Not You and Me, But Us


Disclaimer:

Naruto © Masashi Kishimoto

Not You and Me, But Us fic © Yuuki Aika

Warning:

AU, typo(s), newbie, and many kinds of weirdness.


Langit berwarna biru cerah. Hanya ada beberapa gerombol awan yang menutupi keindahan langit tersebut. Angin berhembus membuat dedaunan bergesekan, menghasilkan lantunan melodi alam.

Teng. Teng. Teng.

Melodi tersebut tergantikan dengan keramaian dari SMA Kyoto karena memasuki jam pulang. Para murid segera membereskan buku-buku dan meraih tas masing-masing untuk segera meninggalkan sekolah itu.

"Sakura-chan. Jangan pergi."

Haruno Sakura menghela napas perlahan. Diambilnya tumpukan buku di meja dan di loker. Kemudian, dimasukkannya ke dalam tas, membuat tasnya terlihat jauh lebih besar. Setelah mengunci loker, gadis tersebut kembali ke bangkunya dan menyandarkan kepalanya di sandaran kursi.

"Aku, aku tidak bisa. Aku harus ikut ayahku. Gomen ne, Hinata-chan." Gadis berambut bubble gum itu menatap gadis berambut indigo lurus di depannya dengan kedua bola matanya yang berwarna emerald cerah. Suasana yang cukup tegang mewarnai kedua siswi kelas X-A tersebut.

"Aku pasti akan sangat merindukanmu." Ujar si rambut indigo sepanjang punggung—Hyuga Hinata sambil menatap sayu Sakura. Sakura—si gadis bubble gum sebahu itu menyampirkan tasnya di punggung.

"Tentu saja. Aku juga pasti akan merindukanmu, teman." Balasnya. Ia tersenyum pahit. Rambutnya yang sebahu bergoyang pelan. Hinata ikut tersenyum pahit. Sungguh sulit untuk tersenyum lebar seperti biasanya. Sakura pun memeluk tubuh Hinata. Begitu pula dengan Hinata. Hari ini, hari terakhir keduanya bersama. Dan hari ini juga, hari terakhir Sakura berada di kota ini, setelah enam belas tahun tinggal.

"Sebenarnya aku ingin mendengarkanmu menyanyi." Gumam Hinata, namun cukup untuk didengar Sakura. Sakura melepaskan pelukannya dengan perlahan dan menatap mata teman terbaiknya itu.

"Apapun permintaanmu akan kupenuhi. Namun, tolong jangan yang itu." Jawab Sakura dengan tatapan yang sulit diartikan. Hinata tersenyum manis. "Tentu saja. Kalau begitu peluk aku sekali lagi." Sakura pun ikut tersenyum dan memeluk Hinata lagi.

Lalu, Sakura mengajak Hinata untuk segera pulang. Kemudian, mereka berjalan beriringan meninggalkan sekolah. Untuk yang terakhir kalinya, Sakura melihat sosok pemuda berambut hitam yang tengah menendang bola ke gawang dan berteriak 'gol'.

'Selamat tinggal, Uchiha Sasuke.' Batin gadis itu.

.

"Tenanglah, Sayang. Di Tokyo kamu akan bertemu dengan teman-teman yang tak kalah menyenangkan dari yang di sini." Ucap seorang laki-laki berpakaian rapi dengan tanda pengenal di dadanya yang dibaca 'Haruno Tsubaki'. Sakura menyeret tas sekolahnya yang sangat berat karena berisi buku-bukunya itu dengan tampang bersungut-sungut.

"Ayah tidak tahu perasaanku," ujar Sakura sambil menggembungkan sebelah pipinya. Laki-laki tadi, yang diketahui ayah dari seorang Sakura, tertawa kecil. "Jangan berwajah seperti itu dong. Mukamu jadi jelek." Gadis bermata hijau itu makin cemberut. Karena tidak mau mendengar ocehan ayahnya lagi, Sakura segera menuju kamarnya yang berada di lantai dua.

