Ohayo Minna
Aku Reika Noii Aihara panggil saja Ai
Ai author baru disini
Cerita-cerita yang Ai buat memang masih jauh dari kata sempurna (walaupun menurut Ai di dunia ini tidak ada yang sempurna)
Jadi Ai mohon bantuan dari para Sensei dan Senpai sekalian *bungkuk-bungkuk*
Disclaimer : Bleach selamanya pasti dan tidak akan pernah berubah punya om Tite Kubo seorang
Rating : T
Pairing : IchiRuki
Genre : Romance and Hurt/comport *maybe*
Warnings : Geje, OOC, AU, Penggunaan EYD buruk, Cerita bertele-tele
OK Selamat Membaca
RAINBOW FOR LIFE
Chapter 1
WAY OF LIFE
"Apakah Kau marah padaku Tuhan? Apakah Kau membenciku? Apakah Kau menginginkanku tersiksa?"
Sekali lagi gadis itu mendongkakan kepalanya menatap langit malam yang kelam.
"Kenapa? Kenapa?"
Hujan kini telah berbaur dengan kristal-kristal kesedihan gadis itu. Ya hujan seolah menjadi saksi bisu kegalauan gadis berambut hitam legam tersebut. Lihat saja, kini awan tengah meraung-raung menumpahkan air matanya seolah menangisi nasib sang gadis. Menyedihkan. Itulah kalimat yang mampu menggambarkan keadaan saat ini.
"KENAPA KAU TAK JAWAB HAH, AYO JAWAB. JAAWABB"
"Sudahlah Rukia-chan sebaiknya kita cepat bawa pulang jenazah kakakmu itu, agar cepat diurus"
"DIAM KAU ASHIDO. TAU APA KAU?, TAU APA?"
Si gadis menatap lekat laki-laki yang memiliki nama Ashido tersebut.
"KAKAK KU, DIA HANYA TIDUR. DIA TIDAK MENINGGAL. Dia tidak meninggal, dia hanya tidur, benar kan kak. Ayo bangun Hisana-nee, bangun"
Terdengar suara lirih dari sang gadis yang kini tengah mengguncang-guncangkan tubuh tanpa roh kakaknya yang bersimpah darah dan terdapat dua bekas tusukan di perutnya, berharap bahwa orang yang sangat berharga bagi sang gadis itu dapat terbangun.
"Sudahlah Rukia-chan, dia telah pergi, dia sudah tenang di sana bersama orang tua mu"
"TIDAK DIA TIDAK MENINGGAL DIA BERJANJI PADA KU TIDAK AKAN MENINGGALKAN KU. DI...hiks...DIA...hiks... TIDAK... hiks... DIA SUDAH JAN~"
"SADAR RUKIA, KAU PIKIR HISANA-NEE MAU SEPERTI INI HAH? KAU PIKIR KAKAKMU AKAN SENANG DENGAN KELAKUAAN MU YANG SEPERTI INI?"
Tanpa menghiraukan jawaban yang akan keluar dari bibir mungil gadis bermata violet itu, yang sepertinya juga tidak berniat untuk menjawab pertanyaan laki-laki berambut merah tersebut, Ashido langsung mendekap tubuh mungil gadis yang ada di hadapannya erat.
"Kenapa, kenapa Ashido-kun? kenapa semuanya terjadi pada ku, apa salah ku?"
Gadis mungil itu membenamkan tubuhnya kepelukan Ashido, seperti sedang menahan beban dalam dirinya yang begitu berat.
"Sheet... kau tak salah Rukia-chan, kau gadis baik"
Ashido semakin mengeratkan pelukannya dari gadis bermata violet itu, berusaha memendam tangis sang gadis yang semakin menjadi.
"Kau harus kuat Rukia-chan, yakinlah di balik ini semua Tuhan menyiapkan hari esok yang indah bagi mu. Yakinlah itu. Tuhan tidak akan meninggalkan gadis sebaik dirimu untuk terus terkurung dalam kegelapan Rukia-chan"
'Benarkah itu Ashido-kun? apakah Tuhan menyiapkan pelangi kehidupan untuk menerangi hidup ku yang terlanjur padam ini, benarkah itu?'
Batin gadis malang bernama Rukia tersebut.
