Paradise Kiss

Disclaimer by Masashi Kishimoto

Aku hanya pinjam charanya aja kok, sifatnya aku ubah. Hihihihi.

Genre : Romance & Humor

Pair : SasuHina, Sight ItaHina, dll.

Warning : Ini aku COPAS dari movie PARADISE KISS, bener-bener sama lho. Walau ada tambahan sedikit-sedikit. TAPI POKOKNYA SAYA UDAH BILANG INI FIC COPAS—C—O—P—A—S oke... OOC banget, bener-bener ga sama dengan yang aslinya, Sasuke dan Itachi tak bersaudara. Banyak yang lainnya deh.

Oke deh.

.

.

Happy Reading

.

.

####

Chapter 1

Hinata POV

KILASAN

Di kota besar, Konoha namanya dimana terdapat jembatan besar nan kokoh dan bisa terlihat gedung-gedung menjulang tinggi. Di kota ini juga sangat terkenal dengan dunia mode atau fashion. Rata-rata semua orang mampu belanja atau menghabiskan uangnya untuk bermain bersama teman-temannya terutama wanita.

Tapi tidak seperti aku yang harus menjalani sekolah sementara wanita lain pergi ke salon meluruskan rambutnya. Aku terus belajar dan mencatat apapun yang diterangkan guruku dan wanita lain bermain di cafe bersama.

Pada waktu disaat melewati toko roti, disitulah yang selalu tercium enak—di sudut sebuah toko terdapat aksesoris yang menarik—dan turun, turun, turun—terdapat sebuah lorong yang terlihat berbahaya. Sebuah tempat tersembunyi, mungkin dulunya tempat ini adalah sebuah bar. Mereka menyebutnya studio mereka.'

Happy reading~

Lampu sedang menunjukan warna merah aku berhenti dan menunggu sambil melihat buku kecil yang ku bawa. Disana terselip kertas nilai yang membuatku berdecih.

Flash back

Nilai yang tercantum di kertas itu dengan statistik terlihat jelas menurun dilihat oleh Azuma, dia adalah wali kelasku. Seperti biasa ia selalu memakai jaket olahraga abu-abu dan kuning di bagian sekitar lehernya.

"Nilai ini tidak akan bisa memasukkanmu." Ia menyerahkannya kepadaku.

"Kau mungkin harus belajar setahun, atau lebih dan kemudian mencoba ujian lagi. Dengan keadaan ini mungkin teman-temanmu akan lulus sebelum kau memulainya. Ada apa sebenarnya?" Jelas terdengar kecewa dibalik suaranya.

"Kenapa kau tak mau berkonsentrasi? Hinata hidup itu bukan permainan." Sekarang terdengar mengejek di telingaku.

Flashback off

"Aku tau memang begitu, tidak perlu dikatakan dasar bangsat tua! Gantilah pakaianmu sekali-kali."

Rasa kesal dan jengkel menyelimutiku.

Derap langkah seseorang membuyarkan fikiranku, ku lihat ke arah lampu lalu lintas itu sudah berubah warna menjadi hijau. Itu artinya aku ikut melangkahkan kakiku untuk menyebrang.

Saat aku berlari pelan dan berjalan menuelurusi jalan. Entah kenapa mengingat sesuatu. Bahwa saat aku masih berumur 5 tahun, aku pernah mengambil ujian masuk pertamaku untuk sekolah dasar terkenal di kota ini.

Tapi dalam tes yang pertama aku gagal dengan sangat menyedihkan. Bukan karena kegagalan itu yang menggangguku, tapi mengenai ayahku.

Aku mengira dia akan meninggalkan putrinya yang bodoh ini. Aku hanya mampu menangis tersedu-sedu dan berlari menuju ayahku yang agak jauh di depanku.

Mulai dari hari itu aku belajar dengan keras melebihi siapapun.

Saat di sekolah kanak-kanak semua orang berebut mengacungkan tangannya termasuk aku yang terlihat paling antusias. Dan akhirnya akulah yang dipilih untuk menjawab.

"Hyuuga-san,"

"Etto, seratus dua puluh."

"Iya benar sekali."

Perasaan senang meliputiku karena jawabanku tidak salah.

"Baiklah bagaimana yang nomer selanjutnya."

Semua kelihatan saling mengancungkan tangan, aku juga tak mau kalah dengan ikut bersuara dan mengacungkan tangan.

"Ayo kita lihat.."

Sensei melihat sekitar dan pandangannya mulai tertuju kepadaku. Banyak siswa yang menatapku aneh, menghela nafas atau mungkin lelah mengajukan diri. Tapi aku tetap mengacungkan tanganku sendirian.

"Yahh.. Hyuuga-san."

Setelah itu aku menjawab dengan tersenyum riang karena memang benar jawabanku tak salah.

.

.

.

Dan sekarang aku meneruskannya kembali dengan berani untuk masuk ke salah satu SMA terkenal. Tapi ternyata adik laki-lakiku lebih pintar dariku, dan saat mengikuti ujian kaa-san mulai terfokus pada dia. Rasanya seperti aku terbebaskan.

