Drap drap drap

Di dalam sebuah rumah sakit di sebuah kota kecil, tampak seorang pria berlari dengan tergesa-gesa, mencari kamar istrinya. Kabarnya, istrinya baru saja melahirkan. Setelah lama mencari dan bertanya sana-sini pada perawat dan dokter yang lewat, ia pun menemukan kamar istrinya.

Klek!

"Bagaimana anak kita?" tanyanya kepada istrinya yang sedang terbaring di atas kasur. Tampak wajahnya yang kemerahan karena berlari tadi.

"Sepasang bayi kembar," jawab si istri, tersenyum kecil. "Laki-laki dan perempuan."

"Hah… Hah…" Si suami―dengan nafas tersengal-sengal―berjalan mendekati kasur di mana bayi mereka tertidur. Ia tersenyum kecil begitu melihat bayi mereka yang sedang tidur dengan damai. "Apa kau sudah memberi mereka nama?" tanyanya.

"Tentu saja," jawab si istri. "Nama yang kau sarankan itu."

Senyum si suami memudar seketika, mengingat peraturan kota tempat ia tinggal. "Sayang sekali ya…"

Sang istri mengangguk pelan, ia mengerti maksud suaminya. "Satu keluarga tidak dipebolehkan mempunyai anak lebih dari satu…" katanya, menatap bayi-bayinya dengan sedih. "Tapi aku tidak ingin membuang salah satu dari mereka."

"Kalau begitu," ujar si suami. "Kita berikan saja mereka pada adikku yang tidak mempunyai anak itu. Dia tinggal di luar kota, jadi tidak akan ada yang mengetahui kalau mereka kembar."

"… Ya," jawab si istri setelah berpikir sebentar. "Maaf ya… Salah satu dari kalian harus tinggal bersama keluarga lain…" Wanita itu lalu beranjak dari kasurnya dan berjalan mendekati kasur bayinya, mengelus pipi mereka satu-satu dengan lembut.

Si suami lalu mengeluarkan sekeping koin dari saku celananya. "Koin ini yang akan menentukannya." ujarnya. "Jika yang di bawah adalah gambar burung, maka yang laki-laki yang akan kita berikan. Tapi, jika yang di bawah adalah bunga, maka kita akan memberikan yang perempuan. Apa kau setuju?" Si suami menatap istrinya, meminta persetujuannya.

"Ya…"

"Baiklah."

Hup!

Ia lalu melempar koin itu ke udara dan menangkapnya kembali.

Cling!

"Burung… Bunga di bawah…"

"Berarti… Yang perempuan…" Si istri menatapi bayinya yang perempuan. Ia lalu mengikatkan sebuah pita besar berwarna abu-abu dengan garis-garis ungu―dengan agak longgar―di pergelangan tangan kanan bayinya. "Jaga pita ini baik-baik ya. Semoga suatu hari nanti, kau dapat bertemu kembali dengan Dell."

"Maaf ya, kami tidak bisa menjadi orang tua yang baik untukmu, Haku…"

Sementara itu, kedua bayi itu masih tertidur dengan saling mengaitkan jari tangan mereka, seperti sedang bergandengan tangan.

Anata to Issho

oXxXxXo

Honne Dell & Yowane Haku © CAFFEIN

Vocaloid © Yamaha dan beberapa perusahaan lain

oXxXxXo

"Yowane-san!"

"Ada apa, Sensei?" Gadis manis itu menoleh pada gurunya yang memanggilnya tadi.

Guru tersebut berjalan mendekatinya dan memberitahunya sesuatu, "Hari ini, akan ada siswa baru di kelas 1 - 1, kelasmu. Saya dengar, dia seorang yatim-piatu, tolong bimbing dia baik-baik."

"Hai, wakarimasu," jawab Yowane Haku. Memang sudah tugasnya sebagai ketua kelas untuk mengurus siswa baru. "Saya akan membimbingnya sebaik mungkin." Setelah itu, Haku membungkukkan tubuhnya dengan sopan dan kembali berjalan ke perpustakaan, tempat yang ditujunya tadi.

"Baguslah."

