Chapter 1...
Ada sebuah desa di kaki gunung. Desa itu adalah desa Koboha. Desa yang makmur dan indah. Desa tersebut dipimpin oleh sebuah klan yang sangat kuat. Klan Uchiha adalah keluarga yang elit dan terpandang. Klan Uchiha adalah penjabat di desa ini. Namun mereka malah menyelewengkan jabatan mereka.
Korupsi..
Menaikan pajak..
Bertidak semena-mena..
Bermain wanita..
Dan sebagainya..
Semua penduduk desa membenci mereka. Tapi tak ada satupun diantara mereka yang berani menentang Uchiha. Jika mereka menentang maka nyawa adalah taruhannya. Selama 1 abad Uchiha memang dipercaya menjadi penjabat di desa ini. Namun ada satu kejadian yang sangat memilukan bagi keluarga Uchiha. Saat itu, pada malam bulan purnama terjadi sebuah peristiwa yang sangat tragis. Satu persatu anggota klan Uchiha tewas dengan cara yang mengenaskan. Kuat dugaan kalo mereka semua dibunuh. Namun penduduk desa percaya bahwa klan itu mendapat kutukan dari Tuhan.
Warga mengira jika semua klan Uchiha tewas. Namun ternyata masih ada beberapa Uchiha yang tersisah. Sebut saja Uchiha Fugaku. Melihat nama klannya yang tercoreng ia bertekad akan menjadi seorang pemimpin desa yang baik dan bijaksana. Akhirnya impian itu pun terkabul. Fugaku yang memang keturunan Uchiha berhasil menjadi seorang pemimpin desa. Banyak warga desa yang tidak menyukainya tapi, tradisi adalah tradisi.. selagi masih ada klan Uchiha maka mereka lah yang akan memimpin desa ini.
Walaupun dibenci dan dicaci maki, Fugaku tetap melaksanakan tugasnya dengan baik. Dibantu dengan istrinya —Uchiha Mikoto— Fugaku membangun kembali desa Konoha menjadi desa yang makmur dan damai.
.
.
.
5 tahun kemudian.
Seorang anak kecil bersurai hitam tengah meringkuk melindungi tubuhnya dari tendangan bocah-bocah nakal tersebut.
"hahahaha.. rasakan itu Uchiha! Kau memang pantas mendapatkannya!"
"Uchiha seperti mu memang harusnya mati! Dasar sombong! Keras kepala! Kau itu pantas masuk neraka hahahaha!"
"kau memang menjijikan! Dasar klan terkutuk! Pergi dari desa kami!"
Cacian dan makian dilemparkan oleh bocah-bocah nakal tersebut. Bocah yang berasal dari klan Uchiha itu hanya terdiam. Ia tak membalas pukulan bocah-bocah tersebut. Ia juga tak menangis walau tubuhnya kini teramat sangat sakit. Sebenarnya ia tak salah apa-apa. Ia hanya terlahir sebagai seorang Uchiha. Itu bukan salahnya.
Uchiha kecil itu memang jarang keluar rumah. Ayahnya melarangnya keluar rumah karena takut terjadi hal-hal yang buruk kepada anaknya, namun ia bersih keras ingin keluar rumah. Ia ingin mendapat banyak teman. Ia ingin main bersama teman-teman sebayanya. Namun yang ia pikirkan benar-benar salah. Ia pikir jika ia keluar rumah maka ia akan mendapatkan teman. Tapi semua hanya omong kosong, bukan teman yang didapat tapi musuh yang didapat. Semua orang didesa ini memang membenci Uchiha.
Bocah-bocah nakal itu mulai melempari Uchiha kecil itu dengan batu.
"rasakan itu! Hahahah!" ejek mereka. Uchiha kecil itu tidak membalas. Ia memilih untuk diam. Jika ia membalas, ia takut tak ada orang yang ingin berteman dengannya.
