A Letter for You by Mss Dhyta

Bleach by Tite Kubo

Warning : OOC, AU, IchiRuki, RenTatsu,dan mungkin pair lain

A fic for Mico and Micon, ini request-an kalian

Gomen kalo gak terlalu sesuai permintaan

A new story begin—please enjoy it

.

.

Apa kabarmu?

Apakah kau baik-baik saja?

Aku harap begitu, karena disini aku merindukanmu.

Sangat merindukanmu.

.

.

Mata violetnya memperhatikan setiap not yang tertulis di atas kertas putih mencoba memainkan setiap nada dengan biolanya, memainkan nada-nadanya dengan lembut dan penuh perasaan. Lengan kanannya bergerak ke atas dan kebawah menghasilkan harmoni yang indah disetiap gesekan.

"Masih memainkan lagu ini Rukia?"

Rukia Kuchiki menoleh dan menghentikan permainan biolanya. "Hanya sedikit."

Hinamori Momo tersenyum dan mengambil selembar partitur yang tergeletak diatas meja. "Kau masih merindukannya."

Senyum yang dipaksakan terlukis dibibir Rukia, seolah menahan rasa sakit yang telah lama terpendam di dalam hatinya. "Bagaimanapun dia sudah tidak ada Momo, aku tidak bisa mengharapakannya."

Momo meletakkan partitur itu kembali ke tempatnya, tangannya meraih jemari Rukia dan menatap mata violet dihadapannya. "Tetaplah tersenyum. Bagaimanapun kau membutuhkan itu untuk kembali ke Jepang."

Rukia mengangguk dan kembali mengukir senyum, berusaha untuk terlihat ceria dihadapan sahabatnya. "Baiklah Momo. Arigatou."

.

.

Jemari tangan Ichigo bermain lincah diatas tuts piano, menghasilkan alunan nada yang selalu membuat semua orang berdecak kagum mendengar permainannya. Tapi kali ini tak ada tepuk tangan ataupun riuh pujian dari para pendengar permainannya, suasana di aula begitu sepi dan membuatnya semakin leluasa memainkan tuts piano.

"Masih memainkannya?"

Ichigo menoleh dan melihat Renji telah berdiri di depan pintu aula bersandar pada pintunya. Lalu melangkah menuju piano yang terletak diatas panggung tempat Ichigo berdiri.

"Sedikit, apa yang kau lakukan disini?"

Renji meninju bahu Ichigo. "Mencari seorang artis yang sepertinya kembali ke dunia musik. Kau tahu waktu kita sempit Ichigo jangan buat aku mencarimu terus menerus," tangan Renji menunjuk arloji yang melingkar ditangannya.

"Ya… Ya aku tahu, baiklah kita pergi sekarang. Tuan babon," Ichigo mengangkat tangannya, menyerah akan keluhan Renji, dan berjalan menuruni panggung.

"Hei Ichigo! Beruntung kau memiliki teman sepertiku, seharusnya kau berterimakasih padaku."

Ichigo tetap melangkah tanpa memperdulikan omelan Renji, bahkan membiarkan pria itu terus mengeluhkan segala hal tentang dirinya. Ichigo menghela nafas panjang dan berhenti di depan pintu aula menunggu Renji menyusulnya.

"Berhentilah mengomel babon, aku rasa kau tidak ingin dimarahi manajer juga kan?"

Wajah Renji terlihat menahan emosi, lalu keluar dari aula sambil melanjutkan omelannya. Sedangkan Ichigo melihat piano ditengah aula itu untuk terakhir kali, dan menutup pintunya perlahan meninggalkan piano dan nada indah yang sempat ia hasilkan beberapa menit lalu.

.

.

"Bagaimana perjalananmu?"

"Menyenangkan, terimakasih kau mau menjemputku," Rukia tersenyum pada wanita berambut pirang dengan tinggi badan yang jauh melebihi dirinya.

Wanita itu menjemput Rukia di bandara dan bertugas sebagai pendampingnya selama ia berada di Jepang. Tadi dia memperkenalkan diri sebagai Matsumoto Rangiku, Rukia masih bingung harus memanggilnya apa.

"Ah—Rangiku san, apakah kita bisa ke hotel sekarang? Aku sangat lelah."

Rangiku mengangguk dan mengapit lengan Rukia. "Baiklah, aku rasa kau memang harus istirahat hari ini, besok adalah hari yang melelahkan untuk memulai syuting video musikmu,"

Rukia hanya menurut saja ketika Rangiku membawanya masuk ke sebuah taksi yang telah terparkir manis di depan deretan taksi lain.

