."
Tanizaki menjentikkan jarinya. "If I could fall, into the sky...do you think time...would pass me by..."
"...'cause you know I'd walk a thousand miles if I could just see you...tonight..." lanjut Atsushi dan yang lain begitu nada yang dimainkan Atsushi pas dengan liriknya.
Mereka memainkan lagu tersebut dari awal sampai akhir. Lalu disusul lagu Twist and Shout-nya The Beatles, Mashi-mashi dan Natsu no yuki dari Nico Touches the Wall, dan beberapa lagu lagi yang dinyanyikan secara random.
"Oh, Tachihara nggak disini." Yosano-senpai menggumam tiba-tiba.
"Dia main basket sama anak kelas 12-1." Ranpo menunjuk lapangan basket di hadapan mereka. "Kayaknya seru, tuh."
Mereka berhenti gegitaran, sibuk menonton kelasannya Tachihara bertanding sengit dengan senpai yang tidak kalah jago. Yosano-senpai hanya menonton sekilas, sibuk mengurusi Ranpo yang tidak bisa membuka kaleng soda rasa semangka yang dibelinya.
"Sugoi yo..." Kenji bergumam. "Tachihara padahal lumayan jago olahraganya. Dia sampai dibuat terpojok begitu."
"12-1 itu memang agak seram. Sebagian senpai klub basket masuk kelas itu. Kalau kelasku atau kelasan kalian bertanding melawan mereka di festival olahraga nanti bisa habis kita." Balas Tanizaki.
Lalu di tengah pertandingan, timnya Tachihara meminta time out. Mereka berkerumun dan bicara, lalu seseorang keluar dari tim. Kelompok lawan menyuarakan protes, dan siswa yang bertindak sebagai wasit berusaha menengahi. Tachihara yang melihat kawanan Warhammer melambai heboh. Ia berlari dan berteriak.
"Woy, gantiin teman setimku, dong!"
Yosano-senpai dan sisa personil Warhammer saling memandang.
"Aku nggak mau main." Tanizaki menyeletuk. "Nggak bawa baju ganti. Nanti lepek. Jijik."
"Kalau gitu Kenji main, sana." Titah Ranpo seenak udelnya.
"Hai, tidak bisa main basket!" Balasnya riang.
"Aku juga nggak bisa." Balas Ranpo. "Berarti harapannya cuma Atsushi."
Si gadis berambut kelabu keperakan itu tercengang. "Heh, itu pertandingan basket putra, tahu! Apa-apaan aku yang ditunjuk?!"
"Kenapa giliran begini malah bersikap kayak perempuan, sih?" Keluh Ranpo.
"Kan aku memang perempuan!" Sembur Atsushi kesal.
"Maa, maa. Daijobu. Atsushi kan tsuyoi~" Kenji menengahi. "Cuma sekedar pelengkap tim juga nggak masalah, kan?"
"Be..benar juga..."
Atsushi mendengus. Ia melambai pada Tachihara dan menunjuk dirinya sendiri. Si pemuda jabrik itu mengacungkan jempol, lalu Atsushi menitipkan gitarnya pada Tanizaki.
Bermodalkan rambut yang dikuncir asal, Atsushi menempatkan dirinya di posisi centre. Meskipun ia juga lumayan mahir bermain basket, posisi ini biasanya diisi oleh pemain dengan postur terbesar agar si pemain bisa melakukan block dan rebound dengan baik. Tetapi Tachihara bilang ia dan timnya akan berusaha agar tidak terlalu merepotkan Atsushi. Cowok yang tadi walk out bilang ia sudah lelah, dan anak kelas 12 yang menjadi lawannya tidak terima permainan selesai begitu saja. Karena tinggal satu set lagi, mereka berusaha cari pengganti.
Okelah.
Permainan dimulai.
Atsushi memasang kuda-kuda. Tachihara yang berposisi sebagai power forward sudah melakukan defense terkuatnya, namun point guard lawan berhasil menembus barikade. Sebelum shoot sempat terlaksana, Atsushi memblok bolanya di udara dan melemparnya ke salah satu point guard timnya. Adegan defense-block-defense-rebound berlangsung cukup lama. Anak-anak 12-1 lumayan frontal juga. Defense mereka sebetulnya lemah, tetapi karena dua point guard mereka cukup lincah untuk menembus barikade defense tim Tachihara/Atsushi, permainan ini jadi semakin sulit.
DUK! DUK! DUK!
Ini dia.