"heii! Jangan ganggu dia!" ucap seorang bocah bersurai pirang. Bocah-bocah itu menoleh kearahnya, termasuk bocah Uchiha tersebut.
"mau apa kau?" tanya salah satu bocah nakal tersebut. Si pirang hanya tersenyum dengan tenang. "tentu saja menolong anak itu" balasnya. 3 bocah itu terlihat kesal dan ingin memukul si pirang tersebut. Si pirang mengambil nafas dalam-dalam.
"OTOU-SAN! OOKA-SAN! ADA ANAK NAKAL YANG MENGANGGU KU!" teriak si pirang tersebut dengan suara nyaring. Bocah-bocah nakal tersebut pun ketakutan dan memilih untuk meninggalkan tempat itu.
"hahahaha! Dasar penakut!" ejek si pirang sambil menjulurkan lidah. Si pirang tersebut melirik kearah bocah Uchiha itu. "kau tak apa?" tanyanya. Bocah Uchiha tersebut hanya tediam. Ia menundukan wajahnya.
"hei? Aku bertanya padamu." Tegur si pirang. Lagi-lagi bocah Uchiha itu hanya terdiam. enggan menjawab pertanyaan si pirang itu. Bocah pirang itu menarik dagu si Uchiha kecil agar menatapnya. Bola mata sehitam malam bertemu dengan warna shappire blue yang sangat indah. Mereka berdua terdiam.
"pelipis mu berdarah, sini aku obat— hei!" dengan cepat Uchiha kecil itu menangkis tangan bocah pirang tersebut. Ia berlari tanpa mempedulikan si pirang yang terus memanggilnya. Uchiha kecil itu tak mau menunjukan wajahnya. Ia takut jika bocah pirang itu akan membencinya hanya karena ia seorang Uchiha. Sungguh, yang diinginkan Uchiha kecil itu hanya seorang teman.
Degh! Tiba-tiba jatung si Uchiha berdegup kencang. Ingatan saat ia memandang bola mata si pirang itu terlintas diingatannya.
"apa ini?" gumannya.
.
.
.
Kutang Ajaib Uchiha present..
My First (Endless) Love
NaruSasu
Inspiration from Manga "Orange"
..
..
..
20 tahun kemudian.
Awan mendung menghiasi kota Tokyo. Orang-orang berbaju hitam terus berdatangan ke sebuah rumah sederhana dipinggir kota Tokyo.
"apa benar Uchiha itu meninggal?"
"yeah. kudengar ia bunuh diri karena stres"
"dengan begini, berarti klan itu sudah musnah? Benarkan?"
"kau salah. masih ada 1 Uchiha yang tersisah didunia ini"
"ehhh? Benarkah? Hah, kuharap semua Uchiha didunia ini benar-benar musnah. Aku sungguh membenci mereka"
Aku hanya terdiam mendengar wanita-wanita itu berbicara. Saat ini aku sedang berduka, kenapa mereka tega berbicara hal seperti itu?
"Sasuke-kun. Kami turut berduka cita atas kematian paman mu. Semoga Obito tenang di alam sana" ucap tetangga ku. Aku hanya mengangguk.
Pembohong.. aku tahu jika mereka berbohong. 'Wajah' mereka tetap akan terlihat walau mereka mencoba menutupinya. Aku tahu, mereka sangat senang jika klan ku musnah.
Aku tak tahu, mengapa orang-orang itu membenci klan ku. Memang apa salah klan Uchiha sampai-sampai mereka membenci kami?
Andai saja ingatanku 20 tahun yang lalu terputar kembali. Saat aku berumur 5 tahun aku mengalami sebuah kecelakaan. Ayah, ibu dan kakak ku tewas ditempat sedangkan aku masih bisa diselamatkan. Aku mengalami benturan yang sangat keras dikepala. Dokter bilang padaku bahwa aku kehilangan ingatan. Bahkan kenangan ku dengan keluargaku tidak bisa ku ingat sama sekali. Saat itu aku sebatang kara, tak ada warga desa yang mau mengasuhku. Sampai akhirnya aku dikirim ke Tokyo untuk menemui paman ku. Namanya Uchiha Obito. Orang-orang itu bilang kalau ia adalah paman ku, tetapi aku sungguh tak bisa mengingatnya.
