My First FF.

Ternyata saya bisa memulai fanfic pertama saya (fanfic pertama yang dipublish). Fanfic-fanfic sebelumnya hanya tersimpan rapi didalam folder XD

Semoga menikmati. Jika kau suka tinggalkanlah Reviewmu :) aku terbuka untuk ide ide menarik di chapter selanjutnya :D

September, 2002

All Character belong to J. K. Rowling

Warning : Rate T mendekati M

SOMETHING NEW

CHAPTER I

Gadis muda itu duduk di depan jendela sebuah rumah kecil di salah satu desa penyihir tenang di Inggris, Ottery St. Catchpole. Rumah yang dibelinya tepat setahun yang lalu itu adalah bukti nyata bahwa karirnya di Departemen Pelaksanaan Hukum Sihir berjalan dengan mulus. Tapi tidak semulus usahanya untuk mendamaikan dua kubu yang masih berperang sedangkan perang yang sebenarnya telah berakhir lebih dari tiga tahun yang lalu.

Matahari mulai menghilang, sedangkan angin musim gugur mulai melancarkan serangannya. Arloji pemberian salah satu sahabatnya pagi tadi sudah menunjukan pukul enam petang, tetapi orang yang ditunggunya belum juga menampakan diri, tak ada tanda-tanda kedatangan penyihir dengan cara berapparate didepan pagar rumahnya ataupun melalui perapian pualamnya itu.

Dia menutup buku yang tengah dibacanya, meletakannya diatas meja kecil tepat disamping jendela yang terbuka. Beberapa surat yang telah dibacanya kini berserakan dilantai akibat angin yang masuk dari jendelanya. Dia mencoba merapikannya dan menyimpannya dalam satu laci yang sama. Surat pertamanya adalah dari sahabatnya Harry.


Hermione,

Selamat Ulang tahun, aku tak tahu apa yang harus kuberikan padamu, aku berpikir tentang buku, tapi aku menugurungkan niatku, karna aku dan Ginny yakin kau pasti sudah memiliki semua buku dari penjuru dunia diperpustakaan pribadimu. Jadilah aku memilih Tiara dengan batu Sapphire ini, Ginny bilang kau akan membutuhkannya dalam waktu dekat ini dan warna birunya terlihat indah. Aku tak mengerti apa yang ia katakan, dia bersikeras tidak akan mengatakannya sebelum kau mengatakannya sendiri, jadi kau berhutang itu kepadaku.

James sudah sembuh, terimakasih mione atas buku '77 Cara Menanggani Penyakit Baby Anda', itu sangat membantuku dan Ginny. Kami mulai dari menyingkirkan segala peralatan yang banyak mengundang polusi. Ginny tak lagi mengizinkan aku mengunakan Semprotan pembersih sapuku didekat james.

Tenanglah, aku akan datang nanti malam. Apapun yang akan kau umumkan aku harap tidak seperti yang kuduga.

Harry Potter


Dia tersenyum setelah membaca suratnya, diambilnya salah satu kotak dengan ukiran rumit disekelilingnya, isinya sesuai dengan surat yang Harry kirim, Tiara dengan batu Shappire biru yang cantik, buatan goblin pastinya. Harry selalu membuang-buang uangnya untuk hal seperti ini, tapi toh dia senang, Ginny benar tak lama lagi ia akan membutuhkannya. Dia menghela nafasnya. Dia merasakan panas dipipinya yang bersemu.

"Ternyata Ginny menepati janjinya untuk tidak memberitahu suaminya, ha. Kukira dia akan keceplosan karna tidak tahan untuk menahan berita menyenangkan ini."

Menyenangkan baginya tepatnya, dan mungkin bagi Ginny juga, dia mengerti perasaan Hermione, mungkin karena dia seorang wanita, tapi berita ini tidak cukup menyenangkan untuk Ron, tingkat kepekaan perasaannya masih selebar sendok teh, tapi setidaknya Hermione yakin Harry akan membantu Ron dalam menerima keputusannya ini.

Dia melipat surat itu dan menyimpanya dilaci bersama dengan kotak yang penuh ukiran rumit itu. Balasan terimakasihnya sudah dikirim siang tadi. Kembali mengumpulkan surat-surat yang masih tercecer, dia mengambil surat kedua dengan tulisan yang besar-besar dan tidak rapi, dan pastilah dari Ron, surat itu yang paling singkat dari semuanya.


Dear Hermione,

Herm, Ini arloji yang paling bagus yang pernah kulihat, jadi aku hadiahkan untukmu. Kuharap dengan arloji ini tak ada tempat lain ditanganmu untuk gelang bodoh dari si penjilat pirang itu, jangan marah, kau tahu aku hanya bercanda.

