**Disclaimer**

Bungou Stray Dogs just by Asagiri Kafuka & Harukawa Sango

WARN : BoysLove, ABO, Lime/Lemon, OOC, Typo (always)

Bisa dibilang cerita didedikasikan untuk semua orang yang nunggu ff saya yang lain tanpa kejelasan. :"v Yah .. Maafkan saya yang tiba-tiba ngilang meninggalkan cerita lain sampai lumutan. Nanti abis ujian akan dilanjut kok.. ^^

.

.

LOVELECTRY


CHAPTER I

Di saat gaun-gaun indah tersibak karena tarian, saat bau rokok tercampur dengan aroma parfum dan wine, Dazai Osamu hanya bisa terpaku pada sosok kecil di tengah pesta. Tepat di bawah lampu gantung nan megah, sosok kecil yang berdiri dengan kemeja hitam dan rompi monochrome.

Tercium aroma manis yang sampai ke hidung Dazai tatkala ia mendekati sosok kecil itu. Parfum? Rasanya bukan.

"Hai." Ia menyapa dengan ramah dan memesona.

Pria itu sedikit menoleh. Tampak dari balik anak rambut sinoper di tepi wajahnya sepasang mata biru, dingin seperti es, namun di dasarnya ada kabut kehangatan seperti laut musim panas. Menatap Dazai dengan asing, seperti ancaman, tidak kenal.

"Oh, tentu.." Dazai melempar senyum terbaiknya, " Aku Dazai Osamu, "dan kau?"

Hanya helaan napas yang terdengar, lalu pria kecil itu pergi dengan entengnya mengabaikan perkenalan sepihak Dazai yang terpaku sebelum menarik seringai di bibir. Omega yang jual mahal? Bukan sekali dua kali ia menghadapi yang seperti itu.

"Yapp… Perayu terbaik dari Distrik 8. Menaklukkan hampir semua omega bahkan beta, laki-laki maupun perempuan, tapi sampai sekarang belum punya mate. Penggila seks memang, dasar kau bajingan."

"Ya ampun Kunikida-kun, jangan begitu di depan umum. Kan aku jadi malu.." Dazai menggedikkan bahu sementara Kunikida hanya menghembuskan napas sambil memperbaiki posisi kacamatanya yang tidak rusak. "Aku tidak pernah melihat yang tadi. Kau kenal?"

"Tidak. Bisakah kau berhenti mencari mangsa untuk mengisi ranjangmu malam ini lalu sekali saja seumur hidup dan matimu, fokuslah pada pekerjaan!"

"Kunikida-kun, kau tau peribahasa 'sekali dayung dua tiga pulau dilewati' bukan?. Aku cuma cari kesempatan saja kok, kebetulan yang tadi itu menarik. Tapi yah berhubung waktunya bekerja, urusan merayu nanti sajalah." ia melihat jam tangannya. "Sudah waktunya target datang. Ah, itu dia." Matanya melirik ke atas panggung.

"Kakek itu yah. Aktif dalam perjualan senjata ilegal dari Distrik 8 ke Distrik 5 dan Distrik 4 untuk memperparah perang saudara. Bisa bisanya menggunakan permusuhan sebagai penghasil uang." komentar Kunikida.

"Apalagi yang kau harapkan dari dunia yang sudah hancur begini? Dari pada kau berceloteh tentang rasa keadilan dan kemanusiaan, lebih baik mulai rencananya."

"Aku mulai." lalu mereka berpencar. Kunikida yang memakai seragam pelayan pergi ke arah pria berusia kira-kira enam puluh tahun yang merupakan target mereka. Di tangannya sudah tersedia nampan berisi segelas red wine sebagai tambahan kamuflase.

Sementara itu, Dazai keluar dari aula pesta menuju ruang sistem untuk mengatur agar semua berjalan lancar. Dalam ruangan itu ada tiga orang penjaga, tidak sulit dilumpuhkan dengan peluru bius. Terimakasih pada gerakan tanpa suara dan kemampuan menembak Dazai.

Dengan sigap ia menjalankan program yang mematikan semua lampu dan kamera pengawas, saat itu juga Kunikida menyuntikkan obat bius pada pria tua target mereka lalu membawanya dengan kursi roda yang sudah disediakan di balik layar panggung. Dan sebelum para undangan panik, lampu sudah menyala kembali.