Aku tinggal disana selama 15 tahun. Paman Obito hanya seorang pengangguran. Ia senang mabuk-mabukan dan tidur dengan wanita. Ia juga senang berjudi. Kadang saat mabuk, ia sering memukuli ku tanpa sebab. Jadi selama ini, akulah yang menafkahi paman ku tersebut. Namun saat aku pulang kuliah aku melihat paman Obito tergeletak dengan tangan yang bersimbah darah dikamar mandi. Ia bunuh diri. Aku tak tahu kenapa ia melakukan hal bodoh seperti itu. Bunuh diri? Hal bodoh? Ah, aku lupa jika saat itu aku juga sempat ingin mengakhiri hidup ku. Saat itu aku sangat stress ditambah paman Obito yang terus menyiksaku tanpa henti. Namun entah kenapa saat aku ingin bunuh diri ada 'sesuatu' hal yang mencegah ku. Entahlah, aku tak tahu itu apa. Yang jelas, karena hal itu aku jadi memiliki alasan untuk hidup.
Setelah pemakaman paman Obito, aku kembali kerumah. Rumah ini terlihat sangat sepi. Biasanya saat malam seperti ini paman akan pulang dalam keadaan mabuk dan mulai memukuli ku. Entahlah aku harus senang dengan kematian paman atau aku harus sedih dengan kematian paman. Saat pemakaman berlangsung aku tak menangis. Aku merasa ada salah satu beban berat dipunggung ku yang menghilang. Jika boleh jujur aku sangat bersyukur karena paman Obito meninggal. Tapi sekarang rumah ini sangat sepi. Ditambah lagi, hanya aku Uchiha yang tersisah di dunia ini.
Aku terduduk dilantai rumah ku. Menekuk lutut ku dan menenggelamkan kepala ku. Ku peluk dengan erat kaki-kaki ku.
"sungguh.. aku sangat kesepian" bisik ku pada angin malam.
..
..
..
Jam menunjukan pukul 9 pagi. Setelah beres-beres aku bergegas untuk pergi kuliah. Saat aku mengecek kotak surat, ternyata ada sebuah amplop coklat dengan tali merah.
"apa ini? Kuharap bukan tagihan listrik" guman ku. Aku membuka amplop coklat tersebut. Ada sebuah buku kecil dengan kertas berwarna biru didalamnya.
'Hai diriku yang dimasa lalu, apa kabar? Bisakah kau membantu ku? Aku ingin kau menghapus semua penyesalan ku. Sungguh aku tak ingin 'aku' yang dulu melakukan hal seperti yang aku lakukan dulu. Aku tak ingin menyesal. Kumohon bantulah aku.'
Aku terdiam, 'diriku yang dimasa lalu?' 'penyelasan?' apa maksudnya? Aku kembali membaca isi amplop tersebut.
Kamis, 17 September 2015
Paman Obito sudah meninggal, aku tak tahu apa aku harus senang atau sedih? Yang jelas sekarang aku sangat kesepian. Saat aku berangkat untuk kerja sambilan, aku dipecat oleh atasan ku dikarenakan cafe tempat ku bekerja sudah bangkrut. Sungguh aku tak bisa berbuat banyak. Saat aku pulang, ada segerombol orang yang mengacak-acak rumah ku. Itu adalah penagih utang. Mereka menangih utang paman Obito. Aku bilang pada mereka kalau aku tak punya uang. Mereka bilang aku harus keluar dari rumah ini. Sungguh ini adalah hari kesialan ku. Karena stress aku memilih untuk pergi minum disebuah kedai. Aku ingin mabuk.