Aku akan datang malam ini, kuharap kau tak mengundang tamu yang tak diinginkan. Aku ingin berbicara sesuatu padamu.

Ron


Hermione hanya mengeleng melihat surat ditangannya itu, tapi toh Arlojinya tetap dipakai olehnya, dia tak ingin persahabatannya dengan pemuda Weasley itu berantakan, tapi terkadang Hermione juga tidak tahan mendengar semua ocehan menyebalkan Ron tentang laki-laki yang dipilihnya itu. Kekanak-kanakan. Sangat Ron.

Bunyi seseorang yang berapparate didepan rumah memecahkan lamunannya, Hermione berlari ke jendela terdekat, terlihat seorang pemuda dengan mantel hitam dan kemeja putih dibaliknya berjalan memasuki halaman rumah mini itu. Senyum mengembang dibibirnya. Dia mengambil tongkat Vine-nya dari atas lemari, memutuskan untuk merapikan semua surat itu secara sihir. Satu ayunan tongkat cukup untuk membuat perkamen-perkamen itu tersimpan rapi didalam lacinya dan beberapa kotak hadianya tersusun tinggi dipojok ruangan.

Dia berlari menuruni tangga dan berhenti di cermin oval besar dengan bingkai perak dan hiasan pahatan ular disetiap sisinya, sedikit terburu-buru berapikan rambutnya.

"Sedikit rapihkan rambutmu disisi kiri itu akan membuatmu sempurna." Oceh cermin itu.

Suara pintu yang diketuk sedikit mengagetkannya, dihiraukannya saran dari cermin dinding sok tahu itu dan langsung menuju pintu, meninggalkan cermin itu bergumam sendiri, "itu saran terbaik tahu, kalau tak mau yasudah terimalah penampilanmu yang beran…" Hermione mengacungkan tongkatnya kearah cermin sambil memutar matanya, cermin bodoh cerewet itu menghentikan ocehannya detik itu juga.

Ketukan dipintu kembali terdengar, dia melirik arlojinya sebelum membukakan pintu itu, pukul enam lewat sepuluh. Sudah lebih dari sepuluh menit dari waktu yang dijanjikan, Hermione menurunkan lengan bajunya sehingga jam itu tidak terlalu mencolok, diketuk pintu itu dengan tongkatnya, diselingi dengan bunyi gemericing, pintu itu terbuka perlahan. Memperlihatkan sosok pemuda tampan didepannya, pemuda itu menunjukan senyum separuhnya yang menawan.

Senyuman khasnya, senyuman khas Draco Lucius Malfoy.

'Tak bisakah dia berhenti tersenyum semenawan itu' batin Hermione.

"Pukul enam lewat sepuluh, kau terlambat Mr. Malfoy"

"Sambutan yang sangat romantis, madam" Sahutnya sembari memutar kedua bola matanya, tanpa basa-basi meminta maaf atas keterlambatannya dia maju selangkah, medaratkan ciuman hangat kebibir Hermione dan mengesernya agak kedalam agar pintu dapat kembali tertutup, melindungi mereka dari angin musim gugur yang mulai dingin. Hermione mendorong dadanya sebelum dia tengelam dalam kehangatan ciuman itu.

"Hey…" Sergahnya.

Draco dengan enggan melepas ciumannya sambil tetap memeluk Hermione.

"Kau tahu, kau menganggu aktifitasku, nona." Ucapnya santai dan masih sambil tersenyum, tersenyum seakan wanita didepannya sedang menceritakan cerita konyol alih-alih melototinnya. Hermione mundur selangkah dan melipat tangannya didada, masih tergangu dengan keterlambatannya.

"Maaf, mengangu aktifitas menyenangkanmu Mr. Malfoy tapi kau berhutang maaf padaku, kau terlambat, kau tahu itu? Atau aku harus memberikanmu jam yang bisa meneriaki jadwalmu setiap hari, seperti cermin bodoh itu meneriaki dandananku?" Ucapnya dalam satu tarikan nafas. Dia berbalik menuju taman belakang dan meninggalkan Draco beberapa langkah dibelakangnya.

"Aku hanya terlambat sepuluh menit, my lady. Dan kurasa jammu yang tidak sesuai. Well, secara teknis aku hanya terlambat lima menit." Ucapnya dengan cengiran mengoda tepat ketika Hermione berbalik dengan tangan dipinggang. Dia tak akan pernah bisa marah kepada pemuda yang berdiri dengan cengiran penuh percaya diri itu jika tidak benar-benar berkonsentrasi.

"Sejauh ini aku belum mendengar kata maafmu Draco."