Kamar gadis merah muda itu cukup luas. Dengan meja belajar yang di dekat jendela, kasur queen size di sebelahnya, dan piano di sudut ruangan. Sekarang, kamar itu sudah rapi. Almari yang berada di samping kasur sudah tidak berisi lagi. Isinya telah dipindah ke dalam kopor-kopor yang telah ditata rapi di dekat pintu.

'Ah, Ayah. Padahal kota ini kota yang penuh dengan sejuta kenanganku.' Pikir Sakura sambil meletakkan tas sekolahnya ke atas koper yang berukuran paling besar.


Haruno Sakura menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi kereta Shinkansen yang akan membawanya ke Kota Tokyo. Sebenarnya, hati gadis itu cukup berat meninggalkan kota kelahirannya—Kyoto. Ia harus bisa membiasakan diri di Tokyo yang merupakan ibu kota Jepang yang modern dan maju.

Sebenarnya, ia tidak peduli ke mana ia akan pindah bersama ayahnya. Hanya saja, ia akan rindu teman-teman dan tetangganya di Kyoto. Ia tidak akan bisa bertemu dengan Hinata setiap hari. Tidak bisa bercanda bersama dengan teman-teman kelas X-A SMA Kyoto. Dan juga, pemuda bernama Uchiha Sasuke yang merupakan murid kelas X-C dan pemain sepak bola di SMA-nya. Sakura menyimpan perasaan pada pemuda tersebut. Namun, naas baginya, lelaki yang dikenal sebagai Prince Ice itu menyukai sahabatnya sendiri, Hyuga Hinata. Ia tidak bisa memaksakan perasaannya. Yah, kalau dengan Hinata, ia ikhlas-ikhlas saja. Setidaknya, dengan pindah ke Tokyo mungkin bisa membuat gadis berambut bubble gum itu bisa melupakan sang Prince Ice dan mungkin bisa memenuhi permintaan Hinata tadi.

Lama-lama, mata Sakura terpejam. Ia lelah memikirkan kenangan-kenangan indah di Kyoto dan membiarkan kereta membawanya pergi dari Kyoto.

.

Kereta Shinkansen yang membawa Sakura dan ayahnya telah sampai di salah satu stasiun di Tokyo. Haruno Tsubaki melirik arloji berwarna abu-abu gelap yang melingkar di tangannya.

"Masih cukup pagi. Lebih baik kita bergegas ke rumah baru, setelah itu kita jalan-jalan keliling Tokyo. Setuju 'kan Gamu-chan?" Tsubaki menoleh ke arah putrinya yang tengah memasang headset ke telinganya. Gadis itu menoleh, menaikkan sebelah alisnya. "Gamu-chan?"

Tsubaki, lelaki berambut merah menyala yang memakai kacamata itu tersenyum tertahan. "Warna rambutmu seperti permen karet, sih. Jadi Ayah panggil Gamu-chan deh."

"Jangan memanggilku dengan panggilan yang aneh-aneh, Akachiri-san." Jawab Sakura.

.

Ayah dan anak itu pun bersama-sama menuju rumah baru mereka di Tokyo.

"Ayah, bagaimana dengan sekolahku?" tanya gadis bermata hijau terang tu. Namun, mata hijaunya tidak lepas dari iPod yang berada di tangannya. Ayahnya yang tengah berbincang-bincang dengan sopir taksi yang mereka tumpangi, menghentikan perbincangannya, lantas menoleh ke putrid semata wayangnya yang ada di bangku belakang.

"Besok kamu sudah bisa berangkat sekolah. Ayah sudah mengurus data-datamu. Jadi, kamu tidak perlu repot-repot lagi di sekolah baru dan belajarlah dengan benar." Jawab Tsubaki sambil tersenyum. Sakura mengangguk setelah mendengar jawaban ayahnya. Ia pun melepas headset yang sedari tadi menempel di telinganya dan dimasukkannya benda berkabel itu ke dalam tas.

Gadis itu pun melihat keluar jendela, menatap sayu pemandangan Kota Tokyo yang modern dan maju. Sakura menghela napas panjang, menyiapkan hatinya untuk memulai hidup baru di Tokyo.