Misi penculikan, atau lebih tepat, misi penangkapan kali ini berjalan lancar, tanpa hambatan, dan sangat mudah. Tidak ada yang menyadari seseorang telah hilang di pesta itu kecuali pengawalnya sendiri yang mencari-cari sementara Kunikida sebagai penculik sudah sampai ke jalan rahasia untuk membawa tawanan mereka ke van yang sudah menunggu di titik temu.

Waktunya Dazai pergi, pulang ke hotel— atau mungkin sebaiknya pergi ke bar mencari beberapa omega atau beta untuk temannya malam ini. Di saat pikirannya menjelajah alam khayal, kakinya terhenti karena melihat sebuah cahaya terpancar dari balik timbunan kabel di ruang komputer.

Sebenarnya, sistem di Agensi tempat ia bekerja melarang perbuatan sia-sia sebelum dan sesudah misi. Termasuk mendatangi cahaya yang membuat Dazai penasaran kali ini. Diam-diam, tanpa suara, ia mengendap ke balik kabel-kebel itu. Namun begitu pengamatanya menjangkau sumber cahaya, tidak ada apa-apa selain perkakas dan kabel yang terurai dari dalam server komputer.

Sebelum tangannya ingin memeriksa untaian kabel-kabel itu, seseorang dengan keras menubruknya dari belakang. Sayang refleks Dazai yang cepat hanya cukup membuat posisi yang seharusnya telungkup menjadi terbaring. Yang pertama menarik perhatian adalah sepasang permata sapphire yang menuju padanya dengan tatapan mengancam. Sementara tubuhnya terkunci oleh tangan dan kaki pria mungil itu, di lehernya sudah terpatri pisau yang siap mengoyak sampai ke kerongkongan jika ia melawan atau bersuara.

"Apa maumu?" suara itu rendah, dalam, namun lembut. Suara yang entah kenapa ingin Dazai dengar untuk mengucapkan selamat malam dan selamat pagi walaupun ia tidak mengenal siapa pemiliknya.

Di awal tadi jantungnya berdetak cukup kencang. Bukan karena takut, namun merasakan adrenalin saat mata itu menatapnya. Dazai terpejam, menenangkan debaran di dadanya dan merasakan ujung pisau semakin menekan kulitnya hingga terasa cairan hangat mengalir di sana. "Jawab!" pria itu kembali mengancam.

"Tidak ada." jawabnya. "Aku hanya penasaran, kenapa ada cahaya di ruangan gelap ini. Itu sentermu yah?"

Tidak ada suara yang diharapkan Dazai, pria itu hanya menjawabnya dengan isyarat menunjukkan senter yang tergeletak di dekat perkakas-perkakas. "Ohh…"

"Apa kau musuh, Dazai Osamu?" tanyanya.

Ya ampun, pria satu ini.. Lagi, Dazai tidak tau kenapa ia ingin mendengar lagi namanya disebut suara itu.

"Oi jawab!"

"Oh, itu tergantung kau berada di pihak mana. Kau kenal dengan orang yang memasok senjata ke perang saudara di Distrik 4 dan 5? Aku lupa namanya. Seorang kakek-kakek."

"Aku tidak kenal. Di rumah dan di pesta ini, aku tidak kenal siapa-siapa selain seorang koki wanita."

"Kalau begitu kita bukan musuh." Dengan perlahan Dazai menjauhkan pisau itu dari lehernya. Tenang, itulah yang harus dilakukan saat berurusan dengan binatang buas seperti pria ini. "Sekarang, bisa kau berhenti menindihku? Aku tidak biasa ditindih.."

Apa itu hanya ilusi kalau Dazai melihat sedikit rona di pipi pria itu sebelum ia menyingkir? Yah, mungkin iya. Dia terlihat seperti orang yang tidak akan merona selain berhubungan badan dan flu. Dari pada itu, leher Dazai benar benar tertusuk dalam. Dia langsung kehilangan minat pada pria itu karena omega yang kasar dan melawan bukan tipenya. Lupakan saja walau suaranya seperti afrosidiak.

"Aw!" Dazai melihat sebuah kotak kecil yang dilempar pria itu dan tepat mengenai kepalanya. Bikin geram saja.

"Untuk lukamu." ucapnya lalu kembali fokus mengutak-atik kabel-kabel.

Dazai membuka kotak kecil itu, rupanya kotak P3K. Ada antiseptik, perban, dan handsaplast. Tunggu, dia menyuruh Dazai memakainya?

