Hai semuanya...ini adalah The End of Beginning versi edit nya...
Kenapa di edit? karena beberapa alasan yaahhhh
1. saya kelewatan menggambarkan beberapa hal yang kecil-kecil
2. temponya terlampau cepat
3. saya mau ngedit aja :D
really thanks to BlackCrows untuk komen-komennya yang sangat membantu :D
Penggambaran karakter L pada ff ini tidak bungkuk, tidak suka berjalan dengan kaki telanjang, tidak bermata panda. L pada cerita ini sangat formal layaknya Light.
Bila malam telah terlewati, dan mentari kembali tersenyum,
aku hanya ingin cintamu, L.
-MeetingYouCh1-
'L' bagaimana aku harus mengatakan ini padamu?
-Light's POV-
Namaku Light, biasanya dipanggil Raito, bahasa inggris yang dijepangkan. Apapun panggilannya aku tidak pernah mempermasalahkan itu. Aku seorang mahasiswa jurusan manajemen di sebuah universitas di Tokyo. Aku tidak jenius, semua nilaiku biasa saja, rata-rata sama atau rata-rata ada yang dibawah, dan itu tidak masalah bagiku, namun wajahku lah yang membuatku agak risih. Kata orang di sekitarku, wajahku menarik banyak perhatian orang. Mataku yang sewarna madu, rambutku, tubuhku yang sangat sesuai dengan karakter yang diidamkan banyak wanita, membuatku mabuk menolak surat cinta perempuan di kampus ini satu persatu.
Banyak yang mempertanyakan mengapa aku menolak para gadis itu? Bahkan menolak penyerahan diri mereka padaku walau hanya satu malam? Aku katakan pada mereka "Aku hanya belum tertarik" sambil tersenyum. Pada kenyataannya aku tidak bisa memberitahu mereka, bahwa aku GAY.
Ini adalah tahun ketigaku di universitas ini. Aku tidak banyak bergaul, namun banyak orang-orang yang mendekatiku jadi mau tidak mau aku harus berbicara atau terkadang membuka pembicaraan agar tidak terasa kaku. Aku senang menjadi diriku sendiri, namun aku bersyukur sampai saat ini belum ada yang mengetahui rahasia terbesarku. Tuhan selamatkanlah aku.
Aku berjalan lurus kearah perpustakaan. Bukan, bukan karena aku ingin membaca, hanya saja aku ingin menghabiskan waktu di sana. Di ruang favoritku, tentunya hanya aku yang tahu. Aku berjalan, menyusuri koridor gedung fakultas ekonomi ini. lantainya terbuat dari marmer putih, mengkilap indah memantulkan bayangku saat aku melihat ke bawah. Dindingnya di cat coklat di bagian bawah dan putih di bagian atas. Bagian cat ini dipisahkan oleh pembatas dengan ukiran menggambarkan alam yang sangat indah. Jendelanya berada di atas pembatas berukiran kayu tadi, dan menjulang tinggi ke atas sekitar satu meter. Universitas ini benar-benar mengerahkan seluruh kekuatannya di bidang pendidikan dan penataan tiap gedung fakultasnya.
Lamunanku rusak. Suara langkah kaki tiba-tiba menjadi ramai bergema di belakangku selagi aku mengagumi keindahan koridor yang tadinya sedang kosong. Aku melihat ke belakang dengan tergesa-gesa dan ternyata Misa sedang dikejar oleh para fans nya..'ini yang benar saja' kataku ragu dalam hati.
"TUNGGU! HEI! MISA!" beberapa fans fanatik Misa itu berlarian, tangannya menggapai-gapai di udara hanya untuk ingin menangkap setitik keringat yang jatuh dari tubuh Misa.
Misa melihat ke arahku, pandangannya melebar, "Rai-chan! AWASSS!" Misa mendorongku hingga terjatuh terguling ke sisi tepian koridor, sukses membuat punggungku kesakitan setengah mati. Debukan kaki para fans nya dari belakang membuatku takut dan merapat ke dinding dengan posisi tertidur. Aku tidak dapat berkata apa-apa.
Kemudian kudengar lagi langkah kaki seseorang yang datang, dan aku masih dalam posisi tertidur. 'Bisa gawat ini…' aku tergopoh-gopoh membetulkan posisi dari tertidur miring kini menjadi tegap lurus, dan menepuk-nepuk baju bagian luarku. Aku berdiri tegak, sepertinya mukaku mengeluarkan semburat merah, namun aku tidak perduli. Aku berjalan dengan muka tertunduk.
