Satu waktu Kunihiro bertanya-tanya, "kapan pelajaran Sejarah akan selesai?"

Ia tidak benci pelajaran Sejarah, bahkan tidak ada pelajaran apa pun yang dibencinya. Ia tidak kesulitan menghafal tanggal-tanggal penting atau nama-nama tokoh yang tulisannya sambung-menyambung. Sumpah, bukan itu masalahnya.

Masalahnya adalah; guru Sejarah sekolahnya itu terlalu tampan.

Adalah Shokudaikiri Mitsutada. Namanya aneh, seperti nama pedang zaman Edo. Kunihiro tidak akan membuatnya jadi olok-olok karena toh namanya sendiri Yamanbagiri. Masih muda, single, akrab dengan siswa dan berpikiran terbuka.

Tidak butuh waktu lama sampai semua cewek di sekolahnya langsung pasang mata ke arah sang guru. Kunihiro masih ingat betapa nelangsanya tangis Fudou Yukimitsu dari kelas sebelah yang ditolak karena gebetannya jatuh hati pada Pak Mitsutada. Atau si ketua OSIS Hasebe yang pindah haluan jadi belok gara-gara guru Sejarah yang baru masuk setengah tahun belakangan.

Kunihiro tidak benci pelajarannya, atau benci gurunya. Ia hanya tak nyaman dengan suasana pink kecewekan di kelas lantaran semua tatapan siswi kepada sang guru penuh cinta. Ditambah lagi, suara Pak Mitsutada bagaikan sihir. Mampu menyulap kelas yang biasanya ribut bak kapal pecah jadi tenang seperti penonton orkestra.

"Kunihiro-kun sepertinya tidak mendengar apa yang baru saja kukatakan." Pak Mitsutada memberikan senyum, yang sebenarnya Kunihiro tak suka. Guru Sejarah yang satu ini memang tidak pernah marah. Sebagai gantinya, ia akan memberikan senyum kepada siapa pun yang tidak mendengarkan pelajarannya.

Menghela napas, Kunihiro berdiri. Ia menatapi malas cewek-cewek yang entah kenapa malah memandangnya tajam. Anak itu berusaha tidak peduli, mengubah pandang kepada guru Sejarah tampannya itu mungkin lebih baik dari menghadapi tatap marah anak-anak gadis yang cemburu.

"Silakan jabarkan kembali apa yang kuceritakan lima menit terakhir," perintah Pak Mitsutada, masih dengan senyumnya yang aneh dan menyebalkan. Kunihiro menatap ke bawah, ke arah buku Sejarahnya yang terbuka.

"Perkembangan aksara yang dibawa dari Tiongkok pada masa Taika awal, Jepang membuat peraturan bahwa huruf resmi yang digunakan untuk surat menyurat adalah huruf mana, yang juga hanya boleh dipelajari oleh pria bangsawan. Sedangkan para wanita dan rakyat jelata dibolehkan mempelajari huruf hiragana. Namun demikian, penulis novel pertama di Jepang dan seluruh dunia adalah seorang wanita bernama Murasaki Shikibu, yang menulis novelnya Hikayat Genji menggunakan huruf hiragana."

"Bagus sekali, Kunihiro-kun," komentar Pak Mitsutada, Kunihiro kembali duduk setelah mendapat pujian tersebut. Ia kembali menopang dagunya, menghadap ke jendela dan memandangi anak-anak kelas lain bermain sepak bola di pelajaran Olahraga. "Detensi untukmu sepulang sekolah."

Kepala pirang Kunihiro seketika tegak lagi ke arah papan tulis. Mukanya mengerut seakan berkata, "hei, aku sudah menjawab pertanyaannya dengan benar!"

"Kamu menjawab dengan benar, memang," sahut sang guru Sejarah tampan, seakan membaca pikiran Kunihiro. "Tetapi kau membaca bukumu, bukan menjawab pertanyaanku. Sensei menunggumu sepulang sekolah."

Kemudian, bel membunyi penanda pulang, Kunihiro tidak berpikir itu bagus. Pak Mitsutada merapikan buku dan alat tulisnya, menyeru siswanya untuk tidak lupa mengerjakan tugas rumah dan memberi senyum yang aneh lagi pada Kunihiro, seolah mengejeknya.

Inilah sebab Kunihiro tidak menyukai guru Sejarahnya.

Karena ia tidak membiarkan Kunihiro tak mengabaikannya di saat guru lain membiarkan Kunihiro berbuat sesukanya dalam kelas, asal tidak bikin ribut. Pak Mitsutada dan detensinya yang hampir berlaku hanya untuk Kunihiro.


.


Touken Ranbu punya DMM dan nitroplus


.


Selamat hari jadi ke-4 untuk game Touken Ranbu~