Cowok ceking pucat ini adalah point guard yang gigih. Kalau Atsushi berhasil memblok lemparannya, ini sudah yang ketiga kalinya berarti. Atsushi menjegal semua pergerakannya. Bunyi debam bola basket dan gesekan sepatu terdengar mencekam. Tidak hanya drive-nya yang sulit dibaca, tetapi lemparannya yang cenderung menyilang sempat membuat Atsushi lengah. Tidak ada pilihan, Atsushi menjaganya dengan atensi penuh tanpa mempedulikan pemain lawan yang lain. Ia berkelit mengganti langkah, namun Atsushi berhasil membuatnya terjebak dan ia terpaksa mengoper bolanya ke seorang rekan small forward. Mereka kembali melancarkan serangan dari luar dan kali ini Atsushi harus dibantu dua forward timnya untuk melakukan rebound. Atsushi yang mendarat lebih dulu melihat maneuver si point guard ceking dan kembali melompat untuk memblok serangan yang tengah dilancarkannya.
JDUUUUK!
BRUKKK!
DUK. DUK. DUK. DUK.
"Foul, pushing. Akutagawa-senpai!"
Atsushi terjerembab. Ia tidak tahu bagaimana, nampaknya ia dan si point guard ceking ini bertubrukan, dan wasit melihat kejadian ini sebagau pelanggaran dari tim lawan. Pandangan Atsushi masih berkunang. Segalanya buram. Ia melihat Tachihara dan yang lain menghampirinya dengan panik.
"Atsushi! Keningmu berdarah!"
Hah?
Atsushi menyeka sesuatu yang lengket menempel di pinggir alisnya. Ah, rasa peningnya datang belakangan. Tachihara dan yang lain nampak khawatir, bertanya apakah Atsushi bisa berdiri atau mau dipanggilkan dokter sekolah. Si point guard ceking bernama Akutagawa itu dibombardir baik pemain lawan maupun timnya sendiri. Dengan wajah setengah kesal, ia melemparkan sehelai handuk kecil ke kepala Atsushi dan pergi begitu saja tanpa menghiraukan teriakan seisi lapangan.
"Kenapa jadi dia yang marah?" Gumam salah satu senpai. "Tachihara, ayo kita antar cewek ini ke klinik."
Atsushi dipapah menuju klinik sekolah. Disana, Mori-sensei si guru biologi sekaligus penanggung jawab klinik sekolah mengobati luka kecil di pelipis Atsushi. Bukan luka serius, tetapi karena daerah pelipis itu lunak, benturan bisa merobek bagian tersebut dan mengakibatkan pendarahan.
"Kau mau izin pulang? Bisa kutelepon orangtuamu." Tutur Mori-sensei.
"Tidak perlu. Kasih obat pereda sakit saja. Aku bisa tetap sekolah, kok." Balas Atsushi.
"Ya sudah, istirahat saja disana."
Atsushi diberi sebutir aspirin dan segelas air. Ia duduk memangku lutut di kasur klinik, karena berbaring masih terlalu menyakitkan untuknya. Tanizaki dan Tachihara masuk untuk menjenguk Atsushi. Kenji dan Ranpo akan datang bergantian nanti, katanya.
"Gitarku mana?" Tanya Atsushi.
"Kusimpan di tasnya. Di kelas kita." Balas Tanizaki. "Duh, ada-ada saja. Kukira kau ini kenapa tadi."
"Senpai yang tadi minta maaf. Katanya masalah ini kan kecelakaan. Jadi jangan diambil hati. Mereka kasih ini sebagai permintaan maaf." Tachihara memberikan dua batang coklat dan sekotak susu rasa karamel.
"Mereka?" Atsushi menaikkan sebelah alis, merasa sanksi.
"Akutagawa-senpai bilang itu kecelakaan. Jadi dia bersikeras tidak mau minta maaf." Tachihara bertutur. "Teman-temannya mewakili, jadinya."
"Sok banget sih si Akutagawa itu. Jadi ingin kupukul." Tanizaki menggeram kesal.
Atsushi menerima hadiah kecil tersebut. "Bilang pada para senpai, terima kasih sudah mengkhawatirkanku. Aku baik-baik saja sekarang."
"Uhm. Nanti aku bilang." Tachihara menepuk pundak Tanizaki, mengisyaratkan untuk pergi dengannya agar Kenji dan Ranpo bisa masuk.
'Yakin mau pulang sendiri?"
"Uhm."
"Aku bisa antar sampai depan rumah padahal." Kenji menggendong tas gitar Atsushi, berniat mengantarnya pulang.
