Disclaimer : Mau sampai jiwanya Naruto pindah ke Itachi juga animanga Naruto tetap milik Masashi Kishimoto, tapi fic ini[First and Last Love] milik saya.
Warning : Gatau mau jelasin gimana, tapi sepertinya alur fic aneh. Gaya bahasa elu-gue. Sasuke dan seluruh karakter di sini OOC. Maafkan saya atas humor yang garing di fic ini!
Catatan Author : Jujur, humor bukanlah genre yang mudah bagi saya, namun saya akan mencobanya. Di sini pair-nya SasuSaku, tapi soal ending patut dipertanyakan. Untuk penyuka NaruHina, ada saya selipkan di sini, walaupun hanya numpang lewat.
Yosh! Silakan dinikmati ceritanya, yok!
.
"To."
"Ke."
Laki-laki yang berambut biru dengan model pantat ayam sedang mendelik ke arah temannya. Sementara temannya yang berambut kuning comberan juga ikut mendelik. Perang melotot tak dapat dapat dihindarkan—kesimpulan.
"Lu duluan aja."
"Elo aja deh. Gue mempersilakan."
"Serius?"
"Dobel deh."
"Okelah."
Hening sejenak.
"Naruto, lu harus bantu gue," ujar laki-laki berambut biru itu dengan tampang setengah memelas.
Si kuning yang dipanggil Naruto itu menyahut, "Kalau gue gak mau, lu mau apain gue, Sasuke?"
"Gue gak bakal bantu lu ngerjain proposal," ancam laki-laki biru yang bernama Sasuke.
"Proposal masih bisa nyontek dari Gaara, dia kan juga sekantor dengan gue," jawab Naruto.
"Gue gak akan bantu lu deket sama Hinata."
"Masih bisa minta tolong Lee atau Itachi, kembaran lu. Mereka juga baik."
Sasuke mendesah, lalu menyeringai, "Gua bakal kasih lu seribu yen kalau lu mau bantuin gue."
Mata Naruto berkilat-kilat, "GUE MAU! SIP GUE BANTU LU!"
Ternyata harga diri Naruto langsung jebol cuma gara-gara seribu yen. Astaga. Padahal dia karyawan yang gajinya lumayan gede.
.
"Gue naksir Sakura, cewek yang jadi kepala bagian transportasi itu."
Naruto tersedak mi ramen yang ia makan, "Hah? Si Haruno Sakura itu?"
"Yah ... sebenarnya udah lama sih, cuman gue pendam aja. Lagi pula gue kasihan sama anak gue. Dia butuh kasih sayang dari mamanya. Gue kan kerja mulu pagi sampai sore, sementara dia di rumah, sendirian, atau nggak ditemenin Karin si tukang laundry sebelah rumah. Lu kan tau sendiri dia anak angkat. Kemarin dia malu sampai mogok gak mau ke sekolah, takut diejek anak haram karena nggak punya mama," terang Sasuke.
Pria berambut kuning selamanya itu menganggukkan kepalanya, antara mengerti dengan merasa prihatin, dengan telunjuk yang dimasukkan ke lubang kembar hidungnya, "Tenang bro! Gue bakal bantu lu! Perjanjian seribu yen masih berlaku kan?" tanyanya dengan mata berkilat-kilat seperti tadi.
"Tenang~ tenang~ bisa diatur," Sasuke berpose mengelus jenggot imajinernya, "nanti kalau lu bener-bener bisa buat gue deket sama Sakura, gue bakal bayar lu dengan gue bantuin lu pedekate sama Hinata dan biaya kawin. Gimana?"
Mata Naruto makin berkilat-kilat, sampai Sasuke nyaris terkena katarak, "Setuju banget!" lalu dia mengulurkan tangannya, "Gue bantu lu pedekate sama Sakura dan lu bantuin gue pedekate sama Hinata, kalau jadi, lu mau bayarin pernikahan gue plus seribu yen. Deal?"