"Kalau kau bukan musuh pakai saja. Atau kau begitu bodoh tidak tau cara merawat luka kecil seperti itu?" cetus sekali ucapannya. Padahal sedang sibuk dengan obeng dan tang, tapi masih bisa mengatai orang bodoh.

'Kalau dipoin mungkin suaranya 100, tubuhnya 100, matanya 100, sifatnya minus 1300. Gagal!' Dazai membatin. Tapi kalau memberi kotak P3K dihitung poin, entah bagaimana jadinya.

"Sekarang giliran aku bertanya." Suara Dazai menghentikan kegiatan pria itu sejenak. "Kau sedang apa di sini?"

"Bukan urusanmu."

'menyebalkan!' batin Dazai lagi.

"Kalau tidak menjawab, aku akan melaporkanmu dan kita benar-benar jadi musuh."

Pria itu tidak menjawab selain decihan kesal. Selama beberapa waktu mereka hanya diam dan hanya ada suara perkakas yang saling berbenturan atau skrup yang diputar. Lalu setelah bunyi pintu kotak server di tutup, pria itu berdiri. "Memasang bom."

Dazai tertegun, "kau bercanda?" ia ikut berdiri.

"Ada program yang kalau dijalankan, seluruh bangunan dan halaman akan meledak. Sudah tidak bisa dijinakkan. Bom yang kubuat sudah tercampur dengan sistem inti."

"Program apa?"

Pria itu menyeringai. "Kembang api, malam ini jam 12."

"Heehhh…. Untuk apa kau melakukannya?"

Tidak banyak jeda, namun cukup membuat Dazai penasaran dengan satu kata yang mengejutkan.

"Hobi."

Jawaban itu sekali lagi membuat Dazai tertegun. Ditambah seringai kesenangan yang tampak di sudut bibir ranum itu, Dazai menarik kesimpulan. Pria ini gila, benar benar gila. Ia mengakui itu dan tanpa tersadar senyum yang sama juga terukir di bibirnya.

"Namamu siapa?"

"Aku? Nakahara Chuuya."

Nama yang terlalu imut untuk orang seliar dan segila pria ini. Tapi tidak buruk, Dazai hanya bisa tertawa rendah dalam seringainya.

"Oi, kenapa kau tertawa? Gila yah?"

"Kau yang gila, Nakahara Chuuya."

Ucapan itu bukan hinaan, melainkan pujian. Baru kali ini Dazai bisa merasakan hal yang membuat jantungnya berdebar-debar karena sesuatu. Sifat unik pria mungil ini. Padahal baru tadi Dazai merasa menyerah dengan pria itu tapi kini ia kembali tertarik. Jika ada orang yang tidak bisa dilihat dari beberapa sisi, mungkin itu seperti Nakahara Chuuya.

Dazai menyudahi tawanya karena melihat wajah lugu Chuuya yang kebingungan membuatnya ingin sekali mencubit pria itu. Tapi cubit mencubitnya nanti saja, jarum jam yang berada di angka sebelas saat ini jauh lebih penting. "Sepuluh menit lagi jam 12, kita harus segera keluar. Kau tau jalan pintas kan Nakahara Chuuya?"

"Tergantung kau bisa mengikutiku atau tidak."

"Eh?"

Chuuya tidak menjawab kalimat itu. Atau lebih tepatnya, dia menjawab dengan sebuah lompatan keluar pagar pembatas tepat di sebelahnya. "Ayo. Ini tidak tinggi."

"Yap, dia benar benar gila." kalau begitu, apa sebutan untuk orang yang mengikuti orang gila?

Dazai melompat. Ya ampun! 12 meter itu tidak tinggi yah? Walau Chuuya sudah menyiapkan matras angin untuk mendarat, tetap saja berbahaya. Tapi Dazai tidak bisa memungkiri kalau tadi itu cukup menyenangkan.

"Lewat sini!" Chuuya memanggil dari sebuah terowongan sempit.

"Bagaimana cara lewatnya?"

"Tentu saja merangkak bodoh!" setelah itu ia mulai merangkak melewati terowongan itu dan Dazai hanya bisa mengikutinya.

Memang lebih enak mengatur sistem operasi atau bekerja di belakang meja computer, tapi yang seperti ini tidak buruk juga. Yah, ada baiknya juga. Seperti diberi kesempatan melihat bokong sexy Chuuya sedang merangkak di depannya. Andai saja tidak ada bom sepuluh menit lagi, Dazai rela melewati terowongan ini, dengan posisi ini sselama berjam-jam.

