Hey what's going on guys? It's Mea here and welcome back.

Gue tau kok gue bukan Author yang pro. Bahkan, fanfic-fanfic gue masih kayak newbie. Tapi, sharing boleh lah. Ya nggak? Gue bukan orang sempurna. Semua orang punya kekurangan dalam dirinya. Ya nggak, fanficcer?

Sebelum gue bener-bener upload BSR Family chapt 7 (males ngetik gara-gara waktu itu file-nya ilang), gue bikin ini dulu sementara sampe chapt 5+ biar rasa males gue ilang. Dan abis BSRF abis, gue nyusul fic baru yang sekarang udah jalan ke chapt 4. Project gue lebih dari 8 sekarang ini tapi palingan ga ada yang selesai. Maygat, why tabestry syndrome? WHY? WHYYYYY? Sedih gue.

Anyway, ini chapter gue dedikasikan ke seluruh reader yang punya karya tersembunyi (?) biar nggak malu & nggak nggak pede (WHAT? GIMANA COBA INI BAHASA) nge-upload fanficnya ke sini. Sekalian ngeramein fandom ini, gitu :D

BTW juga, ini fic lahir dari analisa gue di hidup gue (?) dan grup World. Semoga membantu ya

Sekali lagi gue tegaskan, FANFIC INI SAYA BUAT DIKARENAKAN KEMALASAN UPDATE FANFIC. SAYA TIDAK BERLAKU SOK PRO ATAUPUN SOK MENGAJARI KALIAN. SAYA HANYA SHARING PENDAPAT, DAN APABILA ADA YANG TIDAK BERKENAN MANA FANFIC INI SAYA HAPUS.

Well, Sengoku Basara © Capcom
Warning : OOC, typo mungkin sesekali ditemukan, dan kebanyakan deskripsi. Pendek juga

Enjoy!

.

"Setelah membaca fanfic-fanfic … aku mau mengunggah karyaku di sini juga!"

"Alah, apa kau bisa, Yukimura? Karyamu aja ngabal begitu."

"Er …."

Yukimura terus termenung mengingat Motonari yang mengoloknya begitu tadi siang. Rasanya, Yukimura ingin menjotos Murid Pintar Tetapi Beku itu sampai berdarah-darah. Bagaimana tidak tersinggung bila diolok begitu? Pasti kesal, lah.

Niatnya Yukimura baik, ingin memulai karir—oke bahasanya lucu—di FFN. Kali saja, dengan ia rajin menulis di sana, ia bisa menjadi Author hebat yang punya beratus-ratus cerita dan review, juga favorite dan follower. Namun, sayang sekali, fandom yang ingin ia tempati—yaitu Sengoku Basara—adalah salah satu dari sekian banyak fandom pinggiran. Jadi, kemungkinan mendapat review banyak itu sedikit hiks.

Sedih banget namanya fandom pinggiran. Tapi memang pinggiran 'kan? Hahaha. Mea pun tertawa hambar.

Emangnya aku nggak boleh ya ngirim satu karya di sana? Kali saja, aku punya bakat di bidang tulis menulis, batin Yukimura kesal. Ia pun membuka laptopnya untuk menuliskan fanfiction pertamanya.

Memang, biasanya keinginan kita membuat fanfiction muncul ketika kita membaca fanfiction milik orang lain. Bukan begitu?

Mea juga. Karena beberapa story yang Mea baca, Mea jadi berminat berkarya di sini, walau dengan bekal yang pas-pasan dan di saat fandom ini lagi sepi. Ah, jadi rindu masa-masa Juni 2014, di mana Mea berkarya di sini untuk yang pertama kalinya pas bulan puasa. Mea juga ingat teman pertama Author di sini, yaitu dissaFFyang telah berganti nama menjadi Dissa-CHAlovers lalu sekarang Dissa Chavalliana. Inget banget gila waktu mau tarawih, Mea ngecek kotak review. Eeh muncul review Dissa yang panjaaaang banget, bikin ketawa sendiri deh HAHAHAHAHA. Kemudian, fanfic pertama Mea itu sekarang berubah menjadi discontinued (sebenarnya hiatus panjang, tapi ditulis discont biar kesannya nggak ada hutang XD) karena stok ide humor yang menipis dan bosan.

Rata-rata, Author Newbie nulis fic pertamanya itu humor loh. Iya nggak? Tapi banyak juga sih yang non-humor. Menurut penelitian saja HAHAH. Sotoy gue.

Oke, ini melenceng ke topik yang seharusnya dibahas di chapter 5. Sebenarnya Author pengen numpahin di chapter ini, tapi sabar dulu deh :( ada waktunya.

Jadi, kembali ke laptop. Eeh, topik utama maksudnya.

"Bikin fanfic itu … ternyata nggak segampang yang kukira," ucap Yukimura lemas saat membaca ulang fanficnya itu.

Menulis tidak semudah membaca dan berimajinasi. Dan, yang paling mudah adalah berimajinasi. AIH—ngelenceng lagi. Ini harusnya dibahas di chapter dua. Dan Author pun spoiler.

"Karyaku jelek banget. Jadi malu buat upload. Tapi, aku ingin mengunggah fanfic ini. Ah, tapi takut dikritik sama yang jago-jago."

Pertarungan batin. Klise.

"Aku harus minta saran dari Masamune-dono! Dia 'kan udah jago. Kali aja dia bisa bantu!" seru Yukimura girang sambil meraih HP-nya seraya menelepon rival—seme—nya itu.

"Moshi-moshi, ada apa, Sanada?"

"MASAMUNE-DONOOOO! Aku butuh saran dari Masamune-dono." Suara Yukimura terdengar sangat melengking di telepon Masamune.

Masamune berdeham. "Saran apa?"

