Hey, hello! First fanfic in this fandom nih, hehehe. Name's Revantio, please call me with whatever nicknames you'd like to. So umm, hope you enjoy this! Oh ya, umurnya disini saya pakai yang di S2—sekitar 17 tahun, ya kan? CMIIW, guys!

.

.

Aldnoah Zero NOT mine

Orange Colored Bat by Revantio van Cario

Warnings: OOCs, Typos, Homo, BL, Gakuen!AU, OrangeBat

Enjoy!

.

.

Boyfriend

Sebenarnya, kalau dipikir-pikir, Slaine juga bingung kenapa dia dan Inaho bisa berakhir pacaran di tahun ketiga mereka SMA. Habis 'kan, dari kelas satu dan dua mereka dikenal sebagai rival abadi—yang kerjaannya menyaingi satu sama lain. Simpel saja, sih, sebenarnya. Yang bisa menyaingi Inaho hanya Slaine, dan begitu juga sebaliknya. Tidak heran kalau dengan cara itu mereka jadi dekat dan lambat-laun mengerti satu sama lain. Inaho memanggil Slaine dengan nama 'Bat' karena tempat pensilnya waktu itu bergambar kelelawar, dan Slaine memanggil Inaho dengan nama 'Orenji' karena buku tulisnya berwarna oranye dan bergambar jeruk.

Lalu mendadak, pada semester dua dalam tahun kedua mereka, saat mereka sedang berbaring di belakang sekolah sehabis bersaing dalam futsal, mereka membicarakan soal wanita idaman. Menurut Slaine, tentu saja, wanita idaman itu seperti Asseylum. Yang cantik, baik hati, manis, dan pintar. Lain lagi dengan jawaban Inaho. Katanya, wanita idamannya itu yang bisa sabar menghadapinya. Lalu Slaine terbahak.

"Oh ya, kepribadianmu kan jelek sekali ya, Orenji! Mana ada cewek yang bisa sabar menghadapimu?" Nada suaranya mengejek, tentu saja.

Inaho terdiam sejenak, sebelum menoleh ke arah Slaine, dan dengan datar berkata, "Ada."

Slaine balas menoleh ke arah Inaho, tersenyum mengejek padanya. "Oh ya? Dimana?"

"Di depanku. Saat ini. Sedang berbaring di depanku."

Butuh satu menit bagi Slaine untuk menyadari bahwa Inaho baru saja mengatakan bahwa dia adalah wanita idaman Inaho. Dan ketika ia menyadarinya, Slaine refleks duduk, lalu menunjuk Inaho dengan wajah bersemu merah. "J-Jangan bercanda, Oranye! Aku serius!"

"Aku juga serius."

Inaho terdiam sejenak, mengambil posisi duduk, dan kembali menatap Slaine yang berwajah semerah tomat, menunggu jawaban.

"J-Jadi—"

"Aku menyukaimu."

"T-Tapi kan—"

"Jadilah pacarku, Slaine."

Sebenarnya, Slaine juga bingung kenapa dia bisa menerima Inaho begitu saja. Tapi kalau melihat Inaho yang sekarang—yang diincar banyak gadis di sekolahnya, ia jadi merasa beruntung. Inaho itu termasuk kategori husbando idaman semua orang, katanya. Ia terbukti sangat sabar menghadapi Slaine yang sering uring-uringan dan tsundere. Ia juga bisa mengerti apa keinginan Slaine padahal ia belum bilang apa-apa.

Senyum Slaine tersungging—untuk ulang tahun Inaho nanti, ia harus memberi kado apa, ya?

.

Heartbeat

Slaine seringkali merasa sebal dengan Inaho.

Bukan, bukan karena sifatnya yang sangat lurus serta jujur yang terkesan menyebalkan. Yah, well, karena itu juga, sih. Tapi sejak mereka mulai pacaran, Slaine jadi terbiasa dengan sifat Inaho itu. Dan lagi hampir semua perkataannya memang benar, walau cara penyampaiannya luar biasa menyebalkan. Slaine sesungguhnya sebal (banget) dengan wajah Inaho. Bukan, Slaine tidak mengatakan kalau Inaho itu jelek atau apa—dia ganteng kok, Slaine mengakui itu jauh di dalam hati—hanya saja, ekspresi di wajahya itu, lho. Mirip tembok.