Aku kembali terdiam. Bukankah sekarang hari kamis? Dan lagi, apa ini sebuah buku harian? Sungguh aku sedikit merinding membacanya.
Jumat 18 September 2015
Saat aku terbangun ternyata aku tertidur didepan rumah seseorang. Orang itu terlihat kesal dan mengataiku seperti gelandangan. Aku sedikit tersinggung dengan ucapan orang itu. Dasar, seenaknya saja ia mengatakan hal itu kepada ku. Orang itu menawarkan padaku agar aku tinggal dirumahnya. Tapi dengan angkuh aku menolaknya dan memakinya. Rasakan itu dasar pemuda sialan!
(*) Saat kau bertemu pemuda itu janganlah kau memakinya dan terimalah ajakan orang itu untuk tinggal disana.
"a—apa?" wajah ku memucat. Besok adalah hari Jumat. Apa benar besok akan terjadi hal seperti itu? Aku terkekeh pelan.
"mana mungkin. Ini hanya perbuatan orang iseng. Aku yakin itu" aku memasukan amplop itu kedalam tas. Aku harus cepat-cepat pergi kuliah
..
..
..
..
"maaf Sasuke-kun. Aku tidak bisa berbuat banyak. Cafe ini sudah bangkrut. Aku sudah tidak bisa mempekerjakan mu disini. Maafkan aku"
Aku terdiam. Entahlah tiba-tiba tubuhku serasa membeku dengan apa yang terjadi hari ini. Jadi, isi buku harian itu benar? Hei siapapun! Katakan padaku kalau ini semua hanya lelucon!
"ini.. aku hanya bisa memberikan mu sedikit. Ku harap kau tidak menolaknya" pak manajer memberikan sebuah amplop coklat kepadaku. Amplop itu tidak tebal. Hanya ada beberapa lebar uang yen didalamnya. Ya, setidaknya aku harus bersyukur.
"terima kasih" kataku. Pak Manajer tersenyum padaku. Aku berpamitan padanya.
"tadi di-PHK selanjutannya apa lagi? Oh tuhan, apa yang harus aku lakukan?" aku mengacak-acak rambutku frustasi. Aku harus cepat-cepat mendapatkan pekerjaan. Jika tidak bagaimana aku bisa makan?
Saat perjalanan pulang, aku melihat suasana ramai dirumah ku. Aku juga mendengar suara gaduh disana. Tiba-tiba perasaan ku tidak enak. Dengan terburu-buru aku berlari kearah rumah ku.
"apa yang kalian lakukan?!" tanyaku pada segerombolan pria ber jas hitam yang mengacak-acak isi rumah ku. Seorang pria berjas putih dengan tampang sangar melotot kearah ku. Aku yakin jika ia adalah pemimpin gerombolan ini.
Pria itu menghisap rokoknya. Menghembuskan asap rokoknya kearah wajahku, aku sedikit terbatuk akibat ulahnya. "apa kau Uchiha Sasuke?" tanya pria berjas putih itu.
"iya, aku Uchiha Sasuke. Anda siapa? Kenapa anda mengacak-acak isi rumah ku? Anda tau ini adalah tindakan kriminal. Aku bisa melaporkan anda ke pihak berwajib" kataku. Pria itu tertawa. Tawa yang terlihat meremehkan. Tiba-tiba ia mendorong tubuhku hingga aku terpojok di dinding. Ia mencengkram erat leher ku. Aku jadi kesulitan bernafas.
