Author(s): Meonk And Deog.
Title: Gentlemen's Play.
Rate: M.
Pairing: Donghae/Hyuk Jae/HaeHyuk.
Warning: Boys Love/Yaoi, possibility of typo(s), minor coarse language, this fiction contains mature scenes that not adviced for minors.
Disclaimer: We own nothing but our own ideas. We own no characters in this fiction. Don't do bad thing, plagiarism is still illegal
Summary: "Aku tidaklah berada di sebuah planet homoseksual, yang mana seorang bos gagah perkasa, delapan tahun di atasku, macho sekali, merayuku habis-habisan yang dikiranya adalah gadis perawan. Donghae menggunakan segenap cara supaya pemuda berkacamata silinder ini luluh terhadapnya."
.
.
.
Hyuk Jae's POV.
Oke berikan aku satu menit untuk melintasi dimensi ketampanan—seorang bos yang sakit jiwa—dan adalah pria manly, beraroma penuh ketangkasan, minim keterbatasan dan super bijak dalam mengambil segala keputusan karena dia adalah jantan dan merupakan pria yang delapan tahun di atasku, memiliki diploma resmi, sekarang ini menjabat sebagai General Maneger yang khusus di kirim kemari untuk mengatur (menjinakkan) tim pemasaran yang terkenal bandel. Kuulangi sekali lagi, jantan. Oh ayolah, jantan?
Bagian mana dari kemeja ketat berwana kehitaman, senyum memikat yang memberikan ilusi cahaya yang dibuat-buat adalah jantan? Terlebih celana hitamnya yang longgar, kacamata kerja berbingkai kemilau kesejahteraan serta tetek bengek lainnya. Rambut panjang yang diikat di belakang kepalanya, pulpen di telinganya. Sapu tangan di kantong jas yang rapat memeluk kedua punggung gagah perkasa. Percayalah, bahwa semua kalimat penuh kata kiasan itu kudengar di toilet sewaktu aku lewat ke lorong menuju kantin. Dan karena bos beliaku itu adalah orang yang sadis, suka memindai tubuh seperti mesin scan fotocopy yang tengah kucetak sekarang.
Aku tidak sedang bergurau bahwa dia memiliki wajah yang sadis. Donghae—tidak boleh kusebutkan dua kali—berdiri diambang pintu menahan pintu yang diterbangkan angin dan angin itu menimpa wajahku, tengah menatap mataku langsung dan secara aneh kontak mata itu berlangsung lama sekali. Aku ragu-ragu, ingin melanjutkan mencetak selusin data tahunan dari tim pemasaran (satu packnya berisi kurang lebih seratus salinan asli) atau berhenti saja dan menyapanya. Dan karena aku sudah terlalu kaget, kukatakan begini.
"Selamat pagi, Tuan Lee."
Tidak, kenapa dia tersenyum kepadaku, dan kekakuannya hilang begitu saja? Dia tidak langsung menghilang, Donghae menawan mataku terlebih dahulu, dagunya naik turun seperti menilai kerajinanku, kedua tangannya silang di dada bergaya banker banyak duit.
"Aku pikir kau perlu bantuan," katanya. Yang kuragukan tidak ada motif terselebung dari niatannya. Paling-paling minta dibuatkan kopi, diambilkan barang yang ketinggalan di mobilnya, atau dibelikan rokok. Klise.
Aku minggir selangkah dia mendekatiku, dia menggeser tubuh dan secara tidak sengaja bokongnya menyentuh pahaku. Aku tidak mau berimajinasi macam-macam. Benar, kenapa aku harus berimajinasi mengenai bos kantorku yang tampan, dan tidak lupa adalah seorang pria macho? Tetapi ketika matanya serta mulutnya menyeringai aku makin waspada. Dia menyentuh tombol kehijauan dan warna biru yang nyalang membuatnya tertawa. Katanya aku kurang cekatan. Itu dia, Manager baru ini hobi nyindir. Dan, untungnya, sindirannya tidak membuatku patah semangat.
Aku menggaruk kepalaku dan dia bertanya apakah aku memang selalu gatal dan memiliki alergi terhadap debu. Aku menggeleng, aneh saja, aku gugup. Bagaimana kalau aku tidak sengaja menendang bokongnya yang nungging karena kesal? Kemudian dia mengadukan Lee Hyuk Jae, pegawai tiga bulan semi kerja yang jutek, malas, bau keringat ke atasan tertinggi, akhirnya aku dipecat dan dituduh melakukan pelecehan seksual terhadap bos baru yang menyebalkan?
Cepatlah pergi dari sini, jangan lama-lama. Aku ingin bersin, aku pula tidak mau lama-lama menahan batukku.
Karena reaksi tubuhku yang tidak sewajarnya, dia tersadar dan dia menghadapku. Oh tatapan itu lagi. Tatapan ingin membunuh! Dan licik dan mendiskriminasi!
"Hyuk Jae, kenapa kau berkeringat?"
Jangan tanya kenapa aku berkeringat! Itu karena aku melihat kepicikannya abadi di kedua mata busukmu dimana aku tidak mungkin mendapatkan promosi karena kau sudah terlebih dahulu memecatku!
"Panas sekali. Apa Yesung sudah mengatur kelembapan ruangannya?"
Dia terkekeh, "aku bisa membuatmu lembab. Secara instan. Dan esensial,"
Demi Tuhan!
Apa?
Aku membenarkan kacamataku oleh karena itu aku pura-pura kaget padahal segenap kekagetan ini adalah reaksi sewajarnya apabila digoda oleh seorang bos yang homo. Oh Tuhan, dia homo. Mungkin dia pura-pura homo karena ingin mengerjaiku, dan homonya memiliki suatu karateristik yang tidak ada bedanya dengan rayuan kelabu. Tapi yang benar saja!
"Hyuk Jae bagaimana?"
Aku tertawa, mundur selangkah. "Lembab, apa itu bagian dari bonus kerja?"
Hyuk Jae, pembawa malapetaka! Kau membuatnya makin terpingkal-pingkal. "Bonus kerja yang sifatnya pribadi."
Dan karena dia mulai menggapai jas hitamku, aku lari terbirit-terbirit secepat kilatan petir.
.
.
.