Bukan hal aneh jika keturunan Malfoy ini tak pernah mengucapkan kata 'Maaf' jika dia melakukan kesalahan, sebisa mungkin dia akan merubah 'satu kata' itu dengan rentetan kata-kata buatannya sebagai ganti kata 'Maaf'nya. Dan biasanya semua orang akan menerimanya begitu saja, semua orang akan mengangapnya sudah meminta maaf walau tak satupun dari rentetan kata yang diucapkannya ada kata 'Maaf'.

"Baiklah, dear." Ucapnya sambil tersenyum dan mendekat beberapa langkah.

Hermione menurunkan tangan dari pinggangnya dan menunggu kata 'Maaf' itu keluar dari bibir pemuda menawan itu. Tapi alih-alih mengucapkan 'Maaf kan aku' atau 'aku minta maaf atas keterlambatanku' dia malah mendapatkan ciuman yang jauh lebih hangat dibanding ciuman yang didapatnya didepan pintu, ciuman yang jauh lebih lembut, lebih mendalam, lebih dinikmati oleh si pemberi, dan ciuman yang tak bisa ditolak oleh si penerima. Hancur sudah pertahanannya untuk tetap marah pada laki-laki ini, dia tak bisa menolak ciuman semacam ini, tak mampu lebih tepatnya. Hasrat untuk memilikinya lebih besar dibanding hasrat untuk marah kepadanya, jauh lebih besar.

Hermione membalas ciuman itu dan mengangkat tangannya, meletakannya disekeliling leher Draco, menahannya agar tidak menghentikan semua ini, menariknya lebih dekat lagi. Ciuman itu terhenti tepat disaat dirinya kehabisan udara, tapi laki-laki didepannya tetap tenang dengan nafas yang teratur. Sangat Draco.

"Apakah itu bearti kau tak marah lagi?" Ucapnya sambil terkekeh masih memeluk Hermione erat.

Dengan kepala yang pening dan masih sibuk mencari udara, Hermione terdiam memandang Draco dengan pandangan awas-kau-akan-kubalas.

Hermione mengangkat alisnya, "Setahuku tak ada kata maaf dalam ciuman itu, dear" ucapnya lembut.

"Itu caraku mengucapkannya, my lady." Kekehnya, "setidaknya jika berurusan denganmu." Lanjutnya sebelum Hermione sempat mengeluarkan umpatannya. Mau tak mau Hermione ikut tertawa bersamanya. Mengharapkan Draco mengeluarkan kata 'Maaf' itu seperti mengharapkan Skrewt Ujung Meletup dapat dipeluk-peluk tanpa mengeluarkan percikan api dari ujungnya.

"Baiklah, apa katamu saja Mr. Malfoy." Ucapnya menyerah setelah mengecup Draco, Hermione akhirnya berpikir untuk sedikit merapikan tamannya sebelum Ron, Harry, Ginny dan yang lainnya datang.

"Sekarang, bisakah kau melepaskan pelukanmu sejenak, dan membantuku merapikan taman?" Ujarnya.

"Untuk apa? Kamarmu cukup rapi untuk merayakan ulang tahunmu bersamaku," ejek Draco sambil tersenyum.

Hermione memutar matanya, "Jadi kau mengharapnya Harry, Ron, Ginny, Fred, George dan yang lainnya untuk merayakan ulang tahun dikamarku?" Ucapnya sarkastik.

"Oh yeah aku baru ingat kau akan mengumumkan rencana kita kepada mereka, kita memang membutuhkan halaman yang luas, siapa tahu si Weaselbee itu nanti naik darah." Ucapnya dengan nada datar yang tetap saja menawan. Lalu dia mulai tertawa melihat ekspresi Hermione.

"Tidak lucu Drake, mereka sahabatku. Akan kubuat mereka mengerti. Terutama Ron" Ucapnya sambil melepas pelukan itu dan berbalik berjalan menuju taman kecil dibelakang rumah. Suaranya menghilang didua kata terakhirnya, dia masih berfikir bagaimana cara agar Ron mengerti bahwa Hermione mencintai Draco, tetapi dia juga teteap menyayangi Ron sebagai sahabat bukan lagi seorang kekasih. Harry mungkin mengerti, karna dia memiliki Ginny yang akan sabar membantunya untuk menjelaskan, tapi Ron belum memiliki siapa-siapa untuk membantunya mengerti keadaan telah berubah. Ditambah dengan sifatnya yang gampang meledak-ledak. Pasti nanti tidak akan mudah.

Draco menyadari air muka Hermione yang berubah, dia mendekat dan mengusapkan jarinya ke pipi Hermione, berusaha menenangkannya.

