Summary : "Mungkin kau tidak membutuhkanku, tapi aku membutuhkanmu." / "Walaupun tidak ada hal lain di dunia ini yang bisa kau percayai, percayalah bahwa aku mencintaimu. Sepenuh hatiku." / EXO FF / BL / REMAKE / DLDR / SuLay again :D / RnR? / Gomawo *bow*

Genre : Romance

Rate : T

Cast : Zhang Yixing, Kim Junmyeon, Oh (Kim) Sehun

and many more...

Warning : BL, Remake, OOC, typo(s), DLDR

Disclaimer : Ide cerita sepenuhnya milik Ilana Tan. Saya hanya mengubah nama dan melakukan perombakan seperlunya. Semua chara di FF ini bukan milik saya. Mereka milik Tuhan, keluarganya, dan diri mereka sendiri. Saya hanya meminjam nama saja. Cerita aslinya straight, tapi karena saya mengubahnya jadi boys love, jadi maklumi aja ya kalo agak aneh :D

Happy Reading ~

Kim Sehun bersiul pelan sambil melihat ke kiri dan ke kanan sebelum berjalan cepat menyeberangi jalan ke arah salah satu bangunan bertingkat empat yang berderet di seberang jalan, di salah satu area pemukimam di daerah Gangnam. Langit kota Seoul terlihat cerah, secerah suasana hati Sehun sendiri. Hari yang indah selalu bisa membuat semua orang gembira, bukan?

Yah, sebenarnya tidak juga. Tidak semua orang. Sehun yakin ada seseorang yang mungkin sama sekali tidak menyadari langit Seoul yang cerah. Dan bahkan mungkin tidak menyadari daun-daun sudah berubah warna menjadi kuning, cokelat, dan merah. Tidak sadar dan tidak peduli.

Dan seseorang itu adalah kakak laki-lakinya.

Sehun yakin Kim Junmyeon terlalu sibuk untuk menyadari apapun yang terjadi di sekelilingnya akhir-akhir ini. Dia baru saja merampungkan konser pianonya di Asia, dan minggu depan dia akan memulai konsernya di Eropa. Dan seperti biasa, kalau Junmyeon sudah sibuk, dia jarang mau menjawab telepon dan jarang mau meluangkan waktunya yang berharga untuk membalas pesan atau semacamnya. Karena itu Sehun akhirnya memutuskan pergi menemui Junmyeon secara langsung. Setidaknya untuk memastikan hyungnya itu mash hidup. Juga untuk memastikan sang hyung tidak membuat langit Seoul berubah mendung, semendung suasana hatinya. Oh, kedengarannya memang berlebihan, tapi percayalah. Junmyeon mampu membuat orang-orang di sekitarnya menjadi tidak bisa menikmati hari yang indah kalau dia sendiri sedang tidak ingin menikmati hari yang indah.

Sehun berlari-lari kecil menaiki anak tangga di depan gedung, masih tetap bersiul pelan. Dia baru hendak menekan bel interkom apartemen di lantai empat ketika pintu depan terbuka dan seorang wanita dan seorang anak perempuan kecil keluar gedung. Tangan Sehun terulur menahan pintu tetap terbuka sementara pasangan ibu dan anak itu berjalan lewat dan menuruni tangga baru sambil bercakap-cakap.

Sehun melangkah masuk ke dalam gedung dan pintu depanpun tertutup serta terkunci secara otomatis di belakangnya. Satu menit kemudian dia sudah berdiri di depan pintu bercat putih di lantai empat dan tangannya terangkat menekan bel.

Pintu baru dibuka setelah Sehun menekan bel untuk ketiga kalinya. Raut wajah Junmyeon yang berdiri di ambang pintu menegaskan dugaan Sehun bahwa suasana hati hyungnya memang tidak terlalu ceria.

"Hai, hyung." Sehun tersenyum lebar dan mengangkat sebelah tangan untuk menyapa.

Kim Junmyeon menatap adiknya dengan alis berkerut samar. "Kau rupanya," gumamnya, lalu bergeser ke samping, membiarkan Sehun lewat.