Aku ingin sekali memulai gosip yang fenomenal dan itu akan menjadi bahan manusiawi di kantor serta bisa didiskusikan kebenarannya; bahwa bos yang diagung-agungkan macho tak lebihnya seorang homo yang mencari target muda di kantor barunya. Tetapi siapa yang akan percaya kepadaku, seorang keryawan berpakaian unik dan aneh, dasinya berwarna terang dan berkacamata silinder yang bulat besar? Kecuali seorang office boy bernama Yesung yang paranoid dan pegawai tim promosi yang jahil bernama Kyuhyun yang suka sekali berbuat onar. Tetapi perbuatan onarnya tidak sampai membuatnya dipecat, sayangnya, karena dia adalah rekan kerja yang suka sekali menindas. Dan kalau dia menindas, Kyuhyun tidak pernah main-main. Dan aku adalah sasaran yang disukainya selagi dia kesal dimarahi Supervisor galak, dan metode Kyuhyun merupakan serangan susulan yang berbahaya.
Aku menarik kedua bedebah yang anehnya bersahabat ini menuju toilet. Aku sih bukan bagian dari mereka. Hanya suka ikut bergabung apabila jam makan tiba. Kyuhyun yang ogah-ogahan dan Yesung mulai menerawang keanehanku. Kyuhyun ingin sekali beranjak karena dia lapar dan ingin cepat-cepat ke kantin kantor agar tidak kehabisan daging giling. Untunglah Yesung adalah orang yang kooperatif, dialah yang menghadang pintu toilet supaya Kyuhyun tidak bisa keluar. Yesung sangatlah penasaran. Aku berani jamin bila Yesung tahu kenyataan yang menyedihkan ini, maka seluruh kantor akan tahu karena dia memiliki hubungan mencurigakan dengan seorang Manager Personalia bernama Ryeowook yang berbibir ember.
"Dengar, ini gawat sekali."
Yesung percaya bahwa aku memang akan menyampaikan sesuatu yang darurat sehingga wajahnya penuh antisipasi, namun aku agak kesal dibuat Kyuhyun sebab dia tidak lebihnya pecundang bobrok dungu. Jadi aku memukul bahu Kyuhyun, agar dia mau mendengarkan.
"Ini tentang Donghae!"
"Oh ayolah Hyuk Jae, apabila kau mau bilang bahwa dia pecandu narkoba yang suka begadang dan pengidap penyakit kelamin serius, aku ingin kau dengan segera menghadap sekertaris pribadi Donghae karena itu semua basi sekali!"
Yesung menimpali omelan Kyuhyun lalu menginjak kakinya. "Dengarkan dulu apa katanya!"
Aku memutar mataku, kenapa Kyuhyun tidak pernah asyik diajak seru-seruan? "Serius, ini bukan tentang itu. Well, mungkin ada kaitannya dengan penyakit kelamin tapi bukan itu persisnya."
Aku tahu Kyuhyun sudah mulai kesal, yang kukategorikan sebagai kemarahan berapi-api apabila aku tidak cepat tanggap. Dengan wajah merah padam, aku memandangi mereka, mengingat sejumlah kilasan balik tentang aku dan Donghae, yang berisi konten sensual yang tidak menggairahkan sama sekali. Dan wajah merah padamku bukanlah disebabkan oleh rasa malu kemayu meledak-meledak, melainkan merah padam karena aku malu memergoki bos-ku yang suka berderma itu gay. Begini, terpujilah aku yang tidak membenci sekelompok sosial masyarakat menyimpang itu. Aku tidak melaporkan Donghae ke lembaga masyarakat umum. Hanya orang-orang yang suka mau tahu inilah yang bagus buat diajak bekerja sama. Dan mereka mensyukuri Donghae yang homo sebesar aku ingin naik jabatan.
Aku yang dengan wajah malu-malu busuk ini meraih perhatian Kyuhyun. Dia pula makin berkeinginan buat tahu. Wajah Kyuhyun kali ini, wajah yang sudah lupa dengan daging giling. Ekspresi picik, benar begitu. "Oke, Hyuk Jae. Kau sudah menarik perhatianku, kalau kau bisa membuatku terkejut, tidak, membuatku berhasrat saja, kau ambil seluruh gajihku bulan ini," kata Kyuhyun, setengah menantang.
Aku memikirkan mengapa pengaruh kehidupan pribadi Donghae dapat menghasilkan transaksi bisnis yang menggiurkan, tapi toh, aku diuntungkan. "Kyuhyun, aku kasihan sekali padamu. Aku mau yang bulan depan juga,"
Kyuhyun tidak terkesan, tetapi dia tidak punya pilihan. "Deal, kampungan. Ambil bonus hariannya juga."
Yesung menghentikan niatan aneh Kyuhyun, tetapi Kyuhyun bersikukuh. "Aku tidak peduli, kalau berkaitan dengan bos kita itu, ambilah mobilku, aku sepenuhnya ikhlas dengan keyakinan diriku," kegilaannya itu membuat Yesung menggelengkan kepalanya heran.
"Apa yang membuatmu bergairah Kyuhyun?"
"Maksudmu?"
Aku bergaya penuh tekanan menatapnya, "benar, tentang Sungmin, kalian baru tunangan kan? Dia cantik sekali."
Kyuhyun seperti menyalakan kobaran api di matanya dan dia tidak sabaran, "Oh ayolah Hyuk Jae, kau membuatku kehilangan jam makanku, memuji calon istriku, aku akan memukulmu sekarang juga."
"Aku juga akan membuatmu menyesalinya," Yesung menimpali karena dia memiliki separuh kondisi emosional yang sama, yaitu tidak sabaran.
Aku tertawa. Tertawaan yang meledek. Bukan maksudku buat meledek tapi kupikir itu memang tertawaan meledek. Oh Jesusku si penyayang murah hati dan manis penuh hikmat, aku yang seorang pecundang penakut akhirnya menemukan jati diri pribadiku dirahasia bosku yang kumal itu. "Donghae, dia itu orang gila, dia suka menyetubuhi—"
"Kupikir kalian sedang makan siang."
Oh, motherfucker baby Jesus.
Donghae! Kau sialan!
Kami bertiga, maksudku Yesung dan Kyuhyun serempak memiliki keringat kocar-kacir diantara kening dan dahinya. Sementara aku, yang memang pecundang, dan takut terhadap segala sesuatunya, selalu sial. Selalu sial.