"Aku tak butuh pengertian meraka sebenarnya, dear. Tapi karna kau yang butuh jadi baiklah." Ucapnya lembut tapi menyiratkan sikap siap berperang.

"Serahkan semuanya padaku, lebih baik kau bersiap" Lanjutnya, sambil mengecup bibir Hermione. Walaupun hanya kecupan singkat rasanya seolah Draco mengirimkan aliran listrik langsung kedadanya. Dan hebatnya lagi membuatnya tenang. Ini yang dia butuhkan.

Hermione berjinjit dan meminta sedikit ketenangan yang lebih, sehingga dia bisa berpikir jernih tentang cara menghadapi sahabat-sahabatnya nanti. Masih tiga puluh menit lebih sebelum semuanya datang, dan dia butuh lebih dari sekedar ketenangan semata. Draco membalasnya lembut, terasa olehnya senyuman Draco ditengah-tengah ciuman mereka. Terserahlah.

Aliran listrik itu seakan berkumpul didadanya, membuatnya menginginkan lebih. Seketika itu juga Draco melepas ciumannya, dan disaat yang sama aliran itu ikut berhenti.

"Kau tak jadi ganti baju, dear?" Ucapnya terkekeh.

Hermione merasakan pipinya kini bersemu merah, mengelengkan kepala sejenak dan berbalik menuju kamarnya.

"Tenanglah, kita bisa melanjutkannya malam ini," Draco berteriak ketika Hermione mulai berlari menyusuri dapur, jelas sekali dia mengucapkannya sambil tertawa.

"Sayang sekali, mereka akan disini semalaman Drake," balasnya sambil tertawa. Dan Hermione yakin dia mendengar Draco mengerutu, kedengarannya seperti "bagus sekali", dan "malam yang menyenangkan".


OoOoO


The Burrow.

"Jadi, apa yang kau berikan kepada Hermione, Harry?" Ujar ron sambil merapikan beberapa kado yang dititipkan Mr. Weasley untuk Hermione, karena dia tidak bisa memberikannya sendiri akibat kesibukannya di Kementrian bertambah dua kali lipat semenjak kenaikan jabatan yang diterimanya.

"Sesuatu yang tidak terlalu spesial, dia sudah punya semua yang diinginkannya." Kata Harry yang sedang membersihkan tongkatnya didepan perapian The Burrow.

"Kami memberinya sesuatu, dan itu bukan urusanmu, Ron. Urus saja semua kado itu," potong Ginny sebelum Harry sempat melanjutkan kalimatnya.

Harry berbalik dan melihat istrinya yang mengelengkan kepala dengan tatapan tutup-mulutmu. Harry mengerling ke arah Ron yang masih sibuk dengan kado-kado berbagai ukuran, tak menyadari pembicaraan dalam diam antara Harry dan Ginny. Harry hanya menganguk kecil, benar-benar tak mengerti dengan jalan pikiran para wanita. Apa salahnya memberitahu Ron.

Pertama Hermione, entah apa yang akan dibicarakannya malam ini, cara bicaranya semakin lama semakin seperti Trelawney, penuh misteri tapi tak menjelaskan apa-apa. Kemudian, Ginny yang juga menolak untuk berbicara tentang maksud Hermione sebelum dia menjelaskannya sendiri. Wanita itu dari dulu memang sulit di mengerti, Harry sangsi dia bisa menikahi Ginny jika tidak menyimpan buku 'Dua Belas Cara Pantang-Gagal untuk Memikat Penyihir Perempuan' pemberian Ron. Mengelikan.

"Ya terserahlah, tapi ku harap si Ferret penjilat itu tidak datang malam ini." Kata Ron. "Kau juga tak ingin melihat pirang menjijikan itu kan Harry?" lanjutnya.

"Err.. yaa. Maksudku tidak. Dengar Ron, kurasa dia sudah… Er berubah," Ujar Harry pelan, "tapi ku rasa juga tidak terlalu berubah," lanjutnya terburu-buru setelah melihat tampang Ron yang siap tempur.

"Kau tidak boleh tertipu Harry, dia itu mantan pelahap maut!" Kata Ron tegas dengan muka yang sudah memerah karena marah. "Ferret keparat itu pasti melakukan sesuatu yang buruk sampai Hermione percaya kepadanya."

"Ooh tutup mulut Ron, jika kau belum tahu, Hermione adalah wanita yang pintar, dia tak akan mudah dibodohi." Kata Ginny yang sekarang terlihat kesal, dan kemudian pergi menaiki tangga meninggalkan Ron dan Harry.

Ron yang terlihat sudah siap meledak akhirnya memutuskan untuk diam alih-alih berteriak-teriak, sebagai gantinya dia menumpuk kasar kado-kado yang terjatuh, membuat kado-kado itu malah semakin berantakan.

