.

.

FOUND YOU

by punchjongin

Oh Sehun – Kim Jongin

ONESHOOT

Rate : T

Disclaimer : Cerita milik saya. Sehun dan Jongin milik Tuhan.

.

.

.

Sial, pikir Jongin saat Sehun melihatnya menagis, lagi, tadi itu parah.

"Seburuk itukah keadaannya?" tanya Sehun, sambil bersandar di depan pintu atap sekolah.

Jongin mengerutkan dahi.

"Aku baru pertama kali melihat laki-laki menangis dan mengumpat setelah di tolak oleh seseorang," kata Sehun sembari membenahi kedua kakinya.

"Dan aku baru tahu seorang Oh Sehun ikut campur masalah orang lain," tanpa mengusap air matanya, Jongin membalas perkataan Sehun.

"Tetapi itu bagus," sela Sehun menyunggingkan senyum penuh arti.

Ia melanjutkan, "Kau tidak bisa mengadu pada kekasih barumu," Sehun menutup mulutnya dengan kedua tangannya, berekspresi kaget, "Oh… bukan kekasih barumu. Tetapi calon, atau mungkin tidak akan menjadi calon? Yifan menolakmu mentah-mentah."

Jongin menahan amarahnya, "Diam kau Oh Sehun!"

Sehun memeluk tubuhnya sendiri, "Ya ampun! Aku takut dengan ancamanmu!" pekiknya.

Beberapa lama, Jongin menatap Sehun dengan tajam, "Diam! Atau aku akan menjahit bibirmu!"

Sehun tertawa, "Pasti aku akan menunggu saat itu terjadi, hitam," kata Sehun penuh penekanan.

Jongin memutar bola matanya malas dan berjalan mendekati Sehun, tidak mengeluarkan kata apapun. Kaki Jongin menendang kaki Sehun dengan kencang lalu Sehun mengaduh kesakitan.

"Aku tidak hitam, Oh Sehun!" pekik Jongin.

"Ya Tuhan! Ini sakit sekali! Tendangan paling mengerikan yang penah ku dapat," Sehun memasang wajah kesakitan yang mengejek.

.

.

Dalam catatan seorang Kim Jongin, tidak ada seorang bernama Oh Sehun dalam daftar teman sekelas yang tidak berulah. Dimanapun mereka bertemu, perkataan saling mengejek terlontar. Jongin membenci Sehun. Sampai kapanpun, Sehun akan terus berada di daftar hitamnya, 'manusia yang harus dijauhi'. Jongin tidak habis pikir. Bermula ketika Sehun mempermalukannya di depan kelas, pada hari pertama sekolah. Tepat pada saat perkenalan diri. Lalu, sikap Sehun yang menjengkelkan berlanjut. Terlebih, Sehun memiliki kewenangan sebagai ketua kelas, dimana ia dapat memperlakukan Jongin –yang hanya siswa biasa– sebagai babu. Selain memperlakukan Jongin seenaknya, Sehun selalu melontarkan kata ejekan pada Jongin, setiap ada kesempatan. Itu sudah berlangsung selama 3 tahun.

Dan kejadian Yifan menolak Jongin mentah-mentah di lapangan basket, membuat Sehun tertawa puas, setidaknya itu yang dipikirkan Jongin. Padahal, itu kesempatan terakhir Jongin, sebelum upacara pelepasan seminggu lagi. Ya, seminggu lagi mereka resmi lepas dari status 'siswa SMA'. Mereka akan menghadiri Universitas pilihan masing-masing.

Jongin memasuki kelasnya dengan membawa sebotol orange juice yang ia dapatkan dari kantin. Sudah menjadi kebiasaannya, saat di sekolah, ia akan menyempatkan diri menuju mesin otomatis pada sudut kantin untuk mendapatkan minuman kesukaannya.

Jongin melangkah menuju kelasnya, namun, ada suatu adegan yang menarik rasa penasarannya.

Oh Sehun sedang berhadapan dengan seorang siswi yang diketahui Jongin adalah salah satu siswi populer, Seulgi. Jongin menghentikan langkahnya untuk melihat adegan tersebut. Satu keajaiban dapat berhadapan langsung dengan Oh Sehun, dan itu keberuntungan yang didapat oleh siswi-siswi pada saat menyatakan perasaan pada Sehun.

"Oh Sehun… maukah kau berkencan denganku?"

Sehun membalas siswi yang tengah tertunduk khawatir itu dengan menyeringai, "Tidak."