XXXXXX
Kini kediaman Rukia Kuchuki, ya Rukia sang gadis malang yang kehilangan kakaknya di malam yang mengenaskan itu, kini dipenuhi oleh para tamu yang ingin mengucapkan bela sungkawa atas kepergiaan Hisana Kuchiki yang meninggal dengan cara yang tragis. Di pekarang rumah yang bisa dikatakan mewah itu berjajar beberapa karangan bunga bela sungkawa yang sepertinya berasal dari orang-orang yang penting. Ya wajar saja, karena keluarga Kuchiki adalah keluarga bangsawan yang memiliki perusahaan Roigakai Corp. Salah satu, atau lebih tepatnya perusahaan perhotelan terbesar di Jepang, bahkan di seluruh Asia, yang dengan susah payah dibangun kedua orang tua Rukia dari nol sampai menjadi seperti sekarang. Tetapi sayang kedua orang tua Rukia telah meninggal empat tahun yang lalu. Mereka meninggal dunia dalam sebuah insiden kecelakaan pesawat terbang yang tengah membawa keduanya untuk melakukan kunjungan kerja ke Hong Kong. Sialnya kecelakaan pesawat terbang tersebut terjadi di atas laut lepas, sehingga otomatis pesawat yang membawa dua orang yang sangat berharga dalam hudup seorang Rukia Kuchiki tersebut jatuh ke lautan lepas. Sehingga sampai sekarang jasad kedua orang tuanya belum diketemukan. Sekarang saat Rukia tengah merajut hatinya yang kusut atas kepergiaan kedua orang tuanya yang terjadi secara mendadak. Kembali, dia harus menelan pahit atas kematian kakak satu-satunya. Hatinya yang belum seluruhnya lurus kini kembali terbelit tak beraturan, bahkan lebih kusut dari sebelumnya. Tapi dia berusaha untuk meluruskan hati kusutnya sebiasa yang ia bisa, agar terlihat tak terlalu kusut di mata orang-orang yang memandangnya. Dia tau masih banyak orang di luaran sana yang jauh lebih menderita darinya. Lagi pula masih banyak orang yang peduli akan keadaannya saat ini.
'Oh Tuhan luruskanlah hidupku, hapuslah tinta hitam di hatiku, berikanlah aku secercah sinar walu hanya cahaya dari lilin kecil'
Sesalu harapan itu yang Rukia pinta pada Tuhan. Benar, hanya kehidupan bahagia yang ia pinta.
"Maaf Kuchiki-chan, aku turut menyesal atas kejadiaan ini. Maaf... maafkan aku seharusnya waktu itu aku bisa menahan Hisana-sama, tapi nyatanya aku tidak bisa. Maaf Kuchiki-chan"
Tiba-tiba datang seorang wanita cantik dengan rambut panjangnya yang dikepang ke depan. Dia terlihat seperti tipe wanita yang lembut dan keibuan, menghampiri Rukia yang tengah melamun
"Eh? Tak apa Unohana-nee, aku yang salah seharusnya aku datang lebih cepat waktu itu. Seharusnya aku bertindak lebih cepat, pasti Hisana-nee sekarang ini masih bersama ku"
Ingatan Rukia kembali pada saat sebelum kakaknya meninggal ditangan laki-laki itu.
XXXXXX
FLASHBACK
Kini matahari mulai malu-malu menampakan dirinya dengan sejuta pesona yang ia miliki yang cukup membuatnya menjadi sesuatu yang berharga bagi dunia ini. Yang tersisa saat ini hanya semburat merah kekuningan di langit yang cerah, bagai lukisan alam yang tiada duanya. Sore ini begitu nyaman digunakan untuk menghabiskan waktu menikmati alam yang kini tengah bersahabat rupanya. Begitu banyak orang yang berlalu lalang di jalanan Tokyo hanya untuk bersantai dan menikmati sore yang cantik ini. Di antara kerumunan itu rupanya sebagian besar dari mereka adalah anak-anak muda usia sekolah yang berjalan-jalan mesra dengan para pasangan masing-masing, atau dengan para teman mereka yang riang gembira menikmati minggu terakhir dalam libur musim panas tahun ini. Begitu pun dengan Rukia Kuchiki gadis berperawakan mungil dengan rambut hitam legam sebahunya dan mata violetnya yang indah kini tengah berlari menerjang kerumunan-kerumunan orang yang tengah asik dengan aktivitas masing-masing. Tapi dia berlari bukan karena telat menghadiri janji dengan seseorang, atau sedang berlari menghampiri seorang sepecial yang tengah menunggunya, seperti beberapa orang di antara kerumunan manusia itu, entah mengapa dia berlari dengan tergesa-gesa dan dengan wajah tegang yang ia suguhkan dari tadi. Sesekali ia melihat ponsel berwarna hitam yang ia genggam di tangannya kuat. Peluh telah bercucuran deras dari tubuh mungilnya itu, menandakan telah cukup jauh dia berlari seperti demikian. Ia membuka kotak masuk dari ponsel yang dari tadi di genggamnya tanpa mengurangi kecepatan larinya.