Bosku yang kupikir tengah bersenggama habis-habisan bersama seorang petinju padang pasir muncul dari cubicle ketiga yang pas menghadap punggungku yang gemetar. Aku terpuruk sewaktu dia mencuci tangan dan beralih tersenyum kepada Yesung serta Kyuhyun. Aku tidak melihatnya secara langsung tetapi kegugupan Kyuhyun membuatku menyadarinya. Kami semua mematung dengan cara yang norak dan tidak akan pernah diduga sama sekali.
"Kapan-kapan, mari makan siang bersama, sewaktu kalian sudah tidak dibebani proyek tahunan," oh suaranya. Suara penuh keyakinan membunuh.
Kyuhyun yang tergagap mengangkat alisnya kepadaku, menanyai kedatangan Donghae yang seperti suatu magis. Aku pun tidak serta merta menjawabnya sebab Yesung permisi terlebih dahulu minggat dari toilet. Dia menyapa Donghae selamat tinggal yang sopan, dan tersisalah aku bersama orang terakhir yang ingin kuajak menghadapi Donghae. Kyuhyun, Kyuhyun si setan penguasa neraka, biadabnya sama dengan Zeus, suka jahil, mengerjai orang, menuduh, segenap keburukan manusiawi, dialah sumbernya. Aku yang sudah yakin dengan caranya kabur, yang curang itu, memegangi lengannya agar jangan melarikan diri. Tetapi dia sudah terlebih dahulu meraih gagang pintu, berbisik kepadaku, "mati kau! Bodoh."
Bukan, ini yang lebih buruk. Aku akan dipecat, dimana aku akan mencari kerja selain di perusahaan milik orang Barat yang memproduksi segala macam pakian wanita dan pria? Make up, sepatu, pokoknya yang berkaitan dengan mode modern. Ada juga jel rambut pria. Tetapi bukan itu yang penting, Donghae menatapku, dan aku sudah mengerti tatapan apalah itu namanya. Dia juga tak lupa bersiul, membuatku merasa setengah mati.
"Jadi Hyuk Jae, dengan siapa aku suka bersetubuh?"
Aku menjauh darinya sedekat dia menjangkau tubuhku yang tak terlampau tinggi ini, namun lebih tinggi darinya. "Maksudku, mungkin kau punya selera yang unik, bestilia mungkin. Tidak, bagaimana mungkin bersetubuh dengan orangutan adalah legal? Maksudku kau suka wanita berdada besar, sama denganku," racauku, merasa berada dalam kejahatan pemerkosaan berjenis balas dendam.
Dia mendekat lagi, suara sepatunya membuat jantungku terhenti. "Aku tidak punya tipe yang spesifik," Donghae merengkuh tubuhku yang ketakutan, "asalkan mereka pria," berbisik kepadaku.
Jauhkanlah aku dari segala sesuatu yang berbau kejahatan.
Amen.
"Oh, itu bagus. Aku tidak peduli. Pria juga bagus."
Donghae tertawa kecil, "kau memenuhi segala spesifikasinya, sayang." Oh bibirnya baru saja menyentuh telingaku, secara disengaja atau tidak, "aku tidak masalah denganmu Hyuk Jae, lagian kau itu seksi sekali. Kacamatamu, bibirmu. Bagaimana rasanya bila setitik kelengketan itu ada di selengkanganku?"
Aku akan pingsan. Aku bersungguh-sungguh. "Aku bukan homo."
Donghae menampik kegusaranku, "Setiap orang adalah homo, setidaknya sekali seumur hidupnya. Percayalah."
Aku kehilangan setengah percaya diriku sekali waktu Donghae menghapus buliran keringat di daguku. "Aku akan lebih menyukaimu lagi bila segala sesuatu yang tidak harus diketahui orang lain ini tertutup rapat di dalam hatimu, dan ini akan hanya menjadi milik kita berdua saja, menjadi rahasiamu yang eksklusif Hyuk Jae." Tidak lupa dia melayangkan ciuman yang dibuat-dibuat untukku.
"Donghae, apakah kau homo yang figuratif?"
Hyuk Jae omong kosong apa yang baru saja kau katakan? Tidak ada suku kata homo figuratif di dunia ini, pasif dan agresif. Yang ada adalah bos jantanmu ini sekarang tengah melihat kegugupanmu yang bercabang dan menjadikannya peluang buat tidur denganmu. Ha, tidur denganku? Donghae ini sedang ingin main-main, kemungkinannya adalah cara untuk memecat pegawai malas dengan menakutinya. Kusadari bahwa akulah satu-satu orang yang tidak akan diuntungkan dari proses berundingku bersama Kyuhyun, karena dia adalah orang yang picik, dan segala sesuatunya akan dia tuduhkan kepadaku, Donghae akan merasa dirugikan oleh omong kosong besar ini, maka dari itu aku sesegera mungkin menghindari jebakannya ini. Sayangnya, dia adalah orang yang cekatan. Dia mencengkram tanganku dengan emosional. Aku kaku dibuatnya.
"Figuratif yang bagaimana Hyuk Jae, yang liberal, yang suka menyuarakan opini mereka, yang tidak tanggung-tanggung turun ke jalan dan seksi sekali? Apakah peran seperti itu yang kau senangi?"
Aku tidak suka berunding kenakalan dengannya, karena aku bukanlah homo, bukan orang yang menjujunjung tinggi mufakat dan sulit diajak bekerjasama. Aku merasa bahwa ini adalah jebakan buatku, aku akan mengatakan suatu kode rahasia buatnya, buatku menutup mulut dan tidak resign. Tetapi aku orang yang tidak mudah menyerah, aku tidak takut terhadap apapun. Bahkan bos yang gay sekalipun. Aku pernah menghadapi atasan yang lebih buruk dari Donghae, yang punya kebiasaan hidup tidak sehat, tidak berwawasan dan temperamental. Kusadari Donghae tidak ada apa-apanya.
Aku mengeluh kalau cengkramannya membuat sekujur tubuhku memerah, itu otomatis membuatnya melepaskanku. Bagaimana pun juga itu tidak menyakitiku sama sekali. Dan karena ini dia memandangiku dengan tatapan seolah dimabuk cinta, kuyakinkan kalian semua, jika Donghae memanglah seorang penyimpang. Maksudku, kesukaannya terhadap pria, bukan dirinya seutuhnya. Namun itu tidak mengubah kenyataan bahwa dia memanglah hobi menghisap penis lelaki.
