disclaimer

Masashi Kishimoto | zusshichan [akazusan]

MINE | Chapter 1

.

"Lalu, ketika aku bangun, Hinata sudah memasakkan kare. Bagaimana aku tidak jatuh cinta padanya? Dia benar-benar memenuhi kriteria istri idaman, Sasuke. Belum lagi tubuh sintalnya." Naruto menggerak-gerakkan kedua tangannya di udara, seakan sedang meremas kedua dada. Ia kemudian mendengus kesal melihat Sasuke tidak merespon apapun.

Bukannya tidak merespon apapun. Pria bermarga Uchiha itu mendengarkan, tapi tidak tertarik untuk membahasnya lebih lanjut. Lebih baik melihat dada yang sebenarnya, oh ralat. Maksudnya laporan praktikum mahasiswanya jauh lebih pantas diperhatikan daripada pembahasan Naruto.

"Kau ini sibuk sekali, Sasuke."

"Sudah tahu, malah bertanya?" jawab Sasuke ketus. Ia melepas kacamatanya dan bersandar di kursi. "Lagipula, mau sampai kapan kau akan memacari Hinata-mu itu? Kalau memang ia istri idaman, nikahi dia."

Naruto termangu sesaat. Kemudian ia tersenyum tipis. Senyuman aneh yang entah mengapa membuat Sasuke cukup tersinggung. Itu bukanlah senyum Naruto yang biasanya. Kemudian pria pirang itu tersenyum lebar dan tertawa keras seperti biasanya.

"Entahlah. Mungkin setelah kau menikah. Atau mungkin kita bisa mendirikan dua altar bersamaan?"

"Dasar bodoh." Dan Naruto kembali berkelakar mengganggu Sasuke di tengah tumpukkan laporan praktikkum mahasiswanya.

Itu percakapan yang sangat santai dan Sasuke tidak menduga bahwa senyuman itu sebenarnya adalah sebuah pertanda dari sikap bodoh Naruto. Pria itu membuat kekacauan di hari pernikahannya sendiri.

Sasuke jengah duduk berlama-lama di bangku gereja. Ia mungkin dilahirkan di keluarga yang sering mengunjungi gereja. Namun bukan berarti ia nyaman dengan suasana gereja. Ia bukan orang yang religius.

Sasuke memutuskan untuk merokok saja di luar. Sudah setengah jam ia dan para tamu menunggu Naruto yang tak kunjung datang dan menghambat pengantin wanita keluar dari ruang pengantin.

"Bukan Naruto namanya kalau tidak membuat masalah." Gumam Sasuke seraya mengigit rokoknya. Dilihatnya Minato mencoba menghubungi putranya sementara Kushina menggerutu karena ia tak bisa mengetahui posisi putranya itu. Sasuke merogoh saku untuk mengambil filter, namun yang ia dapatkan adalah ponsel yang tengah bergetar di sakunya.

Naruto menelponnya.

"Hn..."

"Akhirnya kau angkat juga, teme. Jangan sering-sering mematikan ponselmu dong!"

"Ah, aku sedang mengunjungi pernikahan seseorang."

"Hah? Siapa yang menikah?"

"Tentu saja kau, bodoh!"

Naruto kembali berkelakar dan entah mengapa yang satu ini membuat Sasuke membenci kelakuannya. Bahkan di pernikahannya sendiri, pria itu masih saja bermain-main.

"Gantikan aku."

"Apanya?"

"Gantikan aku di pelaminan."

"Hn... Apa?" Dan satu kalimat pendek membuat Sasuke sangat terkejut. Ia tak salah dengar, kan? Pria itu memintanya untuk menggantikannya di pelaminan. Sahabatnya satu ini memang benar-benar gila.

"Kumohon, Teme..."

"Kau ini sepertinya memang gila, ya. Bagaimana bisa..."

"Cepatlah, Teme! Aku tidak ingin para tamu mempermalukan Hinata karena pengantin prianya kabur."