Gadis itu bernama Yowane Haku. Gadis manis berambut perak panjang dan bermata merah seperti darah. Rambutnya yang panjang selalu dikuncir satu ke bawah dengan sebuah pita besar berwarna abu-abu dengan garis-garis ungu. Sepertinya, pita itu sangat berharga baginya. Ia hampir tidak pernah melepasnya―kecuali saat ia sedang mandi dan tidur, pastinya.

Tap tap tap

Di dalam perpustakaan―tempat favoritnya―Haku tampak sedang mencari sebuah buku berjudul 'Synchronicity', seperti yang diceritakan Neru―sahabat baiknya―kemarin sore.

"Synchronicity…" gumam Haku pelan, menyusuri setiap rak buku satu persatu, matanya memperhatikan buku-buku yang tersusun dengan jeli. "Ah," ia tersenyum kecil, menemukan buku itu. Ia lalu berjinjit, berusaha mengambil buku yang berada di rak ketiga dari atas itu. "Ti-tidak sampai…"

Haku memang termasuk gadis yang tinggi. Tapi sayang, letak buku itu juga tidak kalah tinggi. Ia ingin sekali mengambil tangga dan mengambil buku itu dengan tangga. Tapi tangga itu sedang dipakai. Ia juga selalu merasa tidaak enak jika meminjam barang yang sedang dipakai.

"'Synchronicity' ya?"

"Iya―Eh?"

"Nih."

Pluk!

Seorang laki-laki―yang lebih tinggi darinya―mengambil buku itu dengan mudah dan memberikannya pada Haku. "Kau mau mengambilnya 'kan?" tanyanya, tidak menatap Haku―sepertinya ia masih sibuk mencari buku lain.

"H-hai, arigatou gozaimasu." Haku mendekap buku itu dan membungkukkan tubuhnya pada lelaki itu, mengucapkan terima kasih.

"Hn."

"…" Haku terdiam memperhatikan laki-laki yang baru saja membantunya tadi. Ia belum pernah melihatnya sebelumnya. Mungkin laki-laki itu murid baru yang dimaksud Kiyoteru-sensei tadi. "A-ano… S-sumimasen…" ujarnya pelan.

"Hn? Ada lagi yang mau kuambilkan?" respon lelaki itu.

"Chi-chigaimasu," jawab Haku. "A-aku hanya… E-eto…" Haku berkata dengan gugup. Selalu saja begini kalau ia sedang berbicara dengan orang yang baru atau belum dikenalnya.

"Hn? Haku?" Akhirnya, lelaki itu menatap Haku dengan heran.

"E-eh?" Haku tidak kalah heran. Mereka 'kan belum pernah bertemu sebelumnya. "Ka-kau… Kau tahu namaku?" tanyanya heran, agak kaget.

"Namamu 'Haku'?" Lelaki itu balik bertanya, menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. "Maksudku 'haku' tadi, warna rambutmu," katanya, menunjuk rambut Haku. Haku tampak lega saat ia mengatakan itu―berarti, ia tidak usah berpikir yang macam-macam terhadapnya. "Sama dengan warna rambutku. Itu asli?" tanyanya lagi, mungkin basa-basi.

"Ha-hai. S-sou desu," jawab Haku pelan, berusaha untuk tidak menatap mata laki-laki itu. Ia memang tidak bisa bertatap mata dengan laki-laki secara langsung. "Ngomong-ngomong… K-kau―"

"Ah," selanya, teringat sesuatu. "Namae wa?"

"Wa-watashi no namae wa Yowane Haku desu. Do-douzo yoroshiku onegai shimasu." Haku membungkukkan tubuhnya.

"Honne Dell," Dell memperkenalkan dirinya dengan cuek, tidak tersenyum sama sekali. "Yoroshiku."

"I-iya…" Kini Haku bisa melihat Dell dengan lebih jelas. Rambutnya yang berwarna perak―sama dengan warna rambut Haku―dikuncir satu ke belakang dengan asal. Matanya berwarna merah darah―juga sama seperti Haku. 'Aku dan Honne-san Mirip ya' pikir Haku, tersenyum kecil.

