Author note:
Halo semua~
Lutanima's back! ^^
Terima kasih, berkat internet positif selama berbulan-bulan lebih tidak bisa update cerita lagi... *mojok di kamar*
Tapi tidak apa! Setelah download software anti internet positif #eh, akhirnya bisa update lagi! Yey! *nebar-nebarin kertas coret-coretan gak guna*
Anyway! Langsung aja kita ke topik cerita baru ini! Di cerita ini pairingnya bukan lagi Jack x Claire, tapi tetep seru kok. Semoga (?) Kita liat aja nanti pairingnya siapa, yang pasti bakal langsung ketauan sih..
Selamat membaca! Semoga menghibur! Maklumilah kalau ada kegajean dimana-mana! *nyengir kuda*
-Lutanima-
-oOo-
Baju-baju, sudah. Perlengkapan mandi, sudah. Boneka sapi kesayangan, sudah!
"Yap! Selesai!"
Hari ini aku sangat bahagia sekali! Tau kenapa? Karena hari ini aku akan pergi menemui seseorang yang sangat kukagumi! Benar-benar sosok idaman yang ideal bagiku! Setelah 3 tahun tidak bertemu, akhirnya saatnya tiba!
"Kamu sudah siap, Claire?" Tanya mama yang sudah berada di dalam mobil dari tadi.
"Sudah-sudah!"
Sambil menggeret koperku, aku pun berjalan menuju mobil, kemudian membuka bagasi mobilnya. Lalu memasukkan koper ke dalam bagasi..
BRUAAKK! BRAK!
"CLAIRE! SUARA APAAN TUH?!" Mama yang panik kalau-kalau mobil barunya kenapa-kenapa itu, langsung mengeluarkan kepala dari jendela mobil.
"Hehehe.. Tanganku licin mah.." Claire nyengir pepsodent, sambil masuk ke dalam mobil.
Mama pun hanya bisa geleng-geleng kepala, dan mengambil kacamata hitamnya, lalu memakainya. Padahal hari masih pagi.. Kayaknya sinar ultraviolet aja belum muncul deh!
Dan.. Mama pun mulai menginjak gas mobilnya.
"Haah.. Kau ini benar-benar serius ya.. Padahal kukira kau cuma bercanda.." Ujar sang mama.
"Maksud mama? Tentu saja aku ini serius! Aku ini benar-benar mengagumi dirinya! Dia itu hebat sekali! Dan sudah kuanggap seperti kakakku sendiri!" Jawab Claire antusias. Mama hanya mengangguk-angguk saja.
"Hee.. Sekarang dia sudah bekerja sebagai perawat di... Mineral Town ya? Sayang sekali ya.. Desa kecil begitu.. Kau yakin mau kesana?" Ujar mama dengan nada mengejek.
"U-ukh! Aku yakin kok! Pokoknya aku harus ketemu Elli!"
Ya, Elli. Dia adalah seorang gadis yang berusia 3 tahun lebih tua daripada aku, dan sudah kuanggap sebagai kakakku sendiri.
Dia adalah kakak kelas sekaligus teman sejak kecilku. Aku selalu mengaguminya semenjak aku kecil. Elli itu benar-benar tipe perempuan sejati. Dia pintar, cantik, anggun, serba bisa, dan yang terpenting..
Dia sangat baik hati!
Sayang semenjak dia lulus dari sekolah perawatan, dia memutuskan untuk praktek di desa terpencil. Mineral Town. Heran. Desa kok namanya Town. Town kan artinya kota dalam bahasa inggris? Biarlah, suka-suka walikotanya.
Ehm!
Karena itulah, kami harus berpisah selama 3 tahun. Dan karena disana sama sekali tidak ada sinyal, kami pun harus melakukan aksi surat menyurat untuk berkomunikasi. Hah.. Aku merasa seperti kembali ke zaman purba selama 3 tahun itu.
Tapi yang jelas, saat ini! Di liburan yang kudapat ini, aku akhirnya bisa pergi mengunjungi kak Elli yang sudah 3 tahun tidak kutemui! Aahh! Aku senang sekali!
Tanpa sadar, Claire tertawa-tawa sendiri. Dan sang mama yang melihatnya pun, mulai mengkhawatirkan masa depan anaknya.
"Kamu itu.. Di umur yang hampir 17 tahun itu, harusnya yang ada di pikiran gadis sepertimu itu adalah laki-laki! Laki-laki! Hah.. Tapi coba kau lihat dirimu.. Yang ada dipikiranmu hanya Elli.. Elli.."
