Summary : Prequel dari "Satu hal yang tidak mudah : cinta"/ Yang Naruto tahu, dunia tidak selalu berjalan sesuai dengan kehendaknya. Setidaknya itulah yang membuatnya tersadar ketika dia menyukai Ino Yamanaka./Bagi yang ingin membaca fic ini disarankan untuk membaca sequelnya dulu/
Rated : T
Genre : Friendship – Angst
Desclaimer : Naruto © Masashi Kishimoto
Warning : Naruto Centric – OoC – Oneshot – Mungkin mengandung chara bashing –
Anyway
Enjoy Guys
.
.
.
Aku pernah menyukai satu orang. Namanya Yamanaka Ino—siswi paling populer di kelasku. Dan satu hal yang aku tahu bahwa, dia benar-benar tipe pacar idaman. Dengan sifat yang ceria dan mudah bergaul, paras cantik dan sifat baik. Aku rasa itu adalah mimpi bagi setiap laki-laki di dunia termasuk aku.
Aku sadar, aku dan dia berada pada tingkat yang benar-benar berbeda. Aku hanyalah seorang siswa biasa yang tidak terkenal. Tidak memiliki satupun bakat atau nilai yang membuatku terkenal. Tapi, yang namanya suka mau bagaimana lagi?
Dan ini adalah tahun ketiga-ku di SMP Uzu. Masa di mana diriku sedang dipenuhi semangat masa-masa remaja di mana, seorang laki-laki akan merasakan tekanan dalam dirinya : Seharusnya ini adalah saatku untuk menjadi laki-laki sejati.
Walaupun begitu, sebenarnya selama tahun-tahun kemarin aku belum pernah melakukan kontak sosial dengannya. SAMA SEKALI.
Tapi jangan salah paham dulu. Ini bukan karena aku merasa tidak percaya diri akan diriku sendiri (Mungkin ya untuk beberapa aspek, terutama bakat) atau perasaan gundah jika aku gagal. Sebenarnya, masalah utamaku untuk mendekatinya adalah bagaimana caraku untuk mendekatinya sendiri.
Di dunia nyata, seorang laki-laki SMP normal sepertiku untuk mengobrol apalagi mengajak seorang perempuan untuk pergi adalah hal yang paling dianggap tabu. Khususnya bagi teman-temanku. Hal ini terjadi karena, daridulu mereka selalu menanamkan mindset bahwa 'anak laki-laki dan perempuan tidak akan pernah berjalan se arah'.
Misalkan, jika seorang lelaki dan perempuan berbelanja dan membeli sebuah baju. Maka perbedaan alasan akan terlihat dengan jelas. Jika lelaki ditanya alasan mengapa mereka memilih baju yang mereka beli, pasti mereka tanpa basa-basi akan menjawab bahwa mereka membeli baju itu karena ukurannya cocok dengan tubuh mereka.
Hal ini sangat berbeda dengan alasan perempuan kenapa mereka memilih baju yang mereka beli. Dan alasan seperti harga, motif, diskon, siapa designer-nya dan berpuluh-puluh alasan tidak masuk akan lainnya pasti akan kau dengar dari mereka.
Itu hanyalah contoh kecil dari dari kenapa 'perempuan dan lelaki tidak bisa berjalan se arah'.
Dan dalam beberapa hal aku pun juga menyetujuinya yang akhirnya terpaksa membuatku juga ikut dalam alur mindset ini.
Hampir selama 3 tahun aku bersekolah di sini aku bahkan tidak perrnah menyapa kaum perempuan apalagi mengobrol. Hanya ada teman-teman senasibku—Kiba— yang selalu kuajak berbicara maupun bercanda. Dan itupun tidak pernah jauh dari kata 'anime' ataupun 'game'.
Aku yakin, jika seandainya aku berteman dengan seorang perempuan di kelasku dan mengajaknya mengobrol dengan topik seperti ini. Dalam hitungan detik dia pasti sudah pergi dengan beragam alasan yang tidak masuk akal.