Riiing!

"Ah! Belnya sudah bunyi!" seru Haku panik. Ia lalu segera berlari menuju meja petugas perpustakaan―mengurus buku yang akan ia pinjam―dan keluar perpustakaan, menuju kelasnya.

"Oi, Haku." panggil Dell tiba-tiba, tepat ketika Haku baru berlari beberapa langkah.

Haku pun menoleh. 'Honne-san tadiDia Memanggilku dengan nama kecilku?'

"Aku suka pitamu itu." ujar Dell yang kemudian membalikkan tubuhnya. Kelihatannya, ia tidak peduli dengan bunyi bel tadi.

"E-eh?" Tanpa Haku sadari, semburat merah mewarnai wajahnya.

=x=x=x=x=x=

"… Honne… Dell…" gumam Haku pelan seraya mencorat-coret sesuatu di buku catatannya. Seperti huruf Hiragana yang membentuk nama 'Honne Dell' (ほんねでる). Sejak ucapan Dell yang terakhir padanya itu, ia terus menggumamkan namanya.

"Haku," panggil Neru yang berjalan ke arah meja Haku. "Bagaimana? Kau sudah menemukan bukunya?" tanyanya.

"Ah, i-iya," jawab Haku, mengangguk pelan. "Sudah, tapi aku belum sempat membacanya. Aku akan membacanya saat istirahat nanti." ujarnya, buru-buru menutup buku catatannya.

"Oh…" respon Neru. "Ngomong-ngomong, apa yang kau tulis tadi?" tanyanya, melirik buku catatan Haku.

"Eh? Ti-tidak. B-bukan apa-apa kok." jawab Haku panik. Ia pun segera memasukkan bukunya ke dalam tasnya.

"Uso. Tadi aku melihatnya loh~" Neru tersenyum jahil, berusaha mengambil buku itu secara paksa dari tangan Haku. "Berbohong itu nggak baik loh. Sini, biar aku lihat."

"Iie!" bantah Haku. "J-jangan dilihat!"

"Kenapa memangnya?"

"A-aku…" Haku terdiam sebentar, berpikir untuk mencari alasan. "A-aku―Tulisanku… Jelek…" jawabnya bohong.

"Hah?" Neru sweatdropped. "Uso! Aku 'kan sering melihatmu menulis di papan tulis! Tulisanmu bagus kok!" Ia pun menyambar buku itu dari tangan Haku.

"Ja-jangan…!"

"Neru-chan!"

"Uwaaa!"

Pluk!

Kaget, Neru pun menjatuhkan bukunya. Gadis berkuncir side-tail itu lalu men-death glare temannya yang baru saja mengagetkannya tadi. Haku pun segera mengambil kembali bukunya.

"Miku!"

"Ehehe…" Miku―gadis itu―cuma menyengir inosen. "Tumben pagi-pagi sudah belajar, Neru-chan? Biasanya Neru-chan 'kan masa' bodo sama ulangan~"

"Bukan itu, Miku no baka!" respon Neru jengkel. "Haku―Dia menyembunyikan sesuatu dariku!" lanjutnya sambil menunjuk Haku.

"Eh? Haku-chan kenapa?" tanya Miku bingung. Gadis berkuncir dua itu pun menoleh pada Haku.

"I-iie, d-daijoubu desu!" jawab Haku spontan.

Grek

"Ah, Hiyama-sensei sudah datang!"

Mendengar ucapan itu, Neru―yang masih cemberut―dan Miku―yang masih kebingungan―pun segera kembali ke tempat duduk mereka masing-masing.

Tap tap tap

Hiyama Kiyoteru lalu berjalan memasuki kelas. Di belakangnya, ada seorang laki-laki yang berjalan mengikutinya. Sudah pasti, dia siswa baru yang dimaksud Kiyoteru tadi.

Tap tap tap

"Eh? Dia…?"

"Minna-san," ujar Kiyoteru di depan kelas. "Ini Honne Dell, siswa pindahan dari kota sebelah." Kiyoteru lalu menoleh pada Dell sambil tersenyum hangat. "Honne-san, silahkan perkenalkan dirimu."