"Biarin! Aku melakukan ini karena aku mengaguminya! Dia adalah idolaku.." Jawab Claire sambil menerawang ke luar jendela. Sang mama geleng-geleng kepala lagi.
"Memangnya kau tahan tinggal di desa seperti itu? Mana kau ini paling takut sama hewan buas dan sebagainya kan?"
"Aah! Mama! Aku tidak takut kok! Lagipula di desa cuma ada hewan ternak kan? Tidak mungkin ganas-ganas!" Ujar Claire sambil menyalakan radio untuk menghilangkan kejenuhan. Claire sengaja memasang channel Mineral Town untuk mendengarkan berita dari sana. Mungkin dengan mendengarkan berita tentang desa itu, akan ada sedikit bayangan tentang kehidupan di sana. Radio itu pun mulai mengeluarkan suaranya.
[Topik pagi ini mengenai Mineral Town! Sebuah desa yang berada di sebuah pulau kecil! Seekor ayam lari dari kandangnya dan mencakar sang pemilik! Hebohnya, pemilik ditemukan pingsan dengan pakan ayam disekujur tubuhnya! 'Ini adalah bukti cinta ayamku padaku.' Begitulah komentar sang pemilik!]
...
Radio sialan. Sekarang Claire menyesal telah menyalakan radio itu.
"... Tuh. Dengar kan?" Kata mama, tersenyum bangga.
...
" Tidak. Aku akan tetap niat pergi ke sana! Demi kak Elli!"
[Kemudian, masih dari Mineral Town, ditemukan seekor sapi kesurupan yang nyangkut di pohon setelah menubruk salah satu warga dan puluhan bangku di alun-alun kota!]
"..."
Pip!
Claire segera mematikan radio itu, sebelum dia membuat keadaan menjadi lebih buruk lagi.
((Kurasa aku akan sangat sering bertemu kak Elli jika sudah tiba disana.
Sebagai seorang pasien tentunya.)) Ujar Claire, dalam hati.
-Di pelabuhan-
"Tidak ada yang tertinggal kan?" Tanya mama memastikan.
"Iya, sudah semua kok."
Kutatap mata mama yang sudah mulai memerah itu. Sebenarnya aku juga kurang tega meninggalkan mama sendirian. Maklum, aku anak satu-satunya dan mama sudah bercerai dengan papa. Tapi, aku benar-benar ingin bertemu dengan kak Elli. Tapi melihat mama sedih begini.. Aku jadi tidak tega..
"Mah.. Kok mata mama merah gitu.." Ujarku sambil berusaha bercanda. Untuk menghilangkan suasana sendu.
"Ah.. Ini? Tadi di kacamata hitamnya banyak debu, jadi gini deh! Kamu sih.. Minjem-minjem kacamata mama gak dibersihin! Ya udah! Cepat berangkat! Kalau udah gak betah, pulang aja ke rumah! Tapi inget, mama mau pergi sama temen-temen mama ke Australia selama 2 minggu! Jadi, minta aja kunci rumah kita ke tetangga sebelah, Okey? Ya udah, mama mau arisan dulu! Baai!" Mama pun mencium pipi kananku, melangkah masuk ke mobil dan pergi begitu saja.
... Lupakan! Ayo berangkat.
-Mineral Town-
"Silahkan turun, nona."
Sambil menengok ke kanan dan ke kiri, Claire pun turun perlahan dari kapal. Dia pun menghirup nafasnya. Yap, bau laut. Asin sekali. Mantap.
Dan dia pun memperhatikan sekelilingnya. Oke.. Tampaknya keadaannya baik-baik saja. Tidak nampak hewan ternak gila di manapun.
Claire segera mengucapkan terima kasih kepada sang kapten kapal, kemudian berjalan mengitari pantai sambil melihat ke sebuah kertas yang sejak tadi dipegangnya.
"Hmmm.. Menurut peta yang digambar Elli.. Kalau aku berjalan lurus dari pelabuhan.. Akan ada Inn. Lalu belok kiri.. Dan.. Itu klinik!"
Dan Claire pun mulai berjalan. Dia tiba di alun-alun kota. Tempatnya sangat bersih, dan benar-benar berbeda dari pikirannya sebelumnya, yang mengira bahwa Mineral Town adalah desa pelosok yang benar-benar ketinggalan jaman.
"Kelihatannya aku akan betah tinggal disini." Ujarnya.
Kemudian, setelah melewati Inn, Claire baru sadar bahwa saat ini, di depannya ada 2 rumah yang saling bersebelahan.
"... Kliniknya.. Yang mana?"
