Disclaimer : Hayakawa Tomoko (Yamato Nadeshiko Shichi Henge/Perfect Girl Evolution)

Hai readers! :D

Aku newbie, jadi mungkin FF ku ni masih banyak kekurangan.. .

Selamat membaca dan direview yaa.. ^^

Takenaga terlihat gelisah. Dengan cepat ia memindah-mindahkan tayangan televisi, dan akhirnya memutuskan untuk mematikannya.

"Sudah lewat tengah malam, tapi kenapa Kyouhei belum juga pulang?" ujarnya cemas. Ia bangkit dari sofa. Meraih ponselnya dan menekan sederet digit yang sudah dihafalnya. Ia mencoba menelepon Kyouhei. Lama hanya terdengar nada sambung. Tapi tak ada jawaban. "Uh, tak diangkat!"

Ia semakin cemas mengingat Kyouhei sedang terlihat tak begitu sehat beberapa hari belakangan ini. Dua hari yang lalu ia baru saja sembuh dari demamnya, tapi masih terlihat lemah.

"Harusnya tak kubiarkan dia pergi. Harusnya aku tahu pelanggannya tak akan membiarkannya pulang cepat. Ah bodohnya aku.." sesal Takenaga. Ia baru saja akan menelepon Kyouhei kembali ketika terdengar bel apartemennya berbunyi.

Dia bergegas membuka pintu.

BRUUKK!

"Kyo-kyouhei! Kau kenapa?" Takenaga terkejut begitu Kyouhei ambruk di depan pintu. Untung ia berhasil menangkapnya dengan cepat, dan membopongnya ke tempat tidur.

Kyouhei berkeringat dingin dan wajahnya pucat. "Aku tak apa-apa, hanya agak kelelahan.."

"Maafkan aku. Harusnya aku tak membiarkanmu pergi.." Takenaga mengungkapkan penyesalannya. Meski sebenarnya itu bukan salahnya.

"Kau ini bicara apa? Aku tidak apa-apa kok, hanya butuh tidur dan besok sudah sehat," sahut Kyouhei bersikeras. Ia merebahkan diri di tempat tidur dan memejamkan matanya.

"Aku sudah membuatkanmu sup miso. Makanlah dulu baru kau tidur," Takenaga memandang lembut pada Kyouhei yang terbaring di depannya. Dengan sebuah handuk, ia menyeka keringat di wajah Kyouhei. Membuka kancing kemejanya dan menyeka keringat di leher hingga dadanya.

Kyouhei membuka matanya, dan menarik Takenaga hingga berada tepat di atasnya. Dengan sebelah tangannya, ia mendekap Takenaga.

"Kyo-kyouhei.." Takenaga terkejut, tapi membiarkan dirinya rebah tertelungkup di pelukan Kyouhei.

"Aku tidak lapar, tapi sangat mengantuk" jawab Kyouhei. Ia kembali memejamkan matanya. Dan merasa nyaman mencium aroma shampoo dari rambut Takenaga yang menempel di pipinya.

"Jadi, kau menolak masakanku?" tanya Takenaga, sedikit merajuk.

"Bukan begitu.. Aku akan memakannya kalau kau memaksa. Hanya saja.. aku.."

Kyouhei tak melanjutkan kata-katanya.

"Hanya saja apanya?" Tanya Takenaga.

Hening. Kyouhei tak menyahut. Takenaga penasaran, ia mengangkat wajahnya dan melihat ke arah Kyouhei.

"Ya ampun, dia pulas.." Takenaga menahan tawanya. Ternyata Kyouhei sudah tertidur. "Pasti dia benar-benar lelah.."

Takenaga bangkit, lalu menggeser posisi tidur Kyouhei agar lebih nyaman. Ia juga menyelimutinya agar hangat. Sejenak kemudian ia terpaku. Memandangi wajah Kyouhei yang tertidur, bagaikan malaikat. Wajah yang polos, rupawan, sempurna nyaris tanpa cacat. Takenaga membelai wajah Kyouhei lembut.

"Aku berjanji tak akan membuatmu kelelahan seperti ini lagi. Aku tak akan membiarkanmu bekerja keras sendirian, Kyouhei.. "

[Kyouhei pov]

"Da-darimana.. kau dapatkan uang sebanyak ini, Kyouhei?" Takenaga terlihat kaget dan tak percaya menatap berlembar uang yang kuserahkan padanya.

"Tentu saja hasil kerjaku. Akhirnya kita bisa membayar sewa apartemen. Sisanya untuk kita makan-makan di luar. Kau pasti lelah harus memasak setiap hari, benar kan Takenaga?" jawabku sambil merangkul bahunya. Tapi Takenaga masih terlihat tidak yakin.