Dia kemudian menanyai apakah aku terluka atau tidak yang mana itu membuatku merasa setengah mati. "Aku tidak apa-apa, ya memang tidak sakit. Tapi bos, aku harus pergi kalau tidak mereka, Yesung dan Kyuhyun, oh well, mereka akan melakukannya. Mereka akan kira kalau kita—" uh-huh, aku merasa tidak enak hati dengan pandangan berharapnya itu. Mereka membuatku tergagap, reaksinya tidak bisa dibaca, "—mereka pikir kau melakukan sesuatu kepadaku—yang tidak senonoh."
Donghae tertawa, tertawaan yang akan mengambil setengah napas para wanita. "Aku tidak apa-apa. Mereka bisa membayangkan sesukanya."
Kondisi yang agak seram ini berakhir dengan wajahnya yang mendekati wajahku, separuh ekspresinya sangatlah membuatku menggelinjang, sehingga aku mendorongnya jauh dariku. "Aku harus pergi, bos."
"Tidak sebelum kau menciumku?"
Aku merasa bahwa ini adalah situasi yang mengandung magis dan itu membuatku ngeri. Sebab dia sangat menikmati keganjilan disegenap wajahku, aku gelagapan yang membuatnya tertawa. "Oh sayang, aku bercanda. Kembalilah bekerja," katanya penuh kasih sayang yang hikmat. Tetapi dia tidak melepaskanku sama sekali, aku menatapnya kebingungan, keheranan mengapa dia tak ubahnya orang yang jahil, sebelum kemudian dia menyentuh pipiku dengan telinganya, membuatku merasa di ujung dunia bersama segenap ketakutanku terhadapnya. "Asalkan kau mau makan malam bersamaku."
Demi Tuhan! Aku bukanlah sasaran yang wajar, aku adalah seorang pria yang maniak paha wanita gembul, berwajah ayu, yang lingkar lehernya sebelas inci. Bukan seorang lelaki 30-an, berbadan macho layaknya bison, bermata jernih, bergaya rocker sok tangguh, serta ketidak layakan lainnya yang membuatnya kelihatan seperti pria ganteng yang hobi nikung. Kita seharusnya menjadi sepasang playboy yang hobi bersaing dan memperebutkan wanita berkaki jenjang.
"Aku sudah punya pacar."
"Bohong Hyuk Jae," Donghae tampak tidak terhibur, "kau sudah putus dengan pacarmu sebulan lalu karena kau selingkuh."
Bagaimana dia tahu? "Dan aku punya yang lain lagi."
"Hyuk Jae, Yoona baru saja bertunangan. Selingkuh itu tindakan tidak terpelajar."
Oke, Yoona memang gadis bernuansa mitologi yang jauh dari unsur keduniawian. Siapa lelaki brengsek yang berhasil meluluhkan hatinya dan aku seratus persen percaya bahwa dia masih perawan? "Aku tidak suka Yoona."
"Yuri, dia adalah lesbian. Aku berani bertaruh."
Yuri yang berbadan seperti lekuk gitar Spanyol itu? Kenapa semua orang berwajah fantastis malahan homo? "Oke, aku kalah denganmu. Bos aku tidak homo, demi apapun!"
"Mungkin lain kali, nikmati harimu Hyuk Jae."
Dia serius? Seluruh mingguku akan menjadi malapetaka dahsyat yang tiada kiranya ingin kusingkirkan.
.
.
.
Aku tidak mengerti apakah pernyataan-pernyataan yang sensual itu merupakan pesan pribadi darinya buatku secepatnya angkat kaki dari dunia marketing yang penuh lika-liku persaingan lapangan. Atau dia memang naksir dan perasaan itu adalah perasaan esensial yang nyatanya memang benarlah ada. Aku ingin menanyai pendapat Yesung dan Kyuhyun mengenai trik merayu ini, namun apakah alangkah baiknya agar aku diam saja dan lihat apa yang akan terjadi nanti? Tidak ada yang akan percaya padaku, aku adalah seorang anak bawang yang tertindas, suka dipaksa ikut pesta perayaan, dan mengerjakan laporan sesanggupnya saja. Kalau kuceritakan ini kepada Tiffany—perempuan bahenol yang pemarah—reaksi wajar seperti apa yang akan dia ungkapkan? Masalahnya bukan Donghae yang sungguh-sungguh merayuku, namun kepercayaan teman karibku ini. Bagaimana ini akan menjadi gosip? Damai dan penuh perhitungan? Skandal tahunan? Donghae yang ternyata seorang homo.
Kangin si supir pemasaran pamit pergi karena dia tidak kebagian jam lembur sepertiku. Kukatakan kepadanya supaya tidak mematikan lampu halaman belakang. Dia menanyaiku apakah aku tidak apa-apa ditinggal sendirian, mendadak dia menghela napas karena kujawab ingin ditemani. Dia pergi meninggalkanku yang seorang diri di kegelapan. Oh, santai saja. Masih ada security.
Aku menghintung daftar tahunan kemarin, produk apa yang dilelang dan diberi diskon setengah harga. Serta seragam pria yang perlu dikoreksi. Yang tidak boleh dikenakan sembarang lelaki. Aku mulai merasa pening, persisnya sewaktu baris ke seratus dua puluh. Pada suatu siang yang aneh, sehabis insiden bertukar cerita cinta dengan Donghae, datanglah dua ekor rusa dungu. Kyuhyun dan Yesung pikir aku akan dipecat, tetapi sayangnya aku tidak dan mereka kelihatan tersinggung. Ayolah, aku tahu mereka mencintaiku. Selebihnya, mereka hanya iri terhadapku. Namun alih-alih merasa marah, aku justru berlagak sok kaya karena aku diuntungkan dari naksirnya Donghae kepadaku.
Aku merasa lembur hari ini sudah cukup. Aku celingukan, ya ampun! Sudah tengah malam rupanya. Aku ingin segera pergi dari sini, namun panggilan telepon orang jahil menarik perhatianku. Aku sudah siap memaki kepada siapapun itu, aku sedang tidak punya mood baik, dan kalau itu dari mantan pacarku, akan kuhabisi wanita berkeringat bau itu. "Sungguh, jangan cari mati denganku ya!"
Orang itu meledekku dengan kekehannya, "Tidak, bukan itu. Aku hanya ingin bicara denganmu."
Aku tidak mampu menyesuaikan diri dengan rasa penasaranku yang diombang-ambingkan murkaku, jadi aku berteriak kepadanya. "Kau salah sambung!" Dan berjalan keluar dari kantor.
