Tittle : Vintage.
Rate : T+.
Genre : Romance, Hurt/Comfort.
Pair : DaeLo.
Author : Skinner Kim.
Disclaimer : TS Entertainment.
Warning : BL, Yaoi, DLDR, No Flamers, Miss Typo(s), RnR.
Cerita Sederhana yang aku buat untuk seseorang disana yang mengalaminya. Semoga kalian bisa saling jujur pada perasaan kalian. Dan bisa mengakhirinya dengan rasa ikhlas, dan percayalah semua hal itu akan membuat kalian dewasa. –Skinner.
Chapter 1 : A Boy from Far Away.
# Daehyun Pov.
Rasa sakit ini…
Selalu rasa sakit yang kurasakan. Semua orang selalu memberiku rasa sakit itu…
Aku menatap matanya yang sangat tegas mengatakan padaku bahwa aku bersalah. Kenapa orang yang sangat kucintai menatapku seperti itu?.
" Kenapa kau memutuskan semua ini secara sepihak? Aku tidak bisa menerima keputusanmu."
" Cukup Daehyunie, kuharap semua ini bisa mendewasakanmu. Kau masih saja tidak berubah. Aku tidak bisa terus bersamamu jika kau seperti ini." Katanya.
" Kenapa harus berpisah? Jika aku memang salah maka aku akan memperbaikinya, asal jangan tinggalkan aku…"
" Kau selalu mengatakan itu padaku. Aku selalu menanti kau berubah. Tapi tak seharipun kau berubah. Kurasa aku bukan orang yang cukup baik untuk bisa membuatmu berubah. Kau boleh mengatakan aku egois. Tapi aku melakukan ini juga karena orang tuamu. Carilah orang lain yang bisa benar-benar membuatmu dewasa. Aku tidak akan marah jika kau mencari penggantiku, asal dia bisa merubahmu aku senang, bahkan aku akan berterimakasih pada orang itu."
" Kenapa kau bicara begitu? Apa kau tidak memikirkan perasaanku?—"
" Perasaanmu? Apakah kau tidak bisa bertanya pada dirimu sendiri tentang perasaan orang lain yang sudah kau kecewakan? Inilah bukti kau belum dewasa Daehyunnie." Potongnya. " Besok aku akan pindah ke luar kota. Jadi kuharap kau bisa merenungkan hal ini, dan cobalah untuk menjalani harimu dengan baik." Katanya.
" Kau juga pindah? Wae? Hanya karena kau ingin berpisah denganku kau harus pindah?."
" Aku tahu kau Daehyunie, kau pasti akan terus menemuiku. Liburan musim panas akan segera selesai, jadi kuharap sekolahmu akan menyenangkan."
" Haruskah?." Mohonku lagi.
" Selamat tinggal Daehyunie." Katanya sambil tersenyum tipis dan berbalik meninggalkanku.
Rasa sakit itu kembali mendominasi, penuh emosi, dan kekecewaan. Haruskah orang yang kucintai meninggalkanku lagi?.
.
.
.
.
.
" Daehyun-ssi, Nyonya bilang ingin kau menemaninya hari ini." Kata salah satu pelayan ibuku.
" Aku tidak bisa." Jawabku tanpa melihatnya.
" Anda tidak pernah sekalipun menjenguknya. Tidak bisakah Anda datang, walau hanya sebentar saja?." Tanyanya lagi.
" Katakan saja aku sedang belajar untuk sekolah. Aku tidak bisa kesana." Jawabku.
" Nyonya juga menitipkan pesan untuk Anda—"
" Aku harus pergi. Aku akan kembali nanti malam." Kataku sambil mengambil tasku dan beranjak pergi sebelum aku mendengar lebih jauh.
Sudah 1 tahun sejak ibuku ada di Rumah Sakit, tak seharipun aku datang menemuinya. Aku sangat membencinya, aku tidak bisa memaafkan semua yang pernah ia lakukan padaku. Aku juga tidak memiliki suatu hal yang harus kukatakan untuknya. Dan sebisa mungkin aku tidak ingin mendengar apapun darinya. Aku… terlanjur sakit hati padanya.