Untungnya sih sudah ada perkembangan, sekarang. Saat pertama kali ketemu dulu (waktu itu mereka masih lima belas tahun) sih dia jauh lebih tembok dari ini. Sekarang dia sudah biasa tersenyum, walau tipis, dan lumayan kelihatan kalau sedang marah atau kesal.

Slaine seneng, kok. Akhirnya Inaho punya ekspresi juga, sebenarnya Slaine seneng, walau seringnya mengejek. Tapi Inaho pasti lebih tau lah, maksud tersembunyinya. Tapi masih ada satu ekspresi yang rasanya tidak pernah dan tidak akan pernah Inaho tunjukkan; blushing.

Iya, pemuda bersurai silver-blond itu sebenarnya sebal karena Inaho nggak pernah blushing, sama sekali. Mau dia menggoda Inaho sebagaimanapun, atau memasang wajah imut seperti apapun, pasti yang bersangkutan cuma pasang wajah tembok, lalu mencium Slaine, dan menggendongnya ke dalam kamar.

("APA—ORENJI, TURUNKAN AKU! MAU APA KAU—"

"Hm? Bukankah kau sendiri yang menggodaku tadi, Bat?"

"TAPI—AKU—"

Masukkan sfx suara pintu terkunci dan jeritan berontak Slaine disini.)

Benar, saudara-saudara, sejak saat itu Slaine Troyard kapok. Sangat kapok, malah. Ia berjanji tidak akan menggoda Inaho lagi. Akhirnya bisa gawat—bisa-bisa dia tidak bisa jalan seharian, nanti.

Intinya, Slaine merasa sebal sekaligus capek menghadapi Inaho. Kadang dia uring-uringan sendiri saking sebalnya dan membuat papa angkatnya—Cruhteo, hanya bisa menghela napas melihat tingkah anak angkatnya yang cuma mau guling-guling di kamar dan melempar bantal ke arah foto pacarnya sendiri.

Masalahnya kalau melihat para pasangan lain pacaran, kan, pasti kedua belah pihak pipinya merona, gitu. Entah itu pasangan lurus atau belok, pasti kedua pihak ada malu-malunya.

Nah, kalau ini.

Slaine merasa menyedihkan karena antara hubungannya dan Inaho, dia adalah satu-satunya pihak yang blushing, yang merona, yang malu dan gampang doki-doki. Kesannya kayak—Inaho tuh nggak bener-bener serius mau pacaran, gitu. Seolah yang suka itu hanya Slaine, dan kalau sudah memikirkan ini Slaine akan ngambek sama Inaho—sementara Inaho sendiri tidak mengerti kenapa.

Tapi toh nanti juga Slaine sendiri yang merasa bersalah dan meminta maaf. Habis dia juga paham kalau Inaho sama sekali tidak mengerti, dan mungkin ekspresinya memang begitu dari sananya, jadi ya—sudahlah.

Tetapi khusus pada saat itu—Slaine ngambek sengambek-ngambeknya pada Inaho karena masalah blushing itu. Dan ia belum minta maaf walau sudah satu minggu—padahal biasanya dua atau tiga hari setelahnya dia langsung minta maaf. Mungkin karena dipengaruhi dengan pekan ujian tulis dan praktek, Slaine jadi stress dan dampaknya dia jadi sensi. Yah, ini tahun terakhir mereka di SMA kan, tahun yang sangat menentukan untuk masuk ke universitas sana.

Inaho, tentu saja, clueless parah dengan pacarnya yang mendadak ngambek dan nggak minta maaf. Dideketin malah ditinggal, diajak ngomong dicuekin, dibantu untuk ujian nggak mau. Inaho harus apa lagi coba? Dia sudah bertanya kepada Asseylum, kakak angkatnya, dan yang bersangkutan juga tidak tahu kenapa ia ngambek sama Inaho. Katanya Slaine baik-baik aja di rumah, cuma lebih sering begadang, gitu. Mengikuti saran dari kakaknya, Rayet, Asseylum, dan Calm, akhirnya ia memutuskan untuk bicara baik-baik untuk yang ke-sekian kalinya dengan Slaine.

Hari itu senja, dan Inaho mendatangi Slaine yang sedang membaca buku sambil bersandar di bawah pohon. Langkahnya terhenti di depan si blonde dan ia terdiam sejenak sebelum memutuskan untuk duduk di depannya.

"Bat,"

Yang dipanggil tidak menyahut—tuh kan, dia masih ngambek.

"Kau ini sebenarnya kenapa?"