Sasuke ogah-ogahan menjabat tangan Naruto, karena dua hal. Satu, tangan itu baru saja digunakan untuk mengeluarkan lendir (lendir itu berwarna hijau, membuat Sasuke makin ogah sekaligus mau muntah) dari hidung, dan kedua, ia merasa ia yang rugi di sini.
Tapi yah, apa boleh buat, cuman Naruto yang mau membantunya. Lihat teman-teman kejamnya itu.
"Lu mau jadian sama Sakura? Kayaknya sampai ponsel berukuran lima meter dirilis aja belum tentu Sakura mau nerima."
"Sadar dong! Dia juragan, lu cuman babu!"
"Eh? Lu kesurupan jin cinta nih?"
Tapi, kalau dipikir-pikir, Naruto lebih kejam. Buktinya saja tampang Naruto menunjukkan seolah-olah ia ingin memeras harta bendanya.
Astaga.
Tapi gak papa deh, yang penting dibantuin.
"Okeh," Sasuke menjabat tangan sahabat seperjuangan dan setanah airnya itu.
"Gini, gue punya tips," suara Naruto terdengar serius, "sebelumnya gue tanya dulu nih, apa bener lu suka sama Sakura?"
Sasuke mengangguk, "Iya, gue naksir dia, kan gue udah bilang ke elu tadi."
Seringai terbentuk di wajah Naruto, "Gimana seandainya kalau Sakura gue nikahin?"
"NO! Apa-apaan itu?!" Sasuke mau banting meja, tapi mengingat meja itu bukan miliknya, dia pun mengurungkan niatnya, "Awas kalau lu sampai berani nikahin Sakura!"
"Eh eh, woles dong bro!" seru Naruto sambil mengelus dadanya, lumayan terkejut dengan respon Sasuke yang dirasa terlalu berlebihan, "Gini deh, gue ngasih tahu dulu, mencintai itu sederhana, juga tanpa pamrih. Jadi kalau seandainya dia nolak elu, lu harus terima dengan lapang dada, karena yang namanya cinta sejati itu tulus dari hati tanpa pemaksaan."
Oh, tumben Naruto bijak.
(—dan entah mengapa ucapan Naruto mengingatkan tentang sinetron yang ditayangkan sekitar jam sepuluh malam di siaran RCTI.)
Sasuke menghela napas, "Moga Sakura nggak nolak gue. Gue bisa patah hati kalau kayak begitu jalan ceritanya."
"Gue mau tanya, apa yang lu tahu tentang Sakura?" tanya Naruto.
Pria berambut biru dongker itu memasang pose berpikirnya, lalu dia menghela napas, "Aku nggak tahu banyak tentang dia."
"Ckckck, kalau mau naksir seseorang, lu harus tahu segala sesuatu tentang dia," Naruto menggeleng-gelengkan kepalanya miris, membayangkan Sakura yang akhirnya minta cerai karena punya suami macam Sasuke yang masih awam, "gini deh. Namanya Haruno Sakura—"
"Itu semua orang juga tahu!"
"—tunggu! Jangan dipotong dulu! Dia lahir 28 Maret 1989, tahun ini mau 26 tahun. Golongan darahnya O. Zodiaknya Aries. Dia anak tunggal dari Haruno Kizashi dan Haruno Mebuki. Lalu, dia pernah me—"
"Woi woi woi!" seruan dari Sasuke membuat Naruto langsung menghentikan suaranya yang ingin keluar, "Lu tahu semua itu dari mana?"
"Dia itu...," Naruto tersenyum, terlihat mencurigakan, "sepupu jauh gue."
Meja kantin melayang. Beneran.
.
"Oke. Baju biru udah, bunga udah, celana jeans panjang sudah, selesai!"
Sasuke begitu riang hari ini, karena ini adalah hari pertamanya untuk merebut hati Sakura. Gak boleh ada yang mendahuluinya! Titik!
Informasi dari Naruto cukup membantunya, meskipun terlihat agak meragukan. Tapi dari pada tidak ada petunjuk sama sekali?
