Title: It's Ok, Brother

Cast: yang muncul di cerita aja pokoknya

Genre: Slice of life

Lenght: Chaptered

Satu persatu tamu melewati pintu rumah meninggalkan kediaman Uchiha yang biasanya selalu diliputi sunyi. Keempat putra keluarga tersebut tanpa lelah membungkuk hormat, mengucapkan terima kasih kepada mereka yang bersedia meluangkan waktu untuk menghadiri acara peringatan wafatnya pasangan Uchiha Fugaku dan Uchiha Mikoto, orang tua dan Uchiha bersaudara.

Sebagai pasangan pebisnis sukses, tak heran bila tamu yang datang hampir sebagian besar merupakan orang yang memiliki hubungan pekerjaan dengan suami-istri Uchiha. Mereka dikenal sebagai veteran bisnis dan menjadi panutan bagi banyak eksekutif muda dalam memulai karir. Kematian mereka tentu meninggalkan banyak warisan yang tak terhitung banyak untuk putra-putranya, Madara, kembar Itachi dan Izuna, juga si bungsu Sasuke.

"Terima kasih banyak atas perhatian dan doanya." Ucap Izuna sebelum akhirnya keempat bersaudara itu membungkuk pada tamu terakhir. Hanya ia yang tersenyum sementara tiga saudaranya yang lain memasang raut wajah sesuai sifat dingin mereka.

Sampai mobil tamu terakhir Izuna membungkuk dalam-dalam meski hanya disambut kepulan asap knalpot. Kemudian segera ia menutup dan mengunci pintu gerbang untuk menghampiri saudaranya yang telah menanti di pintu rumah.

"Aaaah lelahnya. Aku akan segera membuat makan siang, kalian tunggu saja di meja makan. Aku akan memasak yang mudah saja, tidak masalah bukan?" ucapnya seraya menggulung lengan kemeja hitamnya sebatas siku dan langsung mengenakan celemek tepat sebelum menyalakan kompor.

Didepan televisi, ruang santai yang hanya dibatasi konter dengan dapur, masing-masing mengambil tempat. Madara melepaskan jas dan meletakannya begitu saja pada sandaran sofa lalu merebahkan tubuhnya, Itachi terlihat menuju kamar mandi untuk membasuh wajah sementara Sasuke memutar musik diponselnya setelah meletakan jas hitam nya di sembarang tempat hingga memperlihatkan kemeja merah marun yang ia kenakan, beberapa kemudian ia duduk dengan mata terpejam menikmati alunan musik seraya menunggu Izuna menyelesaikan pekerjaanya.

Suasana sunyi menyeruak diantara bunyi pekerjaan dapur yang ditekuni Izuna, sampai akhirnya Itachi datang menawarkan bantuan untuk membawa makanan yang telah siap disajikan, mendengar bunyi benturan antara mangkuk dan meja langsung membuat Madara meninggalkan posisi tidurnya dan duduk bersila kaki di depan meja, diikuti oleh Sasuke setelah Itachi menepuk pundaknya. Tak lama Izuna pun ikut bergabung dengan membawa hidangan terakhir berupa dumpling berisi udang cincang yang menguarkan aroma menggoda.

"Nah, ayo kita makan." Seru sang juru masak.

Menuruti aturan kelahiran, tentu saja Madara sebagai putra sulung yang memimpin doa. Ia lebih dulu menyatukan telapak tangan didepan dada disusul oleh yang lain, selama beberapa saat memejamkan mata, ia pun berucap "Selamat makan (Itadakimasu)."

Ujung sumpitnya hampir menyentuh hidangan utama sebelum akhirnya terdengar bel berbunyi. Keempat saudara itu serempak melirik ke arah pintu.

"Sepertinya ada tamu yang datang terlambat, tapi tidak ada yang menelpon sebelumnya." Izuna meletakan sumpit dan berdiri seraya merapikan penampilannya, ia berjalan menuju pintu dan membukanya.

Nampaklah sosok seorang wanita tinggi bersurai merah tepat setelah Izuna mengucapkan selamat datang. Wanita itu mengenakan kemeja hitam juga rok span hitam, ia melepaskan kacamata hitamnya dan tersenyum pada Izuna.