Claire berusaha mendekati kedua bangunan itu. Dia sadar bahwa kedua rumah tersebut memiliki sebuah papan nama di depannya masing-masing. Tapi baru beberapa langkah Claire mendekati papan tersebut, dia mundur lagi. Kenapa? Rupanya papan itu sudah ditumbuhi jamur dan tidak bisa terbaca lagi tulisannya. Memang benar-benar pantas disebut desa pelosok.
"Jadi.. Bagaimana ini..?"
Setelah beberapa menit ber cap cip cup ria, Claire pun memutuskan untuk memasuki salah satu rumah di depannya. Begitu dia mengetok dan membuka ganggang pintunya..
"TU-TUNGGU!"
Salah seorang di dalam ruangan itu berteriak. Tampaknya, itu adalah suara pria yang berada di kasir. Claire pun melihat sekelilingnya. Dia dapat menyimpulkan bahwa tempat ini jelas bukan klinik. Melainkan sejenis supermarket.
"Mmm?" Lelaki berjas putih yang sedang bertatapan dengan pria di kasir itu pun, menjawab dengan santai. Claire tidak bisa melihat wajahnya karena saat ini, tubuh lelaki itu membelakanginya.
"K-kau belum bayar hutangmu kemarin.. kan..?" Ujar pria di kasir itu. Astaga, dia kelihatan lemah sekali.
"Hm, catat saja di tagihanku. Suatu saat aku akan bayar." Jawab lelaki berjas tersebut.
"Ta-tapi.. itu sudah kelima kalinya kau.."
"Hm." Ujar lelaki itu.
((Waduh! Apa yang harus kulakukan saat ini?)) Claire berbicara pada dirinya sendiri.
Sebagai seorang warga negara yang baik dan pembela keadilan, Claire pun tidak terima dengan adanya penganiayaan terhadap orang yang lemah seperti ini. (?) Dia pun segera berlari dan menerjang orang berjas putih itu.
"HEI KAUU.."
Syuutt!
Claire mengangkat kerah lelaki itu. Sebelum akhirnya dia bertatapan dengan lelaki itu. Ternyata.. Ternyata wajahnya..
Wajahnya...
...
Emang wajah ngajak ribut. Datar banget. Kayak aspal.
"Hm? Ada urusan apa kau denganku?" Tanyanya. Claire pun tersadar dalam lamunannya.
"Aku dengar semuanya tadi! Kau itu penghutang kejam yang membiarkan pria lemah ini melarat karena disiksa olehmu kan?!"
"Hm?" Hanya satu titik yang berubah dari wajah datarnya. Alisnya turun 0,5 mili dari tempat semula. Dan entah kenapa Claire bisa tau itu.
"Iya! Cepat bayar hutangmu!" Paksa Claire sambil berusaha mengangkat tubuh lelaki itu layaknya di film-film. Tapi karena gak kuat, alhasil, Claire cuma membuat kerah orang itu lecek karena dari tadi diremes-remes sama dia.
"Hm." Jawabnya tanpa basa basi, sambil melepaskan tangan Claire dari kerahnya dengan mudahnya.
Mendengar jawaban lelaki itu, Claire jadi panas sendiri. Dia pun mencak-mencak dan menghalangi jalan lelaki itu.
"Heeh! Kau itu! Tidak ada sopannya sama sekali! Hargai orang dong! Aku melakukan ini untuk membawamu ke jalan yang benar!" Ujar Claire dengan lagak seorang imam.
".. Hm.." Ujarnya sambil menyapu-nyapu kerahnya, layaknya penuh debu. Claire pun makin naik pitam.
"Ihhh! Tungguu!"
BREETT!
Claire menarik jas orang itu hingga mulai terdengar suara robekan.
"?!" Lelaki itu sambil berusaha melepaskan tangan Claire.
"Cepat bayaarrr!" Claire terus menarik jas itu.
"Ka-kalian.. hen-hentikan.." Pria di kasir itu hanya panik di tempat.
Breteett pretet PRET!
Entah kenapa suara robekannya makin lama makin aneh.
"H-Heii!" Wajah orang itu makin pucat melihat jasnya yang sudah mulai membentuk pola baru.
"Bayar dulu!"
"Sudah kubi..."
KREEK
Pintu masuk pun terbuka dan ada seseorang yang masuk.
"Permisi Jeff, aku ingin membayar... loh?"
Claire terpaku. Saat ini di depan matanya.. Di depan matanya ada..
"ELLI!"
GREP!
Claire segera melepaskan tangan dari jas yang sudah mulai butut akibat dia tarik-tarik itu, kemudian memeluk Elli dengan erat hingga mereka hampir terjungkal kebelakang.