"Harry, kau tak akan tinggal diam kan?" Kata Ron pelan, sedikit kehilangan percaya dirinya.

"Tenanglah sobat, kurasa Ginny benar… Maksudku, kita harus menerima apapun yang Hermione pilih," ujarnya berusaha menenangkan sahabatnya yang memang sangat sensitif dengan hubungan baru Hermione dan Malfoy. Entah apa yang membuat Hermione yakin Malfoy bukanlah orang yang sama seperti dulu, tapi apapun itu pasti telah dipikirkan masak-masak olehnya.

"Setidaknya untuk saat ini" lanjutnya sembari menepuk bahu Ron.

Harry kembali berada diantara dua sahabat yang sepertinya akan melakukan perang, dan seolah tak akan pernah berbaikan lagi seperti semula. Inilah yang ditakutkannya dulu, ketika dia berada pada tingkat enam, seolah melihat kejadian itu dari sebuah selubung, rasanya kejadian itu baru kemarin. Saat dia menyadari bahwa Ron menyukai Hermione, berpikir cepat atau lambat mereka akan melanjutkan hubungan mereka dan disaat yang sama dia berpikir apakah yang akan terjadi pada keduanya jika hubungan itu berakhir. Dia tidak menikmati berusaha menjembatani jarak antara keduanya, sepertinya terpaksa kali ini Harry harus melakukannya lagi. Menjadi penengah antara dua kubu yang terpisah.

"Harry, kau mendengarku kan ?" Suara mendesak Ron membuyarkan pikirannya, membawanya kembali ke The burrow.

"Er, ya.. Eh maksudku tidak."

"Oh ayolah Harry, kau juga tahu kan bahwa Mafoy itu Ferret yang tidak tahu diri, dia yang selalu menghina Hermione, dan sekarang, dia didalam rumah itu entah apa yang sedang dilakukannya terhadap Hermione" Ujarnya sambil menunjuk kearah timur The Burrow, karena dibalik bukit itulah rumah Hermione berdiri, tak jauh dari kediaman Luna Lovegood.

"Ron, aku rasa itu terlalu… "

"Oh jangan bilang kalau kau percaya dia telah berubah, Harry." Ron memotongnya, "kau tak lupa dengan lemari pelenyap itu kan? Dengan para pelahap maut itu? Kematian Dumbledore?"

"Cukup Ronald, kau begitu konyol." Ginny kembali dengan membawa bayinya yang terbungkus selimut tebal dalam dekapannya, dan dia berjalan mendekati Harry, memberikan James kecil kepadanya dan berbalik menghadapi Ron dengan tatapan siap perang.

"Ron," kata Ginny tegas "aku tak peduli apakah Ferret munafik menjijikan itu benar-benar berubah atau tidak, tapi Hermione adalah sahabat kita, apapun pilihannya kita harus mendukungnya."

Kemudian dia berbalik mengambil tas kecil berisi perlengkapan bayi yang James butuhkan selama dirumah Hermione, dan pergi membuat sebotol susu untuk persiapan, karena malam ini Ginny tak bisa menitipkan James bersama Mrs. Weasley yang sedang menemani bibi Muriel karena sakit cacar naganya semakin parah.

Sementara Ginny sibuk didapur, Harry mendekati Ron yang sekarang terlihat seperti tomat, dengan muka dan telinga yang merah karena marah. Harry mengeluarkan tongkatnya dan membantunya mengumpulkan kado-kado itu, membuatnya melayang diudara dan menumpuk dirinya sendiri diatas meja. Sedangkan Ron, sebaliknya, dia terdiam seolah sedang berfikir.

Tiba-tiba berkata, "untuk saat ini… Kau benar sobat," dengan suara yang pelan, "Dengarlah," lanjutnya, "jika si Ferret bajingan tak tahu diri itu terlihat mempermainkan Hermione sekali saja, kita harus bertindak. Kita harus membuatnya menjauhi Hermione, itukan maksudmu Harry?"

Harry yang sama sekali tidak mengerti dan tidak bermaksud mengatakan itu hanya terdiam, tak tahu harus berkata apa, setidaknya dia berhasil membuat ron tidak menghancurkan pesta kecil Hermione untuk malam ini. Harry berpura-pura menyibukan dirinya dengan James, tapi dia masih bisa mendengar potongan rencana-rencana gila Ron untuk Hermione.

"… dia kan bajingan, Playboy menjijikan, tak sulit membuktikan dia itu hanya bermain-main saja, Hermione akan percaya pada kita, yakan Harry?" Bisiknya berusaha agar Ginny tak mendengar ide-ide gilanya. "Aku akan memintanya kembali padaku..." lanjutnya sambil berfikir.