Setelah berada didalamnya Rangiku memulai pembicaraan kembali. "Aku dengar kau tidak akan kembali lagi ke Jepang untuk sementara waktu, apa yang membuatmu kembali?"

Wajah Rukia terangkat menatap Rangiku yang berada di sampingnya. "Hanya ingin kembali ke kampung halaman, bagaimanapun aku merindukan negara ini," Rukia melempar senyum ramahnya dan kembali berkutat pada handphone ditangannya, mengirim sms pada Momo.

"Baguslah kalau begitu, aku rasa kau juga harus menetap lama disini iya kan?"

"Mungkin, akan aku usahakan."

"Ah—kau akan menyesal jika tidak tinggal lama disini, apalagi setelah video musikmu keluar."

Rukia hanya menjawab dengan tawa ringan. "Ya—mungkin aku bisa tinggal agak lama."

"Dan kurasa kau sangat beruntung Kuchiki san."

Rukia tidak menjawab, hanya mengerutkan dahi seolah bertanya apa maksud dari pernyataan Rangiku.

"Kau akan dipasangkan dengan Ichigo Kurosaki, artis yang sedang naik daun."

"Baguslah aku rasa Urahara sama memang memiliki selera yang bagus sebagai produser video musik."

Rukia memindahkan pandangannya ke luar jendela, pemandangan Jepang yang cukup lama ia tinggalkan kembali ia datangi. Sebenarnya kedatangan dirinya ke Jepang bukan hanya untuk membuat video musik tapi melakukan sesuatu yang lebih penting dari itu.

"Kuchiki san."

"Ada apa?"

Rangiku menyandarkan kepalanya ke kursi penumpang, mencari posisi yang lebih nyaman baginya. "Kenapa kau pindah ke luar negeri, ah— bukannya aku percaya gossip, lagipula aku yakin kau tidak melakukan hal yang digosipkan. Mana mungkin kan?"

"Ah, itu? Masalah aku keluar negeri karena hamil? Bagaimana kalian bisa percaya. Apakah aku tampak seperti seorang ibu sekarang?" Rukia tertawa lepas berusah membuat Rangiku ikut tertawa, mengalihkan semua pertanyaan pendampingnya dan melupakan alasan-alasan yang mungkin bisa membuatnya melepas tangis di dalam taksi.

.

.

Pria berambut merah itu menyusuri taman yang akan menjadi tempat Ichigo akan melakukan adegan di video musik. Keinginannya untuk menyusuri taman itu pun tak lain karena perbuatan isengnya disaat tidak ada kerjaan. Ia selalu ingin tahu bagaimana tempat syuting Ichigo ataupun tempat syutingnya, hanya sekedar untuk melepas penat.

"Hei! Tunggu."

Renji menoleh ketika seorang anak kecil memanggil temannya yang telah berlari meninggalkan bangunan pasir yang telah berdiri kokoh. Renji hanya tersenyum kecil ketika melihat tingkah kedua anak itu dan menghampiri sebuah bangunan pasir.

Mata Renji memperhatikan tiap detail di bangunan itu, sebenarnya hanya karya amatiran—tepatnya karya anak kecil— yang masih memiliki cacat disana sini, walaupun tidak terlalu ahli dalam membuat bangunan pasir tapi untuk mengomentari sesuatu dia jagonya.

Entah kenapa senyum kecil kembali terlintas di wajah Renji tangannya memainkan sekop pasir yang masih tergeletak disana. Hingga sebuah panggilan menyadarkannya.

"Hei! Kau mau merusak istana pasir itu?"

Renji mendongakkan kepalanya dan melihat seorang wanita dengan rambut hitam pendek berdiri di depannya, dengan seorang anak kecil—yang diyakini Renji anak kecil yang berlari tadi— berdiri ketakutan dibelakang wanita itu.

"Tidak, untuk apa? Ini hanya mainan anak kecil."

"Kalau begitu kenapa kau membuat anak ini takut?"

Renji mengerutkan dahi, sementara itu sebelah alisnya terangkat sebagian, seolah-olah menanyakan apa maksud kata membuat-anak-ini-takut.

"Tato mu, dan rambut merahmu. Kau benar-benar membuatnya takut."

Renji membuka mulutnya hendak membela diri tapi wanita berambut pendek itu telah mendahuluinya.

"Sebaiknya kau main di tempat lain tuan, karena aku rasa kau telah membuat anak-anak kecil tidak berani melanjutkan istana pasir mereka."