Jongin dapat bersumpah, ia ingin memukul wajah Sehun saat ini juga melihat jawaban singkat dari Sehun terlebih ia menunjukkan wajah datar. Masih lebih baik Yifan, pikirnya. Walau Yifan menolak, tetapi Jongin dapat membaca gerak-gerik Yifan jika ia merasa sungkan pada Jongin. Jongin ditolak mentah-mentah karena Yifan bukan ehem… gay.

"Apa kau punya pacar?"

Air wajah Sehun tetap sama, "Tidak."

Jongin merasa aneh. Anak itu tampan, dengan rambut pirang yang membuat kesan sempurna pada wajahnya, yang tidak bisa ditolak para gadis remaja. Tentu saja, dengan kesempurnaan yang Sehun miliki, ia dapat memilih gadis manapun untuk dikencani bahkan…. ditiduri. Dan, Jongin baru ingat, jika selama 3 tahun bersekolah, informasi yang beredar, hampir setengah dari siswi di sekolah ini menyatakan perasaan pada Sehun, secara terang-terangan atau tidak, tetapi Sehun selalu menolaknya. Tidak mungkin, seperti itu. Kecuali, kalau Sehun berorientasi sama denganku, pikir Jongin. Ketika pikiran terlintas, ia menggeleng cepat. Mengusir pikiran aneh dari otaknya.

Jongin melanjutkan langkah tertundanya untuk menuju kelas. Sebentar lagi, latihan terakhir untuk acara penutupan akan dilaksanakan.

Ketika melewati Sehun, Jongin merasa ia sedang diamati. Ia tidak mengindahkan itu dan kembali memasuki kelas yang hampir sebagian siswa telah berkumpul.

"Lalu? Jika kau tidak memiliki pacar, kenapa kau menolak semua gadis yang menyatakan perasaan padamu?"

Sehun tertawa. Dan itu membuat Seulgi terkejut. Ia tidak pernah melihat Sehun tertawa sebelumnya. "Aku menyukai seseorang," desis Sehun, "Orang tersebut, sekelas denganku," lanjutnya.

.

.

"Hey, hitam."

Sehun menjentikkan jari di depan wajah Jongin. "Bangunlah dan bantu yang lain membuat hiasan panggung di aula,"

Jongin tidak mengindahkan Sehun. Ia semakin menenggelamkan kepalanya diantara kedua tangannya.

Sehun menempelkan sebotol orange juice dingin pada lengan Jongin selama beberapa saat. Jongin terusik. Ia menyembunyikan tangannya lebih dalam. Sehun tidak habis ide. Ia kembali menempelkan sebotol orange juice dingin pada pipi Jongin.

"Wae?!" bentak Jongin menegakkan tubuhnya.

Sehun tidak mengucapkan apa-apa lagi, hanya menyodorkan minuman kesukaan Jongin dihadapannya.

"Minumlah, lalu bantu yang lain membuat hiasan panggung. Kaleng cat masih banyak yang utuh. Tentu, kau tau kan maksudku?"

Jongin mendengus kasar lalu meraih botol orange juice dan meminumnya hingga tersisa setengah botol.

"Kau membangunkan singa tidur, Sehun."

Sehun tertawa, "Yang benar itu macan."

Jongin melotot. Mata bulatnya terlihat sempurna, "Bagiku, singa dan macan itu sama."

"Dasar bodoh!" cerca Sehun lalu meninggalkan Jongin yang masih belum beranjak dari kursi di kelasnya.

"Kau yang bodoh!"

"Mana ada orang bodoh menjadi ketua kelas?!"

"Karena kau mengandalkan fisikmu,"

"Secara tidak langsung, kau menyanjungku, 'tampan', Kim Jongin."

"Tidak akan dan tidak pernah terjadi!"

.

.

Dan benar apa yang dikatakan Jongin. Sehun telah membangunkan singa -macan- tidur. Jongin seperti siap menyalak kapanpun. Ia tidak menyelesaikan job desk yang diberikan Sehun secara paksa. Beberapa kali, Jongin mengumpat dan memarahi siapapun yang berani mengganggunya. Menyenggol badan, tidak sengaja menginjak styrofoam –yang ini kesalahan Jongin, karena meletakkan ditengah jalan– yang sudah diberi cat olehnya, atau kesalahan kecil lainnya. Jongin sedang tidak berada dalam keadaan baik.

Sehun mendesah melihat itu dari atas tribun. Dimana seisi aula dapat dilihat dari atas sana.