"Arah rumahmu dan rumahku berlawanan. Aku nggak mau merepotkan." Balas Atsushi.
"Nggak repot, kok. Lagipula, kami belum pernah ada yang main ke rumahnya Atsushi, kan?"
Mereka berjalan santai, cenderung lebih pelan karena kondisi Atsushi yang masih belum enakan. Rumah Atsushi lumayan jauh namun masih bisa ditempuh dengan jalan kaki 30 menit. Sementara Kenji harus naik bus dari halte yang ada di dekat sekolah. Tapi Kenji bilang ia juga bisa naik bus dari halte yang ada di dekat perumahan tempat tinggal Atsushi meski jaraknya lebih jauh.
"Aku baru kali ini ke rumah Atsushi~" gumam Kenji senang. "Apa aku bisa ketemu Kong Weiguang-san?"
Atsushi terkekeh. Ayahnya memang seorang ekspatriat asal Taiwan dengan nama asli Kong Weiguang. Dan setelah resmi menjadi warga negara Jepang, ia berganti nama menjadi Nakajima Sanosuke. Awalnya nama Taiwan ayahnya menjadi bahan tertawaan teman-teman sekelasnya waktu kelas 10. Namun mungkin lelucon tersebut sudah melempem sehingga tidak ada lagi yang menertawakan nama ayahnya sekarang.
"Weiguang-san kerjanya malam." Balas Atsushi. "Jadi aku selalu masak makan malam sendiri."
"Pulang jam berapa?"
"Tergantung. Kadang jam 12. Atau jam 3 pagi."
"Atsushi masak bekal dan sarapan sendiri?"
"Tou-san yang buat. Kadangkala dibawain kue-kue manis atau sando dari cafe yang buka pagi-pagi gitu. Kadang aku juga masak sendiri."
"Kalau aku yang buat bekal malah nenek." Balas Kenji. "Ibuku sibuk mengurus adik-adikku sekolah. Nenek selalu buat sarapan dan bekal. Tas bento-nya beda-beda, dan lucunya ayahku pernah menelpon ke rumah katanya bento-nya tertukar dengan punya adikku yang paling kecil."
"Wah, kok bisa?" Atsushi terkikik. "Ayahmu pasti bingung kenapa bekalnya onigiri mini dengan sosis gurita dan susu coklat!"
"Iya banget!" Kenji menyahut sambil tertawa lepas. "Waktu itu bukan susu coklat, tapi jus apel, yakisoba dan sayuran gitu. Sementara ayahku biasanya cuma makan nasi yang banyak, acar, dan satu jenis lauk. Ia langsung sadar bekalnya tertukar ketika melihat tas bekal. Adikku yang masih TK pulang ke rumah sampai nangis, takut dimarahi nenek karena bekalnya nggak habis! Tentu saja nggak habis, yang dia makan porsi orang dewasa!"
Atsushi membuka gerbang rumahnya dan mempersilakan Kenji masuk. Bocah pirang super ceria itu minum tiga gelas air putih dan numpang cuci muka. Setelah ngobrol-ngobrol dan santai nonton televisi, Kenji pamit pulang pada pukul 6 sore. Atsushi hendak mengajaknya makan malam, tetapi Kenji menolak. Ia menantikan masakan keluarganya di rumah. Selepas mengantar si drummer Warhammer tersebut sampai gerbang depan rumah, Atsushi memilih mandi dan mengerjakan PR. Berbenah rumah sedikit, mempersiapkan seragam besok dan barulah mencari inspirasi mau makan apa malam ini. Ayahnya meninggalkan uang belanja. Delivery makanan cepat saji semisal ayam goreng, burger atau pizza kayaknya enak. Tetapi rasa malas mengalahkan segalanya. Cewek bongsor itu membongkar lemari makan dan membuat chazuke dari nasi, furikake dan dashi instan serta sisa teriyaki salmon kemarin yang kasih ada di kulkas.
Bahagia itu sederhana ternyata.
Tinggal dirumah dengan ayah yang selalu kerja malam membuat Atsushi kadang kesepian. Berasa sepeti mahasiswa yang sedang ngekos. Untuk membunuh rasa bosan, kadang ia nonton televisi, internetan, gitaran santai sekalian latihan teknik atau mengasah kemampuan vokalnya. Kalau lagi awal bulan, ia akan bertingkah hedon dengan cara pergi ke konbini di depan komplek dan jajan cheese nachos dan segelas milkshake. Atau makan di luar. Atau pergi ke mall. Biasanya kegiatan yang terakhir membutuhkan teman pergi. Tanizaki dan Tachihara yang biasanya langsung siap sedia. Ranpo dan Kenji masih anak mama-papa, yang jam 8 malam sudah gosok gigi, berpiyama, tidak boleh keluar rumah lagi.