"hei bocah? Memang kau piikir siapa disini yang seorang penjahat hah? Paman mu lah yang seorang penjahat! Si brengsek itu meminjam uang pada kami. Dan kau tahu, saat kami menagihnya ia sudah kabur entah kemana. Cihh! si brengsek itu, rasanya ingin ku tembak kepalanya dengan pistol ku" ucap pria itu sambil menodongkan pistol kearah kepalaku. Aku bergidik ngeri. Kulirik tetangga-tetanggaku yang sedang menonton dipintu depan. Aku menatap mereka, memohon agar mereka menolong ku. Namun apa daya, mereka hanya diam tak berkutik. Mereka hanya melihatku seakan-akan aku ini adalah seorang terpidana mati yang harus dihukum didepan umum. Ya Tuhan, sebegitu bencinya kah kalian pada Uchiha?
"khh— memang berapa utang paman ku?" tanyaku. Pria itu tersenyum.
"tentu saja banyak. Paman mu berhutang pada kami sebanyak 20 juta yen. Itu belum termasuk bunganya" pria itu lagi-lagi tersenyum. Senyum yang sangat memuakkan.
"a—apa? sebanyak itu?" kata ku kaget. Sungguh, rasanya kepalaku sangat sakit. Kenapa paman bisa meminjam uang sebanyak itu? Bagaimana bisa aku melunasi utangnya?
Pria itu menjambak rambutku. Aku sedikit meringis kesakitan. "dan sekarang, aku ingin kau membayar utang-utang pamanmu. Malam ini, sekarang!" katanya sambil menekankan kata malam ini. Aku terdiam, kepala ku berdenyut sangat sakit. Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan?
"ta—tapi aku tidak punya uang. Aku baru saja dipecat dari pekerjaan ku." Kataku. Pria itu mendengus kesal dan dengan sekali gerakan ia menendang perutku dengan lututnya. Aku tersungkur ke tanah dan meringis kesakitan.
"dengar bocah! Aku tak mau tahu. Malam ini juga kau harus membayar utang-utang pamanmu" katanya sambil menginjak kepalaku. Aku hanya memandangnya sayu. Tetangga-tenggaku hanya berbisik. Mereka enggan menolongku. Di lihat dari wajahnya, mereka terlihat bahagia melihat aku yang tersiksa.
"bos! Kami menemukan surat kepemilikan rumah ini" kata anak buahnya. Pria itu tersenyum. Ia menarik daguku. "hei, bagaimana jika rumah ini kami ambil? Dengan begini ku anggap utang paman mu sudah lunas" katanya.
"ta—tapi bagaimana dengan ku? Aku harus tinggal dimana?" tanyaku. "itu bukan urusanku bocah! Sekarang kau kemasi barang-barang mu atau aku akan menembak kepala mu!" kata pria itu mengancam ku. Aku hanya terdiam. Ya Tuhan, apa harus ku lakukan?
Aku mengemasi pakaianku. Sesekali aku meringis memegangi perutku yang ditendang oleh pria itu. Setelah mengemasi pakaian ku, aku pun pergi. Kulihat tetangga-tetanggaku, mereka hanya tersenyum. Lihat? Bahkan mereka tak peduli padaku jika aku dipukul oleh pria-pria itu.
"Uchiha memang pantas mendapatkannya"
"ini kutukan. Tuhan pasti sudah mengutuk Uchiha"
"lebih baik kau mati saja dineraka, dasar Uchiha sampah!"
Aku hanya bisa menutup rapat telingaku. Ada sedikit rasa benci dihatiku terhadap mereka.
"khh—!" kupegang kepala ku yang sedikit sakit. Kemana aku harus pergi? Aku tak punya tempat tinggal. Bahkan sanak saudara pun aku tak punya.
Ku rogoh kantung celanaku. "huh? Amplop?" gumanku. Astaga aku lupa jika ini uang yang diberikan manajer tadi siang. Aku tersenyum, lebih baik aku pergi minum. Aku harap dengan minum-minum pikiran ku akan menjadi jernih.
..
..
..
..
Suara nyanyian burung dipagi hari mengalun indah ditelingaku. Angin pagi yang menyejukan mulai bertiup-tiup menerbangkan surai hitamku. Haah? Dimana ini? Apa aku ada di surga?