Tentu saja aku tidak bisa menyalahkan teman-temanku kenapa mereka bisa memiliki mindset seperti Ini juga karena diriku. Bahkan jika diingat-ingat, hanya ada dua perempuan yang pernah mengobrol bebas denganku—Kushina dan Naruko. Mirisnya, mereka berdua adalah keluargaku sendiri.
Maka dari itu, karena tahun ini adalah tahun terakhirku di SMP Uzu. Jadi ini adalah kesempatan terakhirku untuk bisa mendekati Ino.
Berdasarkan dari pengalamanku menonton anime RomCom[1] dan game-game galge[2] yang pernah aku tamatkan, seharusnya mendekatinya akan sangat mudah. Ada beberapa contoh flag[3] kejadian yang membuat kita bisa saling mengenal.
Seperti : Kami saling bertabrakan dan barang kami berjatuhan, lalu ketika kami hendak mengambilnya, secara tidak sengaja tangan kami bersentuhan. Atau pun juga : Ketika di jalan, aku tidak sengaja melihatnya sedang dalam kesusahan dan aku berpura-pura untuk menghampirinya lalu menolongnya. Seperti itulah.
Sejujurnya, aku pernah mencoba beberapa contoh flag yang ada di game. Dan itu adalah suatu hal yang berbeda. Galge dan kenyataan adalah dua konsep yang saling bertolak belakang satu sama lain. Galge hanyalah cerita romantis yang dibuat berdasarkan keinginan sang pembuat atau dalam kata lain, sebenarnya galge sendiri adalah curahan hati dari si pembuat tentang apa yang tidak bisa dilakukannya dahulu.
Sedangkan kenyataan, adalah jenis cerita berdasarkan sebab akibat. Semua yang terjadi tidak ada yang beralasan tentang ketidaksengajaan ataupun keberuntungan. Semua hal di dunia nyata murni menggunakan usaha mereka sendiri untuk dapat mewujudkan flagnya.
Mudahnya, galge hanyalah cerita fantasi yang dibuat oleh penciptanya dan dunia nyata adalah cerita yang ada berdasarkan berbagai perbuatan rasional.
"Ah iya Ten-chan, bukannya kemarin kau ditembak oleh Sasori-san di atap gedung. Apa jawabanmu?"
"Hentikan Ino-chan, itu pembicaraan yang terlalu memalukan. Tidak baik jika kita membahasnya di kelas tau!"
"Heh? Bukannya Sasori-san memang berwajah tampan. Aku rasa, jika kalian berpacaran kalian pasti akan menjadi pasangan serasih kan? Hahaha"
"Ahh moo! Yamette kudasai![4] Ini memalukan…"
Begitu aku mendengar suaranya, aku memilih mengangkat kepalaku dari atas bangku dan mencuri pandang darinya. Ah, dia masih seperti biasanya. Selalu dalam keadaan ceria.
Mereka berdua baru saja datang ke kelas. Dan yang aku duga dari pembicaraan mereka, Ino dan Tenten pasti baru saja dari kelas 2 B.
Aku sendiri tidak terlalu peduli dengan Tenten dan siapapun itu Sasori, tapi yang jelas jika itu menyangkut tentang Ino. Atensi-ku pasti akan tiba-tiba meluap dan aku menjadi sosok orang yang selalu ingin tahu. Tentu saja, aku sedikit khawatir jika nanti Ino-lah yang dalam posisi Tenten. Bagaimana jika nanti dia ditembak oleh adik kelas? Aku pasti sudah kalang kabut karena, bagaimanapun Ino adalah gadis cantik dan populer.
"Eh? Uzumaki-san?"
Gawat! Dia menyadari jika daritadi aku memandanginya.
Dan sekarang, satu-satunya hal yang terlintas di pikiranku adalah segera menolehkan kelapaku ke belakang dengan cepat.