"Kau akan menyesal jika terus memandangi dari jauh, Sehun."

Suara maskulin menginterupsi. Sehun hafal betul siapa pemilik suara itu. Sehun menoleh ke samping. Wu Yifan. Satu-satunya teman dekat Sehun, bisa dibilang sahabat. Yifan tersenyum lembut sembari menyodorkan sekaleng soda utuh pada Sehun. Sehun menerima dan meminumnya tanpa canggung.

"Thanks," ujar Sehun.

Sehun menyesap sedikit soda dingin, lalu berkata, "Aku akan berusaha mencari cara untuk mengatakannya."

"Prestasi akademik mu saja yang bagus. Tapi, kau memang tidak bisa diandalkan dalam hal ini, Sehun." Yifan mengingatkan.

Sehun tersenyum simpul, "Dia yang berhasil merebut hatiku, untuk yang pertama kali."

"Dan itu kenapa aku menolaknya. Jika aku tega padamu, mungkin Jongin tengah menjadi milikku,"

Mendengar pernyataan Yifan, Sehun mendelik tajam ke arahnya.

"Tetapi kau beruntung dia dapat mencuri hatimu. Kupikir, dia orang setia. Itu terbukti ketika ia memendam perasaan padaku selama 3 tahun," Yifan mendesis.

"Ingat. Kau sudah memiliki Amber, Yifan,"

Yifan mengangguk, "Tentu. Aku tidak akan mengkhianatinya demi si hitam itu,"

Selesai Yifan berbicara, sebuah pukulan pada lengannya melayang. Tentu saja pelakunya Oh Sehun.

"Hanya aku yang boleh memanggilnya 'hitam'!" seru Sehun tidak terima.

"Sebutan yang aneh. Tetapi sesuai dengan kulitnya sih,"

"Diamlah atau aku akan menjahit bibirmu!"

Sehun seperti merasakan deja vu.

Yifan tertawa, "Aku tidak takut padamu, Oh!" katanya sembari menghindar dari pukulan kecil Sehun.

.

.

Sehun mengepak pakaian, menghabiskan 2 koper besar untuk membawa pakaian, buku dan barang-barang kesukaannya. Ia tengah berada di ruang tamu apartemennya. Selama di Seoul, Sehun tinggal sendiri dan yang menjadi guardian adalah pamannya yang tinggal di Daegu. Kedua orang tuanya menetap di Russia. Entah karena negara kelahirannya tersebut atau bukan, kulitnya sepucat dan sebening orang Russia.

Setelah menyelesaikan itu semua, ia bergegas memakai kemeja terkancing ke atas dan celana khaki. Sebuah mantel hangat menutup sebagian badan atasnya. Sehun menaruh ponsel dan dompet pada saku celana lalu menyambar kunci motor.

Sepuluh menit kemudian, motor sport merah nyala milik Sehun keluar dari basement gedung apartemen dan melaju ke suatu tempat.

.

.

Kim Jongin menatap kaktus mini dengan kepala yang tersangga oleh kedua lengannya pada meja sebuah café. Kopi pesanannya mulai dingin, tidak tersentuh. Jongin hanya ingin melakukan ini, menghitung duri-duri kecil kaktus tersebut walaupun ia tak mungkin dapat berkonsentrasi dalam keadaan hatinya yang aneh. Setelah acara perpisahan kemarin, Sehun memberikan dirinya kaktus tersebut dan juga, kancing kedua seragam Sehun.

Di Korea, Jongin tidak pernah menemukan hal itu terjadi. Namun, ia tahu betul tradisi dari tanah kelahirannya, Jepang. Saat SMP di Jepang, tradisi untuk memberikan kancing kedua pada seseorang yang disukainya pun sering dialami oleh teman-temanya, tidak pada Jongin, karena Jongin tidak memiliki orang yang special saat itu.

Jongin pun tidak pernah terpikir untuk memberikan kancing kedua setelah acara kelulusan pada Yifan. Tidak pernah sedikitpun terpikir ia akan melakukan tradisi tersebut di Korea. Tetapi, Sehun melakukannya. Sehun memberikan kancing kedua seragam miliknya tanpa sepatah katapun keluar dari mulutnya. Sehun saat itu, langsung pergi. Sehun hanya mengatakan jika ia merawat kaktus sudah 2 tahun dan memberikan pada Jongin untuk merawatnya.