Masih tidak ada jawaban. Tapi Slaine membalik halaman buku yang dibacanya dengan agak keras—ho, sepertinya dia sebal karena pertanyaan Inaho tadi.

Pemuda brunette itu menatap sang pacar dengan datar—walau Yuki-nee pasti akan tau kalau itu adalah ekspresi lelahnya. "Kalau kau tidak mengatakan apa-apa seperti ini, aku jadi bingung, Slaine."

Dibalik buku bersampul merah marun itu, pandangaan Slaine melunak. Inaho 'kan jarang sekali memanggilnya dengan nama. Ah, mungkin dia sudah berlebihan, ya? Perlahan, bukunya diturunkan. Menampilkan ekspresi Slaine yang mengernyit—setengah sebal setengah merajuk.

"Kau ini—kenapa sih, tidak pernah merona?"

Inaho mengerjap sekali. "Maaf?"

"Kau mendengarku tadi, Oranye!" Slaine setengah membentak, menatap Inaho dengan sebal.

Si brunette terdiam sejenak. Loading dulu, gitu. Selang beberapa waktu dia baru sadar kenapa Slaine mendadak ngambek seperti ini. Manik merahnya melebar, sedikit.

"Kau marah karena aku tidak bisa merona?"

Pernyataan itu sepertinya tepat sasaran, karena Slaine mengalihkan pandangannya ke arah lain dengan wajah merah yang menurut Inaho imut. Lalu Inaho berpikir untuk memancing Slaine agar ia mau bercerita dengan sendirinya. Karena biasanya begitu, kan. Kalau dipancing, Slaine akan ngomel sambil curhat.

"Alasan kekanakkan macam apa itu?"

"APA MAKSUDMU DENGAN KEKANAKKAN?!" Slaine menggertakan giginya, sepertinya siap untuk menonjok Inaho. Untung saja Slaine ingat kalau status mereka saat ini adalah pacaran.

Merasa pancingannya berhasil, Inaho melanjutkan, "Ya itu kekanakkan namanya, kan? Berapa umurmu? Tujuh belas atau lima tahun?"

"KAU INI—" Slaine membanting bukunya ke atas tanah—lalu menarik kerah baju Inaho dengan marah. "Tau tidak?! Karena ekspresimu itu aku jadi bingung! Selama ini hanya aku yang merasa malu, hanya aku yang merona! Apa hanya aku yang—" Genggaman di kerahnya dilepas, Slaine menggertakkan giginya, melihat ke arah lain. "Kau ini sebenarnya serius tidak, sih?" Suaranya terdengar seperti bisikan, sekarang.

Nah, kan. Perkiraannya benar. Slaine ngomel sambil curhat. Lalu manik merahnya membelalak, sedikit. Kadang, Inaho lupa kalau Slaine itu seorang over-thinker.

"Slaine,"

Yang dipanggil masih mengalihkan pandangannya.

"Lihat aku," Inaho menangkup kedua pipi Slaine dengan kedua tangannya, membuat kedua manik sewarna hijau tirus itu menatap langsung ke dalam manik merah-anggurnya.

"Kau bukan satu-satunya orang yang malu, Bat. Aku juga begitu. Aku hanya tidak pernah menunjukkannya."

Slaine mengernyit, tampak keras kepala. Ia mendesis, "Bohong."

Inaho menarik tangan kanan Slaine dan menaruhnya di dada kirinya—tepat di jantungnya.

Diperlakukan seperti itu secara mendadak, Slaine merona, tentu saja. "Apa yang—"

"Kau merasakannya?"

Slaine terdiam, memandang Inaho dengan bingung.

"Detak jantungku. Lebih cepat dari biasanya, kan?"

Manik hijaunya membelalak. Inaho benar.

"Ini hanya terjadi kalau kau bersama denganku."

Slaine terdiam lagi.

"Tidak benar kalau kau bilang aku tidak senang bersama denganmu, atau tidak serius denganmu. Jangan membuat prediksi bodoh seperti itu lagi lain kali, Bat."

Slaine malu mengakuinya, tapi dia memang bodoh. Harusnya ia lebih percaya pada Inaho. Surai-surai pirang itu mengangguk, pelan. Ditengah semilir angin, Inaho mendengar gumaman "Maaf," dari Slaine yang sedang menunduk di depannya. Sebagai balasannya, Inaho hanya menggumamkan 'hm'seraya menautkan jemarinya dengan jemari Slaine.

