Untuk sekian kalinya kau patah hati. Ayah hanya tersenyum melihatmu masuk dengan linangan air mata yang tak bisa kau bendung, kau berusaha menyembunyikannya, jadi ayah akan pura-pura tidak melihat seperti yang kau inginkan.

Ayah tahu kalian bertengkar di depan rumah selama setengah jam. Tapi ayah tidak ingin mencampuri urusan kalian. Kau sudah dewasa. Dan ayah ingin kau tahu bagaimana cara mengatasinya.

Hampir dua jam kau mengurung diri di kamar. Kau habiskan waktumu untuk menangis. Ayah tahu itu. Tapi ayah akan diam. Karena ayah tahu kau akan datang kepada ayah layaknya anjing yang hilang dari pemiliknya.

Lihat kan?

Sekarang kau disini, duduk dengan ayah sembari menonton televisi. Ayah tahu kau tidak melihatnya sama sekali dan kau ingin bicara dengan ayah. Jadi ayah mematikannya, menatapmu dan bertanya ada apa. Kau mengalihkan mata, tidak berani melihat mata ayah. Kemudian mengambil nafas sebelum memantapkan diri.

"Menurut ayah.."

Itu pembuka yang selalu kau gunakan jika terkena masalah.

Ayah mendengarkan. Dan kau menahan nafas dan matamu kembali bergulir menghindari ayah. Kau gugup kan? Apa yang ingin kau katakan, ayah akan selalu mendengarkan. Beranikan dirimu, nak.

"Aku menyukai seseorang."

Ayah tahu itu, sayang. Tidak ada yang bisa kau sembunyikan dari ayah. "Oh bagus kalau begitu!" ayah akan mencoba menjadi aktor terbaik untukmu.

"Yah.. itu memang bagus." Kau menurunkan suaramu. Langsung saja ke intinya sayang. Kenapa kau suka sekali memainkan kata-kata? Ayah tidak akan marah jika kesalahan yang kau buat tidak melampaui batas Seo Haechan.

"Aku marah padanya."

"Kenapa?"

"Dia pergi dengan gadis lain. A-aku memang tidak melarangnya, tapi aku pikir harusnya dia mengerti. Karena kita dekat dan selalu bersama."

"Jadi dia sudah menjadi kekasihmu?"

Mendadak mulutmu mengatup rapat. Ayah mengerti, sayang. Kau memang belum paham benar tentang kehidupan.

"Baik. Kalau begitu dia bilang apa?"

Ayah mencoba membantumu. Jadi katakan pada ayah semuanya, Haechan. Jangan ada yang disembunyikan.

"Aku tidak mengatakan yang sebenarnya. Aku berbohong padanya kalau aku marah karena dia tidak datang tepat waktu dan mengacaukan rapat hari ini."

Senyum ayah semakin terangkat. Kau lihat itu? Sampai kapanpun kau akan selalu menjadi putri kecil di mata ayah yang selalu perlu tuntunan untuk berjalan.

"Dengarkan aku, nak. Jika kau mencintai seseorang. Kau lebih baik membiarkannya keluar. Jangan menahannya. Sementara kau mencoba mencari tahu. Jangan malu. Jangan takut terluka. Jalankan menuju api. Lari ke arah api. Tahan untuk semua nilaimu dihadapannya. Karena satu-satunya rasa sakit sejati yang bisa diketahui oleh hati adalah kesedihan penyesalan. Ketika kau tidak membiarkan perasaanmu keluar."

Kau menggigit bibirmu. Seperti dugaan ayah. Kau belum memberitahunya. Jadi kau tidak boleh marah. Tapi ayah akan tetap menjadi aktor terbaikmu.

"Jadi, apakah kau sudah mengatakannya? Apakah kau serius tentang itu? Apakah kau hanya meletakkannya dalam telepon? Atau kau mengatakannya dihadapannya langsung?"

"Apakah kau sudah menghitungnya? Apakah kau melihatnya tepat di matanya? Apakah dia merasakannya? Apakah kau mengatakannya dengan lantang? Karena jika kau melakukannya, kemudian kau merasakan sesuatu. Perasaan yang ada di dalam itu. Itu yang disebut kepuasan."

Dan kau hanya diam, menatap ayah layaknya tengah menemukan pemecahan masalah yang tak pernah kau temukan sebelumnya.

"Ayah sudah hidup lebih lama darimu. Kau tahu? Orang-orang yang sibuk berlalu lalang di luar sana. Tidak bisa untuk tidak khawatir dengan begitu banyak hal yang harus dilakukan. Begitu sedikit cinta yang didapatkan. Hati kosong di mana-mana. Tenggelam tapi sekarat akan kehausan."

"Jika kau menginginkan cinta. Itu tidak sulit. Mulailah dengan memberikannya terlebih dahulu. Sangat mudah untuk memberi. Tutup saja matamu, buka hatimu. Dan lakukan apa yang muncul secara alami dari sana."

"Apa yang kau lihat?"

Yang ayah lihat pertama kali saat kau membuka mata adalah sebuah keyakinan dengan senyuman yang perlahan mekar. Ayah suka itu, Haechan. Kau harus bergegas nak. Cinta itu perlu diperjuangkan. Jika kau memang mencintainya kau tak akan menyerah begitu saja walaupun badai berusaha memisahkan kalian. Kau bahkan belum memulai malahan. Jadi yakinkan dirimu lagi apakah dia pria yang benar-benar kau inginkan. Karena jika kau sudah mulai berjuang, ayah tidak ingin kau berjuang pada orang yang salah. Tapi jika pada akhirnya Tuhan menginginkan kau untuk belajar, maka ayah akan ada dibelakangmu, menjadi guru, ahli medis, akuntan, ataupun profesi lainnya yang akan siap menopang dirimu.

"Aku sayang ayah."

Kau mencium kedua pipiku layaknya gadis-gadis yang gemas akan bayi kecil. Kebiasaanmu itu benar-benar menakutkan sekaligus menyenangkan.

"Terima kasih ayah."

Dan kau lari begitu saja setelah mengambil ponselmu di meja, memakai jas musim dingin yang tergantung di balik pintu dengan tergesa-gesa.

"Kau akan kemana?!" seru ayah pura-pura tidak mengerti.

"Aku akan menemuinya. Mengatakan padanya kalau aku menyukainya!"

Wajahmu yang penuh keyakinan dan kebahagian sebelum melangkah keluar adalah kepercayaanku untuk membiarkanmu pergi dan yakin semuanya akan berjalan baik-baik saja.

Ayah harap kau benar-benar telah menemukan pria yang tepat, Seo Haechan.

.

.

.

Hola! Aku buat fic baru!

/disleding/

x: Fic atu ajah belon selese! Udah buat fic baru!

Yah gimana yak? Aku lagi pengen banget buat fic model begini. Gak cuma cinta-cinta doank. Sama pengen ngasih tantangan sendiri sik ke aku, buat sudut pandang seorang ayah. Karena aku sendiri bukan seorang pria yak, apalagi ayah. Jadi aku cuma bisa mengawang-awang dan mengobservasi bapak bapak /ditabok/

Jujur ajah, aku kagum banget sama figur seorang ayah. Dia diem, tapi diem-diem jagain kita, ngelindungin kita, diem-diem tahu masalah kita, diem-diem tahu kalo anaknya boong, diem-diem tahu kalau kita sukak ngembat uangnya :'V

Udah. Bapak mah emang pahlawan banget. Superman, spiderman, batman? Duh gak kenal aku tuh. Kenalnya ama bapak doank :V

Let's see. Apakah cerita ini harus dilanjut apa enggak ^^