Saat sampai di sekolah banyak sekali orang yang berkerumun terutama siswi, dan dapat ku lihat bahwa diantara mereka ada Itachi. Semua siswi banyak yang bilang dia imut. Dan dia adalah cinta pertamaku. Tapi selama tiga tahun untuk cinta pertama itu memegang gelar 'tidak terbalas'. Saat aku berjalan melewatinya tak ada sapaan hangat satu sama lain.

Tapi suatu ketika aku berjalan sambil membawa buku dan tanpa sengaja tersenggol Itachi dan kawan-kawan.

"Gomen—" Ucapnya sambil membantu mengambil bukuku yang terjatuh.

"Kau baik-baik saja."

"Iya, terimakasih."

Itulah saat pertama interaksi ku dengannya. Entah kenapa aku memeluk buku itu senang. Karna buku itu membawa berkah. Haha.

.

.

Saat pulang sekolah tiba-tiba suara Itachi terdengar di telingaku.

"Hyuuga.. Jaa na!" Dia melambaikan tangannya padaku.

"Jaa.." Aku juga membalas dengan melambaikan tanganku. Aku melihat punggungnya yang menjauh dan aku hanya bisa tersenyum.

Tak lama aku membuntutinya, dan ia ternyata sedang bermain sepak bola. Ini adalah kesempatan bagus, aku mengeluarkan ponselku dan coba memfotonya dari balik pohon.

Dia terlihat menjauh, mungkin ia sedang ingin beristirahat. Lalu ia berhenti tepat menatapku. Ups dia melihatku, ketauan deh. Aku bersembunyi dan hanya mampu berdoa dengan degup jantung yang berdetak cepat karena derap langkahnya terdengar mendekat.

"Hyuuga, apa yang kau lakukan?"

"Tidak ada! Aku hanya mencoba ponsel baruku."

"Kalau begitu ambil foto kita berdua."

"Begitu?"

"Ya jika kau mau." Katanya sambil tersenyum ke arahku.

.

.

.

Ku lihat hasil foto itu dan kujadikan wallpaper, senangnya. Ku tutup ponselku dan berjalan pulang dengan perasaan bahagia.

Ada seorang pria mendekatiku.

"Hei sayang,"

Aku diam.

"Hei—Hei kau.."

Aku tetap mempertahankan diamku. Dan terus berjalan semakin cepat.

"Hei! Aw, ayolah.."

Terasa tangan bersandar di bahuku, tak taukah berat rasanya.

"Berisik.. Pergi, jangan mengganggguku. Tak tau apa aku sibuk—"

Aku melihat ke arahnya dan berhenti berjalan.

Berkacamata hitam, bertindik, memakai anting-anting di telinga, dan bertato. Haha aneh sekali, sampai membuatku sedikit tertawa.

"Sumimasen, aku sedang terburu-buru."

"Lima menit saja."

"Aku sibuk,"

"Tiga menit? Dua? Satu?" Dia terus menekanku untuk mendengarkannya.

Aku berlari menjauh darinya.

"Hoy!—" Dia terlihat mengejarku juga.

"Hoy! Tunggu!— Tunggu!"

"Kyaa! Tidak! Aku mau dirampok!"

Aku terus berlari secepatku. Aku tak memperhatikan jalan dan akhirnya aku tersandung dan terjatuh di pelukan seseorang.

"Haku!" Terdengar suara laki-laki yang mengejarku memanggil seseorang yang menolongku ini.
"Apa yang sedang kau lakukan?" kata Haku.

"Aku tidak ingin dia melarikan diri dariku."

Tidak terasa aku malah jatuh pingsan, mungkin karena anemia. Aku sudah terjaga bermalam-malam mengkhawatirkan tentang ujian.

Aku merasa mereka membawaku dan mengangkat tubuhku.

Jalan yang baru tiba-tiba terbuka di hadapanku tempat dimana aku setelah pergi dari toko roti manis.

.

.

.

Aku membuka mataku.

"Apa kau baik-baik saja."

Aku melihat siapa yang bersuara dan aku langsung bangun kaget.

"Kau sudah sadar aku Konan." Katanya sambil tersenyum padaku.

"Kami sudah akan memanggil seorang dokter, tapi kau berbicara dalam tidurmu tentang seekor monyet."

Aku melihat sekeliling ruangan ini.

"Aku dimana?"

"Di studio kami."

"Studio?"

"Ya, kami membuat pakaian disini."

"Kami dari akademi seni akatsuki."

"Oh yang itu." Aku merapikan rambutku.

"Kau sudah mendengarnya? Hebat!"

"Lihat kan, sekolah kita memang terkenal" Kata Pain nama pria yang tadi mengejarku tadi, entah kenapa dia tiba-tiba disana. Dengan senyum bangga.

"Yah terkenal, karena orang yang diterima disana hanya orang-orang bodoh." Kataku ketus.

Semua terlihat, dan aku hanya cuek dan merapikan kembali seragam yang ku pakai.

"Dan yang menculik seseorang dari sekolahan lain."