"Ya," sahut Sehun singkat dan berjalan ke ruang duduk yang luas dan rapi. Sehun menyadari pemanas sudah dinyalakan. Setidaknya hyungnya tidak terlalu sibuk sampai lupa menyalakan pemanas. Cahaya matahari menembus kaca jendela yang berderet di salah satu sisi ruangan, membuat ruangan itu terasa hangat, terang, dan sangat nyaman. Ruang duduk itu dilengkapi sofa besar yang empuk, dua kursi berlengan, dan meja rendah dari kayu di tengah-tengah ruangan. Lantainya berlapis karpet tebal. Rak yang dipenuhi berbagai jenis buku -kebanyakan buku musik- menutupi salah satu dinding di sana. Sehun melirik piano hitam yang berdiri di sisi lain ruangan. Piano itu dalam keadaaan terbuka dan partitur-partitur musik penuh coretan berserakan di sekitarnya. Di atas piano, di bangku piano, di meja kecil di samping piano, dan juga di lantai di sekeliling piano.

"Kukira kau masih di Busan." Suara Junmyeon terdengar di belakangnya.

Sehun memang pernah memberitahu Junmyeon bahwa dia dan krunya akan mengikuti perlombaan b-boy yang diadakan di Busan. Ternyata hyungnya masih ingat. Dia berbalik menatap Junmyeon yang berjalan menyusulnya ke ruang duduk. "Aku kembali ke Seoul kemarin sore." sahut Sehun ringan.

Alis Junmyeon terangkat. "Benarkah?" Dia menggeleng pelan dan duduk di bangku pianonya.

Sehun berbalik dan berjalan ke arah dapur. "Hyung, kau punya minuman? Aku sangat haus." Sehun membuka pintu kulkas dan berseru, "Kau tidak punya apa-apa selain air mineral?"

"Entahlah. Cari saja sendiri." Sahut Junmyeon ogah-ogahan.

Sehun mendesah dan mengambil sebotol air mineral lalu menutup pintu kulkas. Dia berjalan kembali ke ruang duduk, dimana Junmyeon sudah kembali menghadap piano dan menempatkan jari-jarinya di atas tuts, memainkan beberapa nada ringan.

"Jadi, hyung, apa yang membuatmu begitu sibuk sampai tidak bisa menjawab telepon dari adikmu ini? Persiapan untuk konsermu minggu depan?"

"Bukan." Gumam Junmyeon. Dia tidak memandang Sehun, malah memberengut menatap tuts piano. "Aku hanya ingin menyelesaikan ini." Jemari Junmyeon kembali menari lincah di atas piano dan denting suara piano yang indah memenuhi apartemen itu. Tiba-tiba saja Junmyeon menghentkan permainan pianonya dan menggerutu pelan. "Ini tidak benar."

Sehun mengerjap. "Kenapa? Menurutku itu bagus, hyung. Lagu barumu?"

Junmyeon tidak menjawab. Dia kembali memberengut ke arah tuts piano. Sepertinya dia sudah tenggelam dalam dunianya sendiri.

"Hyung?"

Yang dipanggil tidak menjawab, padahal Sehun berdiri tepat di sampingnya.

"Junmyeon hyung." Panggil Sehun lagi. Kali ini sedikit lebih keras.

Tetap tidak ada reaksi.

"Junmyeon hyung!"

Kali ini Junmyeon mengangkat wajah, menatap Sehun dengan jengkel. "Apa?"

Sehun melotot menatap hyungnya. "Kau harus menjauh dari pianomu untuk sementara, hyung. Kau harus keluar dari apartemen ini. Sudah berapa lama kau mendekam terus di sini? Sejak kembali dari tur Asiamu minggu lalu? Ini tidak sehat, hyung, kau tau?"

"Aku keluar kemarin." Bantah Junmyeon, tapi nada suaranya tidak terdengar meyakinkan.

"Oh ya?"

"Ya, aku keluar untuk...untuk..." Junmyeon terdiam, lalu mendongak menatap Sehun dengan kening berkerut. "Kenapa pula aku harus menjelaskan semuanya padamu?"

Sehun mendesah. "Oke. Kita harus keluar dari sini. Ayo, hyung, kutraktir makan siang."

"Tidak usah. Aku tidak lapar."