From : Aizen Sousuke
To : Shuuhei Hisagi
Cepatlah bertindak Shuuhei Rebut surat kepemilikan
Perusahaan Roigakai Corp dari tangan kekasihmu itu
Lakukan hari ini juga dengan cara apapun, kau harus
Berhasil mendapatkannya
Ponsel itu ternyata bukanlah ponsel milik Rukia, tetapi milik dari kekasih kakaknya, yang tadi pagi tertinggal di rumahnya saat kekasih kakanya itu mengunjungi rumahnya yang menjadi rumah kakaknya juga. Setelah Rukia membaca SMS tadi ia semakin mempercepat langkahnya, sampai akhirnya ia tiba di sebuah gedung yang menjulang tinggi, yang tak lain gedung perusahaan keluarganya, Roigakai Corp. Tanpa ba-bi-bu Rukia langsung masuk ke dalam gedung tersebut masih dengan berlari dan baju yang telah basah dari tadi oleh keringat yang ia ciptakan sendiri. Ia tidak mempedulikan orang-orang di sekitarnya yang menatapnya seolah mengatakan Ada apa dengannya? atau dengan pandangan jijik melihat keadaanya sekarang yang basah kuyup oleh keringat yang secara otomatis menimbulkan bau yang sedikit tidak sedap untuk dihirup. Yang ada di pikirannya saat ini adalah cepat bertemu dengan sang Presiden Direktur perusahaan keluarganya tersebut Hisana Kuchiki.
XXXXXX
"Hosh...hosh... Unohana-nee, hosh... di-dimana Hisana-nee sekarang?"
Suara Rukia sedikit tersengal-sengal karena ia sibuk untuk mengatur napasnya yang serasa hampit habis.
"Ah... Kuchiki-chan. Hisana-sama saat ini sedang melakukan meeting. Em... ada apa? Sepertinya ada hal penting yang ingin kau sampaikan pada direktur"
" Ah... i-tu, tidak ada"
Dalam hati Rukia bingung antara memberitahukan alasan ia datang kesisni dengan tergesa-gesa, atau tidak. Tapi ia tidak ingin asisten pribadi kakaknya itu khawatir dengan alasan dia datang untuk menemui kakaknya.
'Lagi pula itu belum tentu benar kan'
itulah yang ada di pikiran Rukia saai ini.
"Apa benar?"
Unohana Retsu asisten pribadi Hisana Kuchiki itu membuyarkan lamunan Rukia.
"Benar. Kapan Hisana-nee selesai?"
Unohana sedikit merasa khawatir dengan tingkah gadis di hadapannya yang telah ia anggap sebagai adik kandungnya sendiri, tapi ia berusaha melupakan kekhawatirannya itu. Ia menjawab dan langsung mengambil segelas air putih untuk Rukia.
"Sekitar pukul 07.15 P.M. Ini minum ini dulu"
"Arigatou Unohana-nee, kalu begitu aku tunggu saja"
Rukia berlalu menuju ke sebuah sofa yang berada di ujung ruangan kerja kakaknya.
"Baru jam 05.45 P.M, sebentar lagi cepatlah Hisana-nee"
Gumam Rukia yang kini tengah terduduk di sofa yang nyaman itu. Tapi seperinya tubuh mungil Rukia tidak dapat diajak untuk kompromi lagi. Lelah. Itulah yang tengah dirasakan Rukia sekarang.
15 menit menunggu, matanya masih kuat menahan beban karena kelelahan
20 menit, mata indahnya kini mulai merasakan perih
25 menit, kelopak matanya mulai sering terpejam tak terkendali
Dan pada akhirnya 30 menit sudah Rukia menunggu kakaknya. Tapi rupanya rasa lelah yang tengah melanda diri Rukia sekarang ini benar-benar sudah di ujung adanya, sehingga di menit ke 32 Rukia telah menutup rapat ke dua matanya. Iris violet yang selalu tampak bersinar, kini tak terlihat terhalang oleh kelopak mata putih milik sang gadis.