Aku mendelikkan sedikit mataku ke arah orang yang berjalan itu. Ia berjalan berlawanan arah denganku. Aku melihat seorang pria, berkemeja putih lengan panjang yang dilipat tanpa memakai dasi, memakai celana bahan berwarna hitam kelam yang jatuh dan pas sekali di kakinya yang jenjang itu. Baiklah aku tidak harus melihat orang ini karena nanti aku bisa gila. Tuhan, aku GAY! Mengapa kau datangkan orang seperti ini di kalan aku sendirian? Aku sweatdrop sendiri.
Namun karena penasaran, aku melihat lagi sedikit ke atas. Sekilas nampak rambut hitam orang yang sedang lewat tadi, namun aku terus melangkahkan kaki, tidak mau orang itu melihat semburat merah di wajahku, dan aku takut memikirkan hal yang tidak-tidak.
"GREP!"
Tanganku tertahan, aku tidak bisa bergerak ditambah lagi aku sangat malu saat ini. Kini aku melihat wajahnya, melihat senyumnya yang tersenyum mengerikan, dan aku melihat...matanya...mata merahnya...Aku terkejut melihatnya. Aku tahu siapa dia. Namun aku langsung memalingkan kepalaku, karena aku tak tahu senyum siapa yang sedang bertengger di wajahnya sekarang. Aku berontak, meronta, menarik tanganku dengan paksa "HEI! LEPAS….!", sesaat bayangan itu bergeser tepat di depan wajahku, dan sedetik kemudian mulutku sudah terbungkam….oleh mulutnya.
"ENGH!" aku merintih, bibirku sakit dan sepertinya berdarah…bibirku digigitnya!
"HENG! HENG!" aku meronta, kudorong badan pria berkulit pucat itu sekuat tenaga. Ternyata ada keuntungan kakekku selalu memaksaku berlatih judo. Ciumannya lepas, dia tersenyum melihatku. Aku menghapus jejak bibirnya dari bibirku dengan kasar hingga bibirku semakin berdarah. Aku melihatnya, aku benar-benar marah. Aku melihat orang ini menjilat bibirnya yang telah dinodai oleh darahk dari bibirku dihiasi dengan senyum gilanya, 'L…' aku memanggilnya dalam hati. Aku merasa mukaku memerah, aku tidak mengerti apakah aku senang, marah ataukah sebenarnya aku merasa ketakutan?
"Light." L menatap tajam Light. Kini mukanya tanpa ekspresi, menatap lurus ke arah mata Light.
'L…menyebut namaku. Dia tau aku? L?' kini ritme jantungku bertambah laju, darahku berdesir dengan cepat, aku masih bingung apakah ini kesenangan, atau ketakutan?
Kemudian L melewatiku, pergi begitu saja. Meninggalkan kesangsian dalam hatiku. Mukaku panas. Demi Tuhan, aku tidak rela ciuman pertamaku dicuri hingga berdarah seperti ini...'Tapi... ' aku menggelengkan kepalaku, menyadarkan diri dan menepuk-nepuk pipiku, sambil berjalan cepat…'aku tidak bisa memikirkan hal seperti itu secara spontanitas saja.'
-End of Light's POV-
Pria bersurai emas itu pergi meninggalkan kejadian yang terjadi sebagai mimpi. Namun dibelakangnya ada bayangan yang terus memperhatikannya. Pria bermata dan berambut kelam yang melihat Light sebagai mangsa dan siap untuk diburu. L melihat Light dengan senyumannya yang mengerikan merekah bersamaan dengan matanya yang tak pernah lepas dari kelincinya yang manis.
"Rai-chan~~~" suara Misa menggelegar di ruangan kuliah. Misa terlihat sangat lelah, dan terlihat mengenakan pakaian yang berbeda daritadi pagi. Light yang sedang terduduk melamun ke jendela melihat ke arah sumber suara dan menunjukkan air muka yang sedikit aneh melihat dandanan nyentrik Misa.