Aku juga jarang bertemu dengan ayahku. Dia adalah orang yang keras kepala, akku sudah berhenti bercerita tentang kehidupanku padanya sejak aku SMP. Dia tidak pernah mendengarkanku dengan baik, jika dia melihatku dia hanya memberiku banyak uang dan dia kembali bekerja. Satu-satunya hal yang ia katakan padaku adalah aku harus belajar dengan baik, kelak aku akan mengurus perusahaannya. Aku tidak tau apakah pertengkaran ayah dan ibuku sudah membaik atau belum.
Hari ini aku pergi ke rumah Yongguk, dia adalah temanku sejak kecil, hanya padanya aku bisa menceritakan banyak hal. Dan dia sangat mengerti tentangku.
" Yonggukie!." Panggilku sambil masuk ke rumahnya.
" Oh! Daehyunnie, kau datang juga ternyata. Kau ingin makan sesuatu? Ibuku sedang masak enak hari ini." Katanya.
" Ani… Aku ingin ada disini."
" Wae? Kau melarikan diri lagi dari ibumu? Ck! Ayolah jenguk dia sekali-sekali." Kata Yongguk.
Dia selalu tau apapun yang terjadi padaku.
" Ani. bukan hanya itu…" sahutku sambil duduk di sofa.
" Cobalah untuk merelakan Youngjae. Dia hanya mencoba untuk membuatmu sadar. Kau harus lebih dewasa, dia beberapakali bercerita padaku, katanya dia benar-benar tidak tahan denganmu yang terlalu seenaknya sendiri dan keras kepala. Makanya dia mekad memutuskanmu agar kau berubah." Kata Yongguk.
Aku memejamkan hataku kesal. " Kenapa kau tidak bilang padaku jika dia cerita padamu?." Tanyaku kesal.
" Karena kau pasti akan memarahinya. Aku tidak berniat merahasiakan ini darimu. Aku hanya menghargai Youngjae karena tak ada yang bisa ia ajak cerita selain aku. Sudahlah jangan cari dia lagi." Kata Yongguk.
" Dia mengganti nomor telfonnya, dan tidak memberi tau alamat rumahnya. Dia tidak mengatakan apapun tentang keberadaannya." Kataku frustasi.
" Ck! Kubilang lupakan dia pabo! Aku tidak kasihan padamu, tapi pada Youngjae. Jadi hargai dia. Dan cobalah untuk dewasa!." Kata Yongguk.
" Aku tidak bisa… aku masih sangat mencintainya Yonggukie…" rengekku.
" Makanlah. Aku tau kau pasti belum makan. Ibuku sudah menyiapkan untukmu juga." Katanya.
" Aku menginap disini." Kataku.
" Besok kita sudah kembali masuk sekolah. Jadi kau harus pulang." Katanya.
" Shireoyooo…" rengekku lagi.
" Kau harus tetap pulang. Seragam dan buku pelajaranmu ada di rumah. Berhentilah jadi anak kecil, dan melarikan diri dari suatu masalah." Katanya.
" Ayolah Yonggukie… hanya kau yang kupunya." Bujukku.
" Ani." jawabnya ketus. " Makan. Cerita. Pulang." Katanya.
" Huft! Arasseo!." Sahutku sewot.
Setelah makan, aku bercerita banyak hal pada Yongguk seperti biasanya. Hari itu aku pulang larut malam, Yongguk terus memaksaku untuk pulang, karena besok kita harus sekolah.
Di perjalanan pulang, aku berniat untuk naik kereta. Hanya 2 pemberhentian dari rumah Yongguk. aku malas untuk menelfon sopir pribadiku, selain itu aku memang ingin sendiri saja.
Saat aku naik kereta, aku melihat seorang anak laki-laki yang duduk di depanku, dia tertidur sambil bersandar di pegangan kursi kereta, kedua tangannya memegang sebuah pot kecil berisi kaktus kecil. Dia terlihat sangat kelelahan.
Aku mengalihkan perhatianku keluar jendela tiba-tiba aku dikejutkan dengan suara pot yang jatuh, kulihat memang benar pot yangdi pegang anak itu jatuh tak jauh dari kakiku.
" Ck! Dia juga tidaka bangun?." Gumamku.
Lagipula, untuk apa sih dia membawa-bawa tanaman segala? Tidak wajar sekali membawa kaktus. Ini kan kota, bukan pegunungan.
Lalu setelah itu kereta berhenti, aku harus turun. Aku mengambil pot itu dan menaruhnya di samping anak itu, lalu berjalan pergi. Anak yang aneh.
.
.
.
.
.