"Selamat Siang. Aku Namikaze Kushina." Salah satu kembar Uchiha itu sejenak tertegun menatap sosok wanita yang memilik warna rambut mencolok di hadapannya, selain itu panjangnya yang sepinggang juga cukup menarik perhatian. "Dan ini anakku...Naruto."

Tatapan Izuna turun sedikit untuk mendapati sosok bocah dengan tinggi hanya se-dada wanita tersebut, yang juga mengenakan pakaian resmi berwarna hitam.

"Ah, ya. Selamat siang, Naruto." Izuna tersenyum sementara Naruto hanya membalas dengan menunduk singkat.

"Maafkan kami datang terlambat, tapi tolong izinkan kami mendoakan Fugaku dan Mikoto."

Izuna mengangguk, masih dengan senyum diwajahnya "Tentu saja. Silahkan."

.

"Naru-chan, apa kau juga mau berdoa untuk paman dan bibi?" Kushina berbicara pada anakknya yang sedari tadi hanya terdiam menatapnya berdoa, namun bocah itu segera mengangguk dan langsung menggambil posisi berdoa.

Uchiha bersaudara duduk bersimpuh di belakang sang tamu, mengabaikan hidangan yang mulai mendingin di atas meja.

Sejujurnya baik Madara atau pun ketiga adiknya belum pernah sekali pun bertemu Kushina terlebih lagi mengenalnya, ia yang notabene-nya cukup sering membantu urusan pekerjaan sang ayah saja tidak yakin kalau wanita cantik bersurai merah itu adalah partner kerja U.F Company, perusahaan keluarga Uchiha. Dengan penampilan pasangan ibu-anak itu yang menarik perhatian, mustahil jika mereka luput dari pengamatan sang putra sulung.

Apalagi Naruto yang bertubuh kecil itu, berbeda dari sang ibu ia memiliki rambut pirang yang mencolok dan mata biru nya itu juga berbeda dari sang ibu. Anak itu seperti kelahiran campuran, mungkin saja ayahnya orang barat atau eropa. Tidak ada yang menyadari kalau Sasuke sempat tidak berkedip menatapnya.

"Ada yang ingin aku bicarakan dengan kalian." Ucap Kushina setelah Izuna menghadirkan segelas teh hijau dihadapannya, mereka masih berada di ruang doa dan saling berhadapan tanpa terhalang meja "Tapi sebelum itu, bolehkan Naruto bermain sebentar dengan anjing yang kami lihat dihalaman kalian? Kebetulan anak ini adalah penyuka binatang."

Sempat tertegun sejenak, Itachi akhirnya mengangguk pelan "Ah, ya. Tentu saja, namanya adalah Eleven."

"Terima kasih." Sahut Kushina dengan nada gembira, ia pun langsung meminta Naruto untuk pergi ke halaman. Ia sepertinya tidak berbohong soal Naruto adalah pecinta hewan, karena bocah itu nampak berbinar saat sang ibu memintanya bermain dengan Eleven.

Setelah itu hanya terdengar suara anjing menggonggong beberapa kali yang dapat dimengerti oleh Uchiha bersaudara merupakan penggambaran dari rasa senang sang anjing campuran serigala itu.

"Wah, wah. Tidak biasanya Eleven senang bermain dengan orang yang baru pertama kali ia temui. Bukankah putra-mu manis sekali, Kushina-san?"

Kushina tersenyum tipis mendengar ucapan Izuna, ada sedikit pancaran kesenduan di matanya "Terima kasih, Uchiha Izuna-kun."

Wanita itu lalu mengambil sebuah map coklat dari tas-nya dan mendorongnya kehadapan Uchiha bersaudara.

"Apa itu?" tanya Sasuke datar namun cukup jelas.

"Kartu keluarga milik Fugaku-san. Ini kartu yang baru, ia memesannya tepat setelah pulang dari Belanda sehabis mengunjungiku. Orang tua kalian lebih dulu wafat sebelum melihat hasilnya, dan karena hanya aku yang mengetahuinya, maka kuputuskan mengambilnya dan menyerahkannya langsung pada kalian."

Keempat bersaudara serempak memikirkan hal yang sama tanpa perlu saling melempar pandang. Seorang wanita asing yang belum pernah mereka lihat sebelumnya, tiba-tiba saja datang dan menyerahkan kartu keluarga...benda yang cukup memiliki nilai privasi dalam sebuah keluarga. Dan...apa dia bilang sebelumnya kalau orang tua mereka sempat berkunjung ke Belanda?