"Ugh…"
Dia mendekatiku.
Jantungku berdetak tidak karuan. Argh!
"Uzumaki-san?"
Tubuhku langsung bergetar hebat ketika aku merasakan embusan hangat yang keluar dari mulutnya yang menerpa telinga kananku. Sensasinya benar-benar membuatku—tunggu, bukannya ini artinya jika tubuh kami benar-benar berdekatan.
Apa-apaan dengan situasi ini!?
Dengan mengumpulkan segala keberanianku, aku menoleh dan menjawabnya dengan terbata-bata.
"Err… bu-bukannya tadi aku terus menatapmu atau bagaimana! Ini seperti… kau tahu? Aku tadi… eto…"
"Hmm?"
Tunggu, apa yang aku katakan! Ini malah terkesan bahwa aku jelas-jelas melakukannya tadi. Apa ini yang namanya Tsundere[5] karakter!?
"Oh, begitu… ah biarlah! Yang lebih penting Uzumaki-san."
Dia menatapku dengan ekspresi paling imut yang pernah aku lihat. Tunggu, apa ini mungkin artinya—
—dia juga menyukaiku!?
Tunggu sebentar. Itu terlalu tidak mungkin. Bagaimanapun juga, aku dan dia sangat jarang mengobrol apalagi saling menyapa. Dan jika kuingat kembali, ini adalah pembicaraan terpanjang yang pernah aku lakukan dengan Ino. Terlalu awal jika aku menebak bahwa dia juga memiliki perasaan yang sama denganku. Yang lebih penting…
"Ya?"
"Hari ini, aku rasa kau jauh lebih bersinar dari biasanya! Jaa nee"
Di saat itu juga, aku rasa aku sedang terkena penyakit Diabetus Moetus[6]. Sial, aku bisa mati muda jika setiap hari begini terus.
.
"Hoam…"
Aku menguap di sepanjang lorong menuju ke kelasku. Dan Kiba si teman karib yang kebetulan berjalan bersama denganku mulai menaruh penasaran denganku.
"Oi, Naruto. Hari ini kau terlihat sangat lelah, apa yang sebenarnya terjadi?"
Jelas tidak mungkin aku mengatakan apa yang terjadi antara aku dan Ino kemarin. Pasti dalam hitungan detik setelah aku mengatakannya, Kiba sudah pasti akan mencekik leherku sambil terus meneriakiku dengan ucapan 'Apa maksudmu Naruto!? Kau berkhianat dengan kaum-mu sendiri!? Tidak bisa dimaafkan!'.
Membayangkannya sendiri sudah membuatku takut. Jadi, aku mencari sebuah kebohongan.
"Aku tidak bisa tidur."
"Aku tidak bisa tidur karena aneki-ku kemarin mengundang teman-temannya ke rumah dan berpesta semalaman."
Kiba hanya mengangkat sebelah alisnya seolah dia mengerti dengan kebohonganku, dengan kata lain dia percaya. Selanjutnya, dia lebih memilih menutup obrolan dan meninggalkanku.
Sebenarnya, perkataanku yang pertama itu benar. Aku kemarin memang benar-benar tidak bisa tidur, tapi bukan karena Aneki mengadakan pesta hingga dini hari. Ini karena aku tidak bisa berhenti memikirkan ucapan Ino. Pembicaraan kemarin benar-benar terngiang di pikiranku.
Mungkin saja, ini adalah flag yang sudah aku idam-idamkan sebelumnya. Mungkin saja, ini adalah awal di mana hubunganku dan Ino lebih dekat satu sama lain. Mudahnya, ini adalah pemicu flag untukku dan Ino.
"Hehehe…"
Aku bahkan tidak bisa berhenti tersenyum karena memikirkan hal itu. Bahkan, pemikiran liarku tentang bagaimana jika aku dan Ino nanti berpacaran sudah tidak bisa kutahan.
"Apa dia sedang tersenyum sendiri? Menjijikkan…"
"Cih! Apa lihat-lihat!"