"Aku mengintai, bukan menyulik."
"Ha?"

"Bulan depan kami akan mengadakan fashion show untuk acar kelulusan kami.— Ini adalah perayaan terakhir kami siswa tahun ketiga. Kami sedang mencari model untuk menggunakan apa yang telah kami buat."

"Aku? Seorang model?"

Tidak mungkin.

"Kau pasti bercanda! Aku ada ujian!—aku tidak ada wakyu untuk melakukan permainan bersama orang-orang seperti kalian."

"Aku pergi."

Aku berjalan tanpa melihat-lihat.

Duk.

Uhh kaki membentur sesuatu.

"Tunggu Caroline." Terdengar suara Konan.

Caroline, siapa? Aku menoleh.

"Maksudmu aku?" Aku menunjuk diriku sendiri.

"Kau belum memberitahukan namamu pada kami." Kata konan.

"Aku memang tak berniat memberitahukannya. Tapi terimakasih karena sudah merawatku."

"Tunggu sebentar." Suara Pain terdengar dingin.

"Apa lagi sekarang?"

"Ini bukan sebuah permainan bagi kami. Tarik kembali ucapanmu itu. Katakan kau minta maaf tapi kau tak ada waktu." Pein mendekat ke arahku dengan pandangan tajam yang ia tunjukkan padaku.

"Pein—" Konan berjalan ke arah Pein dan berhenti karena melihat pintu yang terbuka menampakan seseorang yang membukanya dari luar.

Pein sedikit menarik tanganku dan menghadangku dari depan.

"Kau masuk di sekolah terkenal. Jadi kau bisa bersikap seperti itu pada kami?"

Dia menatapku tajam.

"Tarik kembali." Lanjutnya.

Haah aku hanya mampu menghela nafas dan melihat ke arah lain.

Aku melihat seseorang dari arah pintu sedang menatapku intens, dan tak luput tatapan seperti mesum itu. Dia bahkan sepeti tak berkedip. Dia laki-laki berambut seperti pantat ayam bermata kelam.

Aku hanya memandangnya gugup.

"Siapa dia?" Ucapan darinya akhirnya terdengar.

"Sasuke." Ujar Pain.

"Pain mengintainya." Konan mendahului ucapan Pain.

"Yah."

Laki-laki yang kalau tak salah tadi namanya melangkah mendekat. Suara hentakan langkahnya membuat suasana semakin tak mengenakan bagiku.

"Untuk jadi model kita." Sasuke menatap ke arahkub dengan senyum aneh.

Hmm lebih baik aku cepat pergi dari sini. Aku berlari dan cepat-cepat membuka pintu itu. Berlari hingga keluar dan berhenti sejenak untuk menghembuskan nafasnya lega.

Ku lihat lagi ke arah tempat itu tadi dengan pandangan sulit diartkian.

Aku pergi meninggalkan itu dengan terus berjalan.

.

.

####

\Pagi ini aku sudah sampai di sekolah dan kelas yang ku tempati sekarang sudah ramai dengan candaan dan obrolan-obrolan.

Aku hanya memangku tanganku dan sedikit memikirkan kejadian yang ku alami kemarin.

"Ohayou." Suara sapaan Itachi menyadarkanku.

"Ohayou." Aku membalas sapaannya.

Aku menoleeh ragu dan memanggilnya.

"Nee, Itachi-kun."

Dia menoleh ke arahku.

"—Pernah tidak ka bertemu dengan orang yang menakutkan?"

"He?" Itachi sedikit bingung dengan ucapanku.

Aku segera menjelaskannya,

".. Sejak awal, kau berfikir orang ini membuat kau takut.- Jika orang ini ada di sekitarku, dia akan menghancurkan hidupku."

Aku membalikan badanku dan bersedekap.

"Tepat setelah aku bertemu dia, aku mendapatkan perasaan itu. Salah satu orang yang dimana kau tidak pernah tahu apa yang akan mereka lakukan."

.

.

Aku mengambil buku pelajaran dari tasku. Tiba-tiba terdengar teriakan-teriakan para siswi dan ku lihat ke arah pintu. Seorang laki-laki memakai kemeja merah dan rambut mencuat ke atas itu—

'DEG'

Dia, Sasuke kenapa bisa ada disini. Dan yang paling penting kenapa ada di depan kelasku.

Aku cepat-cepat menggunakan kedua tanganku sebagai tameng dan berusaha untuk tidak terlihat. Walau itu ide yang bodoh sih.

Aku mencoba melirik. Ck masih disitu.

Dan akhirnya dia berjalan ke arah tempatku duduk. Itu berarti aku sudah ketahuan. Aku usap wajahku kesal.

"Aku datang untuk minta maaf." Ujarnya padaku.

.

.

.

.

.

TBC

WAAA GIMANA NIH MASIH ADA YANG MAU BACA.

Hehe ini aku publish soalnya temenku request supaya cepetan di publish. Katanya takut lumutan nanti kalau dibiarin di lappy ku. :3

Hoho fic belum kelar malah ada fic baru.

Lanjut atau Diabaikan?