"Apa maksudmu? Lagipula aku kira dia sudah pergi, dia berlari dengan temannya kan? Jadi aku kira istana pasir ini juga sudah ditinggalkan," kata-kata serta tudingan Renji terhadap anak kecil yang berdiri di belakang wanita itu membuat anak itu menangis, membuat Renji semakin panik sekaligus salah tingkah.

"A— maaf, aku tidak bermaksud memarahimu, lagipula—"

Tangan Renji yang berusaha menggapai anak itu ditepis oleh si wanita galak. "Sudahlah, sebaiknya kau pergi, ternyata kau juga tega membuat seorang anak menangis," ucapnya dengan nada membentak.

"Baiklah Lulu, kau akan kuantar pulang, berhentilah menangis."

Renji yang ingin menjelaskan semuanya hanya bisa melihat wanita itu membawa anak kecil itu –yang dipanggilnya Lulu—pergi dan meninggalkan kesan jahat serta preman pada dirinya.

"Hei! Aku bukan preman!"

.

.

Tawa Ichigo meledak ketika Renji menceritakan kejadian yang dialaminya di taman sore itu, tanpa bisa dicegah Ichigo memegangi perutnya yang telah sakit karena tertawa terlalu banyak. Tangannya menepuk nepuk bahu Renji seolah olah memberi pria itu semangat—walaupun jelas ia gagal—

"Kau dikira preman? Pantas saja— pantas saja kau dianggap seorang preman dengan rambut dan tato alis itu."

Renji melemparkan bantal pada Ichigo yang masih terus tertawa, menyesal kenapa ia menceritakan semuanya pada Ichigo.

"Berhentilah Ichigo kau benar-benar menyebalkan."

Ichigo mengangkat sebelah tangannya dan berhenti tertawa. "Baiklah-baiklah. Maaf tapi kau memang pantas dianggap sebagai preman."

Satu lemparan bantal kembali melayang ke wajah Ichigo. "Sialan kau Ichigo, kau benar-benar bukan teman yang baik. Harusnya aku tidak menceritakannya padamu."

"Kalau begitu seharusnya kau memang tidak menceritakannya padaku, kau tahu jika aku menceritakan ini pada 10 orang pasti 1 orang yang tidak akan tertawa, sisanya akan sakit perut karena tertawa."

"Kenapa cuma 1 orang."

"Itu kau bodoh!" tawa Ichigo kembali meledak, dan Renji mulai melempar Ichigo dengan sandal yang ada didekatnya.

"Berhenti menertawakanku Ichigo, dasar jeruk!"

Ichigo kembali mengangkat sebelah tangannya, tanda menyerah. "Baiklah, aku diam, aku tidak akan tertawa lagi, atau kita akan mulai bertengkar seperti kemarin."

"Baguslah. Besok kau akan berangkat untuk syuting video musik kan? Siapa pasangan wanitamu?"

Ichigo menggelengkan kepalanya tanda tak mengerti. "Kata Urahara san dia penyanyinya, namanya Rukia Kuchiki. Kau tahu?"

"Ah— dia kan wanita yang telah lama tidak kembali ke Jepang, aku kira dia benar-benar hamil dan merawat bayinya di luar negeri. Ternyata dia kembali."

Ichigo mengerutkan dahinya. "Ternyata kau masih ingat hal-hal seperti itu kau benar-benar banci gosip. Terserahlah aku tidak terlalu peduli pada siapa penyanyinya, yang penting dia berhasil menampilkan akting yang maksimal selama syuting."

"Yah—aku juga berharap."

.

.

Hari pertaman syuting membuat Rukia terus berkeringat dingin, sudah lama dirinya tidak berada di depan kamera dan saat ia kembali ia benar-benar merasa seperti mengulang masa-masa pertama kali ia memasuki dunia musik dan akting.

Rukia mengangkat secangkir kopi miliknya dan menyeruputnya pelan. Tangan kirinya membolak-balik naskah yang ada di atas meja, berharap semuanya akan berjalan lancar.

"Kuchiki san."

Rukia mengangkat kepalanya, dan mendapati seorang pria dengan rambut pirang dan mata yang dilingkari garis hitam berdiri di depannya.

"Urahara san, maaf aku telah merepotkanmu." Rukia berdiri dari duduknya dan menundukkan kepala memberikan penghormatan pada orang yang telah membantunya.

"Ah—tenang saja yang penting kau berakting bagus, aku telah memilihkan yang terbaik untumu." Urahara tersenyum pada Rukia dan kembali menuju stafnya yang sedang bersiap-siap untuk pengambilan gambar.