Dan semua itu berakhir dengan murid-murid lain memandangku dengan tatapan aneh. Tapi, aku juga tidak terlalu memperdulikannya karena moodku sedang baik hari ini.
.
Dan di hari-hari kemudian, aku sedikit demi sedikit mulai berani mendekatinya. Mulai dari sering menyapanya atau melakukan obrolan singkat dengannya. Walaupun hanya seputar menanyakan keadaan cuaca ataupun dengan tugas sekolah.
Aku tahu, ini masih menyedihkan untuk dibilang proses pendekatan. Tapi setidaknya menurutku, ini adalah kemajuan besar bagi lelaki sepertiku yang dulunya tidak pernah mendekati perempuan selama masa SMP-nya.
Aku pernah baca di buku, jika perempuan cenderung menyukai laki-laki yang mudah diajak mengobrol dengan mereka. Dan demi untuk bisa dekat dengannya, aku mencoba memahami topik apa saja yang biasa dia bicarakan dengan teman-temannya.
Jadi, pada jam sebelum masuk ataupun ketika istirahat. AKu diam-diam mengikutinya dan mencatat segala hal yang dia obrolkan di buku catatanku, lalu malam harinya aku berusaha men-search-nya di google untuk aku pelajari dan pahami. Aku bahkan membuka beberapa situs web yang membahas berbagai hal terkait perempuan.
Tentu saja bukan berarti aku ingin menjadi stalker-nya atau bagaimana, tapi. Ini adalah salah satu dari sekian banyak hal yang perlu aku siapkan untuk bisa lebih dekat dengannya.
Selain itu, saat ini aku sedang berhadapan dengannya di lorong sekolah.
"Jadi Uzumaki-san, apa yang ingin kau katakan?"
Menurut rencanaku, karena hari ini bertepatan dengan hari white day [6] maka aku akan memberikannya coklat dan di saat itu pula aku akan mengajaknya untuk berkencan—persis seperti yang aku baca di buku—, jadi tidak ada alasan untuk gagal dalam hal ini.
"Ore… Ore…!"[7]
Aku menjulurkan tanganku dan memberikannya.
"Coklat?"
"Y-Ya! Aku ingin kau menerimanya! Aku membuatnya untukmu!"
Dia hanya menatap coklat yang aku berikan sambil berkedip beberapa kali. Jika aku membaca ekspresinya, dia seperti sedang kebingungan. Ya, walau bagaimanapun ini juga kali pertama aku memberikannya coklat sejak aku pertama bertemu dengannya 2 tahun yang lalu.
Tidak ada jawaban.
Apa dia tidak akan menerimanya?
"Arigatou. Aku tidak mengira jika kamu akan memberikan coklatmu padaku."
Dia menerimanya! Aku tidak pernah merasa sesenang ini. Sekarang tinggal pada rencana selanjutnya.
"Yamanaka-san! Aku juga ingin mengajakmu untuk pergi ke taman malam ini, aku dengar akan ada acara—"
"Gomen"
Uh?
"Gomenasai, tapi aku ada janji dengan keluargaku."
Dia menolakku?
"Sebenarnya, aku juga ingin pergi denganmu. Tapi… ayahku sudah mengadakan acara keluarga dan aku tidak bisa menolaknya."
Dan yang aku lakukan hanya bisa diam. Sejujurnya, aku tidak menduga jika dia akan berkata seperti itu. Padahal aku sudah merencakan semuanya dengan sematang mungkin. Termasuk menanyai teman-temannya tentang kegiatan apa yang akan dilakukannya pada white day.
"Souka[8], aku mengerti. Tidak mungkin kan? Jika kau menolaknya… hahaha."
Dia hanya memandangku dalam diam dan aku aku mencoba tersenyum seolah-olah ini baik-baik saja.
"Tapi, lain kali jika Uzumaki-san mengajakku. Aku pasti akan menerimanya, jadi jangan putus asa oke?"