"Hei!" Dazai memanggil dan dijawab gumaman pelan dari Chuuya. "Ujungnya masih jauh? Lima menit lagi.."

"Tenang saja. Mungkin sepuluh meter lagi." Mereka berbelok, "Nah itu ada cahaya kan."

Yap benar saja, kurang dari lima menit mereka sudah sampai di ujung terowongan. Hanya tinggal menaiki tangga setinggi sepuluh meter. "Chuuya duluan." Dazai mempersilahkan, modus.

"Tentu saja. Kalau kau duluan, nanti aku yang lama dan kena bomnya." Alasan yang logis dan jujur. Tapi bagi Dazai tak masalah, asal bisa melihat gesture bokong sexy Chuuya lagi.

Mereka mendaki dengan baik tapi ternyata terowongan itu masih berada di dalam pagar rumah. Sekali lagi, dan ini yang terakhir, mereka harus melewati penjaga yang berjaga di pintu gerbang taman belakang— Dazai pikir begitu sih, tapi tidak.. Tidak ada penjaga gerbang belakang.

"Di sana ada taman dan pohon anggur. Pintu keluar kita." Chuuya kembali memandu. Dan yap, Dazai melihat pohon anggur lebat dan setitik cahaya dari balik ranting-rantingnya.

Chuuya melewati rambatan tanaman anggur itu dengan mudah karena tubuhnya kecil. Sementara Dazai, butuh sedikit tarikan dan beberapa potongan di ranting-ranting yang menghalangi.

"Dasar orang tinggi. Bikin repot saja.." Chuuya mencibir saat mereka berdua keluar di jalan sepi dan langsung menyebrang agar tidak terkena dampak ledakan.

"Lah, Chuuya orang pendek mau direpotin kok. Tidak masalahkan?"

Decihan kembali terdengar, sayang Dazai tidak bisa melihat rona di pipi Chuuya karena tidak ada penerangan di sana. "Sebentar lagi."

Dan sekali lagi Chuuya benar. Disaat kembang api pertama meledak di langit, bersamaan itu pula seluruh daerah dalam pagar kokoh itu meledak. Dazai takjub dengan api yang besar itu, ia bersiul "Hebat sekali bommu" lalu ia beralih melihat Chuuya di sebelahnya.

Seringai kemenangan. Ada api yang membara di dalam sapphire beku itu. Lebih menakjubkan dibanding api yang membakar bangunan dan puluhan orang di dalamnya. Dazai lebih ingin memiliki api di sapphire itu. Ia lebih menginginkan semua yang menciptakan sapphire yang mencuri perhatiannya dibanding bom yang bisa menghancurkan beberapa hektar dalam sekejap.

Saat terdengar sirine pemadam dan polisi, Chuuya merentangkkan tangannya keatas, merenggangkan otot-ototnya dan sekali lagi lekuk itu memacu keinginan Dazai "Nah, waktunya pulang."

'Si pendek sialan ini benar-benar suka menyiksa nafsu yah…' batin si brunette.

Kini Dazai benar benar menginginkannya. Sekarang atau tidak, satu malam saja dia ingin merasakan tubuh itu di pelukannya hingga tanpa sadar kakinya melangkah ke arah yang sama dengan Chuuya.

"Kau bilang ada koki kenalanmu di sana. Dia mati juga?"

"Mungkin." Raut wajah Chuuya yang santai berubah kembali serius seperti di awal mereka bertemu. "Kalau dia mati malah bagus."

"Oh.. Kau kejam juga yah Chuuya…."

"Memangnya bisa orang baik bertahan di dunia yang seperti ini?" kata-kata itu diucapkan gamblang, namun Dazai bisa merasakan persaan kelam di dalamnya.

"Ngomong ngomong.." Chuuya menjeda, "kau tidak mengikutiku kan?"

'Ketahuan yah?' batin Dazai. "Kebetulan hotelku ke arah sini.." ucapnya, tapi bohong.

"Oh, begitu.." Chuuya diam, berpikir. "Tapi setauku tidak ada hotel di arah ini. Apa baru buka yah?" ia berdeduksi dengan polosnya.