"Jadi apa yang akan kau lakukan? Duduk di sini dan terus memelototi pianomu?" kata Sehun gemas. "Siapa tau setelah makan dan berjalan-jalan melihat dunia luar, kau bisa mendapatkan inspirasi untuk melanjutkan lagu barumu."

Junmyeon mendesah keras. "Kadang-kadang aku lupa kau bisa sangat menjengkelkan." Gerutunya. Namun dia bangkit dari duduknya dan memandang ke sekeliling ruang duduk. "Dimana kuletakkan kunci sialan itu?"

Sehun mengangkat setumpuk kertas penuh coretan not balok dari meja kopi dan menemukan kunci mobil yang dicari. "Ayo, kita pergi sekarang."

"Ngomong-ngomong, kau belum melakukan apa yang ingin kau lakukan dengan datang menemuiku hari ini." Kata Junmyeon ketika mereka sedang menuruni tangga.

"Maksud hyung?" Sehun menoleh ke arah Junmyeon dengan alis terangkat.

Junmyeon tersenyum. "Kau datang ke sini untuk berkoar-koar memamerkan diri karena berhasil memenangkan pertandingan b-boy itu kan, Sehunie?"

Sehun menatap hyungnya dengan ekspresi terluka. "Asal hyung tau, karena hyung sama sekali tidak menjawab telepon dari kami, akhirnya aku memutuskan datang kesini untuk memastikan kau masih hidup dan masih waras. Untuk mengingatkanmu bahwa kau masih punya Appa, Umma, dan adik yang mengkhawatirkanmu." katanya panjang lebar.

"Hmm."

"Dan untuk berkoar-koar memamerkan diri karena kami berhasil memenangkan pertandingan itu," lanjut Sehun sambil tersenyum lebar. "Hyung mengenalku dengan sangat baik, bukan?"

Junmyeon tertawa. "Sebaik kau mengenalku."

**ooo**

Junmyeon tidak akan mengakui hal ini kepada adiknya, tapi dia memang merasa lebih baik setelah keluar dari apartemennya. Kepalanya tidak lagi terasa berat. Meninggalkan pekerjaannya sejenak dan berjalan-jalan menghirup udara segar di luar mungkin ada benarnya.

"Jadi kita akan makan dimana?" tanya Junmyeon ketika mereka sudah berada di dalam mobil.

"Ada restoran bagus yang selalu ramai dikunjungi orang di dekat studio tariku. Hyung mau mencobanya?" tanya Sehun.

"Setahuku tidak ada restoran bagus di dekat studio tarimu." Kata Junmyeon sambil mengerutkan kening, berusaha mengingat-ingat.

"Di dekat studio tariku yang biasa memang tidak ada, hyung. Yang kumaksud adalah studio tari tempatku mengajar sekarang. Beberapa minggu terakhir ini aku menyempatkan diri mengajar kelas hip-hop dan sedikit teknik b-boy kepada anak-anak remaja."

Junmyeon melirik adiknya dengan alis terangkat. "Kau? Mengajar?" tanyanya tidak percaya. Junmyeon akui adiknya memang seorang b-boy yang sangat berbakat. Sehun dan krunya sudah sering memenangi pertandingan b-boy, baik tingkat nasional maupun internasional. Tapi Kim Sehun sama sekali bukan tipe orang yang bisa mengajari orang lain. Dia memang cerdas dan bisa belajar dengan sangat cepat. Tapi mengajari orang lain? Tidak. Sehun bukan orang yang sabar dan dia sama sekali tidak berbakat menjadi guru. Junmyeon adalah kakak kandungnya yang tumbuh besar bersamanya, jadi dia tau benar soal itu.

Sehun tersenyum lebar. "Hanya kadang-kadang. Tapi mengejutkan, bukan? Hyung pasti sama sekali tidak menyangka aku bisa mengajar, kan?

"Tentu saja tidak." Jawab Junmyeon blak-blakan. "Jadi apa yang membuatmu tiba-tiba memutuskan mengajar anak-anak?"

Sehun mendesah pelan, tapi senyum masih tersungging di bibirnya. "Karena dia memintaku melakukannya."

"Dia? Siapa?"

"Yixing."

"Yixing siapa?"

"Zhang Yixing."