Seharusnya ia merasa beruntung, sekaligus merasa diperas.
"Sakura suka warna merah muda dan biru. Kusarankan kau memakai salah satu warna itu di tubuhmu, seperti baju."
Ia mulai menyisir rambutnya, dan tak diduga ia bergumam, "Ternyata gua ganteng juga."
Astaga.
"Sakura menyukai bunga sakura, anggrek bulan, dan sejenis bunga forget-me-not. Jangan memberi ia rumput semak belukar atau kau dapat tinju cinta."
Pria berambut biru itu sedikit mengerling ke arah tiga tangkai bunga, yang sudah ia masukkan ke vas semalam. Bunga yang berkelopak hampir senada dengan rambutnya.
Yah, bunga forget-me-not...
Drttttt ... drrrttttt...
Ponselnya bergetar. Dilihatnya siapa yang mengganggu acaranya.
Uchiha Itachi, sang kembaran.
Argh, gak usah diangkat deh. Paling juga nggak penting.
"Enakan sisir rambut, terus sarapan, lalu berangkat," begitulah ucapan seorang Uchiha Sasuke.
Hening sebentar, lalu terdengar bunyi nada dering.
Sasuke mendesah, akhirnya membuka pesan SMS yang ia dapatkan.
Woi! Kayaknya lu udah berkaca lama banget, mirip orang mau yasinan! Lihat jam berapa sekarang!
P. S : Sekali lihat jam, gue yakin lu gak sempat sarapan.
Udah. Pesannya gitu doang.
"Emang udah jam berapa s—"
Hening lagi, hanya suara tik-tok dari jam dinding yang mendominasi.
Sasuke melotot. Jam delapan lewat lima.
...
Jam delapan lewat lima...
Lima...
Lima...
Lima...
"OMAIGAT! GUE TELAT!"
Sasuke pergi dalam kondisi perut akan mengadakan konser.
Oh, satu lagi.
Bunga forget-me-not-nyalupa dibawa.
.
Sakura sesekali melihat jamnya. Ia berpikir bahwa ia bisa mengurusi ibunya yang sedang sakit dan mengambil cuti hari ini, namun ada rapat mendadak yang terpaksa membuat ia harus meninggalkan ibu dan ayahnya di rumah, tentu sudah akan diurusi oleh Ino, tetangganya yang mau diminta tolong.
"Duh, aku pasti terlambat! Salahku juga sih, lupa minta cuti sehari dua hari," ujar Sakura sambil mendesah.
Saat berlari menuju kantornya, ia melihat sebuah motor yang dikendarai oleh anak buahnya. Dan Sakura mengenalnya.
Uchiha Sasuke.
"Anda telat juga?" tanya pria itu sopan, sambil melihat Sakura dan kantor bergantian, "Rumah Anda bukankah dekat dengan kantor?"
Sakura lantas mengangguk, "Ya, rumah saya dekat dengan kantor. Tadi saya mau minta cuti, tapi lupa. Dan tahu-tahu saya dapat kabar ada meeting dadakan."
Keduanya sama-sama terdiam. Sasuke bingung harus berbuat apa. Ia tidak siap. Ini terlalu mendadak.
"M-Mau menumpang? Biar lebih cepat," tawar Sasuke.
"Apa boleh? Saya jadi tidak enak," ujar Sakura.
"Sudahlah, tak apa. Naik saja."
Sakura menaiki motor Sasuke. Setelah yakin Sakura sudah memakai helm, Sasuke mulai mengendarai motornya dengan kencang.
"W-Wuah!" seru Sakura sambil memeluk badan Sasuke secara spontan.
Sasuke memelankan motornya. Mendadak jantungnya berdegup lebih kencang dari pada biasanya.
"E-Eh, m-maaf, saya tak sengaja," ujar Sakura setelah melepaskan rangkulan spontannya tadi.
"Eh, uh, ah, tidak apa-apa," balas Sasuke canggung.
Yah, sepertinya kisah cinta antara mereka berdua akan dimulai.
To be continued