"Aku malu untuk mengunggah fanfic-ku di FFN, Masamune-dono! Gimana cara ngatasinnya? Aku takut dibilang jelek."

"Kau mau jadi Author? Cie. Nyusul Ieyasu dan Motochika yang baru jadi Author juga."

"Mereka baru jadi Author juga? Berarti ada temannya, dong!" seru Yukimura semangat.

"Iya. By the way, kenapa harus takut dibilang fanfic-nya jelek? Aku saja dulu sangat kacau. Tapi sekarang berkembang, 'kan? Itu karena kritik dan saran."

Yukimura memanyunkan bibirnya, meski ia tau Masamune takkan melihatnya. "Aku nggak suka kritik! Kalo dikritik, aku kadang suka ngerasa kalo aku tuh nggak pantes bikin fanfic. Merasa kalo karyaku itu jelek banget. Malu sama teman-teman yang baca kritikannya juga. Apalagi kalo kritiknya pedes banget!"

"Nah, itu yang harus diubah!" Terdengar Masamune yang sedang menjentikkan jarinya. "Kenapa kau malu? Karena takut dikritik. Kenapa takut dikritik? Karena kau malu. Hilangkan sifat malu itu. Percaya diri. Yakin bahwa yang kau tulis itu adalah karya paling bagus seumur hidup.

"Jangan selalu ingin mendapat review yang isinya memuji, memuji, dan memuji. Jangan selalu ingin berada di atas. Sesekali berpindahlah ke bawah, perbaiki terus fanficmu hingga mencapai sempurna dengan bantuan para kritikus. Karena tanpa bantuan kritikus, kau tidak akan bisa maju. Kau akan tetap di posisimu itu. Kritikus adalah orang terpenting dalam suksesnya para Author.

"Jadi, jangan malu lagi, ya?"

Yukimura tertegun mendengar rentetan saran bijak dari Masamune tersebut. Ia tersenyum kecil. Kini, ia merasa sangat percaya diri untuk mengunggah fanfic pertamanya itu. Namun, ada satu hal yang mengganjal di hati Yukimura.

"Kalau dapat kritik pedas, aku harus bagaimana?"

"Jangan memasukkannya ke dalam hati. Mereka niatnya baik, namun kata-katanya saja yang nggak disaring, jadinya kritiknya pedas, deh. Sebenarnya kritikus juga harus memperhatikan perasaan si Author … apalagi kalau Authornya mudah tersinggung. Bisa kacau. Intinya, abaikan aja kalau nggak membantu. Kalau membantu, ya kembangkan saja fanficmu agar bagus."

Yukimura tersenyum lagi, kali ini ia sangat termotivasi. Ia membulatkan tekadnya untuk mengunggah fanfictionnya.

Dan kini, Sanada Yukimura, telah resmi menjadi seorang Author.

.

Extra tips :

Posisikan dirimu sebagai pembaca. Apakah pembaca akan suka membaca fanficmu itu?

Bukan bermaksud bikin down, tapi review diri sendiri untuk perbaikan, apa yang kurang.

Intinya, mengkritik diri sendiri agar lebih baik. (Halah. Kayak sendirinya ngelakuin bae. Mea nyebelin)

.

(Ini bukan a/n)

Di RL, Mea nggak merasakan yang sama seperti Yukimura. Malah, Mea sangat ngebet, dan tanpa rasa malu unggah sana-sini haha. Tanpa takut dikritik. Lololol

Sebenarnya, Mea nggak suka kritik juga. Tapi Mea amat sangat tidak peduli. Mea cuma ambil yang bermanfaat buat fanfic Mea (nggak) tercinta.

Perjuangan ngetik fanfic Mea rasanya terbayar banget karena ada yang ngasih feedback. Oh senangnya dalam hati. Apalagi gue sebenarnya ngetiknya rada lambat lho. Cuma 40-45 kata per menit yang gue itung dari TSD (Typer Shark Deluxe).

Daan, udah mau setahun Mea gabung di FFN di bawah naungan ID 5775623. Oh Motonari, sungguh aku merindukanmu. Akankah hati ini memilihmu kembali setelah sekian lama terpisah oleh Masamune, Ieyasu, Kojuurou, dan Sasuke? Akankah kita?

"Lebay lu Jong," ejek Motochika.

"Alay lu Jis," ejek Keiji.

"Puitis lu Mpret," ejek Sakon.

Mea menatap mereka dengan tatapan PE (puppy eyes) nya. "Oh. Gue tau. Jong itu Najong, Jis itu Najis, Mpret itu Kampret. Makasih ya ejekannya, Bapak-Bapak, Om-Om!"

"ANJRIT DIBILANG OM-OM! MAKAN NIH SEPATU GUEE!" amuk mereka bertiga sambil mengejar Mea yang tengah kabur. Mana larinya Mea lambat. Dan, Mea kekejar.

"Ja—jangan sakiti gue! Gu—gue cewek! Lo gak kasian apa kalo ada yang giniin uke-uke lo pada?" rengek Mea begitu ia ditidurkan dan sepatu Masamune tengah 4 cm di atas hidungnya.

Mereka bertiga terdiam, dan pastinya tengsin alias kicep.

.

TBC

Baru chapt 1 aja udah kacau, pendek lagi. Ya, emang nggak usah bikin panjang-panjang 'kan? Cuma saran dan sharing masalah aja kok.

Chapter 2 = Ide yang Mampet

Sekalian boleh ngusul mau Mea sharing soal apa di chapter-chapter nanti :D

Dare buat Author (bales di review) : Ceritain waktu kalian pertama kali jadi Author!

Dare buat Readers : Ada karya tersembunyi nggak? Coba upload! XD oke ini gak maksa kok.

3 Mei 2015