Benar-benar membingungkan, bagi Jongin. Terlebih, Jongin mendengar sendiri pembicaraan Yifan dengan Jongdae yang berbincang jika Sehun akan berangkat ke Russia, dua hari setelah kelulusan. Itu artinya, Jongin hanya memiliki waktu 1 hari kedepan untuk bertanya maksud Sehun.

Jongin tidak menyadari jika selama ini Sehun selalu berada di sisinya. Saat Jongin dalam keadaan tidak baik, Sehun selalu menggodanya atau mengejeknya, dan itu membuat mood buruk Jongin berpindah pada kata-kata Sehun. Tidak lagi memikirkan dengan berat apa yang membuat moodnya menjadi buruk.

.

.

Sehun memarkirkan motornya dan memasuki sebuah café. Setelah ia mengunjungi rumah Jongin, Nyonya Kim berkata jika Jongin sedang berada di café ujung jalan. Maka, Sehun menyusulnya.

Sehun menemukan sosok yang dicarinya. Lelaki itu sedang menekuk wajahnya mengamati kaktus di hadapannya dengan sendu. Padahal, musik yang mengalun indah dalam café adalah musik penuh nada riang.

Setelah mendapatkan kopinya, Sehun meletakkan cangkir kopi espresso di samping Jongin lalu menarik kursi dan duduk di samping lelaki itu.

Jongin tersentak dan menoleh. Mendapati Sehun yang duduk di sampingnya tanpa canggung, ia menutupi kaktus dengan kedua tangannya. Matanya menajam ke arah Sehun.

Sehun terkekeh, "Tidak perlu kau sembunyikan,"

Jongin tidak menjawab.

"Aku tahu betul kaktus yang kutanam sendiri selama 2 tahun ini,"

Mendengar perkataan Sehun, Jongin menyingkirkan tangannya dan kembali duduk tegap.

"Ada apa kau kesini?" tanya Jongin sewot.

"Hey! Ini kan tempat umum, kau tidak bisa menentukan orang yang datang,"

Jongin memutar bola matanya malas. Ia merebahkan badan ke kursi, "Masih ada kursi kosong yang menunggu bokongmu," ujarnya.

"Tidak ada larangan untuk duduk disini," Sehun langsung menyela.

"Tetapi aku melarangnya. Oh Sehun tidak bo…"

Sehun memotong perkataan Jongin dengan cepat, "Oh Sehun tidak boleh berada didekat Kim Jongin kurang dari radius 5 meter. Bukan begitu?"

Jongin mengangguk polos. Melihat air wajah Jongin yang berubah lucu, Sehun mengacak rambut Jongin dan tertawa lepas. "Itu perjanjian kuno. Kau masih mau melakukan itu walau sebentar lagi aku akan pindah ke Russia?"

Jongin tercenung.

"Kenapa? Kau takut kehilanganku? Musuh besar atau seseorang yang telah mencuri hatimu, Kim Jongin?"

"Kau percaya diri sekali!" sentak Jongin.

Sehun menepuk dadanya, bangga. "Memang,"

"Kau diam-diam menyukaiku kan?"

Jongin menelan ludahnya.

"Tidak." Jongin kehabisan kata-kata, "Aku… aku menyukai Yifan."

"Mengagumi. Bukan menyukai," sambar Sehun.

"Terserahku. Kenapa kau ikut campur," kata Jongin dengan melipat kedua tangan di depan dada.

Sehun berkata, "Karena itu tentang perasaanmu."

"Memangnya kau tahu apa?"

"Tidak. Aku tidak tahu apa-apa. Tetapi, aku akan memberitahu jika kau telah memiliki hatiku."

Jongin terkejut. Ia berusaha untuk tidak berteriak, "Apa yang kau katakan?"

"Ya Tuhan! Suamiku ini bodoh sekali," kata Sehun sembari mencolek dagu Jongin.

Jongin kesal, "Aku bukan suamimu!" serunya.

"Itu akan segera terjadi,"

"Tidak akan!" bantah Jongin.

"Kalau begitu, kau tidak memiliki kesempatan lagi. Aku akan kembali ke Russia, dan kau telah memiliki hatiku. Jika kau tetap keras kepala, maka aku akan meminta hatiku kembali,"

"Itu kata-kata terpancang yang pernah kudengar dari mulut Oh Sehun."

Sehun menghela napas panjang. Berdebat dengan Jongin dalam situasi ini membuatnya kesal sendiri, "Bagaimana?"

"Bagaimana apanya?" tanya Jongin dengan kedua alis terangkat.