"Kalau begitu cepatlah kemari, atau aku akan membunuhmu. Kehadiranmu jauh lebih baik daripada aku menggantikanmu. Lagipula bagaimana bisa aku... dan..."

"Teme, sudahlah. Tidak biasanya kau mengabaikan permintaanku."

"Aku memang selalu mengabaikan permintaanmu."

"Aku..."

Emosi dan segala sumpah serapah Sasuke lenyap seketika, setelah mendengar alasan Naruto. Sasuke terdiam. Ia tidak bisa mengatakan apapun. Bahkan untuk memaki Naruto sekalipun. Ia tidak bisa. Pria itu mendengar Naruto terus memaki dirinya sendiri dan memohon Sasuke untuk tidak marah padanya. Ia tidak lagi memaksa Sasuke untuk menggantikan posisi Naruto di altar. Justru kata-kata maaf-lah yang terus terucap.

"Kau memang brengsek." Umpat Sasuke. Ia segera menutup ponselnya dan pergi.

"Aku sudah mengirimkan fotoku dengan gaun yang dibelikan Kushina-kaa san. Bagaimana? Apa aku terlihat cantik."

"Tentu saja. Itu gaun terindah yang pernah kulihat. Aku tidak menyangka kau akan menggunakan gaun itu di hari pernikahan kita. Kau pasti sangat cantik, Hinata."

Sasuke masih teringat gelak tawa Hinata saat Naruto dan Hinata bertelepon membahas gaun pernikahan. Harusnya hari ini Naruto-lah yang menjemput gadis itu di altar. Harusnya ia bersama gaun pernikahan itu, ditunjukkan pada Naruto. Sayangnya pria yang diharapkan Hinata, justru tidak melihat keindahan gadis ini.

Sasuke tidak pernah mengenal Hinata sampai lima belas menit yang lalu, di mana ia menjelaskan semuanya pada gadis itu. Sesaat Sasuke merasa beruntung gadis yang tiba-tiba akan ia nikahi ini adalah gadis cantik dan menawan. Naruto benar. Hinata memang istri idaman. Bahkan untuk pria yang introvert seperti Sasuke.

"Aku tahu, sulit untuk menikahi pria yang tak kau cintai. Terserah padamu, apa kau ingin melanjutkan pernikahan ini atau tidak. Namun, ini keinginannya. Bahkan di saat ia egois, ia masih memikirkanmu, maka dari itu ia memintaku menggantikannya. Jika kau berniat melanjutkannya walaupun kau tidak menginginkannya, kita bisa segera bercerai setelah pernikahan ini."

Sasuke memang mengatakan hal itu. Tapi setelah melihat seperti apa Hinata, entah mengapa ia ragu untuk menghentikan pernikahan mendadak ini.

Para tamu cukup terkejut ketika melihat Sasuke datang sesaat setelah pastor memanggil pengantin pria untuk masuk. Terutama keluarga Naruto. Sasuke terus berjalan, mengabaikan tercengangnya Minato dan Kushina yang berusaha menahan amarahnya. Tanpa menunjukkan wajah herannya, ia tetap melangkah menuju altar dan menghadap pastor. Barulah kemudian Hinata menyusul dengan tangannya merangkul lengan Hiashi, ayahnya.

Tak berkata apapun, Sasuke menatap ayah mempelai wanita, membungkuk sejenak dan mengulurkan tangannya pada Hinata. Gadis itu meraih tangannya dan mengikuti Sasuke menaiki pangggung kecil pelaminan. Mereka menghadap pastor.

"Sasuke Uchiha... bersediakah kau menikahi Hinata Hyuga. Mendampinginya dalam susah maupun senang. Kaya maupun miskin. Sehat maupun sakit. Selalu bersamanya hingga ajal menjemput?"

Sasuke melirik Hinata sejenak. Ia menatap kosong, pandangan di depannya. Sesaat Sasuke tidak yakin Hinata bisa menjawab pertanyaan pastor nanti.