"Tidak, Hyuk Jae. Ini kaukan?" tanyanya.
"Tunggu, Kyuhyun?"
Orang itu tertawa lagi, suaranya berat, andai kata perumapamaan ini sopan, suaranya seperti kerbau marah yang mendengus. "Aku Donghae, keluarlah. Tidak baik membuat bosmu menunggu?"
Walau aku sempat berniat menyusup keluar setelah sepenggal kata yang menyiratkan signyal bahaya, akhirnya aku mengalah. Aku melintasi bunga-bungaan taman belakang kantor meski terdapat pesan moral buat jangan menginjak keindahan abadi ini, menuju lorong gelap yang merupakan pintu keluar dan pamit kepada security gendut yang tampaknya kesal. Kini aku memperhitungkan tiga puluh detik yang akan datang, bila seumpama aku benar-benar memasuki mobil mengkilap milik Donghae yang parkir di dekat pohon oak di samping tikungan tajam jalan raya. Mungkinkah ini akan menjadi final gombalannya? Dia akan mengupkankan bahwa dia bercanda, atau dia memang suka padaku dan aku akan lebih takut terhadapnya kalau itu benar-benar terjadi. Atau dia hanya ingin meniduriku semalam suntuk agar penat di kepalanya itu hilang. Dan mengajakku menuju suatu daerah pertanian yang lembab, lengket dan penuh lumut, atau di kebun jagung yang sepi dan aku akan menjadi objek tidak senonohnya.
Aku sudah mengira-ngira apakah aku akan didisplinkan oleh dua tangan berotot itu selagi dia merokok dan hembusan rokonya ditimpakan ke wajahku yang tujuannya untuk menggoda. Aku tampaknya menyerah karena aku sudah berlalu menuju mobilnya. Aku lebih was-was karena kami akan terlibat aktivitas biologis, aku sih tidak apa-apa dengan seks, malah aku senang sekali, tetapi kalau pria yang kuajak bercinta adalah pria bergaya malboro guy, merupakan pria berjaket kulit hitam membuka kaca mobil, dengan rokok di telinganya (untunglah tidak menyala) dan dia belum bercukur.
Aku pernah mengikuti sebuah kelas yoga, seorang temanku bilang aku akan menemukan gadis berkuncir dua dengan paha bersinar yang mulus. Stocking hitam hingga aku akan ketagihan datang dan aku akan tergoda oleh keringat di pahanya, sebelum itu aku akan mengajaknya tidur. Tetapi belum dua hari betah di sana, sikapku yang doyan menghina itu digantikan dengan ketakutanku terhadap seorang instruktur yoga yang kakinya tidak dicukur dan adalah lelaki tulen. Bercerita kepadaku tentang feminisme dan dia pikir aku tergoda olehnya. Ketakutanku itu katanya adalah cara bodoh melewatkan sebuah kesempatan. Dengan segera kubilang padanya bahwa jenggotnya itu yang dia kepang merupakan mimpi buruk dari kecoak yang bercinta. Kemudian aku lari tunggang-langgang kabur. Namun aku setuju bila Donghaelah yang lebih menakutkan.
Dia keluar dari mobil seolah menjemputku dan aku membayangkan aku terbaring di kedua dada bidang itu sementara dia merapal namaku dan aku merasa napasnya di tengkukku, aku pun bangun karena merasa geli. Untungnya Donghae tidak punya rambut di dadanya. Atau kalau dia benar-benar punya, tidak, dia tidak boleh punya itu.
Donghae menghidupkan rokoknya, banyak orang lewat melihatnya terkesima karena dia memiliki gaya signifikan yang lumayan ganteng. Dia berbincang-bincang denganku dari jarak jauh, "syukurlah kau keluar. Kupikir kau bakal menolakku, bukan pertama kalinya, tapi berkali-kali," katanya. Donghae meghisap rokoknya dengan kekuatan keras serta dengan asap yang dua kali kuantitasnya, lalu rokoknya menjadi setengahnya kemudian dia menginjaknya. "Aku sudah pesan suatu tempat. Aku suka obrolan yang menyakutpautkan privasi kita."
Aku terperangah karena ini adalah perbicangan yang menyangkutpautkan privasi, memang banyak privasi. Tempat yang dia pilih pasti merupakan tempat yang penuh suasana sunyi, yang ada dalam pikiranku; sebuah motel di samping lapangan golf, sebelum senja tiba maka akan menjadi tempat hunian orang-orang cabul, tempat yang sering dikomersialkan. "Tempat seperti apa? Tempat tidur?"
"Haha." Tawanya itu menyiratkan suatu sakit hati dan kekosongan kamar hunian.
"Haha? Tempat tidur yang menyiratkan kenyamanan abadi yang meledak-meledak?"
"Oh Tuhan Hyuk Jae, bukan, kalau kau pikir aku orang yang semacam itu, kau perlu beberapa cek personal. Aku memesan meja di sebuah restaurant romantis yang melambangkan kestabilan finasialku. Kalau kau suka itu."
Aku ingin mengungkapkan kegelishan diriku, bahwa mungkin dia adalah seorang pria yang pernah menikah dan memiliki seorang anak berusia aktif yang diam-diam ingin selingkuh dengan pria. Sebab Donghae memiliki apa yang pria berkecukupan tidak miliki; homo. Aku tidak mencoba berkonspirasi mengenai apapun, tetapi Donghae memang memiliki obesesi yang besar terhadapku. Oh betapa salahnya itu kedengarannya. "Apa aku akan didaftarkan asuransi jiwa kalau aku bersedia naik mobilmu?"
Donghae menyeringai, "Hyuk Jae lebih dari itu, lebih dari itu."
.
.
.
Sebenarnya aku bisa mengatasi libido seorang pria, aku yakin bisa karena aku pernah bercinta gila-gilaan dengan pacarku selama seharian penuh. Pikirlah begini, tidak semua pria tampan memiliki kemampuan bercinta yang hebat dan Donghae pastilah bukan seorang pria teladan di tempat tidur. Tampangnya hanyalah kamuflase. Donghae adalah pria emosional dan potensial bila saja dia tidak homo. Dia bakal berada disuatu fase dimana dia akan terlibat pesta seks dan semua wanita ingin menjadi miliknya. Namun dengan unsur yang dibuat-buat, ternyata dia suka nikung wanita dan golongan seksualnya tidak terorganisir.