Sehun menyentuh jemari Jongin di atas meja, lalu mendekatkan badannya dan mengecup kening Jongin dengan tulus selama beberapa saat. Pandangannya berubah serius, "Mau kah kau menjadi suamiku?"

Walaupun rasanya hangat dan menenangkan, namun Jongin masih terkejut dengan perilaku Sehun yang tiba-tiba itu. Membuatnya kebingungan, "Kau membicarakan pernikahan? Ini terlalu dini,"

"Agar aku cepat memilikimu. Aku tidak berminat seperti remaja lainnya yang terlalu lama dalam berkomitmen."

Wajah Jongin bersemu merah mendengar perkataan Sehun. Jongin diam, dia tidak tahu akan berkata apa.

"Kalau begitu, ayo menikah dengan segera,"

Jongin merasakan jantungnya yang berdegup kencang karena kata-kata Sehun yang diluar perkiraannya.

"A-apa kau serius dengan ucapanmu?" Jongin terbata.

"Aku tidak pernah seserius ini, Kim Jongin," tegas Sehun dengan keyakinan.

.

.

Jongin menatap bayangan dirinya di cermin sebuah butik pengantin. Mata Jongin berbinar karena mengagumi setelan tuxedo yang membungkusnya sempurna. Jongin berbalik untuk mengamati bayangannya lagi. Tuxedo dengan desain khusus oleh perancang terbaik di kota.

Beberapa hari lagi, acara pernikahannya digelar. Mereka telah melewati 4 tahun dengan matang. Setelah lulus sarjana, keduanya sudah merencanakan pernikahan jauh-jauh hari. Sehun saat itu menginginkan menikah sebelum kuliah, namun, penolakan dari kedua orang tua mereka menjadi batu sandung. Saling yakin dan terikat. Memang sulit meyakinkan kedua orang tua mereka tentang pernikahan yang berbeda. Namun, akhirnya mereka mendapat titik terang dari semuanya. Walau, Ayah Sehun sempat dirawat di Rumah Sakit saat Sehun mengungkapkan jika ia akan menikahi Jongin, berjenis kelamin sama. Pada akhirnya, ketulusan, keyakinan dan kebahagiaan Oh Sehun dan Kim Jongin lah yang membuat mereka luluh.

"Tampan sekali," kata Nyonya Kim dari belakang. "Kau pengantin tertampan yang pernah kulihat,"

Jongin terkekeh, "Bagaimana dengan hyung dan Aboji?"

Nyonya Kim tersenyum lebar, "Kalian bertiga, lelakiku yang paling sempurna."

"Ucapan khas seorang ibu,"

Nyonya Kim memegang kedua bahu Jongin dan dihadapkan pada cermin. "Tetapi kau benar-benar tampan, Jongin."

Jongin menarik dua ujung bibirnya, tersenyum tulus, "Aku tampan karena eomma cantik."

"Kau benar-benar pandai merayu. Sudah, aku akan menelpon Sehun untuk menjemputmu," Nyonya Kim sempat mengecup pipi Jongin.

Jongin mengangguk dan Nyonya Kim menggunakan ponselnya untuk menelpon Sehun.

.

.

Sepasang pengantin pria begitu tampan. Mereka memiliki ciri khas ketampanan tersendiri. Oh Sehun dengan kulit putih-bersih, mata lurus indah, bibir bagian bawah, dagu dan hidungnya lebih menonjol. Sedangkan Kim Jongin, berkulit tan, hidung yang gagah dengan bibir tebal dan jangan lupakan mata bulat.

Jongin tersenyum gugup sekilas pada Sehun. Keduanya bak pangeran di buku dongeng. Mereka telah mengikat janji suci beberapa detik lalu. Mereka saling berhadapan dengan senyum yang terpancar tulus. Momen mencium mempelai menghasilkan desah haru dari para tamu undangan.

Sambil bergandengan erat, mereka berdua melewati kursi-kursi gereja yang diisi penuh dengan keluarga, kerabat dan beberapa tamu undangan. Berjalan mengikuti cahaya dari pintu gereja yang terbuka lebar. Sebuah mobil pengantin menunggu mereka di ujung, siap menyongsong kehidupan baru mereka.

.

.

.

THE END

A/N :

Oneshoot ini, untuk HUNKAI shipper dan untuk jonginisa.

Beberapa fanfiction, saya beri status hiatus. Maaf sebelumnya. Karena, ketika ketik dan edit, feelnya belum terlalu dapat. Terlebih untuk FFD. Tetapi, saya akan mencoba melanjutkan.

Mind to review?