Harry yang tak tahu mau menjawab apa hanya mengumamkan "Hmm… " dan "yeah benar…"

Tak lama kemudian Ginny kembali sambil memasukan dua botol susu kedalam tas kecil James yang sudah penuh dengan baju ganti dan popoknya, menyelamatkan Harry dari keharusan menjawab semua ide gila yang Ron jabarkan. Ginny membawa kantung kulit kecil pemberian Hagrid yang dapat memuat segala macam benda walaupun ukuran benda-bendanya tidak kecil, "Kau keberatan kalau kita pakai ini untuk membawa kado-kado itu?" tanya Ginny.

"Tidak, itu akan lebih praktis," jawabnya.

Ginny memasukan kado-kado dari Mr. dan Mrs. Weasley kedalam kantung kulit itu sambil memperhatikan Ron yang tidak lagi berteriak-teriak sekarang, sebaliknya, sekarang Ron justru merapihkan kemejanya sambil tersenyum, dan mungkin juga sambil memikirkan ide-ide gila lainnya. Ginny memalingkan wajahnya ke Harry, mengangkat sebelah alisnya dengan heran, seolah bertanya apa yang terjadi pada Ron. Sebagai Jawaban Harry hanya mengangkat bahunya.

"Baiklah, ayo kita pergi, kurasa Fred dan George sudah disana duluan." Kata Ginny.

Dengan masih bermuka penuh kebinggungan Ginny membuka pintu dan membiarkan Ron berjalan lebih dulu. Dan berapparate bersama tepat didepan gerbang The burrow.


OoOoO


Hermione's Flat.

"Wow aku tak pernah tahu kau bisa membuat sebuah Garden Party"

Senyum Hermione terkuak ketika mendapati tamannya sudah menjadi tempat yang layak untuk sebuah pesta kecil dalam waktu kurang dari tiga puluh menit, dengan meja panjang disisi lain taman dan sebuah meja kecil disisi lainnya, mungkin dimaksudkan untuk menaruh kue ulang tahun. Tapi Hermione sama sekali tidak membuatnya, tak terpikir untuk membuat kue dengan kesibukannya di Kementrian sihir.

Beberapa peri hidup dengan sayap putih melayang disetiap pohon, taman ini tak hanya diterangin oleh sinar bulan tapi beberapa bola-bola putih bersinar juga melayang dibeberapa tempat. Seolah mereka adalah bulan-bulan kecil yang mengantung.

"Aku tak melakukan apa-apa." Kilah Draco, "Hanya menjentikan tongkatku asal saja, kemudian semuanya muncul, entahlah." Lanjutnya dengan wajah polos yang meyakinkan.

Hermione mengangkat sebelah alisnya, "Kau menakjubkan, Drake." Hermione memberikannya pelukan singkat.

"Ya, memang. Aku sering mendengar itu setiap malam dari bibirmu, dear."

"Sayangnya... " Ujarnya dengan tangan yang masih memeluk leher Draco, "kurasa meja kecil itu tak dibutuhkan, aku tak punya kue untuk diletakan disana, lagipula kue ulang tahun mengandung terlalu banyak gula, kau tahu, dan lagi aku tak…"

"Apa yang kau bicarakan?" Potong Draco sebelum Hermione selesai berbicara panjang lebar tentang betapa sibuknya dia.

Mengandung banyak gula? Sangat Granger. Draco memutar matanya. Tak heran dengan kedua orang tua seorang dokter gigi, dia menolak membuat kue dengan gula-gula hias, bahkan untuk ulang tahunnya sendiri.

Hermione melanjutkan sambil berbalik, "Yang ku bicarakan adalah meja disana it… " separuh kalimatnya tertahan di ujung bibirnya, sebuah kue ulang tahun besar berbentuk buku yang tebal dengan gula-gula krim coklat dan angka 23 besar terletak tepat ditengah meja yang ditunjuknya.

"Well, aku tak mengerti apa yang kau bicarakan, dear." Kata Draco, senyum separuhnya kembali muncul.

"Kau.." Sebelum sempat mengucapkan apa-apa lagi, sebuah ketukan dipintu menandakan bahwa tamu pesta kecilnya sudah mulai datang.

"Aku akan membukanya."

"Kebetulan, aku tak berminat membukakan pintu untuk si Redhair, dear." Ucapnya lembut.

"Ginny juga berambut merah, dan dia mengerti tentang keputusan kita, kau tak lupakan? Bersikaplah baik, kumohon" Hermione berjalan kepintu sambil menekankan kata terakhirnya.

"Asal mereka tidak bersikap idiot, my lady." Balasnya sarkastik.