Dia membuka pintu mobil untukku, aku tidak ingat bagaimana itu bisa terjadi, dan dia berniat meraih tanganku buat digenggam. Meski aku tidak siap menghadapi genggamannya yang panas. Donghae melempar senyum menawan, giginya bergumul. Tetapi fakta bahwa seorang pelayan yang ingin membukakan pintu itu nyengir, mengira-ngira apakah hubungan kami berdua aku jadi melepaskannya. Donghae berkata kepadanya bila dia hendak diantarkan ke meja yang bebas merokok sehingga pelayan itu membawa kami menuju meja yang menghadap langsung ke pantai, tidak pula lupa dua belas lilin yang meningkatkan suasana romantis yang konyol.
Aku merasa aku akan berpisah selamanya dengan kesadaran diriku, bagaimana seorang player Lee Hyuk Jae yang senang selingkuh ditaklukkan oleh bos brewokannya.
Dia menggiringku duduk berhadapan dengannya, aku dibuat meringis. Donghae memesan dua porsi sapi panggang yang dimasak setengah matang, satunya lagi tanpa kentang karena dia tidak mengkonsumsi karbohidrat di malam hari, juga sebotol anggur putih. Kemudian pelayan itu beralih pergi.
Donghae menghidupkan satu batang rokok lagi, lalu berkata, "Hyuk Jae, aku kerap kali memikirkannya. Adakah beberapa kelompok sosial yang membantu dan menyusahkanmu di kantor, kalau kau punya kesusahan bilang saja padaku orangnya?"
Aku otomatis menyeringai, "Kyuhyun." Dan dia langsung percaya.
Donghae memberikanku wajah ibanya, "bagaimana dia memperlakukanmu?"
Aku memberikan kesakitan yang mengada-ngada, yang langsung membuat Donghae memalfungsikan wewenangnya.
"Hyuk Jae katakan padaku."
Sejauh ini, kalau Kyuhyun dipecat, aku lah yang bakal diuntungkan. "Tidak, sebenarnya kami punya konflik yang sama-sama merugikan, tapi yah kau tahu? Karena dia pikir dia pintar jadi dia bersikap teledor, sewenang-wenang," aku memberikan istilah-istilah yang merabunkan kejahatan Kyuhyun, membuat Donghae semakin bersemangat mendengarnya. "Tapi aku tidak dendaman, meski kadang kupikir dia agak keterlaluan. Bukan cuma itu, Supervisior Park itu orangnya pilih kasih, Kyuhyun salah satu bocah yang dianakemaskan. Oleh sebab keganjilan itu, aku jadi terkucilkan."
Donghae mengerenyitkan keningnya, sulit percaya, dia bersimpati kemudian menggenggam tanganku, menggosok-gosok punggungnya dengan niatan ingin menenangkan sekaligus menunjukkan kasihnya kepadaku. "Apa kau pernah menerima ancaman fisik? Maksudku persaingan dibagian marketing cukup keras."
"Kalau tentang ancaman fisik, Kyuhyunlah yang seharusnya lebih waspada. Kelemahannya ada di sana."
"Syukurlah Hyuk Jae, begini saja, aku punya posisi menarik untukmu, promosi buatmu. Meski selama ini dipandang rendah, posisi Supervisor dibagian pemeliharaan sedang kosong dan kalau aku bisa meyakinkan Manager Han, kau bisa dipindahkan ke sana. Tidak ada Kyuhyun, jabatanmu pun terpandang."
Aku sebenarnya agak paranoid dengan karanganku, bagaimana kata ajaib 'Kyuhyun' mengubah seluruh hidupku yang diporak-porandakan olehnya. Tetapi semakin aku berpikir tentang konsekuensinya, aku makin meragukan negosiasi Donghae. Aku tidak mau dipecat diminggu kemudian karena mengada-ada, dan masalah ini akan menjadi masalah berskala besar cuma karena aku bohong padanya.
Aku balik menatap Donghae bersama bias kebijaksanaan di wajahku yang berkilau. "Aku tidak mau, karena kupikir itu ganjil sekali," terangku.
Kami akhirnya lekas ngobrol menunggu pelayan yang lelet dan curigaan itu datang. Donghae mengukapkan suatu rahasia kekanakan yang lucu. Katanya dulu dia bercita-cita menjadi tentara karena dia memiliki tempramen yang buruk terhadap Negara rival, tetapi dia mengidap pusing yang spesifik dan baru akhir-akhir ini sembuh, dia menceritakannya dengan senyuman yang cerah sekali, dia juga pernah memiliki kecintaan yang besar terhadap seorang petinju lokal. Aku juga bilang bahwa kecil dulu aku mau jadi Pilot, jadi seorang penjaga gawang sewaktu SMP dan polisi sekali waktu aku menginjak SMA. Tapi toh tidak semua cita-cita berpeluang, aku juga bukan jenis orang yang suka mengejar cita-cita.
Akhirnya tawanya terhenti ketika dua orang pelayan datang, yang satu mengatur piring dan yang satu tersenyum sekaligus memegang pesanan kami di baki kayu. Mereka pergi dan pamit kepada kami.
Sejam kemudian akhirnya Donghae mengajakku pulang, dan dia melaju di jalanan sepi yang berliku. Dia tidak begitu mahir berkendara, dia hampir saja menabrak seorang pejalan kaki yang tidak dilihatnya lalu tersenyum canggung kepadaku, bahwa baru dua bulan yang lalu dia mendapat lisensi resmi berkendaranya. Tidak heran sih.
Aku dan Donghae berteriak ketika petir menyerang sebuah tempat duduk kayu yang terdapat di sekitaran taman kota yang tercoret-coret gravity bergambar aneh. Dan suasana pun menjadi agak mistis karena ilusi hujan deras yang membawa banjir bandang melanda separuh kota yang diinformasikan melalui radio mobil Donghae. Untunglah rumahku tidak berjarak puluhan mil, hanya lima blok dari jalan raya dan kami sampai. Cuma aku agak kasihan kepada Donghae, Donghae tidak bawa payung, namun dia memaksa untuk mengantarku pulang, tepat sampai di depan rumah.