Keesokkan harinya aku berangkat sekolah, aku bertemu dengan Yongguk di gerbang sekolah. Seperti biasa dia selalu mengendarai sepeda miliknya yang sudah ia pakai sejak masih SD.
" Yonggukie!." Panggilku.
Dia mengerem sepedanya dan berhenti menungguku.
" Palli!." Serunya.
Aku segera menghampirinya. " Kau sudah kerjakan PR-PR belum?." Tanyanya.
Aku tertawa kecil. " Belum…"
" Haish kau itu… cepatlah masuk, dan contek punya teman-teman. Aku juga belum kok." Katanya sambil tertawa.
" Ya! kukira kau sudah kerjakan juga!." Kesalku.
" Sudahlah, ayo kita masuk."
Walaupun masih ada rasa malas untuk sekolah, hanya tempat ini saja aku menghabiskan waktu dan tidak bertemu dengan orang-orang di rumah.
Bel masuk sudah berbunyi, aku dan Yongguk baru saja menyelesaikan PR dengan cepat. Tapi entah kenapa seonsaengnim belum juga masuk ke kelas. Sehingga kelas riuh di pagi itu.
30 menit berlalu, akhirnya seonsaengnim datang.
" Maaf untuk keterlambatan ini. Aku harus mengurus kepindahan salah satu siswa. " kata seonsaengnim.
" Hari ini kita kedatangan murid baru. Dia pindahan dari jauh. Kuharap kalian bisa bekerja sama dengannya mulai sekarang."
Lalu datanglah seorang siswa laki-laki. Aku sangat terkejut karena anak itu adalah anak yang tadi malam tidur di kereta.
" Bocah kaktus?." Gumamku bingung.
" Kau kenal dengannya Daehyunnie?." Tanya Yongguk.
" Ani." jawabku cepat.
" Namaku Choi Junhong. Salam kenal." Katanya sambil membungkuk sebentar. " Mohon kerjasamanya." Lanjutnya.
" Nah, kau boleh duduk sekarang. Duduklah di kursi yang kosong." Kata seonsaengnim. Anak itu terlihat mencari kursi yang kosong beberapa saat, lalu duduk di bangku paling belakang.
Seonsaengnim-pun memulai pelajaran. Entah kenapa aku tidak terlalu suka pada anak itu. Ada suatu hal yang tak kusuka darinya. Dia terlihat tidak peduli sekitar, dan terlihat menikmati hidupnya. Meski aku juga tidak peduli sekitar, aku merasa dia terlalu santai menjalani hidup. Tidak sepertiku yang selalu merasakan beban.
Entah kenapa siswa satu kelas terlihat memandangnya seperti anak yang aneh. Tapi menurutku dia memang aneh. Dia terlihat sangat pendiam, dan kutu first impression yang bagus menurutku. Dia juga sepertinya bukan anak kota.
Lagi pula aku juga tidak ada niatan untuk menjadi temannya.
" Dia terlihat berbeda…" kata Yongguk.
" Freak." Sahutku tidak peduli.
Semua siswa kembali fokus pada pelajaran. Di kelas ini aku adalah siswa yang paling pintar tapi sekaligus paling malas. Karena itu para guru selalu membiarkanku, karena saat ujian nilaiku paling tinggi.
Pelajaran ketiga adalah kesenian. Aku paling suka tentang kesenian, apapun itu. Musik, gambar, lukisan, semuanya aku kuasai.
Selama pelajaran, ternyata si Bocah Kaktus itu terus menjawab semua pertanyaan seonsaengnim, membuatku terlihat seperti orang bodoh saja. Aku pikir dia adalah anak yang bodoh.
" Sepertinya akan ada yang menandingi ranking-mu kali ini, Jung Daehyun." Goda Yongguk.
" Ck! Aku menguasai semua pelajaran. Mungkin dia tidak." Sahutku.
" Kita lihat saja nanti."
Selama beberapa hari aku dan Yongguk memperhatikan Bocah Kaktus itu, dan ternyata dia juga sama sepertiku, dia menguasai banyak pelajaran. Beberapa dari anak satu kelas semakin melihatnya sebagai anak aneh yang kutu buku. Dibandingkan denganku, aku lebih populer karena aku anak yang nakal dan latar belakang keluargaku membuatku di hormati.