Junmyeon mengerutkan kening dan berusaha mengingat apakah dia mengenal nama itu. Karena dari cara Sehun mengucapkan nama itu, sepertinya semua orang seharusnya mengenal siapa Zhang Yixing. Tapi tidak, Junmyeon yakin dia tidak mengenal seorangpun dengan nama seperti itu.

"Dia bertanya padaku apakah aku bisa datang sesekali dan mengajar kelas hip-hop di studio tari tempatnya mengajar. Ah, dia juga penari, hyung. Penari kontemporer. Sangat berbakat. Aku pernah melihatnya menari dan...aku langsung terpesona." Sehun terdiam sejenak, seolah-olah kembali tenggelam dalam pesona yang disebut-sebutnya itu. Lalu dia melanjutkan, "Pokoknya dia bertanya padaku apakah aku bisa mengajar kelas hip-hop karena mereka kekurangan instruktur hip-hop yang layak. Bagaimana aku bisa menolak kesempatan untuk bertemu dengannya lagi?"

"Mmmm," Junmyeon mengangguk-angguk mengerti. "Jadi kau menyukainya?"

"Ya." jawab Sehun terus terang. "Aku dan sekitar selusin namja dan juga yeoja lain."

"Ah, namja yang populer." Komentar Junmyeon.

"Bisa dibilang begitu." Sehun membenarkan, lalu tersenyum tipis. "Meskipun namja, tapi dia sangat manis. Dia juga sangat menyenangkan. Dan...entahlah, dia membuat segalanya terasa baik. Hyung mengerti maksudku, kan?"

Ya Tuhan. Adikku berubah cengeng, desah Junmyeon dalam hati. "Jadi, apakah dia juga menyukaimu?" Junmyeon balik bertanya.

Sehun menghela nafas panjang. "Itulah masalahnya. Aku tidak tau, hyung."

Junmyeon melirik Sehun sekilas lalu kembali fokus memperhatikan jalan. "Kau tidak tau?"

"Aku benar-benar tidak tau. Kadang-kadang aku berpikir dia menyukaiku. Kau tau, hyung, ada saatnya ketika dia menatapku, tersenyum padaku, atau ketika dia berbicara padaku, kupikir dia menyukaiku. Tapi kemudian aku sadar bahwa dia juga menatap, tersenyum, dan berbicara kepada orang lain seperti itu. Jadi...yah, aku tidak tau."

Junmyeon tertawa keras. "Sehunie, kau sudah dipermainkan." Katanya tanpa basa-basi. "Kalau dia orang yang populer, bisa kubayangkan dia pasti sudah ahli mengendalikan orang-orang yang mengerubunginya. Termasuk kau, Sehun yang malang."

Sehun menggeleng. "Tidak, hyung. Dia tidak seperti itu. Dia bukan tipe orang seperti itu." Bantahnya tegas. "Bagaimana kalau nanti kita mampir sebentar ke studio? Aku akan mengenalkanmu padanya. Setelah itu, hyung akan tau bahwa penilaian hyung salah."

Junmyeon tidak menjawab. Hanya tersenyum lebar sambil mengangkat bahu.

"Dan kalau hyung memang ahli menilai seseorang, mungkin setelah melihatnya, hyung bisa memberikan sedikit petunjuk padaku tentang cara mendekatinya." tambah Sehun lagi.

**ooo**

"Ini tempatnya, hyung. Ayo masuk."

Junmyeon berhenti melangkah dan menatap gedung batu bertingkat tiga di hadapannya. Diikutinya Sehun yang sudah masuk ke dalam gedung dan melewati meja resepsionis. Sehun menyapa seorang namja mungil di balik meja resepsionis, yang balas menyapa sambil tersenyum lebar.

"Itu yang namanya Yixing?" gurau Junmyeon.

"Hahaha, lucu." Gumam Sehun datar. "Biasanya dia ada di ruang latihan lantai atas."

Junmyeon terkekeh dan mengikuti Sehun menaiki tangga ke lantai atas. "Coba ceritakan bagaimana kau bisa bertemu dengan Yixing ini."