Begini, aku bisa langsung mandi, namun Donghae akan melewati tiga ronde melawan hujan. Pertama ketika sampa di rumahku, kedua ketika balik ke mobilnya dan ketigga sewaktu kembali ke rumahnya. Dan niatan untuk menawarinya menginap bukanlah ide yang cerdas, yang bukan Hyuk Jae sekali. Yang membuatku langsung sadar bahwa Donghae memanglah ingin disuruh menginap di rumah seorang bocah berkacamata yang akan dibuat Donghae homo.
Donghae mengibaskan rambutnya yang basah sehabis kami berlari ke pintu masuk rumah. Meski dia tampak berantakan, kukatakan ini melalui sudut pandang yang umum, objektif dan terpandang, dia sangatlah tampan, Apalagi kedua tangan kokoh saat mengibas-ibaskan rambut. Rambutnya yang panjang-panjang itu menyatu karena lengket dan diikat ke belakang, sesaat setelah menegor rambutnya yang akan seperti permen karet apabila tidak dilepaskan ikatannya, Donghae langsung menurut dan fantasi ketampanannya meningkat lima puluh persen. Untunglah aku bukan seorang perawan yang akan dengan senang hati menyambut ajakan seksnya yang tidak bersih.
Aku menyuruhnya untuk tinggal sebentar, sampai hujan berhenti juga tidak apa-apa—yang sebenarnya kebaikan hati itu adalah keiginan untuknya menolaknya dan buatnya cepat-cepat pulang saja—yang Donghae langsung iyakan karena bakal ada badai sejam mendatang dan rumahnya cukuplah jauh dari rumahku. Dia urung masuk sebab lihatlah, si General Manager ini dari celana dalam sampai kepalanya basah kuyup. Aku cepat-cepat mencarikannya handuk yang tidak dipakai, supaya dia tidak menggigil.
Donghae membuka jaket kulitnya, kaos abu-abu, celana hitam, dan sepatunya, pokoknya yang membuatnya lengket. Aku jadi susah membedakan yang mana boxer, yang mana celana dalam, sebab mereka sangatlah ketat, membuatku takjub. Donghae yang persisnya nyaris telanjang meminta dibuatkan teh hangat olehku, dan selang keheningan itu, Donghae kuyakini sedang membuat gambaran paradoks, antara memecatku atau meniduriku, atau dia hanya ingin numpang sebentar karena dia kedinginan. Terlebih lagi, aku tidak menyangka ternyata Donghae memiliki sekutip tato berbahasa perancis dengan motif dedaunan kering. Lima menit kemudian kudatangi dia dengan segelas teh tanpa gula yang anehnya membuatnya tersanjung, katanya melebih-lebihkan, "kau benar-benar cocok dengan selera pribadiku."
Aku menyuruh Donghae duduk dan aku duduk di depannya. Donghae yang kedinginan menghusap keringat, padahal harusnya dia tidak kepanasan karena dia pada dasarnya sedang menggigil. Aku bukan hanya tidak ingin bicara dengannya, aku juga malas dikomentari aneh-aneh, jadi aku diam saja, dan Donghae tidak menyukai reaksiku.
"Aku pikir, aku harusnya pergi, ini waktumu buat tidur."
Tersinggunya Donghae adalah dua baris kata yang berbahaya, buatku, dan buat kehidupan karirku. Dan daripada apa yang kuduga, dia lebih marah dari hanya tersinggung, dan aku menyadari kondisi mental seperti ini sangatlah menyakitinya. Aku adalah seorang pria yang pernah ditolak oleh wanita setengah mabuk padahal jelek dan Donghae pasti memiliki kondisi mental yang sama denganku kala itu. Sebenarnya aku tidak mau meningkatkan perasaan seksualnya terhadapku, tetapi aku yang menahannya dan menggenggam lengannya yang sebesar buah melon membuatnya tersenyum bahagia. Dan bahagia bukanlah merupakan kesalahan tata bahasaku. Ungkapan itu tidak sedikitpun dilebih-lebihkan.
Dia bangkit lalu duduk di sampingku, bau keringatnya boleh juga. Jantan, bau laut dan rempah-rempah.
Persetan dengan moral masyarakat! Donghae yang setengah telanjang ini mendekapku ke dalam pelukan mautnya, berisi dua lengan yang sebesar ketakutanku dan seorang Hyuk Jae yang tersudutkan. Dia akan menciumiku, aku menyadarinya. Dan kualitas ciumannya adalah ciuman internasional. Yang berisi lidah, lengket, bibirnya yang seperti sedotan, dan saliva. Aku menyekanya mendekatiku, memegangi Donghae dimanapun tempat yang aman agar tidak memprovokasi ketegangannya yang sudah 12% berbahaya. Aku pun menatapinya supaya tidak ada reaksi porno diantara kami, porno yang eksklusif dan komersial. Pokoknya tidak ada diantara itu yang akan jadi pengalaman hidup seorang pecundang sepertiku. Apalagi kenakalan Donghae!
Tetapi Donghae tidak mau tahu, dia memiliki alasan bahwa dia sedang dirasuki dewa gairah, meremas lututku seperti seorang pria yang tertekan melihat dua buah payudara montok, yang tragis dan tidak bisa kuhentikan. Donghae akhirnya menangkap bibirku, matanya bergelora oleh kesadisan gairah, memegangi daguku, dan aku yang merasa kesal ini ingin menonjokinya karena dia adalah orang yang cabul, mencabuli orang yang sudah cabul yang didukung oleh desakan situasi. Namun ini bukanlah dalih buatku merasa terlena. Donghae bagaimanapun juga adalah seorang pencium yang handal, penjilat yang tidak amatiran, dan homo sejati. Dia menyadari kondisiku yang tergulai oleh kemampuannya yang perkasa, sehingga dia dari menjilati jadi menggigiti, meremas lutut jadi mencubit pinggang. Nyaris saja aku duduk di pangkuannya sebab itu norak sekali dan adalah ilegal menduduki paha seorang pria jantan dan lajang.
Donghae merasa kesal, aku yakin, dia melampiaskan kegagalannya dengan menyakiti bibirku dan menggigitnya keras. Aku terpekik, Donghae menggunakannya sebagai akses yang kemayu. Dia tambah bersemangat, aku didorong terbaring ke sofa, dia menindihku, seperti seorang pria tak berbudaya yang sedang berhasrat, aku tidak kuasa menahan sentuhannya karena pahanya memijitiku. Seorang Hyuk Jae yang dibuat homo oleh Donghae tidak akan bertahan selama dua musim di dunia yang tidak aman ini, terlebih berisi setan seperti Kyuhyun, jadi aku mendorong tubuhnya dengan kedua kaki yang tidak dijepit. Aku lolos!