Madaralah yang lebih dulu bertindak dengan mengambil map tersebut dan membaca isinya, ada beberapa lembar kertas didalam. Kertas terdepan merupakan surat dan Madara memilih melewatinya untuk dapat segera mengkaji kartu keluarga baru yang dimaksud Kushina.

Seperti namanya Kartu Keluarga berisi daftar anggota keluarga, sedikit biodata dan status dalam keluarga. Nama ayahnya tentu paling atas, diikuti nama ibu sebagai pengurus rumah tangga kemudian nama anak sesuai urutan lahir yang tak perlu ia baca. Namun matanya hampir saja melewati satu nama terakhir, nama yang seharusnya tidak tertera dibawah nama Sasuke. Ya, dalam daftar tersebut Sasuke bukanlah anak bungsu.

"Ada apa Nii-san?" tanya Itachi yang menemukan adanya perubahan diraut wajah Madara menjadi sedikit tegang.

Putra sulung tidak menjawab, ia menutup mata dan menarik nafas dalam, sedikit meremat kertas ditangannya. Saat membuka mata, pandangannya lurus menatap wanita didepannya.

"Uchiha Naruto...siapa dia?"

Ketiga saudaranya sontak terbelalak kaget menatapnya, lebih tepatnya mendengar ucapannya.

"Apa mak..sudmu, Madara nii-san? Izuna terbata.

Namun Sasuke terdengar berdecis, pemuda yang hingga beberapa menit lalu diketahui masih sebagai bungsu Uchiha itu berdiri dan langsung saja merebut kasar kertas tersebut dari tangannya. Dengan kening berkerut juga sedikit kilat amarah dimatanya, ia membaca apa yang terdata di kartu keluarga.

"Apakah..." Sasuke menahan ucapannya, ada sedikit rasa enggan untuk melanjutkannya "Ayahku memiliki anak dari wanita selain ibu?"

Madara tetap nampak tenang, seakan Sasuke baru saja mewakilkan apa yang hendak ia ucapkan. Dilain pihak Izuna menampilkan raut wajah seperti telah dihantam sesuatu, lain hal nya dengan Itachi yang langsung merebut kertasnya dari tangan Sasuke dan setelah membaca yang tertera, raut wajahnya tak jauh beda dengan Izuna.

"Yang benar saja...apa-apaan ini." Mustahil membantah keaslian kartu keluarga tersebut jika melihat ketebalan kertas, barcode dan segel yang menghiasinya

Sejauh ini Kushina belum menjawab pertanyaan para pemuda itu, ia mengepalkan tangan sata mendengar gonggongan anjing yang nampaknya masih asyik bermain dengan Naruto, ia teringat bocah itu.

"Kalian salah." Suara tenang itu memecah konflik dalam pikiran masing-masing putra Uchiha. Wanita itu meletakan tangannya di dada dan berkata "Naruto adalah anakku, akulah yang melahirkannya empat belas tahun lalu."

"Jadi maksudmu kau adalah..."

"Tidak." Kushina memutus ucapan Sasuke yang baginya sangat ngawur tanpa harus dipikirkan ulang "Ayah kandung Naruto yaitu mendiang suamiku, telah meninggal saat usianya dua tahun. Dia adalah pria berdarah campuran Belanda-Jepang, apa kalian pikir ada seorang Uchiha bermata biru sepertinya?"

"Kalau begitu bagaimana putramu bisa memiliki nama keluarga kami?" tanya Izuna.

Kushina menarik nafas panjang, memang sejak zamannya Fugaku pun ia tidak terlalu suka menghadapi Uchiha, terlebih disini ada empat orang anaknya.

"Sebaiknya kalian membaca semua dokumen yang ada di dalam map."

Ucapan Kushina membuat Madara teringat akan kertas yang sebelumnya ia abaikan, diamatinya sejenak sebelum membacanya mulai dari tulisan paling atas.