"Honne Dell. Yoroshiku." Dell menuliskan namanya di papan tulis (本音デル), lalu―dengan wajah cueknya dan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celana―memperkenalkan diri dengan singkat. Sukses membuat yang lainnya cengo.

"Eto… Apa itu tidak terlalu singkat, Honne-san?" tanya Kiyoteru, berusaha tersenyum wajar.

'H-hanya tiga kata Keren' batin para siswa.

"Hn."

"S-sou desu," respon Kiyoteru. "Saa, apa ada pertanyaan untuk Honne-san, minna-san?" tanyanya.

"Sensei, saya mau tanya!" Kaito―siswa berambut biru yang naksir Miku―mengangkat tangannya. "Honne mirip dengan Haku ya~ Apa kalian berdua saudara?" tanyanya to the point.

"Hah?" Mendengar pertanyaan Kaito itu, beberapa siswa langsung menoleh ke arah Haku dan membandingkannya dengan Dell.

"Benar juga ya… Mirip…"

"Iya. Mereka ada hubungan apa ya?"

"K-kami tidak ada hubungan apa-apa kok!" tegas Haku, sedikit membentak. "A-aku dan Honne-san… B-bahkan belum pernah bertemu sebelumnya!" tegasnya lagi.

"Hai, saya mengerti, Yowane-san," sahut Kiyoteru, berusaha menenangkan Haku. "Shion-san, tidak baik bertanya yang macam-macam seperti itu."

"Hai~"

"Ck. Aku nggak punya hubungan apa-apa dengannya," jawab Dell dengan cueknya. "Soal kemiripan, bisa saja seperti 'Doppelanger' yang nggak akan mati jika saling bertemu." ujarnya lagi.

"Teori yang menarik~" komentar Kaito, nggak mampu berkata-kata lagi. Ada benarnya juga jawaban Dell tadi.

'Dia murid baru. Tapi dia memanggil Haku hanya dengan nama kecilnya, tidak memakai embel-embel '-san' lagi! Cih! Aku nggak suka!'

"Sensei! Saya mau tanya!" Kali ini, seorang siswi yang mengangkat tangannya.

"Ya, silahkan, Sotone-san."

Sotone Riza, nama lengkap siswi tersebut. Sekretaris sekolah.

"Dell-kun… Sudah punya pacar belum?"

"Hah! ?"

Spontan, yang lainnya pun kaget bukan main. Riza biasanya tidak terlalu peduli dengan yang namanya laki-laki. Dan lagi, Riza tadi juga memanggilnya 'Dell-kun'.

"Bukan urusanmu, cewek centil." jawab Dell dengan sinisnya.

"Honne-san, jaga bicaramu itu!" Kiyoteru memperingatkan.

"Dia yang mulai, kenapa aku yang repot?" Dell membuang mukanya dari hadapan Kiyoteru.

"Hah… Baiklah…" Kiyoteru menghela nafas. "Honne-san, silahkan duduk di―"

"Di sebelah saya saja, Sensei!" seru Riza, berhubung tempat duduk di sebelahnya kosong.

"Nggak! Dell-kun akan duduk di sebelahku!" seru Taidane Nemui.

"Wah, wah… Perang memperebutkan murid baru…" ucap Meito iseng.

"Cih." Dell mengabaikan mereka berdua. Ia lalu berjalan menuju meja Haku. Sementara Haku sendiri tidak menyadarinya, ia sibuk memikirkan sesuatu.

Tap tap tap

'Doppelanger yang tidak akan mati meskipun saling bertemu' batin Haku, tertawa kecil. 'Menarik juga teorinya'

Tep

"Apa yang kau tertawakan?"

"Eh?" Haku mendongak dan mendapati Dell berdiri depannya. Wajahnya pun memerah seketika. "I-iie! D-daijoubu desu!"

"Ck, dasar aneh," gumam Dell. Ia lalu mengangkat kursi kosong di sebelah tempat duduk Haku dan mendudukinya. "Kosong 'kan?"