Pria itu kembali menghadap pastor. Ia melihat Hinata masih tetap menunjukkan ekspresi yang sama. Tanpa penolakan ataupun protes apapun padanya. Persis ketika gadis itu menjawab dengan penuh keyakinan ketika Sasuke menjelaskan semua masalah ini. Pria itu tidak memiliki pilihan lain selain melanjutkan. Masalah nanti, akan ia urus belakangan.

"Ya."

"Hinata Hyuga. Apakah kau bersedia menerima Sasuke Uchiha? Dalam susah maupun senang. Kaya maupun miskin. Sehat maupun sakit. Selalu bersamanya hingga ajal menjemput?"

Dugaan Sasuke tepat. Hinata diam. Terdiam sangat lama. Beberapa tamu berbisik-bisik dan raut kekhawatiran muncul di wajah setiap anggota keluarga Hyuga.

"Bagaimana, Hinata Hyuga?" pastor kembali menanyakan dan Hinata tetap terdiam.

"Hinata..." tanpa sadar Sasuke bergumam. Ia melirik pria di sebelahnya sejenak dan kemudian menatap pastor.

"Aku bersedia."

"Dengan ini aku memberkati kalian dalam satu ikatan pernikahan yang suci." Pastor masih melanjutkan. "Kalian boleh mencium pasangan masing-masing."

Pastor memberi titah. Ini adalah sesi di mana pada umumnya, seluruh rasa kebahagiaan dan doa para tamu memberkati pasangan pengantin. Pria dan wanita yang baru menikah menunjukkan romantisme dan perhatian mereka kepada pasangan masing-masing. Sesi yang Sasuke yakini setiap wanita akan berdecak iri, ingin merasakan hal yang sama. Berciuman di altar saat menikah.

Sasuke yakin Hinata juga ingin seperti itu. Ia pasti ingin pria yang menciumnya di altar adalah Naruto. Bukanlah pria dengan tatapan tajam dan ekspresi dingin miliknya.

"Cium!" suara cempreng dari seorang gadis terdengar keras dan membuat Sasuke sempat terganggu. Namun dunia terus berputar. Apa yang bisa kulakukan? Apa ada pengantin pria yang menolak berciuman dengan pengantin wanitanya? Baiklah. Seperti keinginan kalian. Aku akan mencium istriku.

Sasuke mendekati Hinata. Ia membuka kerambu kepalanya dan mengamatinya. Meskipun awalnya Hinata bersikap dingin, gadis itu tetap saja merasa canggung jika diperhatikan dengan intens oleh pria asing seperti ini. Entah mengapa sikap Hinata seperti itu membuat Sasuke tertarik untuk menggodanya.

"Meskipun ini hanya pura-pura, aku harap kau professional, Hinata Hyuga." Sasuke berbisik dan mendekati wajah gadis itu. Pipi Hinata memerah tiba-tiba. Matanya bergerak tak menentu. Ia tampak gelisah ketika melihat mata Sasuke terfokus pada bibirnya. Ia menutup mata, tampak gugup. Tepat seperti rencana Sasuke. Pria itu tertawa kecil dalam hati. ia arahkan kepalanya naik, dan mencium kening Hinata saja.

Mata Hinata terbuka seketika, bertepatan dengan suara tepukan tangan para tamu undangan. Ia tampak terkejut mendapati 'suaminya' itu hanya mencium keningnya saja. Setelahnya sikapnya kembali seperti semula. Termenung dan tampak melamunkan sesuatu. Sasuke tahu. Hinata pasti memikirkan Naruto. Pria itu terdiam saja tanpa bisa mengatakan apapun atau melakukan apapun ketika melihat 'istrinya' tampak sendu seperti itu.

Sorak sorai dari tamu dan tepukan tangan kebahagiaan tampak menyelimuti mereka. Tanpa ada yang tahu perasaan sebenarnya dari mereka berdua.

"Apa yang terjadi? Kenapa kau menikahi Hinata?" Kushina segera maju menyerang Sasuke setelah pemberkatan. Neji menghadangnya untuk melindungi kedua pasangan pengantin sementara Minato menahan istrinya untuk tidak meledak-ledak di pernikahan orang lain.