"Eh, belum keluarin baju yang tadi!"
Atsushi membongkar tasnya, mengeluarkan segumpal kaos oblong rangkap yang sudah lembab bau apek. Ya, tidak seperti anak perempuan lain yang pakai tanktop atau camisole sebagai dalaman kemeja, Atsushi memilih pakai kaus rangkap karena lebih nyaman dipakai. Dan juga, ia tidak takut bra-nya diterawang oleh cowok-cowok mesum karena kaos rangkap benar-benar menyamarkan segalanya. Ia selalu punya satu kaos rangkap cadangan di loker, sekedar untuk jaga-jaga.
SRUK!
"Eh?"
Handuk kecil biru muda gemas. Atsushi tidak punya barang ini sebetulnya. Noda darahnya mengingatkan bahwa hari ini ia terkena kecelakaan lain: ditubruk kakak kelas saat main basket sampai pelipisnya berdarah. Alasan yang bagus untuk izin tidak masuk sekolah. Tapi pasti ayahnya tidak mengizinkan. Selama sakitnya bukan patah kaki-tangan, TBC atau leukimia, pasti Atsushi disuruh masuk!
Handuk itu, haruskah ia kembalikan ke si kakak kelas bernama Akutagawa itu?
Kheh!
Ingat namanya jadi ingat bentuknya.
Ceking. Pucat. Batuk-batuk. Judes pedas seperti antagonis sinetron.
Bodo, ah.
Atsushi hanya melempar handuk kecil itu ke keranjang pakaian kotor dan memilih menyiapkan seragam untuk besok.
Hai readers, kembali dengan Fajrikyoya disini.
"Woy, banyak fic lu di fandom tetangga yang masih hiatus dan discontinue kenapa malah nampang di fandom lain?"
"Kenapa fic xxx, xxx dan fic xxx belum update?"
"Authornya labil, nih kayaknya. Bukan sibuk kerja."
Author mau pura-pura budeg dulu deh. Baru semenjak dua bulan terakhir author kepincut sama fandom ini dan memutuskan ngetik fanfic multichap setelah debut Dracarys. Sistem ngetiknya 'ngebut-finish-posting' macam Rekonsiliasi yang di fandom tetangga. Well, ini kali kedua author nyobain bikin multichap fic yang baru diposting setelah finish. DAN JUJUR AJA NGGAK GAMPANG YA. Kayak yang tiap ada waktu lowong, author harus buka evernote dan ketik naskah DIMANAPUN KAPANPUN. Tapi karena kegemesan author dengan pair shin soukoku ini jadilah fanfic ini tercipta. Btw alasan kenapa Atsushi-nya dibikin cewek adalah karena racun dari segala racun alias pinterest banyak menampangkan fanart si maung putih ini jadi cakep banget ya kalo jadi cewek. Imut-imut gemes gimanaaa gitu. Keknya cocok bikin Akutagawa yang tsun-tsun nanodayo itu meleleh pelan-pelan karena kegemesannya eaaaaaa! Dan juga, sengaja juga karakternya dibikin badass tomboy gitu jadi giliran si tomboy Atsushi suka cowok, emotionally twistingnya lebih berasa. Dan juga sentimen pribadi karena author sendiri kurang suka karakter cewek yang kelewat feminim dan manja ga bisa apa-apa.
Dan juga, sosok bapaknya atsushi adalah si kepala panti yang mati ketabrak truk di season 3. Tapi karena namanya masih belum ketahuan yaaaa author mengarang bebas dong ya. oh, dan juga sebenernya nama taiwan bapaknya atsushi itu real name dari salah satu temen kerja author (chinese chef specialist) yang beneran dari cina. Entah kenapa, author lebih sreg kalau bikin bapaknye Atsushi itu ekspat dari Taiwan. Daaaaannnn setelah research, ternyata banyak juga lho orang Taiwan yang naturalisasi jadi orang Jepang. Mungkin di chapter selanjutnya akan lebih dibahas.
Mau bacot apalagi, ya?
Udahan dulu, deh. Lanjut di chapter depan.
Jangan lupa klik favorite, follow, dan review yaaaaa.
