a/n: fic ini dodol banget. Serius -_-

warning: OC, nulis nggak sadar sehingga menimbulkan kesalahan EYD, typo(s) & karakter mungkin OOC. AU-ish? Fem!Indo

disclaimer: Hetalia Axis Powers © Hidekaz Himaruya

notes: Italic itu untuk tulisan Nesia. (baca!)

.x.

| unpredictable

| © mage

.x.

Hari yang menyebalkan untuk Nesia. Kenapa? Karena suaranya tiba-tiba saja hilang setelah sibuk membentak-bentak Malaysia mengenai lagu ciptaannya. Dan karena itu, dia terpaksa menggunakan pulpen serta sebuah buku sketsa untuk menggantikan fungsi pita suaranya untuk sementara. Oh, sebagai orang yang cerewet, jelas-jelas Nesia merasa kesal tidak bisa berbicara dengan baik—dia harus menulis untuk bisa berbicara. Menyebalkan.

Akhirnya, dia memutuskan untuk duduk di bawah pohon mangga, menggambar-gambar kumpulan bunga anggrek yang mekar jauh di hadapannya sambil menyenandungkan lagu "Anak Kambing Saya" agar dia dapat rileks. Dan, hal itu berhasil. Paling tidak, dia tidak lagi menulis kata-kata umpatan dalam buku sketsanya.

Dia menggambar, menggambar, dan menggambar. Saking keasyikannya menggambar, dia tak menyadari kalau Netherlands sudah duduk tenang di sampingnya.

"Hei, Nesia. Apa yang kau gambar?" tanya Netherlands penasaran, melirik buku sketsa Nesia dari balik bahu perempuan itu.

Nesia terlonjak kaget dan membuka mulut untuk mengumpat Netherlands. Tapi, dia ingat kalau suaranya sedang hilang, sehingga dia menutup mulutnya kembali, membuka lembaran baru, dan menulis, Apa yang kau lakukan di sini, Rambut Tulip?

Netherlands mengedipkan mata berulang kali. "Suaramu hilang?" Dia balik bertanya.

Nesia mengeluarkan suara tch yang tak dapat didengar siapapun. Iya, suaraku hilang. Jawab pertanyaanku, bodoh! Apa yang kau lakukan di sini, Rambut Tulip?

"Heh, menarik," kata Netherlands, keluar dari topik pembicaraan. Dia mengusap-usap dagu.

Nesia terpaksa menjitak kepala Netherlands dan mengacungkan jari telunjuk ke arah buku sketsanya. Netherlands mengangguk mengerti. "Cuma mencari udara segar. Kau?"

Mencari aktivitas lain. Nesia menghela napas. Kesal, deh, pas suaraku hilang. Nggak bisa

"Mengucapkan kata 'sayang' padaku," kata Netherlands tiba-tiba, menyeringai lebar. "Yah, aku tahu aku itu ada di dalam hatimu."

Kamu itu tidak

"Aku tidak jelek? Terima kasih! Yah, aku tahu aku ini memang"—Netherlands membelai rambutnya sendiri dengan gaya sok—"tampan."

Ya ampun, kamu

"Lagi jomblo? Oh, ya, ya, aku memang sedang sendirian saat ini. Kasihan, ya, diriku."

Bukan itu, tapi

"Kau mau menjadi pacarku? Tentu saja aku ingin kamu menjadi pacarku. Tapi, bagaimana pendapat Malaysia, ya? Hmm..."

Holy shit, Netherlands

"Ya Tuhan, kamu memanggilku 'Netherlands', bukan 'Rambut Tulip'!" jeritnya tiba-tiba, seperti ibu-ibu yang bahagia berat saat mendapat uang arisan. "Terima kasih, Tuhan. Kau telah memberikan Indonesia-ku yang tersayang ini jalan yang benar. Sungguh."

Bisakah kau

"Kencan denganmu? Tentu saja. Besok? Jam sepuluh? Oke, siap. Besok aku akan menjemputmu. Tenang saja."

Tapi, aku

"Ingin diberi ciuman?"

Ap

Tangan yang besar tiba-tiba menyentuh pipi Nesia dengan lembut, membuat ia menoleh ke arah Netherlands dan tidak disangka-sangka, sesuatu yang hangat menyapu bibir mungil Nesia—dan, sesuatu yang hangat itu adalah bibir Netherlands.

Ciuman itu berlangsung singkat setelah Nesia membelalakkan matanya dan secara refleks, dia menarik mundur kepalanya. Netherlands memberikan sebuah senyum lebar. "Bagaimana? Mau lagi?"

"TENTU SAJA TIDAK, GOBLOK!"

Percakapan itu berakhir saat suara Nesia sudah kembali dan satu sundulan diberikan Nesia kepada Netherlands tepat di dahinya sebagai hadiah dari ciuman tersebut.

Oh, betapa romantisnya.

.x.