Unohana yang menyaksikan itu semua hanya tersenyum, lebih tepatnya tersenyum kasihan mendapati tubuh mungil yang kini tertidur di sofa merah marun itu, masih dengan keadaan terduduk.
"Kau pasti lelah ya Kuchiki-chan"
Gumam Unohana sembari menutup tubuh gadis mungil itu dengan jaket kesayangan Unohana.
"Kasihan kau Kuchiki-chan harus menunggu sampai tertidur seperti ini"
Yang dikasihani masih tidak bergeming sedikit pun dari alam mimpinya.
XXXXXX
Kini jam telah menunjukan pukul 07.15 P.M. Tepat dimana seorang wanita berpakaian kerja modisnya keluar dari ruang rapat perusahaan Roigakai Corp. Dia sepertinya sedang sangat tergesa-gesa untuk segera pergi dari gedung megah itu. Tetapi sepertinya ada sesuatu yang ia tinggal di ruang kerjanya sehingga tak perlu waktu lama, wanita itu telah sampai di depan pintu ruangan yang bertulkiskan 'Presiden Direktur'.
"Ah, Hisana-sama, ada Kuchiki-chan di sini. Dari tadi dia menunggu mu"
Kata Unohana sembari menunjuk ke arah seorang gadis yang masih tertidur pulas di atas sebuah sofa berwarna merah marun itu.
"Rukia-chan?. Maaf Unohana-san, tapi aku kesini hanya ingin membawa tas ku. Aku sangat buru-buru sekarang. Tolong jika nanti dia bangun kau suruh sopir perusahaan agar segera mengantarnya pulang"
Wanita yang sangat mirip dengan Rukia tersebut segera mengambil tas coklatnya dari meja kerja dan langsung pergi.
"A-ano Hisana-sama apakah tidak lebih baik aku membangunkannya dulu? Kasihan dia sudah menunggu mu dari tadi, lagi pula sepertinya ada sesuatu hal penting yang ingin ia sampaikan kepada mu"
"Tak perlu kasihan dia kalu sampai di bangunkan sepertinya dia sangat kelelahan. Masalah sesuatu yang ingin ia sampaikan bisa aku bicarakan dengannya besok. Sekarang aku bener-benar sedang buru-buru. Sudah ya Unohana-san"
Wanita yang tak lain tak bukan adalah Presiden Direktur perusahaan Roigakai Corp itu pun langsung berlau dengan langkah yang cepat menuju mobil sedan hitam metalic miliknya.
Masalahnya sekarang adalah masih adakah hari esok untuknya berbicara dengan adik yang ia sayangi itu?
XXXXXX
"Unohana-nee apakah Hisana-nee sudah selesai rapatnya?"
Rukia menghampiri Unohana dengan langkah yang sedikit seperti orang yang sedang mabuk, sepertinya dia masih belum sadar benar dari alam mimpinya.
"Hisana-san sudah pergi sekitar 25 menit yang lalu, sepertinya ada sesuatu yang harus dia urus sehingga dia tidak bisa bertemu dengan mu dulu tadi"
"A-APA KAKAK SUDAH PERGI, bagaimana ini"
Rukia benar-benar panik saat ini.
'Dia pasti menemuinya, ya pasti'
Gumam Rukia dalam hati.
"Unohana-san tolong panggil polisi, dan suruh mereka pergi ke taman kota ya"
Rukia berkata sambil berlari keluar dari ruang kerja kakaknya. Taman kota, ya hanya taman koya yang sering menjadi tempat pertemuaan kakaknya dengan kekasihnya. Jadi yang ada di dalam otak Rukia adalah pergi ke sana dulu.
"Ta-tapi ada apa? kenapa harus memanggil polisi segala?"
"Maaf Unohana-nee ceritanya panjang, aku akan ke taman duluan tolong ya Unohana-nee, cepat panggil polisi"
Rukia terus berlari menuju taman. Perasaannya kini benar-benar campur aduk antara panik, bingung, dan merasa bodoh kenapa dia tadi sampai tertidur di saat genting seperti ini.
XXXXXX
Seorang wanita cantik keluar dari mobil sedan hitam metalic miliknya menuju taman kota Tokyo. Sepertinya di taman ini sudah ada yang menunggunya sejak beberapa menit yang lalu. Taman saat ini terlihat sangat sepi, padahal malam belumlah terlalu larut. Tapi entah mengapa orang-orang yang biasanya pergi ke taman itu saat ini tidak tampak, mungkin karena langit malam yang mendadak menjadi mendung, orang-orang lebih memilih untuk diam di rumah masing-masing daripada nanti saat hujan mereka basah kuyup karena kehujanan.