Sebuah senyum tipis terukir di wajah Inaho saat ia merasakan Slaine balas menggenggam tangannya.

.

Game time

Kadang, ketika sedang liburan dan di rumah Inaho tidak ada siapapun karena kakaknya dinas ke luar kota selama berhari-hari, Slaine akan menginap di rumah Inaho. Biasanya, di saat-saat seperti inilah, mereka mempelajari kebiasaan masing-masing. Misalnya Slaine yang lebih suka tidur lebih cepat kalau tidak ada tugas yang harus dilakukan dan sama sekali tidak mau begadang walau esoknya merupakan liburan. Berbeda dengan Inaho, yang memilih untuk begadang main game sampai subuh kalau liburan tiba.

Saat Slaine masuk ke kamar ruang tamu untuk tidur, Inaho akan mengambil kaset game-nya dan menyalakan PS4 yang ada di ruang tamu, bermain sendiri. Lalu pada pukul satu atau dua malam, Slaine akan terbangun dengan sendirinya, berjalan menuju ruang tamu dengan selimut tersampir di pundaknya, dan berdiri di samping Inaho yang sedang bermain game.

Tanpa dikomande, Inaho menekan tombol untuk pause, membuka tangannya, membiarkan Slaine duduk di depannya—bersandar di tubuhnya. Slaine lalu akan ikut bermain, menjadi player 2, (atau sekedar memberi saran yang biasanya akan segera disanggah oleh Inaho) membiarkan Inaho memeluknya dari belakang saat ia bermain game.

("Orenji, arah jam sepuluh tiga orang."

"Hm."

"Ke kanan."

"Kiri."

"Di kiri akan lebih mudah terlihat musuh, tau."

"Dan lebih mudah menembak."

Mungkin karena Slaine setengah tertidur atau memang sudah mengantuk, dia hanya menggumamkan, 'Ahorenji' sebagai jawabannya.)

Lalu pada pukul empat atau lima pagi, keduanya akan jatuh tertidur. Berbaring di ruang tamu, dengan posisi Inaho memeluk Slaine yang ada di depannya. Slaine akan terbangun duluan, menyiapkan sarapan, sementara menunggu Inaho bangun. Benar-benar liburan yang sempurna, bukan?

.

April Fool

"Inaho, kita putus."

Siang itu, Kaizuka Inaho menjatuhkan buku catatan bersampul hitam dari tangannya. Ia sempat terdiam sejenak, seolah membatu, sebelum membungkuk untuk mengambil buku catatan itu. Maniknya lalu terfokus pada sang pacar—atau mantan, sekarang?—yang sedang menatapnya dengan pandangan dingin. Slaine Troyard benar-benar kelihatan angkuh dan dingin, saat ini, dan membuat Inaho diam-diam merasakan dadanya sesak.

"Kenapa?"

"Kenapa, kau tanya?" Suara Slaine meninggi seiring dengan ekspresinya yang mengeras, " Kau ini menyebalkan, tau! Dari kata-katamu sampai ekspresimu itu, semuanya benar-benar menyebalkan! Dan lagi kau sangat tidak peka! Maka mungkin aku bisa tahan berlama-lama pacaran denganmu, hah?!"

Inaho sedikit menyipitkan matanya. Mungkin kalau orang yang tidak jeli tidak akan sadar kalau pemuda itu sedang menyipit curiga. Pasalnya, meskipun suara Slaine lantang, keras, dan terkesan membentak, Inaho tau kalau ada yang ganjil. Meskipun ekspresi Slaine terlihat sangat marah, tapi manik merahnya yang jeli menyadari kalau sebuah senyuman ultra tipis tersungging di wajah Slaine. Aneh, pokoknya aneh. Ia memutuskan untuk membuka buku catatan di tangannya, dan melihat bahwa hari ini tanggal—

Oh.

Inaho terdiam. Jadi begitu, ya. Akting Slaine memang bagus, dan orang biasa pasti sudah tertipu sejak tadi. Tapi ini adalah Kaizuka Inaho, pemuda paling jenius di hampir seluruh Jepang. Tidak ada orang yang bisa menipunya dengan mudah—apalagi jika orang yang menipunya itu adalah orang yang ia kenal baik perilakunya. Seperti pacar sendiri, misalnya.

"Harusnya aku yang bilang begitu." Ujar Inaho, kalem.

"Apa?" Slaine sempat terdiam selama sepersekian detik, tapi ia mengernyit menatap Inaho dengan wajah sebal, saat ini.