"Eh? H-hai!" jawab Haku, masih kaget. 'Honne-san K-kenapa dia mau duduk di sebelahku?' batinnya yang kemudian langsung menutupi wajahnya yang semakin memerah dengan buku.

'Uuh! Dell-kun duduk di sebelah Haku! Tak bisa kubiarkan! Lihat saja nanti!'

"Untuk apa kau menutupi wajahmu seperti itu?" Dell mengambil―menyambar―buku itu dari tangan Haku, membuat wajahnya terlihat lagi.

"Ah! K-kembalikan!"

"… Kau nggak jelek kok." Dell lalu memberikan kembali buku itu pada Haku dan kemudian membuang mukanya dari hadapan Haku.

"E-eh?"

=x=x=x=x=x=

"… 'Synchronicity' itu… Kisah yang mengharukan sekali ya…" sahut Haku, tersenyum kecil sambil menghapus air matanya.

"Kau nangis baca buku itu?" tanya Neru yang sedang sibuk mengetik sesuatu di handphone-nya.

Haku mengangguk pelan dengan wajah memerah. "Ceritanya tentang sepasang anak kembar―laki-laki dan perempuan―yang terpisah saat mereka masih bayi. Mengharukan sekali…"

"Apa boleh buat, Haku-chan memang orang yang hatinya lembut sih~" ucap Miku, menghela nafas sebentar. "Ngomong-ngomong, Haku-chan…"

"Ng?"

"Murid baru tadi―Honne-kun―memanggil nama kecilmu 'kan?"

"Eh? Iya juga ya," Neru ikutan nimbrung. "Kalian seperti sudah seperti saling kenal ya."

"T-tapi… Aku dan Honne-san nggak punya hubungan apa-apa!" kilah Haku. "Ah, b-bicara soal Honne-san… Tadi aku sempat melihat kunciran rambutnya. Rambutnya diikat dengan pita kecil yang mirip pitaku ini," Haku menunjuk pitanya dan tertawa kecil. "Kebetulan sekali ya…"

"Ya. Tapi rasanya aneh." respon Neru.

"Seperti 'Synchronicity' saja," sambung Miku. "Jangan-jangan, sebenarnya kalian berdua anak kembar yang terpisah saat masih bayi?" tanyanya curiga.

"Mi-Miku, itu 'kan nggak mungkin…"

"Oi, Haku," panggil Dell tiba-tiba, menepuk pelan pundak Haku. "Antarkan aku melihat-lihat sekolah ini."

"Kau meminta tolong seperti bos saja sih." gerutu Miku, agak sebal dengan cara bicara Dell tadi.

"Iya. Lagipula, bukannya kau bisa minta tolong Riza atau Nemui? Mereka berdua 'kan tadi dengan senang hati mau duduk di sebelahmu." timpal Neru.

"Aku nggak suka cewek centil," tegas Dell. Ia lalu menarik pelan lengan Haku. "Ayo."

"H-hai!" Haku pun berdiri. "Miku, Neru, a-aku pergi dulu ya."

"Eh? Kami juga ikut!"

Tap tap tap

Mereka lalu berjalan mengelilingi sekolah―dengan dipimpin Haku, tentunya. Begitu sampai di depan ruangan tertentu, Haku selalu menjelaskan ruangan apa itu dan apa fungsinya. Tapi Dell tidak banyak bertanya seperti kebanyakan murid pindahan pada umumnya. Dia cuma diam dan berjalan mengikuti Haku, sesekali sambil mengangguk pelan.

"Ho-Honne-kun… Bosan ya?" tanya Haku tiba-tiba, menatap Dell dengan takut.

"Hn?" Dell menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, balik menatap Haku.

"Habisnya, dari tadi kau cuma diam," jawab Neru sambil melipat kedua tangannya di depan dadanya. "Jadi kesannya kau bosan."

"… Aku memang nggak suka banyak bicara," jawab Dell. "Lagipula, aku―"

"Dell-kuuun!"

"Kyaaa! Dell-kun!"

"! ?"

Tiba-tiba saja, Riza dan Nemui memeluk Dell dari belakang.

"Oh, ada Haku, Miku, dan Neru juga," ujar Nemui monotone. "Kalian sedang apa bersama Dell-kun-ku?" tanyanya, menatap kesal Haku.