"Maaf Hisagi-kun kau pasti sudah lama menungguku kan? Tadi aku ada meeting di kantor jadi aku terlambat datang kesini. Maaf ya"
Orang yang dipanggil Hisagi itu hanya tersenyum kearah wanita itu, tapi entah mengapa senyum itu terlihat bukan seperti senyuman tulus, tapi lebih tepat dikataka sebagai seringai iblis.
"Oh ya mengapa kau ingin menemui ku di sini saat malam-malam biasanya kau hanya mengajaku janjian di sini saat matahari masih terlihat? Apalagi tempat ini sepi apa yang akan kita lakukan disini?. Sepertinya hujan juga mau turun"
Wanita itu tidak menyadari dengan perudahan raut wajah laki-laki yang ada di sampingnya saat ini.
"Kenapa kau diam saja? Kalau ada yang ingin kau bicarakan sebaiknya kita cari restoran saja ya. Ay~" Jlebb!
Belum sempat wanita itu meneruskan ucapannya, ia merasakan rasa nyeri di perutnya. Lalu di beranikannya menatap perutnya yang kini telah bersimpah darah. Ia dongkakan matanya menatap laki-laki yang kini memegang sebuah pisu yang masih tertanam di perutnya.
"Hi-Hisagi-kun ke-kenapa kau lakukan ini, bu-bukankah kau men-mencintaiku?"
Kata wanita itu sambil berusaha menahan rasa sakit yang amat sangat.
"Cih! Mencintaimu. Kau mimpi Hisana-chan, kau wanita terbodoh yang pernah aku temui. Hanya karena aku mengatakan aku mencintaimu saja kau percaya padaku. Padahal selama ini aku mendekatimu karena aku menginginkan sesuatu darimu. KAU MEMANG BODOH HISANA KUCHIKI, KAU MEMANG BODOH ha...ha...ha...ha..."
Laki-laki itu tertawa dengan nada yang sangat menyeramkan.
"A-apa maksudmu dengan semua itu. Apa yang kau inginkan dariku?"
Suara Hisana terdengar semakin lemah.
"Mauku adalah. KAU menyerahka surat kepemilikan perusahaanmu padaku. Jadi sekarang cepat berikan surat itu kepadaku jika kau tidak mau terluka lebih dari ini"
"Aku ti-tidak akan memberikannya kepadamu"
Kata Hisana mantap
"Jadi kau tidak mau memberikannya padaku hah? Aku tau kau selalu membawa surat itu denganmu. Aku masih berbaik hati kepadamu kali ini, jadi sekali lagi BERIKAN SURAT ITU PADAKU!"
Laki-laki itu kali ini menjambak rambut hitam Hisana dengan kemarahan yang berusaha ia tahan dalam dirinya.
"TIDAK AKAN"
Laki-laki itu sekarang benar-benar sudah kehabisan kesabarannya kali ini
"Oh begitu ya. Jangan salahkan aku jika kau mati di tangan orang yang kau cinti ini"
Sekali lagi Laki-laki itu menusuk kembali perut Hisana hingga wanita itu kehilangan kesadarannya dan terkapar bersimpah darah di tanah.
XXXXXX
Hosh... hosh...hosh terdengar suara seorang wanita yang tengah berlari dengan napasnya yang terengah-engah. Rukia Kuchiki kini tengah berusaha mengejar kakaknya yang dari beberapa menit yang lalu pegi untuk menemui pacarnya. Dia terus berlari tanpa memikirkan keadaan di sekelilingnya saat ini. Berlari dan terus berlari itulah yang Rukia lakukan meski sesekali di hampir terjatuh karena kehilangan keseimbangan atau tersandung sesuatu. Tapi dia tidak peduli sama sekali, ia terus bangkit dan berlari kembali, seperti saat ia berlari ketika akan menuju kantor kakaknya tadi, bedanya sekarang ia terlihat lebih tergesa-gesa.
"Bodoh kau Rukia kenapa kau tadi ketiduran segala sih. Semoga saja kakak tidak kenapa-napa sekarang. Tunggulah Hisana-nee aku segera datang"
Rukia terus bergumam pada dirinya sendiri tanpa berhenti berlari.
Saat ia sampai di sebuah taman yang cukup luas ia segera mencari keberadaan kakaknya itu. Saat ia tengeh mencari sosok kakaknya ia terkejut mendengar sebuah teriakan, dan sepertinya itu adalah suara
kakaknya.
