Yakushi Kabuto, a child of Hidden Leaf's Orphanage.
.
"Sejak awal... aku... tidak memiliki apa pun."
.
Naruto © Masashi Kishimoto
.
YAKUSHI KABUTO
-A Child of Orphanage-
Frédéric Blanc
.
Rate T for safe.
No romance pairing.
Additional Tags:
Angst, Life, Self-Discovering, Self-Realization, Alternate Canon, Canon Setting, Headcanon, Possibly Typo(s)
Characters:
Yakushi Kabuto, Yakushi Nonou (Mother), Urushi, Orphanage Children, Orochimaru
Summary:
Hidup seorang Yakushi Kabuto adalah tanpa identitas.
.
Hari itu. Ya, hari itu. Hari lelaki itu ditemukan, diberi identitas baru.
Kejadian itu masih melekat erat pada memorinya. Tidak bisa terlepas, dan tidak akan pernah. Tidak melewatkan satu detail pun. Itu adalah ingatan yang berharga.
Saat itu, rambut peraknya dikotori substansi merah pekat. Darah, darah yang sumber keluarnya disembuhkan oleh dia. Mother. Ibunya.
Urushi bertanya-tanya padanya. Ia tidak menjawab seolah tak tahu cara berbicara. Menatap pun tidak; dia seperti tidak tahu apa-apa tentang dunia. Seperti anak yang baru lahir.
Tetapi Mother tetap tersenyum.
Mother selalu tersenyum. Satu-satunya senyuman hangat yang pernah disaksikan mata hitamnya seumur hidup.
Mother dengan baiknya memberi uluran tangan padanya. Urushi menggendongnya, menuntunnya ke rumah pertamanya. Panti asuhan Konoha.
Ia masih ingat saat kepalanya diperban setibanya di sana. Mother mengatakan bahwa wanita itu mulai saat itu akan menjadi ibunya. Kemudian Urushi datang menasehatinya, menyuruhnya berterima kasih, dan memakaikannya helm. Helm; salah satu dari barang keramatnya seumur hidup.
Urushi bertanya, apa nama yang cocok untuknya. Mother dengan cepat menemukannya.
"Bagaimana kalau... Kabuto?"
Kabuto. Nama yang resmi menjadi identitasnya, pemberian Mother. Nama berbasiskan helm yang diberikan teman pertamanya, Urushi.
Di hari itu, ia mulai menjadi Kabuto. Kabuto yang berbahagia. Ia benar-benar ingat bagaimana anak-anak satu panti berseru karena ia tersenyum atas nama barunya. Nama pertamanya.
.
.
Inteligensinya telah terdeteksi sejak kecil. Pelanggarannya di panti asuhan akan jam tidur berbuah hal itu. Ia dapat menghitung padahal belum mengucapkan satu kata pun sejak ditemukan.
Penglihatan anak itu buruk. Mother meminjamkan kacamatanya. Bukan hanya meminjamkan, ia memberi. Dengan senyum lembut terpatri manis di wajah keibuannya.
Kabuto terperangah.
Saat itu, ia menangis. Menuruti nasehat Urushi yang terus terngiang-ngiang di kepalanya; ia mengucapkan terima kasih. Meskipun berlebihan dan terisak-isak.
"Arigato...,"
Mother membalasnya, mengatakan itu sudah cukup. Wanita itu menepuk bahunya, menenangkannya dan membawanya ke kamar tidur.
Ia tidak tahu apa yang membuatnya menangis. Menurutnya itu tidak berlebihan. Entah karena masa lalunya sebelum ditemukan adalah pahit, atau memang hatinya lembut untuk disentuh kebaikan.
Dan hatinya akan selalu menjadi seperti itu. Seharusnya.
.
.
Kabuto bekerja keras setelah itu. Membantu panti asuhan, menabung dan membelikan Mother kacamata baru. Mother senang menerimanya. Kabuto tersenyum lebar.
Medical ninjutsu ternyata cocok untuknya; ia dapat dengan mahir menguasainya setelah diajari Mother. Setidaknya Kabuto bisa membantu ibunya dan panti asuhan dengan kemampuan itu.
"Kabuto, kamu masih bisa lanjut?"
Anak itu menoleh, tersenyum.
"Hai! Tentu saja."
Kabuto melanjutkan kegiatannya yang tertunda. Berkonsentrasi mengeluarkan lebih banyak chakra hijau khas ninjutsu medis. Urushi mengeluh, bertanya mengapa pihak panti harus menyembuhkan para shinobi. Kabuto menjawab, karena tidak melakukan apa-apa tidak akan menghasilkan uang. Lalu ia menyuruh Urushi pergi mengambil perban.
Selepas itu, tanpa sadar si pria pasien bergumam padanya.
"Kemampuan ninjutsu medis-mu bagus untuk orang yang bukan shinobi."
Kabuto mendongak, tersenyum pada si raven bersuara serak.
"Mother mengajariku semua yang kutahu."
"Oh.," sahut pria itu. "Kabuto, bukan? Tidak tertarik menjadi shinobi? Aku yakin kau akan jadi hebat."
"Aku tidak tertarik menjadi shinobi," tuturnya jujur. "Aku belajar medical ninjutsu supaya bisa membatu Mother dan panti asuhan. Hanya itu yang ingin kulakukan."
Shinobi di depannya bergumam. "Oh? Sayang sekali."
Ketika Kabuto beralih ke pasien lain, pria itu tersenyum menatapnya.
.
.
Di usia belia, Kabuto sama sekali tidak memahami ninja.
Dia tidak tahu bahwa ninja harus pintar bersembunyi, memiliki pertahanan diri, dan harus menyingkirkan emosinya. Ia tidak tahu mengapa. Tetapi ia tidak pernah menghiraukannya; ia hanya tahu bahwa para shinobi adalah pasien yang harus ia sembuhkan untuk membantu panti asuhan rumahnya.
Tidak pernah ia berpikir untuk menjadi ninja―dan tak terpikir olehnya bahwa Mother merupakan seorang mantan ninja.
Ia tidak tahu apa masalah Foundation, mengapa ANBU datang kepada mereka meminta bantuan yang jelas tak bisa mereka dapat―apa yang mereka inginkan dari panti asuhan yang biayanya ditunjang Konoha sendiri?
Kabuto tidak tahu saat itu, bahwa modus mereka adalah dirinya.
Jadi demi membantu Mother penyelamat hidupnya, demi menolong panti asuhan dan seluruh isi dan anggotanya, ia melangkah tanpa keraguan menuju shinobi raven pengincarnya―yang segera melengkungkan senyum puas antagonis.
"Kabuto! Kenapa...? Bagaimana tiga tahun yang telah kita lewati bersama?!"
Mother menatapnya bersalah, dan Urushi serta anak-anak panti nanap menatapnya. Sedih menatap kepergiannya.
Kabuto mendengus, tersenyum pada mereka dan tertawa kecil.
"Apakah kalian lupa aturan panti asuhan, teman-teman?"
Jarum tipis detik berdesir. Jam dinding menunjukkan jam sembilan lewat empat menit.
"Sekarang sudah lewat jam tidur, kalian tahu."
.