Memang pergaulan disini terlihat sangat keras, jika kau memiliki sedikit kecacatan, maka banyak orang akan membencimu. Karena itu aku mencoba sebaik mungkin agar mereka tidak melakukan hal itu padaku.
" Baiklah, sekarang kita pindah ke ruang musik. Kita akan membahas tugas minggu lalu untuk menampil;kan musik. Kalian sudah siapkan lagu yang kalian kuasai untuk di tampilkan kan?." Kata seonsaengnim yang dibalas oleh keluhan beberapa siswa yang belum siap, atau yang tidak terlalu bisa bermain musik.
" Kau akan menggunakan alat musik apa?." Tanya Yongguk.
" Piano kurasa… kau?."
" Gitar. Aku hanya bisa memainkan gitar." Jawab Yongguk. " Tapi bagaimana dengan anak baru itu? Tugas ini di berikan sebelum dia pindah kesini. Dia pasti tidak tau ada tugas memainkan musik." Kata Yongguk sambil memperhatikan Bocah Kaktus itu.
" Jika dia memang pintar, maka diaakan bisa memainkan salah satu alat musik. Sudahlah, kajja kita keluar." Kataku sambil mengambiltasku dan pindah ke ruang musik.
Tidak sedikit siswa yang bisa memainkan dengan baik. Gilirankupun tiba. Aku maju kedepan dan memainkan piano itu dengan baik. Terlihat rasa terkesan, suka, dan kagum yang terlihat oleh siswa yang lain dan juga para guru. Aku menyanyikan lagu dengan baik, Yongguk terlihat tertawa melihatku, tandanya beberapa orang siswa sedang iri melihat bakatku.
Setelah selesai, aku kembali ke tempat duduk setelah mendapat pujian dari seonsaengnim. Dan tepuk tangan dari seisi kelas.
" Berikutnya, Choi Junhong." Panggil seonsaengnim. Seketika kelas menjadi hening, semua mata melihat ke arah Bocah Kaktus itu. Dia terlihat tidak yakin berjalan maju ke depan.
" Maaf seonsaengnim… Aku tidak tau jika ada tugas untuk memainkan musik."
" Kau pasti anak baru itu kan? Apa kau bisa memainkan musik?."
" Kurasa…" jawabnya ragu.
" Tema lagu yang dinyanyikan adalah tema lagu-lagu modern yang sekarang sedang hits, jika kau tau salah satunya kau mungkin akan kuberi nilai yang bagus." Kata seonsaengnim.
" Aku tidak terlalu tau dengan lagu-lagu sekarang. Tapi aku tau cara memainkan alat musik." Katanya.
" Cih! Katakan saja kau tidak bisa." Gumamku tidak suka.
" Baiklah, mungkin itu akan jadi nilai minus untukmu. Alat musik apa yang bisa kau mainkan?." Tanya seonsaengnim.
" Apa saja. Terserah seonsaengnim." Jawabnya.
" Sombong sekali." Gerutuku. " Hey Bocah! Cobalah mainkan piano sepertiku!." Teriakku dari tempatku, seketika semua siswa memandangku.
" Daehyunie, kurasa kau tidak perlu bilang begitu." Bisik Yongguk.
" Kau bilang bisa alat musik apa saja kan? Aku hanya ingin melihatmu bermain piano." Kataku lagi.
Dia hanya diam, lalu berjalan kearah piano. Sedangkan seonsaengnim hanya diam melihat Bocah Kaktus itu, takut anak baru itu tidak bisa melakukannya.
Aku memperhatikan dengan sangat baik jemarinya, dan mencari kesalahan apapun yang bisa kutemukan untuk mengejeknya nanti.
Dia memulai permainan pianonya dengan crescendo yang membuatku terkejut, bahkan semua orang yang ada di ruangan itu terperangah. Dia memainkan intro dengan sangat sangat baik. Kemudian dia mulai menyanyi, irama nyanyian dan permainan pianonya sangat menyatu. Tapi tak ada dari kami yang tau lagu apa yang dia nyanyikan.
Seonsaengnim terlihat sangat kegum dengan permainan pianonya, terlihat dari senyum yang dia perlihatkan. Apa benar Bocah itu bisa memainkan banyak alat musik?.
Permainan pianonya diakhiri dengan sangat baik, tetapi hanya seonsaengnim yang memberikan tepuk tangan, sedangkan siswa yang lain masih terkejut dengan permainannya.