"TIDAK AKAN"
Kini Rukia hanya berdiri mematung melihat kakaknya yang bersimpah darah dengan seorang laki-laki yang menjambak rambut kakanya itu.
"Hisana nee"
Gumam Rukia yang kini tengah bergetar mendapati keadaan kakaknya yang bagai orang sedang menunggu kematiannya.
"Oh begitu ya jangan salahkan aku jika kau mati ditangan orang yang kau cintai ini"
Sekarang mata Rukia membulat sempurna melihat kakaknya yang tengah ditusuk oleh pacarnya sendiri Shuuhei Hisagi. Bruk terdengar suara tubuh kakanya yang tengah ambruk di tanah.
"HISANA-NEE"
Rukia berlari mendekati kakanya yang saat ini terkulai lemas dengan keadannya yang tragis.
"Kenapa kau lakukan ini pada kakakku HAH?APA MAUMU?".
Kini awan-awan sudah tak tahan untuk menahan bulir-bulir air yang terus ia bawa, sehingga kini hujan telah membasahi sebagian belahan bumi ini.
"KAU"
Saat Hisagi telah melayangkan pisau yang ia bawa untuk membunuh Rukia, terdengar suara mobil polisi yang telah mengepung tempat mereka saat ini.
"Jatuhkan senjatamu sekarang, dan angkat kedua tangan mu"
Kata salah seorang polisi yang kini tengah mengepung Shuuhei Hisagi, dengan menodongkan senjata api ke arahnya. Seketika itu juga Hisagi berusaha melarikan diri, tetapi niatnya itu tidak terwujud karena kini sebuah timah panas telah bersarang di betis kanannya.
"Rukia-chan"
Terdengar sebuah suara yang familiar bagi telinga Rukia. Sebuah suara laki-laki yang selama ini menjadi sepupu sekaligus sahabatnya itu semakin mendekat. Tetapi Rukia tidak menanggapi suara tersebut.
Bukannya Rukia tidak mendengar atau tidak mau menaggapinya, tapi saat ini pikirannya tengah kacau, ralat sangat kacau atas apa yang baru saja ia lihat. Kakak kandungnya di bunuh di depan matanya, tetapi ia malah terdiam tidak melakukan apa-apa saat laki-laki brengsek itu menusuk kakaknya sampai jadi seperti saat ini.
"Kuchiki-chan kau tidak apa-apa kan? Hisa~"
Kini terdengar sebuah suara dari seorang wanita yang menggantungkan kata-katanya karena terkejut mendapati keadaan Hisana yang bersimpah darah di pangkuan adiknya.
Rukia kini benar-benar sangat kacau, rasa sakit saat ia ditinggalkan kedua orang tuanya kini kembali ia rasakan, Sakit sangat sakit. Baginya kini Tuhan benar-benar tidak adil padanya, kenapa orang-orang yang ia cintai Ia ambil secepat ini. Kutukan apa yang sebenarnya ia terima?
"Lepaskan aku brengsek, LEPASKAN AKU"
Kini terdengar suara laki-laki yang dengan kejamnya membunuh orang yang mencintainya. Dia sedang berusaha kabur dari para polisi yang membawanya ke dalam sebuah mobil polisi.
"Tolong hukum berat laki-laki ini, terutama dia" Ucap sepupu Rukia itu sambil menunjuk seorang laki-laki berambur coklat berkacamata yang kini telah berada di dalam mobil polisi. Ya Aizen Sousuke sang otak dari tindakan yang dilakukan Hisagi.
Flashback END
XXXXXX
Masih membekas dengan hangat di ingatan Rukia saat dengan kejamnya orang yang sangat-sangat di cintai kakaknya itu tega membunuh kekasihnya sendiri dengan cara yang sangat keji. Dalam hati Rukia berjanji tidak akan mudah percaya dengan seorang laki-laki yang mengaku mencintainya kelak. Bahkan kalau perlu ia tidak ingin memiliki seorang kekasih di kehidupannya ini, dia benci, sangat benci dengan cinta. Ya buat apa memiliki cinta dan orang yang di sukai bila pada akhirnya akan menderita. Buat apa?. Dia baru sadar sekarang banyak orang-orang yang menderita karena cinta bahkan ada yang sampai bunuh diri karenanya, bukankah itu berarti cinta itu menyakitkan? Cinta itu sebuah parasit dalam kehidupan kita?.
