Boku No Aru
Pt. 1
.
.
.
Suatu hari di atap sekolah, aku melihat seorang lelaki berjaket merah corak kuning berdiri diujung atap, ia memegang erat pagar pembatas. Aku menghela nafasku, ku pikir akan kulakukan hari ini, dan seketika dia melepas tangannya. Tanpa perintah apapun dariku,tubuhku dengan sendirinya menarik tangan lelaki itu.
'APA YANG AKU LAKUKAN? UNTUK APA AKU MENOLONGNYA?!'
Lelaki itu memandangku yang menahan tangannya sambil menompang diriku di pagar pembatas, aku menariknya kembali ke atas atap.
"Kumohon.. Jangan lakukan itu.." aku mengucapkan hal yang seharusnya aku tidak ucapkan. Aku tidak mengenalnya dan dia tidak mengenalku. Untuk apa aku memedulikannya..
Walaupun begitu, aku tetap mengajaknya duduk dan mendengar ceritanya.
Lelaki itu tersenyum miris, "Namaku Blaze.."
"Aku Taufan salam kenal" aku berjabat tangan dengannya. "Tapi kenapa kamu mau melakukan... itu?"
Dia tertawa, seakan menetertawakan dirinya sendiri,"Aku pikir dia lah orang yang selama ini aku cari... tapi dengan satu kata maaf dia meninggalkanku.."
Apa? Hanya karena itu..?!
"Apa-apaan kau, datang kesini hanya karena alasan yang seperti itu?" Ucapku. "Apakah kamu marah, karena kau tidak mendapatkan sesuatu yang kau inginkan?"
Lelaki itu menunduk dan menitikan air mata.
"Walaupun begitu, kau itu cukup beruntung, kau tidak pernah dirampok sebelumnya kan?" Lanjutku.
"Aku merasa lebih baik, terima kasih telah mendengarku.." ucapnya sambil tersenyum, memelukku. Aku memeluknya kembali.
Aku melihatnya keluar dan menghela nafas..
"Hm.. kesempatan yang terlewatkan.." gumanku lalu turun dari atap sekolah.
Keesokan harinya, aku kembali naik ke atap sekolah, dengan harapan dapat melakukannya hari ini tapi, tidak. Seseorang sudah ada disana, duduk dibelakang pagar pembatas,menghadap kebawah gedung sekolah. Aku mendekatinya dan menggengam jaket hitam bercorak emasnya dari belakangnya.
"Ah?"
"Jangan lakukan itu.. Kita bisa bicarakan ini kan..?" Ucapku mengajaknya untuk membicarakan masalahnya. Dia tersenyum lembut, tanpa merubah posisi tubuhnya dia bicara, "Namaku Gempa"
"Aku Taufan, salam kenal" Aku duduk membelakanginya.
"Salam kenal"
"Jadi kenapa kamu kesini?" Tanyaku.
"Aku merasa kesepian, dimana pun kuberada semuanya tidak menerimaku, mereka menganggapku tidak ada, jika mereka berteman denganku, pada akhirnya mereka tetap meninggalkanku, jadi apa salahnya jika kesedihanku kuakhiri saja?" Ucapnya.
Hanya karena kesepian..?
"Apa-apaan kau datang kesini hanya karena alasan yang begitu bodoh?" Ucapku.
Dia terdiam.
"Walaupun kau kesepian, kamu tetap dicinta oleh keluargamu di rumah kan?" Tanyaku sambil menitikan air mata. Tiba-tiba kusengar hentakan kaki di sampingku, aku menegok ke arah suara itu dan melihat Gempa kembali ke sisi "aman" dari atap sekolah.
Dia ikut menangis, dan memelukku, "Kenapa kamu ingin menolongku?"
"...karena kamu masih memiliki kehidupan yang baik, sayang kalau dibuang begitu saja, kalau yang kamu inginkan adalah teman, aku akan menjadi temanmu." ucapku.
"Terima kasih telah menyadarkanku, juga terima kasih karena ingin menjadi temanku.." ia mengengam tanganku. "Ayo kita sama-sama ke kantin"
Aku ikut berdiri, tersenyum, dan ikut Gempa ke kantin.
"Mungkin hari ini bukan harinya" gumanku.
Setiap hari selalu begitu, dimana aku datang ke atas atap, aku melihat orang-orang yang berbeda, dengan alasan-alasan yang bermacam.
Ice yang fisiknya lemah, jadi ingin mengakhiri hidupnya agar orang tuanya tidak harus menahan malu memiliki anak yang lemah.
Thorn yang polos, ingin mengakhiri hidupnya karena dia dijadikan budak, dianiaya, dipermalukan, dimanfaatkan sampai ia muak dengan segala perlakuan itu.