"oi—!"
Tunggu, suara apa itu?
"oi! Kau dengar aku tidak?"
Suara apa itu?
Aku membuka mataku. Sedikit menyipitkan mataku karena sinar matahari masuk ke dalam kornea ku. Ku lihat seorang pria berambut pirang berdiri di hadapan ku.
"hah, ku kira kau sudah mati" gumannya. Huh? Mati?
"hei, bisakah kau menyingkir dari pintu rumah ku? Aku ingin masuk" kata si pirang itu. Aku terdiam.
"ka—kau?! Kau siapa? Dimana aku?" tanyaku panik. Si pirang itu mendengus.
"harusnya aku yang bertanya seperti itu, dasar gelandangan! Menyingkir dari rumah ku!" katanya. Eh? Apa dia bilang? Gelandangan?
"ge—gelandangan? Hei! Aku bukan gelandangan!" protesku. Si pirang itu menatapku dari atas sampai bawah. "yeah, dilihat dari manapun kau memang bukan gelandangan. Bajumu bahkan tidak kotor. Hmm, jika kau bukan gelandangan apa mungkin kau pengemis?" katanya. Aku mengepalkan tanganku. Tenang Sasuke, tahan emosi mu.
"nah tuan pengemis, sekarang apa mau mu? untuk apa kau tidur di depan rumah ku?" ucap si pirang itu. Eh? Tertidur? Di depan rumahnya? Astaga?! Apa mungkin gara-gara mabuk aku jadi tertidur disini?
"err— itu.." aku menggigit bibirku. Hei, mana mungkin aku cerita padanya jika semalam aku mabuk-mabukan dan tidak sengaja tidur disini. Mau taruh dimana harga diriku ini? Terkadang aku menyesal mengapa Uchiha harus memiliki harga diri yang tinggi.
"kenapa? Tidak bisa menjawab? Ah, apa jangan-jangan kau mau mencuri didalam rumah ku ya?" Tanyanya sambil menatap tajam ke arahku.
"mencuri? Untuk apa aku mencuri!" sergah ku. Si pirang itu makin menatap ku tajam, entah kenapa aku jadi risih.
"se—semalam aku tidur sambil jalan. Tak tahunya aku malah tertidur di depan rumah mu. asal kau tau aku bukan pengemis ataupun gelandangan! Ru—rumah ku ada disebelah rumah mu!" kataku sambil menunjuk pintu disamping rumah si pirang itu.
Seketika kami terdiam. Si pirang lagi-lagi menatap ku. Kali ini wajahnya memerah menahan tawa.
"a—apa yang lucu?" tanya ku.
"hahahaha, kau tau. Pintu yang kau tunjuk itu adalah gudang" katanya sambil memegangi perutnya. Seketika aku membeku. Wajahku memerah menahan malu.
"hahahaha! Benar dugaan ku! Kau itu memang gelandangan yang bekerja sebagai pengemis" kata si pirang itu. Aku menggertakan gigiku. Dengan kasar aku mengambil tas ku dan pergi meninggalkan si pirang itu.
"hei! Kau mau kemana?" tanya si pirang itu. Aku tak menjawabnya. Tiba-tiba ia menarik tangan ku.
"brengsek! Lepas—" aku terdiam saat kedua mata kami bertemu. Apa ini? Perasaan apa yang ada dihati ku ini? Kenapa warna matanya itu seakan tidak asing lagi bagi ku?
Cukup lama kami terdiam sampai akhirnya si pirang membuka suara. "hem, jika dilihat-lihat kau ternyata manis juga. Ah! bagaimana kalau kau tinggal dirumah ku" si pirang itu tersenyum bodoh.
"a—apa? untuk apa aku tinggal dengan makhluk bodoh seperti mu?" kataku.
"oh ayolah, kau tidak punya rumah kan? bagaimana kalau kau tinggal bersama ku? Kebetulan aku tinggal sendiriian" katanya. Entah kenapa aku sangat membenci si pirang ini.