Rukia menoleh lagi dan melihat lokasi yang dipilih sebagai tempat pengambilan videonya, taman kota kecil tempat anak-anak biasa bermain. Dan saat ini masih ada beberapa anak yang bermain, sepertinya mereka tidak tertarik walaupun akan ada sebuah syuting ditempat ini.

Cangkir Rukia kembali berpindah ke tangan kanannya, ia tidak sempat menurunkannya sampai seseorang memanggilnya.

"Kuchiki san, lihatlah itu orang yang akan bermain bersamamu Ichigo Kurosaki."

Rukia melihat kearah yang ditunjuk Rangiku, dan ia bisa merasakan tangannya bergetar seketika hingga cangkir yang ia pegang jatuh dan pecah.

"Ka—"

.

.

Ichigo menoleh mendengar suara pecahan itu, ia melihat seorang wanita dengan rambut hitam berjongkok disekitar pecahan cangkir dan memungutnya satu persatu dengan panik, Ichigo mendengar Renji yang berbisik disebelahnya.

"Itulah orang yang akan menjadi lawan mainmu, Rukia Kuchiki."

Mata Ichigo menyelidiki pemilik rambut hitam yang setelah diperhatikan sekali lagi memiliki warna rambut hitam yang bercampur dengan warna biru tua. Ketika wanita itu berdiri tinggi badannya nyaris membuat Ichigo tertawa, terlalu pendek untuk seorang wanita yang berusia 17 tahun.

"Bagaimana? Cantik kan? Tapi sayangnya dia sudah punya anak."

Ichigo mengerutkan dahinya, melihat Renji yang melipat tangannya di depan dada. "Bagaimana bisa, itu kan hanya gossip, sudahlah lagipula aku hanya akan menjadi lawan mainnya di video musik ini. Urusan pribadinya jelas no 100 berapalah."

Renji menggelengkan kepalanya ketika melihat Ichigo menuju ke arah pegawai rias yang telah memanggilnya. Menyayangkan ketidakpedulian temannya itu pada seorang wanita.

.

.

Tangan Rukia terasa sedikit perih, terkena rembesan kopi panas, reaksinya benar-benar berlebihan ketika melihat pria itu. Jelas Rukia sadar kalau ia bukan orang yang ia kenal.

"Rukia Kuchiki?"

Rukia mengangkat kepalanya dan melihat wajah seorang pria dengan kerutan yang terlihat permanen di dahinya. "Kau?"

"Ichigo Kurosaki, yang akan menjadi lawan mainmu di video musik ini."

"Ah— iya salam kenal."

Ichigo mengerutkan dahinya ketika melihat senyum terpaksa yang muncul dari wajah Rukia. "Ada yang salah, mereka bilang kau menjatuhkan cangkir kopi setelah melihatku?"

"Ah, tidak kau— ah iya aku kaget warna rambutmu terlalu mencolok. Hahaha," tawa datar Rukia mengakhiri kalimat bodoh yang baru saja dilontarkannya, dalam hati Rukia mengutuk dirinya sendiri jawaban yang keluar dari mulutnya benar-benar memulai perang.

"Oh— kalau begitu baguslah, tadi juga aku berusaha menahan tawa karena melihat tinggi badanmu nona."

Mata Rukia melebar, tangannya terkepal ia benar-benar tidak terima jika ada orang yang menyinggung tinggi badannya.

"Apa? Kau pikir rambutmu itu bagus? Aku rasa kau yang terlalu tinggi bukan aku yang terlalu pendek."

"Hei! Lihatlah tinggi badanmu, jelas tidak normal bagi orang seusia dirimu."

"Tahu apa kau soal tinggi badan?"

"Tahu apa kau soal model rambut?"

Setelah adu mulut terjadi Renji dan Rangiku datang memisahkan mereka berdua, pertemuan pertama sebelum pengambilan gambar pertama benar-benar buruk. Rukia pun menyadari kemiripan wajah yang dimiliki orang itu dengan orang yang dikenalnya, hanyalah sekedar kebetulan.

"Dasar cebol!"

"Kau jeruk!"

.

.

A/N

Baiklah Mss kembali melakukan kerusuhan di fandom Bleach, setelah sekian lama gak bikin fic Ichiruki dan terlempar ke fic crime, serta fic yang numpuk . Tapi hasrat buat bikin fic IchiRuki tak terbendung, akhirnya kebetulan juga ada yang rikues jadi sekalian aja deh XD

Mico—Micon ini fic kalian semoga kalian senang. Maaf karena terlalu lama tapi mss akan berusaha secepat mungkin buat ngupdate, sampai selesai.

Withloveforyou

2+4

RnR?