" Bagus! Bagus sekali Choi Junhong." Puji seonsaengnim. " Kalau boleh tau, apa judul lagu dan siapa penyanyi lagu itu?." Tanya Seonsaengnim.
Dia terlihat ragu, " Tidak ada judul dan penyanyi. Aku baru saja membuatnya di otakku. Aku tidak pernah tau lagu-lagu baru, jadi aku mengarangnya sendiri tadi…" katanya pelan.
" Tidak mungkin…" gumamku tidak percaya.
" Sepertinya kau salah ingin menyainginya Daehyunie." Kata Yongguk sambil tertawa kecil.
" Kau mendapat nilai tertinggi kali ini. Benar-benar di luar dugaanku, kau tidak hanya berbakat dan pintar, tapi kau jenius." Kata seonsaengnim.
Pujian-pujian yang kudengar membuatku semakin tidak suka pada Bocah Kaktus itu. Aku tidak ingin disaingi oleh anak aneh sepertinya.
" Baiklah, cukup untuk pelajaran hari ini, kalian boleh istirahat." Kata seonsaengnim.
Aku dan Yongguk segera keluar dari kelas. Yongguk tau aku sedang kesal dengan anak itu. " Hey, sudahlah, jangan seperti itu. Kalau memang dia pintar memangnya kau mau apa? Membuatnya bodoh? Lagipula kau juga masih tetap siswa yang pintar." Kata Yongguk.
" Apapaun alasannya, aku tetap tidak suka padanya." Kataku.
" Heish… bersikaplah dewasa."
" Ck! Kau dan Youngjae sama saja." Kesalku.
" Bukan aku dan Youngjae yang salah. Tapi cobalah untuk menerima. Lagipula anak itu juga tidak melukaimu kan?," kata Yongguk.
" Aku hanya kesal padanya."
" Baiklah, terserah kau saja." Sahut Yongguk.
.
.
.
.
.
Aku berjalan-jalan di sekitar blok café tak jauh dari sekolah. Yongguk ada tugas ekstrakulikuler yang tidak bisa di tinggal, jadi sepulang sekolah aku pergi bermain sendiri. Memang biasanya aku selalu pulang bersama Yongguk, ketika dia ada tugas seperti ini aku pasti akan main sendiri sambil menunggunya pulang.
Aku singgah ke sebuah café setelah aku merasa sedikit lelah berjalan-jalan. Aku sedikit terkejut melihat Bocah Kaktus itu ternyata bekerja di café itu.
" Ada yang bisa kubantu?." Tanyanya ketika giliranku memesan.
" Kau?." Tanyaku tidak paham.
" Ada yang bisa kubantu?." Tanyanya lagi.
" Hey, darimana kau bisa belajar piano sebagus itu? Kau tidak mengarang lagu itu kan?." Tanyaku sedikit kesal. Entah kenapa aku tidak rela saja di saingi oleh anak ini.
" Maaf, aku harus bekerja. Jika kau tidak segera pesan antrianya akan semakin panjang." Katanya.
" Ck! Jawab pertanyaanku dulu!." Kesalku. Dan beberapa orang dan karyawan melihat ke arah kami dengan pandangan terganggu.
Dia terlihat tidak suka dengan paksaanku. " Aku belajar dari ibuku. Dan aku benar-benar mengarang lagu itu. Puas? Sekarang kau ingin pesan atau tidak?." Tanyanya dengan suara tertahan.
" Geotjimal." Kataku.
" Terserah kau mau mengatakan aku apa. Aku tidak merasa punya masalah denganmu. Aku hanya ingin kau segera memesan jika tidak maka pergilah. Aku tidak ingin gajiku di kurangi karena service yang tidak menyenangkan." Katanya.
" Baiklah. Aku hanya ingin pesan kopi." Kataku.
" Silahkan mencari tempat duduk, aku akan segera mengantarakannya untukmu." Katanya. Dia bekerja cukup cepat dan baik. Tapi kenapa dia bekerja? Dia bahkan belum lulus sekolah.
Taqk lama setelah itu dia mengantarkan pesananku. Dia terlihat tidak memusingkan apa yang kukatakan padanya tadi. Seolah dia benar-benar melayani tamu yang datang ke café ini. Siapa dia? Kenapa dia bisa pintar seperti itu? Dia bahkan tidak punya teman di sekolah. Aku ignin tau darimana dia bisa belajar semua hal itu.
