Disclaimer: Naruto/ナルト © Masashi Kishimoto/SHUEISHA Inc. No commercial advantage's gained by making this fanfic, except kepuasan batin.

Warning: AU, high school, mungkin OOC, mungkin plotless, dan lain sebagainya.

Notes: Bagian dari #16InoFicsChallenge2016 #3. Anggaplah Ino kelas 2 dan Darui kelas 3 di sini.


Raincoat
n. a waterproof coat worn to keep out the rain

© Kirisha Zwingli/2016


.

[ Innocent droplets of rain make almost all events, quite natural.

– Visar Zhiti ]

.

Setetes air membasahi pipi pemuda itu. Mendorongnya mendongakkan kepala. Sepasang iris hitam miliknya mengedip malas secara otomatis tatkala beberapa tetes air kembali hujani wajah. Yakin hujan kali ini tak bisa diterobos begitu saja tanpa basah kuyup dan masuk angin, dia berlari mundur ke koridor yang paling dekat dari gerbang sekolah.

"Kok balik lagi, Senpai? Kukira Darui-senpai bukan jenis orang yang takut hujan?"

Suara feminin yang belakangan familier dalam hidupnya terdengar. Menggelitik seluruh indranya. Namun, lelaki easy-going tersebut tak lantas menoleh untuk menemukan keberadaan sosok yang mengajaknya bicara. Dia menunggu sampai sang dara mencapai tempatnya berjongkok sekarang. Ujung bibir Darui terangkat saat gadis itu memosisikan diri duduk di sampingnya, tentu masih ada jarak di antara mereka—kau berharap apa, memang?

"Aku tak tahu kau sangat memperhatikanku, Yamanaka."

Sambil meluruskan kaki, figur yang dipanggil Yamanaka menjulurkan lidah. "Wajar kalau tak tahu, Senpai memang tidak peka." Cengiran muncul pada ekspresi Ino usai berkata.

"Ah ... sumimasen," respons Darui, lebih seperti refleks. Sebab tak tampak perubahan mimik muka yang berarti darinya.

Ino tidak tahan untuk tidak melebarkan cengiran. Senpai-nya ini memang sering meminta maaf begitu. Tidak sungguh-sungguh memaknainya, melainkan suatu kebiasaan yang sulit dilepas dari tingkah laku sehari-hari. Lucu sekali. "Tidak perlu minta maaf. Aku kan, cuma asal ngomong. Ahahaha."

Desah pasrah diloloskan lelaki tersebut. Dijitaknya ringan kepala Ino, menyebabkan Ino tertawa lagi.

Lalu, hanya riuh bunyi hujan menghantam bumi yang mendominasi. Tadinya Darui berniat membuka percakapan dengan bertanya mengenai kegiatan klub Ino atau kabar keluarganya atau apa saja lah, yang penting bisa meniadakan suasana awkward ini—tetapi diurungkan karena baginya obrolan seperti itu akan kelewat membosankan. Jadi mengheningkan cipta terus berlanjut hingga Ino mengucap,

"Senpai mau pulang bersamaku?"

"Oh. Kau bawa payung?"

.

.

Darui merentangkan jas hujan di atas kepalanya dan Ino. Menggeleng-geleng sejenak sebelum berujar, "Modus yang cukup bagus, Yamanaka."

Gadis berambut pirang pucat itu menatap sang senpai dengan polos, mati-matian menyembunyikan tawa geli yang sudah ingin ke luar. Darui balik memandangnya, tahu bahwa apa yang ia utarakan memang benar.

"Baiklah, untuk melanjutkan modusmu," ungkapan Darui sengaja dia gantungkan demi merapatkan tubuhnya pada Ino—di mana Ino langsung menahan napas kaget. Oh, atau gugup? "kau bisa memeluk pinggangku." Lanjutan kalimatnya dibisikkan perlahan di telinga Ino.

Dan ketika dara Yamanaka tak jua memberikan pergerakan apa pun, Darui menaikkan ujung bibir kembali. Siapa yang berniat modus, siapa yang bersemu malu. Dasar cewek.

Ino mengerjap saat Darui menarik satu tangannya, melingkarkannya di pinggang pemuda tersebut. Gadis itu melotot, ia berani bertaruh kini darahnya sudah naik mencapai ubun-ubun. Meronai pipinya, bahkan mungkin telinganya juga. Kami-sama, Ino ingin pingsan.

"Kita lari pada hitungan ketiga, oke? Yamanaka? Hoi, jangan tumbang tiba-tiba!"


終わり


Notes: Terima kasih sudah membaca. Maafkan atas kesampahan fanfic ini. /dilempar crackers/ Jika ada yang ingin bertanya atau mencaci maki, sila tinggalkan ripyunya ya, ehe. Salam kece syelalu!