Surat Adopsi

Dengan ini menyatakan bahwa:

Nama: Uchiha Fugaku

Tempat, Tanggal Lahir: xxxx, xx xxxx 19xx

Pekerjaan: Wiraswasta

Beserta,

Nama: Uchiha Mikoto

Tempat, Tanggal Lahir: xxxx, xx xxxx 19xx

Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga

Telah mengangkat serta memberikan nama keluarga kami kepada:

Nama: Namikaze Naruto (Kemudian menjadi Uchiha Naruto)

Tempat, Tanggal Lahir: xx, xxxx, 20xx (14 tahun)

Dengan ini kami menyatakan dan berjanji akan menyayangi dan mengasihi, serta merawat Naruto dengan sepenuh hati. Memberinya tempat tinggal yang layak dan memenuhi segala kebutuhannya. Tanpa membedakan dengan anggota keluarga lainnya.

Tertanda,

Uchiha Fugaku & Uchiha Mikoto (Beserta cap basah/tanda tangan)

Kecuali Kushina, semua yang mendengarnya membelalakkan mata setelah mendengar Madara membacakan isi surat adopsi yang di tanda tangani langsung oleh orang tua mereka, maka dengan itu tak ada lagi alasan mengapa nama Uchiha Naruto tercantum di dalam kartu keluarga mereka, menjadikan Uchiha sebagai lima bersaudara dengan Naruto sebagai anak bungsu.

"Karena itu..." Kushina berkata dengan ceria sembari menepuk tangan "Aku datang dengan maksud lain selain mendoakan orang tua kalian, yaitu membawa Naruto pulang dan tinggal bersama saudaranya di rumah ini."

"Jangan bercan─"

"Mengapa Kushina-san? Bukankah Naruto adalah anakmu satu-satunya?" Ucap Izuna menghentikan seruan Sasuke sekaligus membuat saudaranya yang lain segera merasa ingin tahu. Alasan Kushina merelakan Naruto.

Wanita yang ditanya sejenak tertegun, namun tak lama sorot matanya melembut dan senyum tipis namun sangat tulus mengembang di wajahnya.

"Aku...aku hanya tidak bisa lagi memberikan keluarga yang layak untuk Naruto, karena itu...tolong lindungi anak itu."

.

Naruto menutup sebelah mata akibat poni rambutnya yang turun saat Kushina mengusap puncak kepalanya.

"Naru-chan."

Bocah itu hanya sedikit menengadah untuk menjawab panggilan ibunya, ditatapnya wanita cantik dengan senyum tulus itu lewat kedua mata birunya yang seolah tanpa dosa.

"Mulai sekarang kau akan tinggal di rumah ini dan mereka akan menjadi keluargamu."

"...ya, ibu." Naruto mengangguk kecil. Kushina memeluknya cukup lama dan bocah itu tetap tidak mengatakan atau membantah apa pun, ia hanya membalas pelukan sang ibu dengan tidak seberapa erat.

Suara kecupan Kushina pada bibir Naruto terdengar cukup jelas, juga ketika wanita itu bergumam 'i love you' dalam posisi kening saling bersentuhan. Ia menyerahkan jaket dan kopor Naruto pada Izuna, satu-satunya yang memiliki sifat paling lembut diantara Uchiha bersaudara menurut Kushina. Detik berlalu dengan cepat, entah sejak kapan taksi yang ditumpangi Kushina telah menghilang. Meninggalkan Naruto bersama orang-orang yang mulai hari ini adalah keluarga resminya.

Mereka pun memutuskan untuk masuk dan melanjutkan acara makan siang yang tertunda, tentunya dengan ditambah satu piring lagi untuk adik baru mereka. Setelah mengucap 'selamat makan' masing-masing dari mereka mulai mengangkat sumpit dan hanya Naruto saja yang tetap terpaku menatap setiap orang.

"Ada apa Naru-chan? Kau tidak makan?" suara lembut itu sudah pasti Izuna, orang pertama yang Naruto ingat sebagai saudaranya.

Bocah itu mengangguk namun mengangkat sumpitnya dengan tidak yakin, namun belum sempat ujung sumpitnya menyentuh nasi, benda itu terjatuh dari tangannya dan membuat semua orang menghentikan acara makannya.

"Naru-chan..."

"...maaf, aku...aku tidak bisa pakai sum...pit." Suaranya pelan dan menyembunyikan wajahnya dengan menunduk.