Aku menghabiskan waktu lumayan lama di café itu. Aku juga masih melihat Bocah Kaktus itu sibuk bekerja.
" Ya! Bocah Gunung. Ini bayaranmu untuk hari ini." Panggil salah satu karyawan yang lain sambil memberikan amplop berisi uang pada Bocah itu. Entah kenapa aku memperhatikan saja.
" Gumawo. Aku akan pergi dulu."
" Baiklah, besok jangan sampai telat lagi. Kerjamu cukup baik untuk hitungan anak baru."
" Nde. Arasseo.aku pergi dulu." Katanya.
Bocah Gunung? Kenapa dia dipanggil seperti itu?.
Kulihat dia melepas kemeja kerjanya, lalu dia keluar menuju café di depan. Aku sedikit terkejut dia juga bekerja disana.
" Sebenarnya dia itu kerja dimana sih?." Gumamku.
Memangnya dia tidak lelah apa kerja disana sini secara terus menerus?.
Tiba-tiba aku mendapat pesan dari Yongguk bahwa tugasnya sudah selesai. Akupun memutuskan untuk kembali ke sekolah dan pulang bersama Yongguk.
" Aku mendengar ada beberapa anak yang tau bahwa anak baru itu datang dari desa." Kata Yongguk.
" Dari desa?." Tanyaku bingung.
" Iya, karena itu tadi di sekolah heboh sekali membicarakan asal usul anak itu. Katanya sih si anak baru itu tinggal di daerah dataran tinggi sekitar gunung gitu. Makanya anak-anak mulai mempertanyakan dan mengejek anak itu."
" Aku sempat juga sih mendengar dia dipanggil dengan sebutan Bocah Gunung. Tapi jika dia dari desa, bagaimana dia bisa mempelajari seni musik dan pelajaran-pelajaran sulit? Ada sesuatu yang aneh. Tidak mungkin dia berasal dari desa."
" Lalu jika dia memang tidak dari desa, lalu menurutmu dia anak orang kaya?." Tanya Yongguk.
" Ani. Aku tadi bertemu dengannya di café. Dia sepertinya bekerja untuk mencari uang. Dan tidak hanya satu pekerjaan, dia juga bekerja di tempat yang lain." Ceritaku.
" Sudahlah, kita tidak perlu membicarakan kehidupan orang lain. Aku sedikit tidak suka ketika anak-anak tadi mempermalukan asal anak baru itu."
" Itu sudah biasa kan disini? Jika kau bukan dari keluarga yang baik maka semua orang akan dengan mudah mempermalukanmu. Hidup di kota memang jauh lebih keras." Kataku.
" Tapi kita memang tidak seharusnya melakjukan itu Daehyunie. Anak itu punya bakat yang baik. Tapi hanya karena keluarganya dari desa, maka dia tidak pantas ada di kota. Bukannya kita itu rasis?." Kata Yongguk.
" Memang benar sih. Tapi apa boleh buat. Sudahlah, jangan pikirkan anak itu. Aku masih tidak terima dengan apa yang terjadi hari ini."
" Selalu seperti itu…" gumam Yongguk.
.
.
.
.
.
Keesokkan harinya aku datang lebih pagi dengan Yongguk, karena sebelumnya pelayan ibuku kembali membujukku untuk bertemu dengan ibu. Jadilah aku segera memaksa Yongguk untuk segera berangkat.
Karena hari ini tidak ada PR, aku dan Yongguk asyik bercanda di meja kami. Tak lama setelah itu datanglah Bocah Kaktus itu. Dan dalam sekejap semua siswa langsung memandang Bocah Kaktus itu dengan pandangan mengintimidasi, seolah prestasi yang kemarin membuat semua orang kagum sekarang hilang seketika ketika semua tau bahwa dia berasa dari desa.
" Lihatlah dia, aneh sekali kan dia sangat pintar tapi ternyata berasal dari desa. Pasti semua itu tipuan." Bisik para siswa yang terdengar jelas.
" Benar, dia harusnya tetap saja berada di gunung."
" Dia tidak cocok ada disini. Dia tidak pantas ada di sekolah yang sangat terkenal seperti sekolah kita."
Banyak sekali cercaan yang ditujukan langsung padanya. Anak itu hanya diam dan menunduk. Dan ada seorang anak yang sengaja menghalangi langkahnya hingga ia tersandung dan terjatuh, disusul oleh tawa ejekan satu kelas.