Sasuke menahan napasnya. Ia tidak suka melakukan ini, tapi bisa dibilang ialah wakil Naruto saat ini dan mau tidak mau ia harus melakukan sesuatu untuk menyampaikan rasa maaf pria itu pada semua orang, bahkan pada keluarga Naruto sendiri. Ia membungkuk, cukup dalam dan cukup lama sembari mengaturkan rasa sesalnya.

"Maaf, aku tidak bisa mengatakannya. Terjadi sesuatu pada Naruto dan ia tidak bisa melanjutkan pernikahan ini."

"Anak sialan itu menghubungimu?" Umpat Kushina. "Beraninya dia menghubungi orang lain sementara keluarganya dipermalukan seperti ini."

"Tenanglah, Kushina."

"Ini tidak bisa dibiarkan, Minato. Dia harus diberi pelajaran!" Sembur Kushina. Wanita itu lalu berkata pada Sasuke lagi dengan intonasi yang terus naik. "Apalagi yang dia katakan? Kenapa dia meninggalkan pengantin wanitanya dan kenapa kau yang menggantikannya? Kau ingin mempermalukan keluarga Uzumaki, ha?"

Masih dalam posisi membungkuk, Sasuke hanya bisa mengatakan maaf. Ia tidak bisa berbicara lebih dari itu. Neji menolongnya dengan memintanya untuk berdiri karena tentu lelah jika membungkuk terus menerus.

"Yang bisa kukatakan saat ini, tolong percayalah pada Naruto. Dia berusaha bertanggungjawab pada masalah yang dibuatnya. Meskipun ia harus mengorbankan orang lain." Semua orang melirik Hinata dan gadis itu tidak berkata apapun kecuali menggigit bibirnya dan memalingkan muka.

"Minato, kau tahu ini tidak bisa dimaafkan, bukan?" Kata Hiashi memecahkan suasana. Pria pirang yang dimaksudnya tidak bisa tersenyum sedikitpun. Ia pun merasa malu dan menyesal dengan sikap putranya.

"Aku bahkan tidak berani meminta maaf padamu, Hiashi."

"Katakan pada putramu, jangan pernah menemuiku dan putriku kalau dia masih ingin hidup di dunia ini."

Minato mengerti sekali kemarahan Hiashi dan ia tidak bisa melakukan apapun untuk memperbaiki kesalahan putranya. Pria itu membungkuk singkat, lalu pergi bersama istrinya.

Hanya ada keluarga Hyuga saja di kapel itu dan secara tidak langsung Sasuke menghadap Hiashi. Pria paruh baya itu mengamati menantunya dari atas ke bawah hanya untuk meyakinkannya bahwa keputusannya menikahkan putrinya dengan pria yang bahkan tidak ia kenal ini, adalah keputusan yang tepat.

"Hinata, kau tidak seharusnya melanjutkan pernikahan yang tidak kau inginkan." Kata pria itu pada putrinya. Gadis yang dimaksud masih mengunci bibirnya, bahkan kepada ayahnya sendiri. Hiashi lalu kembali pada Sasuke. Dilihatnya pria itu menunduk dan tidak memandangnya sama sekali, atau lebih tepatnya, tidak berani memandangnya. "Aku akui kesetiakawananmu pada pria Uzumaki itu, tapi aku ingin kau tahu sesuatu. Karena kejadian ini, aku membencinya. Pria itu sudah mempermalukan putriku. Jadi, jangan sampai posisimu sebagai sahabat pria itu melukai putriku di masa depan. Kalau sampai kau melakukannya, aku tidak akan segan-segan."

Setelah ia memberi peringatan, pria itu menatap putri sulungnya dan memeluknya.

"Aku tidak berharap kau meninggalkan rumah, putriku."

"Aku, istri Sasuke sekarang."

Kalimat itulah yang terucap setelah sepanjang hari gadis itu membisu. Ia mengakui bahwa dirinya istri seorang Sasuke Uchiha. Hiashi tidak ingin mengakui pernikahan ini, tapi ini adalah keinginan putrinya.