Dua tahap situasi pun terjadi, tahap pertama adalah lima detik awal ketika Uchiha bersaudara terdiam dan menahan keinginan untuk mencubit pipi adik baru mereka. Sementara tahap kedua adalah dimana ketika mereka tersenyum geli dan merasa maklum karena selama ini bocah itu tinggal di kampung halaman ayahnya bersama sang ibu yang cukup workaholic.

"Tidak apa Naru-chan." Izuna mengusap puncak kepalanya "Kau bisa menggunakan sendok."

Bocah itu mengangguk lagi dan langsung melahap makanannya setelah Izuna memberikan sendok.

"Enak." Naruto makan dengan lahap.

Dan semua mengakui kalau ini kali pertama mereka banyak tersenyum selama acara makan bersama berlangsung.

.

.

.

Itachi membuka pintu sebuah kamar yang telah mereka putuskan sebagai kamar untuk Naruto.

"Bagaimana? Bersih bukan? Selama ini memang tidak ada yang menempati tapi kami selalu membersihkannya dan menggunakannya sebagai ruang tamu."

"Masuklah Naru-chan." Ajak Izuna sembari meletakan kopor Naruto di sisi dinding sebelah pintu. Bocah itu hanya mengangguk dan mendekati Izuna, pandangannya menatap sekeliling kamar yang tidak terlalu luas itu namun sudah tersedia tempat tidur single, sepasang meja-kursi, lemari dan rak buku.

Dari semua putra Fugaku, hanya Sasuke yang nampaknya belum dapat menerima kehadiran Naruto setulus saudaranya yang lain. Well, Madara memang pendiam tapi setidaknya ia tak menunjukkan raut wajah kusut seperti Sasuke.

"Hei, kalian." Semua orang menoleh pada Sasuke yang menyandarkan salah satu bahunya di kusen pintu sambil bersendekap "Benarkah tidak masalah jika seperti ini? Menerima anak itu begitu saja sebagai keluarga kita, biar bagaimana pun kita tidak tahu bagaimana asal-usulnya."

Semua hanya diam mendengar penuturan Sasuke, memang terdengar agak sedikit kasar namun ucapannya itu tidak sepenuhnya salah.

Itachi menggaruk kepalanya gusar, jengah dengan pemikiran Sasuke yang terkadang berlebihan menurutnya "Oi, Sasuke."

"Ng?"

"Lihat Madara-nii." Itachi menunjuk Madara yang berdiri di samping Sasuke "Sepertinya ia sudah tidak sabar ingin segera memeluk adik baru kita."

Sasuke bergidik geli melihat ekspresi kakak tertuanya saat ini, kedua matanya berbinar dan jelas sekali kalau secara tidak langsung mengakui jika ia ingin sekali memeluk dan menggendong Naruto sambil berputar-putar.

"Lagi pula..." Itachi mendekati Naruto dan langsung mengusak puncak kepalanya cukup kuat hingga bocah tersebut sedikit menunduk "Aku tidak keberatan punya adik semanis ini. Jujur saja aku rindu memiliki adik yang lucu karena adik bungsu kita dulu yang lucu dan menggemaskan, yang selalu memintaku menggendongnya dan menemaninya ke kamar kecil saat malam hari sudah berubah menjadi pemuda dingin dan menyebalkan, benar bukan Izuna?"

Izuna terkekeh mendengar ucapan Itachi yang jelas bermaksud membuat Sasuke jengkel, tapi sedikit banyak ia setuju dengan pendapat kembarannya itu.

"Keh, kalian. Baiklah-baiklah terserah kalian saja."

"Jangan pedulikan dia Naruto, Sasuke hanya kesal karena sekarang dia bukan anak bungsu lagi."

"Brengsek kau Itachi!"

"Sasuke, jaga ucapanmu dihadapan Naruto."

Semua tertawa melihat reaksi kesal mantan adik bungsu mereka, sebenarnya Madara hanya tersenyum geli, tidak sampai seperti Itachi yang terbahak. Sementara Naruto sendiri sesungguhnya telah memperhatikan Sasuke sejak tadi, sampai ketika pemuda tampan itu menyadarinya dan Naruto segera mengalihkan pandangannya, membuat Sasuke bertanya-tanya dalam hati.

. . .

TBC

Maaf untuk typo, kesamaan cerita, dsb. Semua itu ga sengaja. Mohon kritik dan saran supaya chap selanjutnya bisa lebih baik lagi.