Dengan kasar aku menangkis tangan si pirang bodoh itu. Ia cukup terkejut dengan apa yang ku lakukan. Aku tersenyum sinis kearahnya.
"kau menyuruhku untuk tinggal bersama mu? cih! jangan harap dobe!" kataku sambil meninggalkan si pirang itu.
..
..
..
..
Hari sudah malam, jam menunjukan pukul 11 malam. Suasan terlihat sepi. Hanya ada beberapa orang yang lalu lalang dijalan. Kuraih dompet kulitku. Hanya ada beberapa lembar uang. Kalau ku hanya segini sudah dipastikan kalau aku tidak akan bisa menginap dimotel. Haahh.. baiklah, tak ada pilihan lain selain tidur dibangku taman.
Kurebahkan tubuhku dibangku taman yang sepi ini. Angin dingin menusuk tulang-tulang ku.
"hachiu!" aku menggosok hidungku yang memerah. Sudah ku pastikan kalau besok pagi aku akan terkena flu. Aku memandang langit malam yang dipenuhi bintang-bintang. Sungguh sangat indah. Ku raih amplop coklat ditas ku.
"sudah 2 hari terlewat dan kejadian yang ada di buku harian ini benar-benar nyata? Yang benar saja" aku terkekeh geli. Mungkin Tuhan kasihan padaku hingga aku diberikan kekuatan supranatural untuk mengetahui masa depan.
Aku kembali membaca buku harian tersebut. Entah kenapa ada sesuatu yang terlupakan.
"(*) saat kau bertemu pemuda itu janganlah kau memakinya dan terimalah ajakan orang itu tinggal disana. Hm? Bukankah tadi aku sudah memakinya? Bahkan aku juga menolak ajakannya." Guman ku. Buku harian ini datang kepadaku karena satu tujuan, yaitu menghapus sebuah penyesalan. Kurasa kata-kata yang ditulis tebal itu adalah permintaan dari si pengirim agar mengikuti kata-kata nya. Lalu bagaimana jika aku mengikuti kata-katanya? Apa takdir akan berubah?
"ughh—" aku memegang kepalaku yang pening. Sebaiknya aku tidur. Aku terlalu memikirkan hal itu sampai-sampai kepalaku jadi sakit.
.
.
.
[Author POV]
Sasuke tertidur dibangku taman. Ia tertidur sambil memeluk dirinya sendiri agar ia tak kedinginan. Badannya bergetar menahan udara dingin yang masuk kedalam kulitnya.
"huh? Bukannya itu pemuda yang tadi pagi?" guman pria berambut pirang, ia menghampiri Sasuke.
"hei, gelandangan. Kau bisa sakit jika tidur disini" kata si pirang sambil mengguncang-guncangkan tubuh Sasuke.
"haahh.. haaahh.. haahh.." terdengar nafas Sasuke yang memburu.
"oi, gelandangan! Kau tak apa?" si pirang mulai khawatir. Didekatkan keningnya ke kening Sasuke. Mencoba mengukur suhu tubuh Sasuke.
"astaga, kau demam! Sial, sudah kubilang untuk tidur dirumah ku kau malah menolaknya, dasar keras kepala!" si pirang mendengus kesal
..
..
..
[Sasuke POV]
Aku membuka mataku dengan perlahan. Hal yang kulihat adalah sebuah langit-langit rumah bercat putih. Hah? Bukankah aku tidur dibangku taman? Sekarang aku ada dimana?
"oh? Kau sudah bangun" suara seseorang menyadarkan ku.
"ka—kau?" gumanku. Aku hendak protes namun entah kenapa tubuhku terasa lemas
"sekarang kau ada dirumah ku. Aku menemukanmu tidur dibangku taman. Dan kau tahu? kau terkena deman." Jelasnya sambil meletakan nampan berisi bubur dan susu dimeja.