Bahkan seseorang seperti Solar juga datang ke atap, dengan alasan muak dengan kehidupannya yang hanya untuk mendapatkan nilai-nilai bagus, "membanggakan" dan "membahagiakan" orang tua tanpa dihargai sebagai seorang anak.
Aku mendengarkan kisah mereka satu per satu, menolong mereka agar tidak mengakhiri hidup mereka, menjadi teman mereka. Tapi, tidak seorang pun yang dapat menghilangkan sakit di hatiku, yang sudah kupendam bertahun-tahun.
Suatu hari di atap sekolah, aku melihat sosok lelaki, memakai jaket hitam, dengan corak merah, ia berdiri di belakang pagar pembatas tanpa memegangnya lagi, mendengar suara kakiku, ia menoleh kearahku. Dia, diselimuti perban dan bekas luka.
"Ah,kamu ya orang yang berhasil menolong orang-orang yang ingin mengakhiri hidup mereka disini?" Tanyanya.
Aku tidak bisa menjawab.
Aku pun datang kesini..
Untuk mengakhiri hidupku juga kan?
"Namaku Halilintar. Dulu hidupku bahagia, tapi sejak ibuku pergi, aku selalu jadi pelampiasan amarah ayahku, aku tidak diberi makan, tidak diberi uang, tidak diberi kasih sayang. Aku hanya ingin luka-luka ini hilang, setiap kali aku pulang..makanya aku kesini. Aku.. ingin bersama ibuku." ucapnya sambil tersenyum.
Tapi kejadian yang sama berulang, tanpa kuminta tubuhku bergerak dengan sendirinya, aku menggengam lengannya dan bicara,
"Hey, Kumohon, Jangan lakukan itu.."
Halilintar menatapku.
Ah... tidak..
Air mataku mengalir, aku tidak bisa menghentikannya, aku tidak punya hak untuk menghentikannya. Dia akan semakin menderita kalau aku menghentikannya, "Kumohon kau pergi saja, aku tidak mau melihat wajah kesakitanmu itu!"
Tatapannya melembut, dia melewati pagar pembatas , berlutut lalu memelukku.
"Kurasa hari ini bukan harinya untukku" gumannya. "Terima kasih sudah mau mendengar ceritaku, Taufan"
Aku menangisi sesuatu yang seharusnya tidak kupedulikan, tapi kesakitan yang dialami Halilintar..
Sama sepertiku..
Dia menepuk pundakku, lalu mengajakku berdiri, turun dari atap dan berkumpul dengan teman-temanku yang lain. Teman-temanku ini, semuanya adalah yang pernah ku tolong, Gempa, Blaze, Ice, Thorn dan Solar.
Bahkan kehidupan mereka semua lebih baik sekarang, tapi tidak untukku. Aku harap kalau Halilintar sudah mengenal mereka dan menjadi teman mereka. Aku bisa lebih mudah melepas semua ini.
Keesokan harinya, ku kembali naik ke atap, kali ini tidak ada orang selain diriku sendiri, hanya aku.
"Akhirnya" gumanku.
Aku mendekati pagar pembatas, aku melepas kedua sepatuku sambil duduk di atas pagar pembatas, aku melepas jaket biruku dan diikuti topi biruku. Aku menatap ke bawah gedung, mungkin ini yang dilihat Gempa waktu itu.
Aku membiarkan hembusan angin yang membuat rambutku berantakan. Tapi aku tidak peduli, aku kembali melihat kebawah.
Aku melompat, dan akan bebas.
.
.
.
.
A/N: Terima kasih sudah membaca cerita pendek My R cerita ini sekali lagi memiliki unsur "bunuh diri" jadi untuk teman-teman yang membaca ini dan sedang dalam masa kesedihan, mohon untuk memikirkan hal-hal yang kalian sayangi dan jangan sampai bunuh diri. Nah, sebenarnya beberapa kalimat disini itu bermakna konotasi UwU semoga teman-teman tidak merasa aneh atau gimana gitu QwQ terima kasih sudah membacaaa
.
.
.
.
Omake~
Taufan: AHHHH KOK AKU MATI LAGI SIH?! QAQ
Hali: Ya udah lah ya mau gimana -"
Gempa: Tapi kamu actingnya bagus kokkk, aduhh aku bangga sama kamuuu QwQ
Blaze: Ehh Pembacaaa, author merencanakan Part 2 lhoo~
Thorn: Nah, mohon ditunggu updatenya ya untuk tau apa yang sebenarnya terjadiiii
Ice: Terima kasih sudah membaca
Solar: See you at Part 2~
Hali: Sok bahasa inggris dasar -"