Hermione mengetukan tongkatnya kepintu, gemericing rantai yang kasat mata kembali terdengar. Cahaya dari dalam rumah menerangi sosok tiga orang yang berdiri berdampingan.

"Ginny, Harry, Ron, oh akhirnya." Hermione memeluk Ginny dan Harry yang sedang mengendong anaknya, dan memberikan pelukan singkat yang agak salah tingkah kepada Ron yang sekarang terlihat agak lebih ceria.

"Selamat ulang tahun, Hermione." Kata Harry.

"Oh trims, Harry. Masuklah cepat, kasihan James."

Hermione mengantar mereka langsung ketaman belakang rumahnya, membiarkan pintunya terbuka.

"Kelihatannya belum ada tamu yang datang," ujar Ron sambil melihat berkeliling dapur Hermione yang jauh lebih rapi dibanding dapur The Burrow, jelas saja, dapur itu hampir tak pernah terpakai.

"Yaa.. Memang belum, baru kalian saja. Kita tinggal menunggu Fred dan George, kurasa mereka sebentar lagi datang." Sahut Hermione, "Harry boleh ku gendong James?" pintanya sambil mengambil James kecil yang tertidur dari pelukan Harry dan membawanya menyusuri dapur menuju pintu putih kearah taman belakang.

"Bagus," ujar Ron sambil nyengir, "Kurasa Hermione tidak mengundang Ferret muka dua itu, Harry." Lanjutnya sambil berbisik.

"Entahlah Ron…"

"Wow, kau merapikannya sendiri, mione? Maaf aku tak membantumu, kau tahu James tak bisa ditinggal." Ucap Ginny ketika dia melihat dekorasi kecil ditamannya yang tak pernah serapih ini.

"Tidak Ginny, bukan aku yang... "

"Wah, kau membuat kue juga, ha? Aku tak tahu kau bisa membuat kue, Herm." Potong Ron yang sekarang memperhatikan sebuah kue besar yang terlihat lezat, belum sempat jari Ron mencolek sedikit krim gulanya, sebuah tangan menahannya.

"Tahan Weaselbee, pesta belum dimulai weasel rakus."

Ron berbalik dan mendapati Draco Malfoy berdiri santai dengan satu tangan dikantung jinsnya dan tangan lain dibahu Ron. Cengiran yang sedari tadi menghiasi wajah Ron langsung menghilang.

"Lepaskan tangan kotormu, Ferret."

"Aku memang tak berniat menyentuhmu lama-lama, Redhair."

"Aku juga Redhair, Malfoy!" Balas Ginny dengan suara malas.

"Apa ini ?! Kau bilang belum ada tamu yang datang, kenapa Ferret penjilat ini ada disini ?" Kata Ron sambil menunjuk-nunjuk Draco.

"Ron, jaga bicaramu! Dia ada disini jauh sebelum kau datang, dan aku tak mengangapnya tamu." Balas Hermione geram, tetapi masih menahan volume suaranya agar tidak menganggu tidur James yang masih berada dipelukannya. Draco berjalan santai menuju Hermione dan menyentuh pipi montok James yang kemerahan. " Kau sudah sembuh boy?" Ucapnya tenang seakan tidak ada teriakan dari ron, sembari menyentuh kening si bayi, seakan sedang melakukan pemeriksaan terhadap demamnya.

Ron mendengus kesal, "Jadi dia yang menyiapkannya, heh? Kau yakin kue itu tidak beracun, Mione sayang?" Kata Ron yang sepertinya sengaja menekankan kata terakhirnya.

"Ron... " Belum sempat Hermione melanjutkan kata-katanya, Draco sudah berbalik dan berkata, "Ku rasa kau sudah tidak pantas menyebutnya sayang, pecundang." Hermione yang belum bisa berkata apa-apa hanya diam saja dan memandang punggung kekar Draco dihadapannya, "Itu kan yang mau kau bilang, dear." Lanjutnya sambil tersenyum dan menoleh menatap Hermione.

"Bukan seperti it..." Kata-katanya terpotong oleh teriakan Harry.

"RON !"

Hermione mendongak, dilihatnya Ron sudah mengeluarkan tongkat sihirnya dan sambaran cahaya menghantam dada Draco yang tidak siap akan serangan dadakan ini. Draco terjatuh tepat satu meter dibelakang Hermione, tapi Ron sudah berlari menghampirinya dan menahan tubuh Draco tetap ditanah, membuat kemeja putihnya kotor. Ginny mengambil James dari tangan Hermione tepat saat sebuah pukulan mendarat dihidung Draco.