" Tidak Kuchiki-chan bukan kau yang bersalah, tapi takdirlah yang salah. Bukan kau yang menyebabkan kakakmu meninggal, kau sudah berusaha agar takdir itu tidak terjadi. Tapi bukankah takdir adalah suratan Tuhan yang telah Ia atur sedemikian rupa untuk kebaikan dalam kehidupan kita juga?"
Unohana berusaha menasehati Rukia yang terlihat dengan jelas kalu dia sangat merasa bersalah dan terpukul atas apa yang menimpa kakak kandung satu-satunya itu.
"Aku yakin Tuhan akan memberikanmu kebahagiaan dalam hidupmu kelak"
" Ehm... Terima kasih Unohana-san"
Ucap Rukia tulus
"Tentu. Jadi sekarang kau jangan bersedih lagi ya, raihlah kebahagiaanmu ok. Mungki dari sekarang kau harus cari seorang pacar agar hidupmu tidak itu-itu saja bosan kan kalu itu-itu saja"
Ujar Unohana sembari sedikit bercanda untuk menghibur Rukia.
"Terima kasih. Aku akan berusaha meraih kebahagiaan ku Unohana-nee"
Sahut Rukia dengan sedikit menyunggingkan senyum yang di paksakan.
'Pasti aku akan berusaha maraih kebahagiaanku Unohana-nee. Tapi untuk mencari seorang kekasih. Entahlah apakah aku bisa tau tidak dengannya'
Gumam Rukia dalam hati yang tentu saja tidak akan ada yang mendengarnya, karena Unohana hanya tersenyum manis kearah Rukia sembari menepuk sedikit pundaknya dan kemudian berlalu dari hadapannya.
XXXXXX
RUKIA POV
Sudah hampir seminggu, setelah kejadian yang telah menewaskan orang yang sangat ku sayangi itu terjadi. Berat, sangat berat memang menjalani hidup seorang diri tanpa ada orang tersayang yang menemani kita, tapi akupun tidak bisa terus terpuruk seperti ini. Lagipula aku harus melanjutkan hidup dan kehidupanku kan? Aku sadar benar akan hal itu, hidupku belum berakhir semuanya, walaupun mungkin tidak akan sesempurna hidupku dulu saat aku masih dikelilingi orang-orang yang menyayangi dan yang aku sayangi. Sempurna. Ah setidaknya itu yang aku rasakan di kehidupanku dulu. Bagaimana tidak sempurna aku memiliki dua orang tua yang sangat-sangat memperhatikan dan menyayangiku, serta seorang kakak yang selalu siap untuk menampung curahan hati ku. Selain itu juga aku terlahir di tengah keluarga bangsawan yang terpandang dengan harta kekayaan yang sebut sajalah tidak akan habis sampai tujuh turunan, bagaimana bisa ada orang yang tidak mau memiliki kehidupan sesempurna hidupku, tidak ada bukan?. Tapi itu dulu, entahlah aku merasa hidupku yang sekarang dan nanti tidak akan sesempurna kehidupanku dulu. Apalagi luka yang tertoreh di hatiku ini terlalu dalam. Bukankah Luka yang dalam itu tidak akan pernah sembuh dengan sempurna? Bukankah selalu ada bekas di luka itu? Semua itu benar bukan?.
"Rukia-chan apakah kau benar akan keputusanmu ini?"
Unohana-nee sekarang membuyarkan lamunanku tentang hidupku kelak.
"Tentu saja. Bukankah Unohana-nee sendiri yang bilang padaku untuk menggapai kebahagiaan hidupku?"
Kataku balik bertanya.
"Ya memang benar. Tapi bukan dengan cara meninggalkan kota ini kan?"
Meninggalkan kota Tokyo? Ya memang itulah keputusanku aku ingin melupakan semua kenangan-kenangan pahit dalam hidupku, jadi meninggalkan kehidupanku sekarang mungkin adalah cara yang tepat agar aku bisa melupakannya. Setidaknya menurutku itulah cara yang paling tepat saat ini.
"Tidak Unohana-nee. Entah mengapa aku merasa meninggalkan kota ini dan meninggalkan kehidupanku sebagai seorang Kuchiki adalah hal yang paling tepat saat ini. Aku hanya ingin melupakan kenangan pahit dalam hidupku"
Aku terus memasukan baju-bajuku satu- persatu kedalam koper besar miliku, aku berniat akan lama meninggalkan kota Tokyo ini.