Misa kini memakai pakaian ala Harajuku, dengan warna pink, merah, kuning dan hijau muda mendominasi. Disertai dengan tempelan pin bunga-bunga dan sebagainya menempel pada jaket pink nya. Misa memakai skinny jeans hijau muda yang sangat ketat namun pas di tubuhnya, beserta kaus kaki kendur yang panjangnya berbeda antara kiri dan kanan seperti yang biasa ia lihat di distrik Harajuku. Dan Misa memakai kuncir rambut kelinci untuk mengangkat keseluruhan rambutnya ke belakang dan menguncirnya di bagian atas, meninggalkan beberapa helai rambut berantakan yang sudah dijepit dengan berbagai macam jepitan unik di masing-masing telinganya.
"Ada apa Misa-san?" Light kembali membenarkan tatapan dan berdiri menyambut Misa. suara Light lembut sambil tersenyum. Misa langsung menghambur, memeluk Light melompat, melewati meja yang menyambung dari ujung hingga terputus di tengah ruangan. Serta tidak lupa diikuti dengan tatapan sadis orang-orang satu kelas yang cemburu terhadap kedua orang itu.
"Rai-chan~~~ aku capek sekaliii…tiap hari harus dikejar-kejar seperti iniii! Padahal aku ingin tenangggg!" Misa berbicara pada Light dengan muka hanya berjarak 5 cm dengan pipi bergelembung imut dan tangannya masih tetap melingkar di leher Light. Beberapa fans kedua orang ini harus menerima kenyataan pahit dan berencana segera mengungsi dari ruangan itu dengan air mata yang terus berderai.
Light tertawa kecil, menunjukkan giginya yang putih dan rata, kemudian meletakkan tangan kanannya diatas kepala Misa dan menepuk-nepuk kecil malaikat kecil kesayangan banyak orang itu, "Misa-san, mereka hanya kagum padamu, cobalah cari tau apa yang membuat mereka terus mengejarmu. Mungkin mereka ingin tandatanganmu, atau sesuatu mungkin…" Light seperti sedang iseng namun serius.
Misa melihat dengan tatapan penuh arti seperti memberitahukan Light 'I did that already!'. Light yang menyadari hal itu tersenyum sambil melepas tangan Misa yang melingkar di lehernya dan menggenggam tangan itu dengan lembut namun kuat dan menatap Misa tanpa satu senyum pun terukir di wajahnya,"…Namun selalu ingat Misa-san, jagalah dirimu sebaik-baiknya. Tidak ada yang pantas berkata tidak sopan padamu selama kau tidak melakukannya, dan tidak ada yang pantas menyentuhmu selain orang yang kau izinkan menyentuhmu….yang aku maksud adalah 'menyentuh'. Jadi, tegaslah, Misa-san." Light menasehati Misa dengan penuh kelembutan, membuat Misa melepas tangannya dari genggaman Light dan memeluk Light dengan erat sambil menangis bersamaan dengan death glare dari fans Light di dalam kelas untuk Misa.
"uuuuhhh~~ terimakasih Rai-chan…aku saaaaaaaannngggaaaaatttt menyukaimu." Misa membenamkan kepalanya di dada bidang Light sambil menge-erat-kan pelukannya di leher Light. Light kembali memperlihatkan rentetan giginya melihat kelakuan Misa yang kekanakan, "…aku juga menyukaimu, Misa-san."
Misa terbelalak, dan mendongakkan kepalanya untuk melihat wajah Light saat menyebutkan kata-kata itu. Para fans Light dan Misa memandang dengan tatapan tak percaya, Light mengatakan perkataan yang baru pertama kali didengar seluruh mahasiswa kampus, Misa pun ternganga lebar. Biasanya Light tidak pernah menanggapi kata-katanya. Dan sisa hari itu dilewati dengan keheranan, dan Light hanya bisa tersenyum tidak bisa menerima kenyataan bahwa ia juga sama bingungnya dengan semua tatapan yang menatapnya.
Light membuka pintu kamarnya, melempar tas nya frustasi ke atas meja belajar alumunium pemberian ayahnya sehingga sukses menggeser kasar alat-alat yang sudah tertata rapi di atas meja itu dan sebagian berjatuhan ke lantai.
Light membukan jas coklatnya, mengendurkan dasi merah yang menjadi ciri khasnya itu lalu membuka dua kancing kemeja teratasnya kemudian merebahkan dirinya kasar diatas single bed dilapisi sprei putih itu.