"Ya, mungkin…" Dazai menjawab sekedarnya. Ia memikirkan sesuatu yang bisa merayu seorang —yang memasang bom dengan alasan hobi— untuk bersetubuh dengannya malam ini. Setelah keheningan yang cukup lama akhirnya ia bersuara, "Hei Chuuya, malam ini-"

"DAZAIIIII!"

Suara panjang yang tiba-tiba memanggil namanya itu tidak asing. 'Kunikida-kun sialan.' Dazai merutuk dalam hatinya.

"Siapa? temanmu?" Dazai ingin menjawab pertanyaan itu dengan kata 'tidak' namun kerah bajunya dicengkram lebih dulu oleh Kunikida yang langsung memarahinya seperti kereta api.

"Kau ini bikin susah saja! Sudah berulang kali kukatakan, setelah misi itu melapor dulu baru berkeliaran! Kau membuat kami menunggu bodoh! Belum lagi gedung itu meledak dan membuat kami khawatir. Kau tidak ada hubungannya dengan itu kan Dazai?!" mata Kunikida menangkap sosok pria kecil di balik tubuh Dazai yang menyebalkan. Nadanya mereda, lalu bertanya, "Siapa ini? Mangsamu malam ini?"

"Mangsa?" Chuuya bergumam penuh tanya di kepalanya yang tidak bisa berpikir ke arti sebenarnya. "Dia kanibal?"

"Bukan Chuuya. Bukan." Dazai mengklarifikasi.

"Hah? Kau bidab sekali memang yahh.."

"Kunikida-kun tenang dulu oke. Teennaaaannggggg….." senyum kurang ajar yang Dazai buat malah memancing Kunikida semakin gemas untuk menggebuk pria bermata hazel itu.

"Bukan urusanku ah.." Chuuya menghela napas. "Aku capek, mau pulang, mau mandi, mau makan, mau tidur, tidak mau mengurus yang bukan urusanku. Selamat tinggal yah kalian berdua. Good bye, Dazai Osamu." lalu untuk kedua kalinya, dengan enteng Chuuya mengabaikan Dazai dan melangkah menjauh. Meninggalkan Dazai yang putus harapan, dan Kunikida yang tidak peduli dan lanjut menyidang Dazai.

Hampir 45 menit Dazai terduduk di trotoar mendengar ceramah Kunikida. Sekarang hampir setengah dua malam, tidak ada waktu mencari sesuatu yang bisa dimakan dan akhirnya ia hanya memasak cup mie untuk teman menonton film blue-ray di kamar hotelnya.

Ingin rasanya pergi ke bar lalu membawa satu omega untuk menemaninya. Kalau saja dia tidak mengikuti Nakahara Chuuya dan langsung pulang begitu keluar dari bangunan itu, mungkin sekarang dia sudah tidur di ranjang dengan satu orang di sebelahnya. Sialan sekali.

Tidak melakukan rutinitas itu sesuatu yang asing yah. Lalu incarannya terlepas tanpa menyisakan informasi apa-apa. Dengan perasaan nelangsa itu Dazai membuka jas putihnya untuk segera pergi tidur. Namun ia berhenti begitu merasakan sebuah benda keras di kantung jasnya.

Itu kotak P3K mini yang diberikan Chuuya tadi, Dazai lupa mengembalikannya. Dibukanya lagi kotak itu, sepertinya buatan tangan yang sangat baik. Benar saja, ia tersenyum begitu melihat ada tulisan di sana.

"Nakahara-mech-sideD8." Dazai membacanya. "SideD8 ini maksudnya perbatasan distrik 8 mungkin." satu petunjuk saja tentang sosok itu sudah cukup membuat senyum Dazai mengembang. "Lihat saja besok."

TO BE CONTINUED


Ini pertama kalinya saya buat omegaverse dan jujur saya tidak mengerti banyak tentang genre itu. Tapi punya teman bejadh ternyata berguna juga, jadi saya tanya tanya dia. Dan dialah yang memaksa untuk publish chap 1 nya sekarang, padahal niat awalnya nanti tunggu tamat ...

Kenapa Chuuya bisa membuat bom? Ga tau yah,, liat aja di chapter selanjutnya yang akan saya post kamis depan, kalau tidak ada halangan sih...

Terimakasih sudah membaca. Sebagai penulis yang masih neubi, saya mengharapkan saran dan komentar.. Silahkan review dan kritik saya :'3

(PS: Jikalau nanti ada yang dapat bajakan Dead Apple, jangan pelit pelit yahhh... :'v)

See You~