"aku demam?" guman ku. Aku memegang keningku dan benar saja ada plester penurun panas melekat di keningku. Si pirang itu mengangguk.
"nah bagaimana dengan keadaan mu? sudah mendingan? Aku memasakkan bubur untukmu. Aku tak tahu ini bubur apa yang jelas katanya bubur ini bagus untuk kesehatan" katanya sambil tersenyum bodoh. Dengan terburu-buru aku mengambil tas ku dan pergi meninggalkan si pirang itu.
"hei! Kau mau kemana?" tanya si pirang. "bukan urusan mu. Maaf jika aku merepotkan mu, untuk biaya pengobatan akan ku bayar secepatnya. Aku permisi"
"hei tunggu!" kata si pirang sambil berteriak. Aku terdiam.
"kau— sedang mencari pekerjaan kan? aku melihat mu berkeliling toko mencari lowongan kerja. Tapi— kau tidak mendapatkannya kan?" tanya si pirang itu. Aku mendengus kesal.
"lalu kenapa? Kau mau menghina ku lagi? Aku tak butuh belas kasihan mu, Tuan." Sindir ku
"bekerjalah dengan ku" katanya. Aku terdiam. "apa maksud mu?"
"kau tinggalah bersama ku. Tapi selama tinggal dirumah ku kau harus bekerja membersihakan rumah ku. Bagaimana? Kau setuju? Setidaknya kau tinggal dirumahku bukan karena aku kasihan padamu, tapi karena kau bekerja pada ku." Kata si pirang itu. Aku mencoba berpikir. Sepertinya itu tidak buruk juga.
"baiklah aku setuju" kataku. Si pirang itu lagi-lagi tersenyum bodoh. Ia mengulurkan tangannya. Aku memandangnya bingung.
"ayo kita jabat tangan. Anggap saja ini bukti perjanjian" katanya. Aku hanya mengangguk dan menuruti kata-katanya.
"oh ya, aku belum tahu nama mu" kata si pirang. Aku memandangnya dengan ekspersi datar.
"namaku uch—" ucapku terhenti. Si pirang terlihat bingung. Gawat! Ia tidak boleh tau jika aku ini keturunan Uchiha. Kalau ia tahu, bisa-bisa ia membenci ku sama dengan orang-orang itu.
"namaku Sasuke" kataku. Ia terlihat curiga. "Sasuke? Hanya Sasuke? Nama keluarga mu?" tanyanya
"tidak ada, aku lupa" jawab ku malas. Si pirang hanya mengangguk.
"baiklah Sasuke, perkenalkan namaku Uzumaki Naruto. Kau bisa memanggil ku Naruto" katanya sambil tersenyum. Ia merangkul pundakku.
Huh? Naruto ya? Hm.. sepertinya kisah hidup ku baru saja dimulai.
TBC
Haiiii! Saya dateng lagi bikin FF Narusasu. Entah kesambet apaan saya bikin FF yang 'normal'. Saya terinspirasi dari komik orange yang katanya ceritanya sedih itu loh. Ahahahaha~ ceritanya emang bagus makanya saya bikin yang versi Narusasunya. Tapi gak 100% ceritanya sama kok. Cuma terinspirasi aja sama ceritanya. Btw bang Naru ultah ya? HBD bro, moga makin tampan dan makin macho *tiup lilin di dodol*. Oh ya, FF ini juga buat ngerayain annivnya Narusasu! Yeeyy OTP SAYAAAAAA! MAKIN LOPE LOPE DEH SAMA MEREKA.
Oh ya, jangan lupa review ya? Biar saya tau FF saya ini berguna (?) apa kaga hahahaha..
Sebelum berpisah saya mau pantun dulu deh..
Abang Naru lagi ultah
Dapet kado cipok dari Sasu
Sekian dari saya
Wassalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh..
*maen marawis*
*plisss itu pantun kaga nyambung*