-Light's POV-
'L…..' hahhhh! Pikiranku sangat penuh oleh L! hari ini, tiba-tiba dia menciumku! DIA MENCURI CIUMAN PERTAMAKU! KACAU SUDAH! Tapi aku tidak bisa mengatakan hal ini di depan mukanya yang langsung berbalik dan meninggalkanku begitu saja! Menyebalkan! Dan aku ketakutan. L tidak pernah memberikan senyum seperti itu. Tidak kepadaku, tidak kepada siapapun. Dia tidak pernah tersenyum semenjak aku kenal dia. Tapi aku harus jujur, aku menyukainya.
L bukan orang yang dekat denganku. Aku dan L hanya merupakan orang asing yang bersekolah di sekolah yang sama dari SD hingga SMA hingga sekarang kuliah aku baru mengetahui bahwa ia hanya berbeda jurusan denganku. Aku tidak pernah mengira semenjak terakhir kali aku melihatnya, dia akan tetap memasuki universitas ini. Saat SD kelas 1, aku tidak menaruh perhatian pada siapapun, aku berteman dengan semuanya, seperti yang dilakukan orangtuaku terhadap tetangga-tetangganya. Namun L tidak pernah berbicara, aku tidak bisa berbicara pada orang yang tak mau berbicara denganku dan berakhir dengan aku hanya bisa melihat L dari kejauhan.
Saat kelas 5, L masih tetap menyendiri. Aku melihat dia di pojok kelas, menunduk ke bawah, memperhatikan buku catatannya…seperti manekin, dengan kulit pucatnya, rambutnya yang hitam legam, dan….aku baru menyadari, matanya merah….sejak kapan matanya merah? Seingatku di kelas satu, aku tak pernah melihat matanya merah. Atau itu hanya perasaanku saja? Hampir di setiap waktu : menghabiskan waktunya untuk menunduk. Seketika aku terperangkap dalam bola matanya, aku berjalan, dari kerumunan orang yang sedang mengobrol denganku, hanya terarah pada mata merahnya….luar biasa…INDAH!
"….Hai, aku Light, senang berkenalan denganmu, maukah jadi temanku?" aku berdiri tepat di depan meja L, memberikan tanganku di depan wajahnya, mengambang di atas udara. Sontak perkataanku membuat seisi kelas itu ternganga, karena tidak ada yang berani mengajak L berbicara sebelumnya.
"…" hanya itu jawaban yang kudapat dari L, tanpa melihat kearahku sedetikpun, ia bahkan tak menyentuh tanganku yang masih mengambang di udara. Namun aku tau, dia mau. Aku tersenyum lebar saat melihatnya, aku berbisik ke telinganya, "terimakasih, Lawliet.." Aku berlari, menuju halaman sekolah untuk bermain dodge ball bersama yang lain yang diakhiri dengan sakit di seluruh bagian punggung.
L tidak mau berbicara padaku hingga kelas 6 SD. Aku terus menjemputnya dari rumah hingga ke sekolah, namun ia hanya akan menunggu di depan pagar rumahnya, walaupun dia tidak menganggapku teman. L tidak mau melihat mukaku ketika kami berjalan bersama. Aku sering mengarahkan kepalanya dengan paksa untuk melihat ke arahku hingga suatu saat ada bunyi 'krek' terdengar dari arah lehernya, dan akhirnya kami baku hantam hingga babak belur. Bahkan saat berkelahi, dia tidak menatap wajahku.
Di akhir kelas 6 SD, adalah saat pertama kali L mau berfoto bersama kami semua. Itupun hanya sekali. Aku tidak pernah bertemu dengan orangtua L, dan orangtuanya tidak pernah datang saat kami membaca karangan kami. Aku ingat, saat ada tuga karangan tentang orangtua, L tidak pernah mau mengumpulkannya, dan ketika guru bertanya, ia diam dan memalingkan wajahnya ke arah lain. Aku sangat heran bagaimana ia membayar semua biaya sekolahnya, padahal orangtua ku sering bertengkar mempermasalahkan tentang bagaimana susahnya kehidupan ini, namun mereka baik lagi setelah itu. Namun aku tidak berani menanyakan soal kehidupan pribadinya. Lagipula aku masih kelas 6 SD
SMP adalah saat yang lain lagi. Aku dan L tidak pernah sekelas pada saat ini, namun yang aku ingat, L tidak pernah meninggalkan kursi di kelasnya…tidak! Kecuali aku datang menjemputnya entah untuk makan siang atau mengajaknya pulang. Namun dia tidak pernah menatapku bahkan sekali saja! Namun aku tidak mau memaksanya untuk melihatku pada tingkatan ini. ia sudah besar dan aku tak harus menjadi baby sitter nya lagi.