"Elli! Elli! Aku kangen!"
"C-claire? Kamu Claire kan? Bagaimana kamu bisa kesini?" Tanya Elli yang masih kebingungan.
"Jadiceritanyaakusedangliburandanmamamemngijinkankubermainkesinisebentardan.."
"Ehm.. Claire, ceritanya nanti dulu ya. Sebelumnya.." Elli menunjuk ke arah pria di kasir yang sudah bersembunyi di kolong meja dan lelaki tadi yang sedang meratapi nasib jasnya yang sudah bolong itu. "Boleh tolong jelaskan apa yang baru saja terjadi?"
"Ah... Baiklah."
-oOo-
"Hahahaha!"
"Elli.. Itu tidak lucu!" Ujar Claire sambil menutup mulut Elli. Sudah 20 menit yang lalu setelah Elli membawa Claire menuju klinik, dan menceritakan apa yang telah terjadi.
"Haha, itu lucu sekali. Kau memang tidak berubah, Claire." Ujarnya sambil tersenyum. Melihat senyuman Elli, Claire langsung merasa senang. Seniornya ini memang sangat dia kagumi! Tunggu.. Bukan berarti Claire lesbi ya!
Claire menatap Elli dari atas sampai bawah. Seniornya ini memang tidak banyak berubah selama 3 tahun ini. Hanya saja ada satu hal yang sejak tadi ingin dia tanyakan kepadanya.
"Elli.. Kemana rambut panjangmu itu..?"
"Eh? Ah? Ini.. Hehe.. Kupotong tentunya." Ujarnya tersipu.
"Tapi kena.."
KREKK
Tiba-tiba datang seseorang yang masuk ke dalam klinik. Dan Claire kenal betul pemilik wajah datar super menyebalkan itu.
"Ah, Dokter. Selamat datang kembali."
"BUOOHHOOOKK!" Claire tersedak.
Claire langsung memelototi orang itu. Dokter? DOKTER?! Orang kayak begini dokter?! Pemilik wajah super datar dan serata jalan aspal yang habis di pel pakai super pel begini... Oke. Itu lebay. Tapi sungguh... Dokter?! Dan lagi.. Dia suka ngutang?! Kurang hebat apa coba dokter satu ini..
Merasa risih dipelototi, lelaki yang katanya seorang 'Dokter' itupun langsung ambil suara.
"Hei, perempuan yang bukan perempuan. Tolong jangan menambah pekerjaanku. Aku bisa repot kalau matamu sampai copot karena melihatku dengan cara seperti itu." Ujarnya. Rupanya dia bisa ceramah juga.
"A-apaa..." Sadar akan apa yang sedang ia lakukan, Claire pun langsung memalingkan wajahnya, sambil berkomat-kamit.
(( . . . .sialan.))
Sementara Dokter yang tidak terpengaruh dengan apa yang Claire lakukan itu pun segera masuk ke ruang kerjanya.
"Ah, Claire. Lalu.. Kau akan tinggal dimana selama disini?" Tanya Elli, berusaha menghilangkan suasana kelam yang dia bahkan tidak tau apa penyebabnya.
"... Ah!..."
Melihat ekspresi Claire, Elli langsung ber-sweat drop.
"Hah.. Sudah kuduga. Baiklah, kau bisa tinggal bersamaku di klinik ini." Ujar Elli.
"Ehh? Elli tinggal di klinik? Padahal kukira kau tinggal bersama nenek Ellen dan Stu.."
"Hmm? Haha.. Tidak, karena kadang aku harus kerja sampai larut malam. Jadi aku hanya pulang ke rumah setiap hari Rabu."
"Oh begitu..."
Elli adalah anak sulung di keluarganya. Orang tuanya sudah meninggal sejak ia berada di bangku SMP. Sehingga dialah yang menjadi tulang punggung keluarganya. Karena itulah, saat dia pindah kesini untuk bekerja, nenek dan adik laki-lakinya diajak untuk ikut bersamanya.
"Baiklah, kalau begitu langsung saja kita bereskan barang-barangmu dulu ya! Setelah itu aku akan bilang pada nenek dan Stu bahwa kau kemari. Pasti mereka senang!"
"Oke!"
Setelah beres-beres, Elli dan Claire pergi mengunjungi Ellen dan Stu. Mereka sama terkejutnya juga dengan Elli. Tapi mereka ikut senang, terutama Stu, yang langsung memeluk Claire saking senangnya. Rupanya mereka hanya tinggal berdua, sementara Elli, tinggal di klinik. Dan mereka pun kembali ke klinik setelahnya.