"A-aku―Ka-kami… Kami cuma sedang mengantar Honne-san melihat-lihat sekeliling sekolah." jawab Haku pelan.

"Kalian tadi sedang sibuk ngobrol-ngobrol 'kan?" Kali ini, Riza yang bertanya. "Kalian istirahat saja. Biar aku dan Nemui yang mengantar Dell-kun melihat-lihat~" ujarnya, terdengar ada nada memaksa di kalimatnya.

"H-hai…" Haku mengangguk pelan. Kemudian, ia pergi meninggalkan tempat itu. Diikuti dengan Miku dan Neru yang sebelumnya men-death glare kedua perempuan centil itu.

Tap tap tap

Begitu sudah berada jauh dari mereka, Neru bertanya, "Haku, apa mereka nggak keterlaluan? Mereka tadi seperti memaksamu loh!"

"Iya! Mereka sangat keterlaluan!" timpal Miku. "Jujur saja, aku nggak suka mereka!"

"Tidak boleh begitu, Miku…" ujar Haku lembut, berusaha tersenyum―meskipun tadi ia hampir menangis. "Dan Neru… Mungkin tadi mereka merasa cemburu karena aku dekat dengan Honne-san. Mereka 'kan menyukai Honne-san…"

"Hah… Kau membela mereka, Haku?" tanya Neru setelah menghela nafas sebentar. Kemudian, gadis berambut pirang itu menatap Haku dengan tajam dan berkata dengan tegasnya, "Kau itu selalu saja mengalah, menuruti perkataan orang lain tanpa membantah, selalu disuruh-suruh, bahkan sering―tidak, selalu membela orang-orang yang sudah menyakiti hatimu atau mengejekmu!"

"…" Haku terdiam, menundukkan kepalanya. Apa kata Neru tadi memang benar. Selalu saja begitu.

"Ne-Neru-chan!" seru Miku tiba-tiba. "Neru-chan jangan begitu sama Haku-chan dong!" Miku menjitak pelan kepala Neru. "Haku-chan, ucapan Neru-chan tadi―"

"G-gomennasai ne…"

"Eh?"

"Ne-Neru―Ucapan Neru tadi… Memang benar, Miku. Sangat benar…" Haku menundukkan kepalanya. "Aku… Aku memang payah…"

"Haku-chan…"

"H-Haku, ucapanku tadi―"

"M-maaf ya…" ujar Haku pelan. Gadis itu lalu berlari meninggalkan kedua sahabatnya, entah ke mana.

"Haku-chan!"

"Haku!"

=x=x=x=x=x=

"…"

"Ne, Dell-kun mau ke mana lagi?" tanya Riza yang bergelayutan di lengan kiri Dell.

"Dell-kun sudah melihat perpustakaan belum? Mau kuantarkan ke sana tidak?" tanya Nemui yang bergelayutan di lengan kanan Dell.

"… Lepaskan." ucap Dell, mengabaikan pertanyaan mereka berdua.

"Eh? Kenapa?" tanya Nemui bingung, masih belum melepaskan Dell. "Dell-kun mau ke toilet?"

"Atau mungkin Dell-kun mau ke tempat lain yang bukan perpustakaan?" tebak Riza.

Dell lalu menarik kedua lengannya, agak mendorong kedua gadis itu―melepaskan dirinya dari gelayutan mereka berdua. "Aku mau ke mana, terserah aku." jawab Dell tegas, menatap tajam mereka berdua. "Aku bisa melihat-lihat sekeliling sekolah ini sendirian." Pemuda berambut perak itu kemudian melenggang pergi dari hadapan mereka.

"Dell-kun pasti…"

"… Haku…"

-Tsudzuku-

Di sini, entah kenapa, Dell rasanya jadi KuuDeru, bukan TsunDeru lagi XD -ditendang Dell-

Sotone Riza dan Taidane Nemui. Dua orang cewek UTAU centil -plaked- yang naksir Dell ==d

Baidewei, Synchronicity di sini itu yang dari lagu Rin dan Len XD