"Pasti kau bekerja begitu keras hingga bisa mendapatkan uang sebanyak ini. Tapi aku tak mau melihatmu jatuh sakit gara-gara ini.." ujar Takenaga. "Mulai besok aku juga akan mencari kerja sambilan, jadi kau tidak perlu bekerja sampai larut malam lagi,"

Aku memukul kepalanya pelan. "Tidak usah! Aku sudah terbiasa bekerja sejak SMA. Kau tidak usah khawatir. Melihatmu yang menyambutku setiap hari, rasa lelahku langsung hilang,"

"Tapi, sebenarnya pekerjaanmu itu apa? Kau tak pernah memberitahuku," Tanya Takenaga. Kali ini kekhawatirannya sedikit bercampur curiga.

Aku menelan ludah. Aku memang selalu menghindari pertanyaannya ini. "Pokoknya kau tidak usah khawatir. Aku tidak akan membiarkanmu hidup menderita jika bersamaku," jawabku sambil menggenggam erat tangannya.

"Tapi Kyouhei.."

Aku memeluk Takenaga erat. "Terima kasih sudah bersedia hidup bersamaku. Aku berjanji akan membuatmu bahagia disisiku.."

"I-iya.." Takenaga mengangguk pelan.

Semakin kueratkan pelukanku, seakan tak ingin kulepas selamanya. Maafkan aku, Takenaga.. Aku tak bermaksud menyembunyikannya darimu. Tapi aku benar-benar ingin membuatmu bahagia disisiku..

Pagi itu, Takenaga mendapati Kyouhei dengan badan yang panas. "Kau demam lagi, Kyouhei. Sebaiknya kau ke dokter, sudah beberapa kali kau demam," Takenaga menyentuh kening Kyouhei dengan cemas.

"Tidak perlu. Setelah dikompres pasti demamku sembuh," jawab Kyouhei menolak. "Tolong ambilkan handuk dan es.."

Takenaga mengambil handuk dan es, lalu meletakkannya di kening Kyouhei. "Kau yakin tidak ingin memeriksakan diri ke dokter?"

"Tidak, ini hanya demam biasa.." Kyouhei agak menggigil merasakan panas-dingin di sekujur tubuhnya. Sebenarnya ia tidak yakin dengan ucapannya sendiri. Hanya saja, ia tak ingin membuat Takenaga khawatir.

"Tapi kau.."

Ucapan Takenaga terhenti karena saat itu ponselnya berbunyi. Ia mendesah pelan begitu melihat nama si penelepon pada layar ponselnya. Ia menekan 'reject'.

"Kenapa tidak kau angkat?" Tanya Kyouhei. Tak biasanya Takenaga mengabaikan telepon, apalagi sampai menolaknya.

"Tidak apa-apa," jawab Takenaga. Sedetik kemudian, ponselnya berbunyi lagi. Masih dari orang yang sama. Takenaga tetap tak berniat mengangkat panggilan itu. Tapi sebelum ia sempat merejectnya, Kyouhei telah merebut ponsel itu dari tangannya.

"H-hei! Kembalikan!" Takenaga berusaha merebut kembali tetapi gagal.

"Noicchi?" Kyouhei membaca nama di layar ponsel itu. "Kenapa kau tidak menjawabnya?" Tanya Kyouhei heran.

Takenaga mendesah lagi. "Dia berulang kali memintaku bertemu dengannya"

"Lalu?" Tanya Kyouhei. Ia masih memandangi layar ponsel di tangannya.

"Kau tahu apa maksudku!" ujar Takenaga dengan nada meninggi. Ia merasa tak seharusnya Kyouhei menanyakan hal itu lebih lanjut.

Kyouhei terdiam. Ia menghela nafas panjang. "Ya. Gadis itu sangat mencintaimu." Kyouhei membuang muka sebelum melanjutkan kalimatnya, "Dan aku, sudah berbuat jahat karena merebutmu darinya.."

Takenaga tersentak mendengar ucapan Kyouhei barusan. "Itu sama sekali tidak benar! Aku memang tidak punya perasaan khusus padanya!" Ia menelan ludah. "Setidaknya, perasaanku padanya berbeda dengan perasaanku padamu, Kyouhei.."

"Tapi bagaimana pun juga, dia lebih berhak memilikimu daripada aku.." Kyouhei masih mengalihkan pandangannya.

"Aku yang memilih. Aku yang telah memutuskan untuk hidup bersamamu." Tegas Takenaga.

Kyouhei menoleh pada Takenaga. Ia tersenyum lemah. "Temuilah Noicchi. Bukan berarti aku menyerahkanmu padanya. Tapi aku hanya tak ingin menjadi orang jahat yang menghalangi seorang gadis bertemu dengan pria yang dicintainya."

Kali ini giliran Takenaga yang membuang muka, menghindari tatapan Kyouhei. Sebenarnya, ia juga mengakui kalau kata-kata Kyouhei ada benarnya. Tak mungkin ia selamanya menjauh dari Noicchi, gadis yang seharusnya adalah tunangannya itu.

"Baiklah.." jawab Takenaga akhirnya.

~tsuzuku~