"Baiklah jika itu keputusanmu, aku tidak bisa melarang. Hanya saja bagaimana dengan perusahaan keluargamu? Bukankah seharusnya kau menempati kursi Presiden Direktur setelah kepergian kakakmu? Jika kau pergi, siapa yang akan mengurus perusahaan itu?"
" Tenang saja Unohana-nee"
Kataku sambil tersenyum lebar atas pertanyaan-pertanyaannya itu
"Aku sudah menunjuk Ashido-kun untuk mengurus Roigakai Corp, dia kan jagonya dalam berbisnis pengalamannya juga tidak diragukan lagi kan? Lagi pula aku ini kan masih kelas 12 , jadi aku harus meneruskan sekolahku. Aku juga belum berpengalaman untuk menjalankan bisnis. Jadi aku pikir lebih baik aku serahkan saja perusahaan ini kepadanya, dia juga kan sepupuku. Aku percaya padanya ia tidak akan mengecewakan ku"
Kataku panjang x lebar.
"Kau benar"
Unohana-nee membenarkan kata-kataku kali ini sambil menghampiriku untuk membantu mengepak barang-barangku.
XXXXXX
Aku keluar dari kamarku menuju ke ruang tamu yang sepertinya sudah ada orang-orang yang menungguku sejak dari tadi. Rasanya sedikit berat akan meninggalkan rumah yang telah hampir ku tinggali selama 18 tahun ini harus aku tinggalkan begitu saja. Tapi, apa boleh buat ini adalah keputusan mutlakku. Tidak ada yang bisa menghalangiku saat ini, termasuk rasa beratku untuk meninggalkan rumah ini.
"Rukia-chan kau harus berhati-hati nanti jika kau sudah sampai di Karakura, jangan lupa untuk makan tepat waktu kau kan punya penyakit maag"
Aku senang dengan sikap Ashido-kun sepupu sekaligus sahabatku ini, aku merasa ada orang yang masih memperhatikanku.
"Baik Ashido-kun. Kau juga jaga dirimu baik-baik, dan ingat, jangan membuat bangkrut Roigakai Corp"
Sahutku sambil sedikit meninju pundaknya yang lebih tinggi dari pundaku.
"Tenang saja Rukia-chan aku tidak akan membuat perusahaan mu bangkrut. Tapi kalu tidak mengkorupsi uang perusahaan aku tidak jaji"
"Kau"
"Bercanda Rukia-chan. Baiklah kau mau aku antar atau~"
"Tidak usah. Aku bisa naik taksi saja, lagipula aku tidak mau merepotkan Ashido-kun"
Jawab ku. Sebenarnya sih bukan itu alasanku menolak untuk di antar oleh Ashido-kun. Tapi karena aku ingin benar-benar lepas dengan semua orang yang berhubungan dengan keluargaku. Lagi pula jika ia mengantarku aku takut aku semakin tidak bisa melepas kehidupanku sebagai seorang Kuchiki.
"Baiklah kalu itu adalah keputusanmu. Hati-hatai di jalan Rukia-chan"
"Em... Selamat tinggal semua, semoga kita bisa bertemu lagi"
Kataku sambil melambaikan tangan kearah mereka semua.
Selamat tinggal, ya selamat tinggal kehidupanku. Aku akan membuka lembaran baru dalam hidupku dan menutup lembaran kusam hidupki dulu.
Semoga saja kehidupanku nanti akan jauh lebih baik dari kehidupanku sekarang ini. Aku yakin akan kata-kata Ashido-kun dan Unohana-nee.
Bahwa Tuhan akan memberikanku hidup yang indah kelak.
XXXXXX
Akh... akhirnya selesai capther pertama di cerita pertama Ai
Gimana Gejekah? Terlalu bertele-telekah? atau terlalu panjang *menurut Ai semuanya benar deh :(*
Maaf ya kalau cerita pertama Ai, hasilnya tidak memuaskan para readers *hiks...hiks...*
Maaf juga IchiRukinya belum dimunculin, soalnya Ichigonya lagi sibuk ke pasar nyari kangkung, jadi ichigonya belum ada di chap 1 *he...he... :p*. Tapi di chap selanjutnya Ai usahain udah ada IchiRukiny.
Please REVIEW ya, semua komentar (yang baik atau yang buruk) , nasihat, koreksi, Ai terima dengan senang hati n_n sangat senang hati malah
Jadi jangan lupa REVIEW YA *maksa*
Sebelum dan sesudahnya Ai ucapkan terima kasih