Dan kemudian dia pergi.
.
Biasanya, pada pada hari Sabtu sore. Aku menghabiskan waktuku di rumah sambil menonton acara komedi kesukaan atau mungkin bermain game PS di kamarku sampai tengah malam. Ya, aku tidak ada rencana untuk keluar. Lagipula, pada hari Sabtu, Aneki selalu libur dan hal itu menjadi pertanda bahwa aku harus mengurusnya.
Tentu dalam hal ini kata 'mengurus' berarti aku harus membuatkannya makanan ataupun aku harus menuruti apa yang dia perintahkan. Termasuk membelikannya minuman soda. Dan keadaanku yang sekarang adalah contohnya.
Aku tengah berjalan menenteng plastik yang berisi penuh dengan minuman soda. Sialan, pasti sekarang dia yang memegang kendali remot TV. Dan yang aku tahu, jika ini terjadi maka artinya aku harus mengalah dan terpaksa bermain game.
"Bukannya itu Ino?"
Aku langsung bersembunyi ketika aku tahu jika Ino berada di seberang jalan. Dia tengah bersama Tenten dan jika dilihat dari penampilannya, mereka akan pergi ke suatu acara.
Tunggu. Bukannya hari ini Ino ada acara bersama keluarganya? aku juga tidak ingat jika Tenten dan Ino itu memiliki keluarga yang sama. Dan yang lebih aneh lagi, kenapa dengan dandanan mereka? Jika untuk menghadiri acara keluarga aku rasa itu terlalu mencolok. Tidak dengan sepatu hak tinggi, lipstik merah dan gaun berenda.
Merasa penasaran, aku pun mendekati tanpa sepengetahuan mereka dan membuntutinya. Biarlah dengan Aneki, dia bisa menunggu sedikit lebih lama.
"Ino-chan, sejujurnya ini pertama kalinya aku ikut dalam kencan ganda seperti ini. Aku cukup gugup."
Kencan ganda?
"Sudahlah Ten-chan, jangan terlalu dipikirkan. Lagipula, ini adalah kesempatan emas untukmu bisa berkencan dengan Sasori-san juga kan? Dia juga ikut loh."
"Aku tahu, tapi bukannya tetap saja ini membuatmu gugup. Maksudku kita sedang Kencan! Bersama dengan orang yang kita sukai!"
"Ah kau terlalu melebih-lebihkannya."
Aku sama sekali tidak mengerti dengan isi perbincangan mereka. Tenten tadi bilang kencan? Padahal aku rasa kemarin dia menjawab bahwa tidak ada acara yang dilakukan oleh dia dan Ino sampai hari minggu. Tapi ini…
Aku semakin penasaran, jadi aku terus membuntuti mereka.
"Tapi yang lebih penting Ino-chan, ini adalah kesempatanmu bisa dekat dengan Neji-senpai. Dia memang benar-benar tampan! Aku sempat terkejut jika dia juga ikut dalam kencan ganda ini…"
"Ya, aku juga tidak mengira jika Neji-senpai juga akan ikut. Ini adalah kesempatanku!"
Neji-senpai? Siapa dia?
Sekarang. Yang aku rasakan adalah, semakin aku mendengarkan lanjutan dari isi obrolan mereka, semakin aku merasa bahwa ada yang tidak benar di sini. Apa yang mereka bicarakan sekarang benar-benar bertolak belakang dengan omongan mereka kemarin.
Apa ini artinya jika mereka berdua kemarin berbohong denganku? Tidak-tidak. Itu tidak mungkin… walaupun itu tidak mustahil, tapi tidak ada keuntungan dari mereka membohongiku seperti itu. Lagipula, Ino yang aku kenal juga tidak akan mungkin melakukannya.
Berpikir optimis Naruto!