Aku tetap berbicara dengan orang lain, aku tetap pergi bersama mereka, namun aku tidak mau memaksa L. aku tidak pernah pergi karaoke bersama L, tidak pernah pergi makan ramen bersama L. aku hanya memberitahunya kalau aku ada perlu dan tidak bisa pulang bersamanya setelah pulang sekolah walaupun dia tidak pernah melihatku! Maka segera setelah pulang sekolah, dia akan angkat kaki dari kelasnya…begitulah yang dikatakan teman sekelasnya.
Dan saat SMA inilah masa yang paling aneh…aku ingat, sampai kelas 3 SMA, kami masih seperti biasa, namun aku masih belum mengetahui apa kesukaan L, yang dibencinya, tanggal lahirnya, aku bahkan tak tau, dari siapa bola mata merah mempesona itu ia dapatkan. Menyedihkan…padahal aku lah yang mengajak ia berteman. Dia tidak menunjukkan pola perkembangan dari cara pertemanannya terhadapku. Rasanya aku hampir menyerah saat ini. Namun aku tidak bisa memutus pertemanan ini begitu saja. Menurutku itu pertemanan…hanya menurutku mungkin..
Pada suatu hari, kami mengisi formulir untuk rekomendasi masuk universitas. Aku berkata pada teman yang bertanya padaku, kemana aku akan masuk? Aku menjawab universitas X yang ada di Tokyo. Aku ingin sekali melanjutkan usaha ayahku, namun dengan sistem manajemen yang baik. Aku tidak mengatakan apapun pada L, bukan untuk apa-apa, aku tidak ingin terus menerus mempengaruhi dia untuk masuk universitas yang sama denganku, dia telah masuk sekolah yang terus sama denganku.
Pada saat pulang sekolah, aku pergi ke kelas L, menanyakan apa universitas yang dipilihnya. Aku kaget bukan main, dia memilih universitas yang sama denganku. Luar biasa! Apa ini yang namanya telepati?! Wah! Aku senang sekali! Aku merampas kertas formulirnya, dan meletakkan tas ku di kursi depan mejanya, 'tunggu sebentar, aku akan memberikan ini kepada pak guru, L.' aku ingat itulah kata-kata yang terakhir aku sampaikan padanya. Saat aku kembali, tas L masih ada, namun L tidak ada. Baru kali ini L meninggalkan kursinya, tanpa harus ada kehadiranku. Sebuah perkembangan luar biasa…bahkan ke wc pun ia tidak mau berdiri jika aku tidak ke kelasnya. Aku duduk, meletakkan kepalaku diatas meja di depan meja L. setelah itu, mungkin aku tertidur selama beberapa menit. Dan menit kemudian aku membuka mata, tas L hilang. Dia hilang. Aku tidak tau dia pergi kemana.
Aku berlari, ku susuri semua sudut gedung sekolah, dia tidak ada. Ada apa ini? Kenapa? Aku berpikir dia akan ada esok hari, namun ia tak ada. Lusa, tiga hari kemudian, tidak ada. L tidak ada…apa yang telah kulakukan padanya? Arina-sensei hanya mengumumkan, Lawliet pindah. Sudah, itu saja.
Aku tidak pernah tau kabar L hingga hari ini, tadi, ketika dia MENCIUMKU! Dia telah menjadi pemuda yang gagah dan tinggi dengan perawakan seperti boneka. Sungguh tampan. Aku memang menyukainya. Tapi mengapa dia memperlakukanku dengan kasar? Aku sungguh lelah….kelelahan…aku lelah, hingga aku tak sadar, tak ada dering telepon yang tiap malam kuterima dari orangtuaku di Osaka. Handphone ku hilang….
TBC
Mind to RnR yah qaqa...mudah-mudahan ini cerita tiap minggu saya update. palingan tiga atau empat chapter...yah RnR dulu deh kalo gituh hehehe
makasih qaqa dan babang xD