"Rumah orang tuamu akan selalu menjadi rumahmu, putriku." Kata Hiashi sebelum ia melepaskan tubuh mungil Hinata dari dekapannya. Ia tidak bisa merelakan putri sulungnya itu pada seseorang yang tidak ia kenal. Ia bahkan tidak tahu asal usul pria itu kecuali fakta bahwa pria itu adalah sahabat dekat pria yang seharusnya menjadi menantunya.

Hiashi mendahului semua anggota Hyuga, meninggalkan kapel itu. Diikuti Neji lalu Hanabi yang bergantian memeluk Hinata. Hingga akhirnya semua orang meninggalkan mereka dan hanya Sasuke seorang yang masih bersamanya.

Mereka terdiam untuk waktu yang lama. Canggung karena situasi yang tidak bisa direncanakan. Sebelum pernikahan, hubungan keduanya tidak bisa dibilang baik, tidak juga buruk. Mereka saling mengenal tapi hanya sebatas saling tahu saja. Hinata mengetahui bahwa Sasuke adalah sahabat Naruto, begitu juga sebaliknya.

Sasuke mengerti rasa tidak nyaman yang nantinya akan terjadi di antara mereka. Ia sendiri sulit berbaur dengan orang asing. Bahkan jika dihadapkan dalam situasi yang terpaksa seperti ini, ia memilih untuk diam dan mengamati. Sementara Hinata tidak bisa memulai percakapan. Sebelum kejadian ini, ia selalu ingin mendekati Sasuke dengan pikiran ingin mengakrabkan diri dengan sahabat calon suaminya. Namun, setelah kejadian ini ia makin tidak bisa berkata apapun. Melanjutkan pernikahan adalah keputusannya, tapi ini tetaplah terlalu mendadak baginya.

"Kalau kau merasa tidak nyaman dengan pernikahan ini, aku akan mengirimkan surat cerai minggu depan. Kau bisa tinggal di rumah orang tuamu."

Sebenarnya Sasuke sedikit tidak mengerti dengan jalan pikiran gadis ini. Naruto memang memintanya untuk menggantikan pria itu di pelaminan. Namun tetap saja keputusan Hinata lebih penting dalam menentukan dengan siapa gadis itu akan menikah, dan gadis itu justru memilih untuk menikah dengan Sasuke. Mereka bisa saja menjadikan pernikahan ini hanya formalitas semata. Karena sudah di kapel, sekalian saja melakukan upacara pernikahan tanpa mencatatkan diri di surat catatan sipil. Namun gadis itu menolaknya. Mereka melakukan pernikahan yang sebenarnya.

"Aku tidak bisa." Jawab gadis itu. "Masalah Naruto, ada yang ingin kulakukan padanya." Gadis itu lalu menatap Sasuke.

"Kau ingin balas dendam? Karena dia lebih memilih wanita lain daripada kau?" Sasuke tahu maksud gadis itu. Lagipula siapa yang tidak sakit hati jika pria yang dicintainya pergi dengan wanita lain di hari pernikahan mereka? "Lalu, masalah anak itu..."

"Ini bukan tentang balas dendam." Kata gadis itu memotongnya. "Pria yang akan menikah denganku pergi mengejar wanita lain dan menyerahkan anak mereka padaku. Bagaimana mungkin aku hanya membalas dendam?"

Sasuke cukup tercengang. Apa ia tak salah dengar? Hinata ingin melakukan sesuatu yang lebih dari pembalasan dendam, pada Naruto. Wanita yang sedang sakit hati memang berbahaya. Bahkan wanita yang terlihat lugu dan naif seperti Hinata, bisa terlihat menyeramkan begini.

"Lalu apa yang ingin kau lakukan?"

"Rasa bersalah." Jawab gadis itu. "Aku ingin dia merasa bersalah seumur hidupnya karena telah meninggalkanku. ... dan kau harus membantuku."