Aku hanya memandangnya tanpa respon. Dia pasti akan di bully, siswa disini termasuk keras, tak akan ada yang bisa membelanya jika memang dia berasal dari desa.
" Mereka keterlaluan." Komentar Yongguk, dia tidak terlihat menyukai apa yang terjadi di kelas.
" Kali ini bukan aku kan yang tidak suka padanya. Tapi satu kelas sekarang tidak menyukainya, pasti lama kelamaan satu sekolah akan mem-bully-nya." Kataku.
" Dia di bully karena asal usulnya, bukan karena prestasinya." Kata Yongguk.
" Areo." Sahutku singkat.
Tak lama setelah itu seonsaengnim datang, dan semuanya langsung diam, seolah tak ada guru yang boleh tau bahwa sekarang anak baru itu akan jadi mangsa pem-bully-an di sekolah.
Selama seminggu berlalu, aku seing sekali melihatnya di bully dan dijadikan bahan tertawaan. Tapi yang membuatku heran adalah dia tidak pernah mengerti adalah, dia terlihat tidak memperdulikan semua ejekan itu. Seperti hidupnya baik baik saja. Selama yang pernah aku tau, dulu memang ada anak yang di bully karena pindahan dari desa. Hanya beberapa hari saja dia tidak tahan dengan bully-an itu, dan akhirnya memutuskan untuk pindah.
Tapi Bocah Kaktus itu benar-benar berbeda. Dia tetap menjalani harinya dengan biasa, dan tidak tidak peduli apa kata orang tentangnya. Dia juga tidak peduli jika dia tidak memiliki teman ataupun kelompok belajar. Kenapa dia bisa begitu tahan dengan semua itu?.
Hari itu pelajaran seni musik lagi. Kim seonsaengnim akan membagi kami menjadi beberapa kelompok. Satu kelompok terdiri dari 2 anak. Agar adil, Kim seonsaengnim-lah yang memilih kelompoknya. Tentu saja semua anak tidak setuju, karena tidak ingin ada yang satu kelompok dengan Bocah Kaktus itu.
Siswa di kelasku ada 33 orang, tapi ada satu siswa yang jarang sekali masuk sekolah karena memiliki penyakit kronis, yang membuatnya harus sering di rawat di rumah sakit. Selama pemilihan semua anak was-was, siapakah yang akan satu kelompok dengan Bocah Kaktus.
Dan hasil akhir, ternyata Bocah Kaktus satu kelompok dengan Lee Minhyuk, siswa yang jarang datang ke sekolah akrena penyakitnya. Semua anak lega sekali. Tapi hanya tersisa aku yang belum mendapat kelompok.
" Jung Daehyun, untuk kau bisa bergabung dengan kelompoknya Choi Jun—"
" Ani seonsaengnim." Potongku cepat. Apapun yang terjadi aku tidak mau satu kelompok dengan Bocah Kaktus itu. " Aku bisa seorang diri. Lagipula tiap kelompok ada 2 orang siswa, jika aku masuk kelompok anak baru itu tidak akan adil kan? Minhyuk juga salah satu siswa yang baik dalam bermusik. Jadi aku sanggup sendirian." Kataku.
" Baiklah. Sebisa mungkin aku akan tetap memberimu kelompok, aku b isa meminjam satu orang dari kelas sebelah. Meski kau pandai bermusik, tugas yang akan kuberikan tetap tidak boleh dimainkan satu orang." Kata seonsaengnim.
" Arasseo."
Siapapun asal bukan Bocah Kaktus itu. Jika nanti ujian, aku harus bisa mengalahkan nilainya. Semua tau bahwa sainganku saat ini adalah Bocah Kaktus itu, karena itulah anak-anak mengerti kenapa aku tidak suka dengannya.
.
.
.
.
Malam itu aku pergi dari rumah untuk menenangkan diriku, setelah sebelumnya aku bertengkar dengan ayahku. Dia jarang sekali pulang, yang ada di depannya hanya kerja, sekalinya datang selalu bertengkar denganku. Aku sungguh memebencinya, aku tidak tau lagi harus meminta tolong pada siapa. Yongguk sudah sangat tau masalah keluargaku, aku juga tidak enak jika terus menerus menceritakan masalahku padanya.