Belum sempat Sehun menjawab, tiba-tiba terdengar suara terkesiap keras dari atas mereka, disusul bunyi keras. Mereka berdua serentak mendongak. Semuanya terjadi begitu cepat, sehingga Junmyeon sama sekali tidak melihat apa yang terjadi. Sesuatu terjatuh dari lantai atas, menubruknya dengan keras, membuatnya kehilangan keseimbangan dan jatuh berguling-guling di tangga.

"Hyung!"

Junmyeon mendengar seruan Sehun sebelum dirinya mendarat di lantai dan kepalanya membentur sesuatu yang keras. Pandangannya menggelap sesaat dan kegelapan terasa berputar-putar di balik kelopak matanya. Sesuatu yang berat menindihnya. Dia tidak bisa berbicara. Dan hampir tidak bisa bernafas.

"Junmyeon hyung! Kau tidak apa-apa?"

Junmyeon mendengar suara Sehun yang cemas, tapi dia tidak bisa menjawab.

"Yixing?" Suara Sehun kembali terdengar. Kali ini nada suaranya terdengar lebih cemas lagi. "Yixing-ah, kau tidak apa-apa?"

Junmyeon membuka mata dan langsung menyadari apa yang sebenarnya menindihnya dan membuat dadanya terasa berat.

Seorang namja berwajah oriental dan berambut hitam yang menindih Junmyeon itu mengerjap satu kali, lalu matanya terbelalak kaget. "Oh! Oh, astaga. Oh, astaga! Maafkan aku." Namja itu cepat-cepat berusaha berdiri.

"Yixing-ah, kenapa? Apa yang terjadi?" tanya Sehun sambil menarik lengan namja itu untuk membantunya berdiri.

Namja itu meringis ketika kakinya menginjak lantai. "Aduh, aduh. Sebentar..."

"Kakimu terkilir?" tanya Sehun khawatir.

Junmyeon menatap adiknya dengan tatapan tidak percaya. Sehun sibuk mengurusi namja itu dan tidak peduli pada hyungnya yang tergeletak tak berdaya di lantai? Lihat saja, Kim Sehun akan menerima balasannya nanti. Junmyeon berusaha duduk. Dia menggerakkan tangan untuk menopang tubuhnya dan langsung diserang oleh rasa sakit yang teramat sangat.

"Ada luka lain?" suara Sehun terdengar lagi dan sudah pasti pertanyaan itu bukan ditujukan kepada Junmyeon. "Kepalamu terbentur? Ayo, sebaiknya kita ke rumah sakit!"

"Tidak!" bantah namja itu cepat. "Kenapa harus ke rumah sakit? Tidak. Aku baik-baik saja."

"Tapi sebaiknya kau memeriksakan diri ke rumah sakit. Hanya untuk memastikan." Desak Sehun lagi.

"Tidak perlu. Sudah kubilang aku tidak apa-apa."

"Tapi..."

Junmyeon duduk dengan susah payah dan menyela adiknya. "Kurasa kita harus ke rumah sakit."

Namja itu menoleh ke arah Junmyeon. "Sungguh. Aku tidak perlu ke rumah sakit. Aku..."

"Bukan kau." Sela Junmyeon tajam sambil menggertakkan gigi menahan rasa sakit yang menusuk-nusuk pergelangan tangannya. "Tapi aku."

Kali ini Sehun menoleh ke arah Junmyeon. "Oh, astaga!" serunya kaget.

TBC


A/N :

Annyeong, apa kabar semuanya? *sokakrab*

Kali ini saya bawa FF Remake, hehehehe xD

Adakah yang sudah baca novel aslinya?

Novel ini bagus banget dan sangat menyentuh. Ilana Tan selalu mampu membuat pembaca ikut larut dalam cerita yang ditulisnya. Saya me-Remake novel ini dengan harapan readerdeul sekalian bisa ikut merasakan romansa-romansa indah yang tercipta di novel itu. Semoga ini gak mengecewakan ya.

Meski mungkin agak -bahkan mungkin sangat aneh- karena saya mengubah haluan (?) nya menjadi BL, tapi semoga kalian bisa menikmati cerita ini ya. Saya minta maaf kalo beberapa dari kalian merasa kurang nyaman.

Terima kasih untuk kalian yang sudah mampir dan menyempatkan waktu untuk membaca.

Gomawo *bow*

Last,

Wanna to review? /wink/