Kemudian, Claire berpikir. Meskipun harus bertemu dengan orang yang menyebalkan, tapi saat ini Claire tidak peduli lagi. Dia bisa bertemu dengan Elli, idolanya, dan tinggal sekamar dengannya. Dia sangat senang!
... Tadinya mau bilang begitu..
Tapi..
"EHHH?! APA MAKSUDNYA INI SEMUA ELLI?!"
Saat ini, Klinik sudah mencapai jam tutupnya. Claire dan Elli sedang makan malam bersama di klinik karena hari sudah malam. Makanan buatan Elli sangat enak. Ya, enak. Tapi.. Tapi..
Kenapa..
"KENAPA ORANG INI ADA DISINI?!" Claire membanting meja makan sambil menunjuk ke arah Dokter, yang saat ini sedang berada persis di depannya, sambil dengan santainya menyeruput sup ikannya.
"Apa maksudmu, Claire?" Claire geleng-geleng kepala. Mungkin kalau Claire ketombean, ketombe-ketombe Claire bisa terbang kemana-mana saking kencangnya dia memutar-mutar kepalanya. Untungnya hal itu tidak terjadi.
"Jelaskan padaku Elli?! Kenapa dia masih ada disini?! Hari sudah malam kan?! Kenapa dia tidak pulang ke rumahnya?!" Tanya Claire bertubi-tubi.
"Ya sudah jelas karena ini rumahku." Ujar Dokter sambil meletakkan piring dan mangkuk supnya yang sudah bersih. Mas, laper atau rakus?
"... Hah?" Claire mengorek kupingnya. Orang ini ngomong apa tadi?
"Itu benar Claire. Akulah yang menumpang disini. Dan, sekarang kau juga." Ujar Elli.
"Jadi.. Jadi.. Maksudmu...?" Claire speechless. Dokter itu pun berdiri dan berjalan menuju ruang kerjanya lagi.
"Ya, ini rumahku. Kalian menumpang disini." Ujarnya tanpa melihat kebelakang. Elli pun dengan sigapnya menahan Claire yang hendak menendang bokong sang Dokter super songong yang sudah menghilang dari tatapan mereka itu.
-Malamnya-
"Elli! Kenapa kau tidak pernah membahas ini di suratmu?!" Tanya Claire sambil duduk di samping Elli, di atas kasurnya.
"Tidak membahas apa maksudmu?" Tanya Elli sambil mengoleskan pelembab di tubuhnya.
"Masalah lelaki aspal itu! Selama 3 tahun ini kau tinggal seatap dengannya?!" Teriak Claire.
"Ya, begitulah." Elli malah senyam senyum. Claire makin naik pitam.
"Ihhh! Elli! Tapi kau tidak apa-apa kan?! Dia tidak melakukan apa-apa padamu kan?!" Claire memperhatikan Elli dengan seksama.
"Aduh, kau ini apaan sih.. Tentu saja tidak. Dokter bukan orang seperti itu kok.." Ujarnya.
"BUKAN ORANG SEPERTI ITU APANYA?!" Claire mulai emosi. "Tampang-tampang datar begitu jutru psikopat dibaliknya! Ingat pepatah ada udang di balik batu?! Nah! Pas banget tuh buat dia! Ada psikopat di balik muka aspal!" Elli hanya geleng-geleng kepala.
"Haduh.. Kau itu. Tenang saja, Dokter itu baik kok, baik banget.." Claire mulai melihat ada rona merah di pipi Elli. Dia pun semakin pucat.
"ELLI..." Claire mencubit kedua pipi Elli."Jelaskan padaku apa maksudnya rona merah di pipimu ini~?!"
"Eehh?! Ti-tidak kok! Aku tidak malu saat mengingat betapa kerennya Dokter selama 3 tahun aku bertepuk.. Ah!" Elli langsung mengubur dirinya di balik selimut.
"TUNGGUU! ELLI! ELLLIII!" Claire menarik-narik selimut Elli. Sia-sia, Elli tak kunjung menampakkan wajahnya.
"Jangan bilang.. Kau suka padanya.. Elli...?"
...
BLUUSHHHH
Seketika Claire langsung mundur melihat selimut yang dipakai Elli untuk menutupi dirinya itu, mengeluarkan asap yang super duper lebat.
"Elli... Itu tandanya... ELLII! JELASKAN PADAKUUU!"
Tampaknya, semua tidak sesuai dengan apa yang Claire perkirakan.
Dan tampaknya, bencana baru akan dimulai dari sekarang.
(-_-") …. bersambung?