"Ron ! Kau keterlaluan!" Teriak Ginny. Hermione mendorong Ron yang sekarang tampak berpuas diri, mendekati Draco dan memeriksa hidungnya yang berdarah. Dia heran kenapa Draco tidak melawan Ron, bahkan dia tidak mengeluarkan tongkat sihirnya. Padahal jika dia membela diri Ron pasti sudah menjadi bulan-bulanannya. "Draco... " kata Hermione dengan kecemasan yang sangat nyata.

"Aku tak apa-apa, Hermione" Ujar Draco dengan suara bindeng berusaha menenangkan.

Hermione mengeluarkan tongkatnya dan mendaraskan mantra untuk menghentikan pendarahan dihidungnya. "Kau dengar kan, mione? Dia tak melawan, dia itu terlalu lemah untuk menjagamu" Ucap Ron.

"Tutup mulutmu, Ron" Ucap Hermione yang sudah yakin bahwa Draco tidak mengalami cedera serius. Dia berbalik tapi sebelum Hermione melanjutkan untuk mencaci-makinya, seseorang melanjutkan, "Atau Hermione akan membuat rambutmu sepirang Draco" suara itu terbahak, "Atau yang paling mungkin menguburmu hidup-hidup." Lanjut suara kedua yang hampir mirip.

"Fred, George tidak lucu." Ucap Ginny tenang.

Mereka tertawa sambil bersandar diambang pintu, "Jadi inikah kejutan pesta yang kau bilang, Mione?" Ujar Fred, "Perkelahian Malfoy dan Weasley ?" Tanya George. "Itu mah bukan kejutan dong," Lanjut Fred terkikik.

"Pembuka yang menyenangkan bukan?" Ucap Draco santai sambil membersihkan kemejanya, "dan aku bukan lemah, Ronny." lanjutnya menekankan kata terakhirnya. "Aku tak ingin mengubur mayatmu sedangkan yang lain harus berpesta disini." Seringai khasnya menghiasi wajahnya.

Ron mendengus kesal, tapi dia memasukan tongkatnya kembali ketika menemukan tatapan mematikan dari Ginny.

"Jadi, selamat ulang tahun, Mione." Fred dan George berkata bersamaan, dan mendekat untuk memeluknya kilat.

"Trims George, Fred." Balasnya.

"Ayo kita mulai, kau takakan membiarkan kue lezat itu terbuang kan, mione ?" Ucap Harry berjalan menuju meja kecil disisi taman. Sedangkan ron mundur, berdiri diam dan bersedekap didekat pintu dapur.

Setelah memotong kue ulang tahun terbesarnya, Hermione menyajikannya diatas meja panjang disisi lain taman, semua orang sudah duduk dikursi masing-masing, Ginny dan Harry sedang mengoda James yang sekarang terbangun. Walaupun Harry masih bersikap netral, tetap memilih pura-pura Draco tidak ada tapi toh dia menerimanya sebagai bagian dari hidup Hermione. Ginny pernah berkata sikap Harry semata-mata agar tidak terlalu menyakiti Ron. Sedangkan Draco, Fred dan George duduk berhadap-hadapan, membicarakan tentang prosedur Expor untuk barang-barang Weasleys wizard wheezes yang akan dibantu oleh perusahaan Draco. Itu lah yang membuat meraka sekarang akrab dan saling memanggil nama, selain karna Draco sudah berubah, dia sekarang tak segan-segan membantu siapapun. Sepertinya hanya Ron yang tidak tersentuh dengan suasana hangat ini, dia masih berdiri diam diambang pintu dapur sambil meminum Whisky apinya.

Hermione tak tahu apalagi yang harus dilakukannya untuk menghadapi sikap Ron yang terlalu kekanak-kanakan ini.

"Jadi apa itu, Hermione?" Harry membuyarkan lamunannnya.

"Eh.. Apa?" Jawabnya

"Loh, sesuatu itu... Sesuatu yang kau bilang ingin kau bicarakan."

"Oh..." Ujarnya linglung, lalu tertatap olehnya mata abu-abu yang penuh dengan keyakinan, Hermione menatapnya sejenak, dan kembali menghadap Harry dan yang lain saat Draco memberi angukan singkat.

"Er... ya.. Em.. A-aku akan segera meresmikan hubungan kami" Ujarnya dengan pipi yang bersemu.

"Meresmikan?" kata Harry.

"Ya, Kami, Draco dan aku, akan segera menikah tahun ini."

"APA?!" Sahut Ron kasar, seperti orang yang baru tersadar dari mimpi buruk.


Terimakasih telah membaca Chapter pertama ini :)

Kau menyukainya? Tinggalkan Reviewmu, please ;;)

Aku terbuka untuk semua kritik, saran dan masukan untuk Chapter selanjutnya.

-SelfQuill-