"Haruno Sakura desu. Yoroshiku onegaishimasu."

Gadis berambut bubble gum sebahu itu berdiri di depan kelas untuk memperkenalkan dirinya di kelas baru. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kelas. Kelas pun menjadi riuh karena kedatangan murid baru. Apalagi yang laki-laki, mereka tidak henti-hentinya meneriakkan kata 'kawaii' dan kata yang sejenis dengan kata tersebut. Sedangkan murid perempuan kebanyakan menatap dengan tatapan tidak terlalu suka.

"Nah, Haruno-san silakan duduk di bangku yang kosong di sana," ujar guru yang memiliki tanda pengenal bertuliskan 'Hatake Kakashi'. Sakura menemukan bangku kosong yang ada di dekat jendela. Tanpa berbasa-basi lagi, ia berjalan santai ke bangku tersebut.

Dengan gerakan yang cepat, gadis bermarga Haruno tersebut duduk di bangku dan mulai mengikuti pelajaran. Sesekali, ia menoleh ke samping—mendapati seorang murid perempuan dengan rambut pirang panjang yang diikat gaya ponytail. Kemudian, di depan Sakura ada seorang murid dengan rambut hitam klimis dengan mata bulat yang lucu. Gadis itu pun berusaha mati-matian untuk tidak tertawa.

Di depan, Kakashi-sensei sibuk menjelaskan pelajaran Matematika. Sakura yang sudah lelah menahan tawanya mengalihkan perhatiannya keluar jendela. Dari posisinya saat ini, lapangan SMA Tokyo terlihat jelas. Mata Sakura menangkap segerombol murid laki-laki yang tengah bermain sepak bola di lapangan. Dan yang menarik perhatian Sakura adalah salah satu murid yang tengah menggiring bola ke arah gawang dengan cepat. Murid itu pun sudah memiliki jarak kurang lebih lima meter dari gawang. Tanpa berlama-lama lagi, murid tersebut menendangnya hingga bola masuk ke gawang dan berteriak 'gol' sambil melompat kegirangan, hingga membuat rambutnya yang berwarna pirang berkilauan terkena cahaya matahari bergerak-gerak lucu.

Dada Sakura bagaikan disambar petir dan ditusuk jarum beribu-ribu kali. Terlintas bayangan seorang pemuda berambut hitam layaknya chicken butt di kepalanya. Sakura pun menutup matanya. Jantungnya berdetak sangat cepat saat ini.

Waktu terus berjalan hingga saatnya istirahat. Haruno Sakura kembali menoleh keluar jendela, berharap murid yang menendang bola tadi masih ada di sana. Dan, hasilnya nihil. Sakura menghela napas panjang.

'Tunggu, untuk apa aku mencarinya? Iya 'kan—

Sasuke?' Batinnya perih.

"Namamu tadi Haruno Sakura 'kan?" Murid perempuan dengan rambut biru yang berada di samping Sakura memutar posisi duduknya agar bisa menghadap gadis bubble gum tersebut. Senyum manis terpampang di wajah gadis berambut pirang itu.

"Namaku Yamanaka Ino. Panggil saja aku Ino. Salam kenal ya!" Gadis yang diketahui bernama Ino itu mengulurkan tangannya. Wajah Sakura yang tadinya pucat kembali normal. Ia meraih uluran tangan Ino dengan senyuman manis. "Salam kenal juga! Panggil saja aku Sakura."

"Kalau namaku Rock Lee." Murid yang memiliki rambut hitam klimis itu ikut masuk dalam obrolan Ino dan Sakura. Sakura tertawa kecil menatap murid yang bernama Lee tersebut.

"Namaku Haruno Sakura. Panggil saja Sakura! Ngomong-ngomong, rambut dan matamu itu lucu." Ucapan Sakura pun sukses membuat Lee menggerutu menahan malu. Sedangkan Ino ikut tertawa sambil mengacak-acak rambut Lee yang klimis tersebut.