Ketika aku sedang berjalan di trotoar, tiba-tiba aku di kejutkan dengan beberapa orang yang berkelahi, ada sekitar 4 orang sepertinya baru memukuli seorang laki-laki, dan mendorong laki-laki itu keluar dari sebuah pub, dan tidak sengaja laki-laki terlempar ke arahku yang saat itu sedang lewat.
" Ya! Sekki!." Seruku marah.
" Maaf, kami tidak tau jika ada pejalan kaki tadi." Kata salah satu dari mereka. Lalu orang yang lain menarik laki-laki yang mereka pukuli itu, dan mendorongnya menjauh.
" Jangan kembali jika kau tidak membawa uang yang banyak! Atau kau tidak akan bertemu dengan ibumu!." Seru salah satu orang itu.
Dan aku terkejut ketika melihat laki-laki yang dipukuli itu adalah si Bocah Kaktus. Dia terlihat tidak suka dengan kata-kata orang yang barusan bicara padanya, dia terlihat sangat marah dan berlari untuk memukul orang itu, tapi dengan cepat Bocah Kaktus itu kembali di pukuli, dan di lempar menjauh.
" Jangan mencoba untuk melawan, sebaiknya kau menurut saja! Pergilah sebelum aku berubah pikiran." Kata orang itu lalu kembali masuk ke dalam pub.
Bocah Kaktus itu sepertinya baru menyadari bahwa akulah yang ia tabrak tadi. Dia bangun dengan sedikit kepayahan, dan melihatku tidak suka.
" Hey, kenapa kau—"
" Bukan urusanmu!." Potongnya cepat lalu dia segera meninggalkanku.
Apa hubungannya Bocah Kaktus itu dengan orang-orang di pub? Apa dia memiliki masalah yang serius?
.
.
.
.
.:: To Be Continued ::.
.
.
.
.
.
A/N : heloooo, apa kabar readers? ini adalah FF baru DaeLo-ku… well, aku agak kikuk bikinnya soalnya aku jarang banget bikin cerita dengan latar school life lagi… cerita ini emang cerita biasa, dengan alur yang woles. Aku mendapat banyak inspirasi pas aku di perjalanan ke Kediri untuk lomba –trauma gueh, Malang-Kediri naik sepeda motor bro…- dan aku juga menulis FF ini untuk seorang temanku yang sedang menjalani kisah yang rumit. Dan aku menaruh kisahnya di FF ini. Nggak semuanya emang aku duplikat ke ff ini, tapi garis besarnya tersirat disini.
Karena aku sering sekali jadi tempat curhatan percintaan temen-temenku, ada sebuah masalah kecil yang selalu terjadi di masalah mereka, yang istilahnya mainstream banget di kalangan remaja yang lagi saling suka. Well, gimana aku nggak bilang mainstream kalau mereka saling ngegalauin perasaan masing-masing? Orang yang kamu suka nggak bakal tau keinginanmu ataupun perasaanmu kalau kamu sendiri nggak mau kasih tau. Meski sekarang jaman udah modern, ada HP, Line, BBM, dan segala macem, tapi komunikasi secara langsung itu jauh lebih penting. Dan salah satu temenku itu juga gitu. Jangan Tsundere, ataupun tunggu-tungguan. Kalau memang kalian sudah merasa cocok ya langsung ajah… jangan sampe nyesel!
Tapi dibalik itu semua ternyata ada masalah yang lebih rumit lagi, selain masalah kehidupan, persahabatan, dan keluarga. Aku sampe terhura lihatnya. Aku juga sedang dalam fase 'mencoba muvon' dan ikhlas ngelepasin orang yang kamu suka itu susah banget kalau udah terlanjur sayang –dafukk kok gueh curhat?-. Aku juga mengalami hal-hal yang hampir sama kayak dia. Jadi apapun masalahnya tetep berusaha untuk mencapainya, tapi jangan lupa ikhlas itu juga harus dibutuhkan, semua itu bikin kamu dewasa.
Huweeee… aku jadi teringat aku baru aja gagal muvon. –plak- gada yang Tanya…
Oke kayaknya aku jadi ceramah deh…
Intinya FF ini aku tujukan untuk seorang temenku yang sedang berjuang disana. Dan semoga readers bisa suka dengan FF ini. walaupun konsep FF ini sangat sederhana, dan biasa. Kuharap kalian bisa tau apa yang ingin aku sampaikan.
Untuk yang terakhir, boleh minta review?