Donghae tertawa kecil, merasa tidak terima dan tidak menyerah dan aku mengerti sekali tertawaan itu pertanda marabahaya. Donghae membawaku kepelukannya, yang mana membuatku merasa setengah mati karena geli, meminta perhatian dariku yang sedang dilanda trauma.
"Bos, serius, aku tidak homo. Jangan membuatku memukulmu!" Aku mendorong tubuhnya yang mana telapak tanganku tidak sengaja mencubit tato di dadanya dengan kekuatan yang besar, namun dia tidak mau melepaskanku begitu saja. Membuatku malah lebih berang. "Donghae!"
"Oh Tuhan Hyuk Jae!" Donghae menyeka air liurnya sebab anehnya, kemarahanku itu, menimbulkan kelucuan diantara kami. "Aku suka caramu memanggilku, sayang itu lebih dari yang kuinginkan. Dan Hyuk Jae, aku tidak peduli, aku tidak peduli bila kau homo atau tidak," Donghae meremas bokongku, dengan kedua tangannya yang kokoh bersama urat-urat yang berwana kehijauan seperti air keruh. "Percayalah padaku, kau akan diuntungkan, pacaran atau tidak denganku."
Aku menatapi wajahnya dengan sepenuh keyakinanku. Rata-rata seorang pria atau wanita yang ketahuan lekong akan memiliki pengalaman buruk. Secara sosial, mental dan fisiknya. Mereka akan dikucilkan, mereka tidak disukai sebagian masyarakat pada umumnya, meski aku tidak pernah melakukannya. Dan bukannya ingin meremehkan wewenang seorang General Manager yang berkuasa, tetapi apa yang bisa dilakukannya kalau Hyuk Jae yang suka ditindas ini adalah gay? Aku tidak sedang memikirkan diriku menjadi gay, aku hanya bilang seumpama aku menjadi gay dan Kyuhyun akan menghabisiku. Habis-habisan.
Donghae mencium kedua tanganku, meyakinkanku. "Jadi Hyuk Jae, tidak ada acara menolak lagi. Akan kubuat kau menikmatinya. Dengan menyeluruh."
Ugh.
.
.
.
Aku tidak memiliki koneksi batin yang kuat terhadap Donghae maka dari itu setelah aku menghisap penisnya dan menjilatinya, menekan rasa jijikku, aku mau muntah. Aku mati-matian tidak mau mengira-ngira bagaimana rasa sebuah penis pria yang seukuran dua kali milikku. Pokoknya amis dan lengket. Dan seperti bau ayam goreng restaurant cepat saji. Asin, manis, manis yang aneh dan agak pahit. Aku yakin sepenuhnya, setelah Donghae menyuruhku menggigit kulitnya, menariknya, ada sebuah kelengketan yang tidak bisa diterjemahkan yang datang darinya dan aku dengan penuh cinta kasihku kepada Tuhan, berani sumpah bahwa itu bukanlah air liurku. Pasti pelumas yang berwarna bening, yang dalam seluruh hidupku hanya mantan-mantan pacarku saja yang tahu rasanya. Bukan, bukan sperma. Jangan anggap aku bodoh kau gundik malas. Aku bukanlah perawan yang tidak waras. Itu adalah precum. Yikes!
Aku pura-pura saja menikmatinya, dengan suara 'hmm' yang dibuat-buat menggetarkan penisnya dengan frekuensi yang lemah. Aku tahu seluruh pria di dunia ini menyukai blowjob karena yang paling praktis, tidak harus capek -capek, yang paling menguntungkan mereka. Dan pada dasarnya, semua pria di dunia ini memanglah egois. Tidak aneh juga sih kalau Donghae belum bercukur, bulu-bulunya jadi mengenai hidungku yang sesenti saja dari selangkangannya, dan sekali waktu aku maju buat menelan separuh miliknya, aku nyaris bersin. Ya Tuhan, kapan sih Donghae sampai? Aku persisnya tidak sanggup menahan segenap kejijikan ini.
"Hyuk Jae lebih cepat, jangan hanya menjilatinya saja. Lakukan seperti kau sedang sungguh-sungguh menyukainya, yang natural," katanya sambil menepuk-nepuk kepalaku, sebelum menjambaknya. Aku yang sudah sangat putus asa, sama sekali tidak tahu menahu mengapa aku duduk diantara kakinya, tanpa pamrih menghisap penisnya yang berukuran tujuh inci, dan menggitinya buat melampiaskan kekesalanku. "Benar Hyuk Jae, benar begitu."
Aku menyertakan hisapan yang lebih kuat sehabis komentar menyindir itu, menyodoknya sehingga aku tidak tahu sudah berapa kali menghisap kelembapan Donghae. Dan serangan menyedot seperti vakum cleaner akhirnya membuatnya sampai. Magisnya lagi, dia menyemprotkan semuanya di mulutku. Yang rasanya seperti telur mentah dan darah, yang seperti neraka buatku. Seperti aku baru saja menelan isi perut ikan tuna yang dikeringkan di bawah terik matahari. Namun, setelah melihat wajahnya yang terpana, penuh dengan nuansa dilanda cinta, bersama kilau bahagia, dan kesungguhan hatinya terhadapku, aku jadi tergerak. Dia menciumku lagi, mendesak kepalaku mendekati bibirnya yang membuat wajahnya tambah ganteng. Dan aku terkesima oleh sebetapa tulusnya seorang pria yang mau mencium kekasihnya sehabis sesi menghisap penis.
Kalau dipikir-pikir, Donghae punya hati yang murni. Siapa sih pria yang mau mencium partner seksnya sehabis blowjob yang rasanya identik amis?
Hanya Donghae, dia seorang. Dan kalau ada, mungkin hanyalah sekelompok gay lagi.
.
.
.
TBC
.
.
.
Author note:
DX nearly 6k words dan isinya cuma porn, porn, porn, aik! Buat unnecessary curses atau kata-kata yang gak berkenan di hati, percaya deh gak ada intensi buat nyakitin suatu kelompok tertentu apalagi memojokkan mereka, like hell nope, semua kata-kata Hyuk Jae yang nyelekit di atas cuma untuk kepentingan cerita, also #lovewins
Comments are love! 3