"Selama ini aku sudah bersabar menghadapimu, Slaine. Sangat sabar, malah."

"Apa yang—"

"Kau pikir sikapmu yang kekanakkan dan egois itu lucu?"

"Kau—"

"Kau pikir aku bisa selalu bersabar menghadapi sifatmu yang selalu marah tanpa alasan jelas, seenaknya mengejek orang, dan membentak dengan kasar?"

Inaho terdiam sejenak, mengamati ekspresi Slaine yang sudah berubah menjadi setengah kaget dan setengah marah.

"Tapi itu kan—"

"Aku juga manusia, Slaine. Aku tidak bisa terus menghadapi sifat egoismu yang selalu ingin dimengerti itu. Bagus sekali kau meminta putus hari ini, karena aku juga ingin berkata hal yang sama. Kalau begitu, mulai detik ini, kita resmi putus."

Inaho terdiam. Slaine terdiam. Para murid SMA Aldnoah menatap pasangan yang sedang hits itu dengan penasaran—ada apakah gerangan? Apakah mereka bertengkar lagi? Apakah mereka bersaing lagi? Apakah Slaine ngambek lagi? Kan kepo, lumayan buat bahan gosip di kelas.

Lalu pundak Slaine bergetar, pelan, diiringi air mata yang menggenang di kedua manik biru kehijauan miliknya. Sementara Inaho mulai panik—walau tidak terlihat sama sekali di ekspresi wajahnya.

"April Fool, Bat."

Dengan satu gerakan cepat, Slaine merebut buku catatan di tangan Inaho dan menggunakan buku tersebut untuk memukul kepala si brunette. Tapi tentu saja, gerakan itu sesuai dengan prediksinya, jadi Inaho dapat dengan mudah menghindar.

Ketika Slaine hendak memukul lagi, pergelangan tangannya dicengkram oleh Inaho, otomatis menghentikan gerakannya.

"Kau tidak menganggap yang tadi itu sungguhan, kan, Bat?"

Slaine menatap Inaho dengan maniknya yang masih digenangi air mata. Ekspresinya antara marah dan merajuk, tapi lebih ke arah merajuk. "Habis—"

Inaho menarik Slaine dan mencium dahinya, lalu kedua pipinya, hidungnya, dan terakhir bibirnya—membuat para siswi fangirl abnormal disana menjerit kegirangan. Selang beberapa waktu, ciuman itu dilepas. Inaho melihat Slaine yang mengalihkan pandangannya ke arah lain dengan wajah merah merona dan berpikir apakah boleh kalau ia menciumnya lagi.

"Sudah tenang?"

Dengan enggan, Slaine mengangguk pelan.

"Jangan menangis. Aku hanya bercanda tadi."

"Habis, ekspresi dan nada suaramu datar begitu, Ahorenji, siapapun pasti akan mengira kalau kau serius, kan!" Ujar Slaine, setengah mengomel setengah merajuk.

Inaho terdiam sejenak, sebelum menjawab, "Bisa jadi."

"BISA JADI?! KAU INI—" Slaine terdiam sejenak, menahan diri, sebelum mengernyit sebal menatap Inaho dan mendesis, "I hate you, Ahorenji."

"Love you too, Bat."

.

.

.

(not) FIN

Halo readers!

Jadi fanfic ini sebenarnya tempat saya menyimpan segala headcanon mengenai OrenjiBat alias InahoSlaine versi Gakuen AU :")))
SAYA TUH SEDIH KALO JALAN-JALAN DI FANDOM ALDNOAH ZERO TERUS NYARI ASUPAN HOMO TAUNYA DIKIT. SEDIH PISAN. MAKANYA SAYA BERMAKSUD UNTUK MEMBUAT BANK ASUPAN SENDIRI. Kenapa tag FIN-nya ada not-nya? Karenaaa, seperti yang saya bilang, ini tempat nyimpen HC OrenjiBat, jadi kalau saya ada ide lagi, saya bakal nulsi lagi dan ditaruh disini lagi nantinya /o/ Doain aja saya banyak ide yaa, huhuhu

Anywaay, makasih karena udah mau baca sampai sini. Untuk silent-reader disana, iya, kamu, makasih udah mau mampir~
Jangan lupa tinggalkan jejak berupa review, fav, atau follow. Feed-back kalian sangat berarti buat saya, lho. Kritik dan saran sangat diterima. Oke, sampai jumpa di lain watu /o/