"Jadi, kamu pindahan dari kota mana?" tanya Lee. Murid laki-laki itu dan Ino duduk memutari bangku Sakura.

"Aku pindahan dari Kyoto." Jawab Sakura tenang. Mata Ino berbinar-binar. "Wah, Kyoto. Sudah lama sekali aku tidak ke sana."

"Ngomong-ngomong, hobi Sakura apa?" tanya Ino sambil menopang dagu dengan kedua tangannya. Sakura berpikir sejenak. Kemudian, ia kembali menatap Ino sambil menjawab, "entahlah, mungkin melamun."

Sakura menggaruk belakang kepalanya. Sedangkan Lee dan Ino saling pandang, lalu terkikik geli.

"Ngomong-ngomong, Sakura-chan udah pernah pacaran belum? Atau sekarang sudah punya?" tanya Ino iseng. Muka Sakura langsung merona. Sosok pemuda berambut chicken butt kembali berputar-putar di kepalanya. Cepat-cepat ia menggelengkan kepalanya, menghapus bayangan pemuda tersebut.

"T-tidak kok. Belum pernah. Aku hanya punya orang yang aku sukai di sekolah lamaku. Tapi, ia sudah menyukai orang lain," jawab Sakura sambil tersenyum, menyembunyikan kesedihannya.

"Ino! Lihat, Sakura jadi sedih!" tuduh Lee.

"A-ah! M-maafkan aku, Sakura-chan! A-aku tidak tahu," ujar Ino gelagapan. Sakura pun menggelengkan kepalanya. "Daijoubo naa."

Bel tanda masuk pun berbunyi. Ketiga murid itu pun segera membenahi posisi duduknya dan mengikuti pelajaran.

.

Jam pulang sekolah, Sakura merapikan buku-bukunya. Kelas sudah sepi. Kedua teman barunya sudah keluar duluan. Mereka sedang mengikuti rapat OSIS karena memang keduanya anggota OSIS.

Selesai merapikan buku, Sakura menyampirkan tasnya ke punggung dan berjalan keluar kelas.

Sekolah sudah lumayan sepi. Gadis berambut bubble gum itu berjalan santai melewati koridor sekolah. Tiba-tiba, langkah Sakura berhenti saat ia berpapasan dengan seorang pemuda bermata biru sapphire yang mengapit bola sepak di ketiaknya.

'Sepertinya aku pernah melihatnya.' Pikir Sakura.

"Kamu anak baru ya?" Pemuda itu memulai pembicaraan. Sakura mengangkat mukanya agar bisa melihat wajah sang pemuda dengan jelas.

"Eh, iya." Jawab Sakura canggung.

"Pantas saja aku merasa asing denganmu. Namaku Uzumaki Naruto. Salam kenal ya!" ujar pemuda yang diketahui bernama Naruto tersebut dengan senyum yang hangat. Sakura menjadi salah tingkah.

"S-salam kenal, Uzumaki-san! Namaku Haruno Sakura! Panggil saja Sakura!" jawab Sakura dengan canggung. Naruto tertawa kecil. "Kalau begitu panggil saja aku dengan Naruto."

Kaki Sakura tidak bisa digerakkan. Kaku. Dan fakta bodohnya, Sakura baru menyadari bahwa laki-laki inilah yang ia lihat dari kelasnya saat pelajaran Matematika tadi.

"K-kalau begitu, aku duluan ya. Jaa!" Sakura segera berlari. Naruto menoleh ke arah Sakura yang tengah berlari semakin jauh. Pemuda itu pun tertawa kecil lagi dan tersenyum hangat. Kemudian, ia juga segera meninggalkan koridor untuk mengembalikan bola sepak ke ruang olahraga.


To Be Continued


Author : H-hajimemashite! Saya author baru di fandom ini. Mohon bantuannya, senpai semua!

Akhirnya, saya bisa menulis fic multichapter. Saya berharap fic ini bisa saya selesaikan tanpa ada kata hiatus. T_T

Saa, mind to review? Need more critics. ^_^ Please, don't forget to tell me where the fault lies. Then, I'll soon fix it.