Bisa saja bahwa Ino hanya kebetulan sejalan dengan Tenten yang sedang melakukan kencan ganda dan akhirnya mereka berjalan bersama. Atau bisa saja jika kata 'kencan' di sini hanyalah sebutan lain untuk acara keluarganya. Ya, pasti seperti itu! Aku yakin.
"Tapi Ino-chan, apa tidak apa-apa dengan Uzumaki-san? Maksudku tadi pagi dia mengajakmu loh? Bukannya ini artinya jika dia menyukaimu?"
Ini…
"Hah? Apa yang kau bicarakan? TIDAK MUNGKIN aku akan menerimanya! Maksudku si Naruto itu lelaki yang biasa dan dia sama sekali bukan tipe-ku. Lagipula, aku sangat membenci dengan sifatnya yang aneh itu! Kau pasti bercanda hahaha"
Heh…
Apa itu…
"Tapi, apa tidak apa-apa kau membohonginya seperti itu? Maksudku dia itu lelaki yang baik."
"Ahaha… ayolah Ten-chan. Jangan terlalu kau pikirkan. Lagipula dia terlalu mudah dibohongi, aku yakin dengan berkata sambil tersenyum padanya dia pasti akan percaya."
Dan di saat itu, aku berhenti mengikuti mereka.
Aku memilih untuk pulang kembali ke rumah dan menganggap bahwa ini tidak pernah terjadi apa-apa.
.
Hari berikutnya ketika Senin telah tiba. Aku masuk sekolah seperti biasanya. Tidak ada yang berbeda, aku berjalan ke kelas dan aku melakukan seperti yang biasa yang aku lakukan. Hanya saja, hari ini ada hal yang baru aku tahu.
Itu tentang kemarin.
Walaupun aku sudah tidak terlalu memikirkannya, tapi aku masih sedikit terkejut bahwa perempuan seperti Ino ternyata adalah perempuan seperti itu.
"Ohayu minna~"
Oh, dia juga masuk sekolah hari ini—dengan ceria seperti biasanya. Dan entah kenapa, tanggapanku benar-benar biasa. Aku hanya menatapnya sekilas dengan pandangan datar sebelum mengalihkan kembali kepalaku ke jendela.
"Hah…"
Aku mengembuskan nafas panjang. Untuk pertama kalinya aku tidak bersamangat dalam hidupku, walaupun setiap hari Sabtu aku tidak bersemangat karena kekalahanku kepada aneki karena dia selalu memerintaku, tapi tekanan ini jauh berbeda.
"Hei Naruto. Kau kenapa? Wajahmu sudah jelek dan sekarang dengan sikapmu yang aneh itu membuat wajahmu semakin—"
"Hei Kiba. Bagaimana menurutmu dengan perempuan itu?"
"Hah? Apa maksudmu? Aku tidak mengerti kau sedang membicarakan apa?"
Tanpa menjawabnya, aku hanya menatapnya dengan serius. Sebisa mungkin aku menunjukkan padanya bahwa pertanyaanku tidak main-main.
"Eh... jika menurutku sih…"
Dia menggaruk pipinya beberapa kali, lalu kemudian menutup matanya sambil menyilangkan tangan di dada.
"Mereka itu tidak pernah se arah dengan laki-laki."
"Jawaban itu lagi?"
"Masih ada lanjutannya. Err… menurutku mereka tidak bisa dipercaya. Setidaknya yang aku tahu, mereka itu adalah makhluk licik. Mereka jauh lebih pintar daripada laki-laki dan yang pasti, mereka menggunakan daya tariknya untuk memikat laki-laki. Semacam itulah."
Aku hanya terdiam.
"Kiba, aku pikir kau benar. Aku rasa sekarang aku akan membuktikan sesuatu."
Tanpa menunggu jawaban dari Kiba, aku berdiri dan itu mengundang mata murid-murid lain di kelas untuk beralih menatapku. Tapi, aku tidak peduli.
"Yamanaka Ino. Yamanaka-san!"
"?"
Orang yang kumaksud menatapku balik dengan pandangan bertanya-tanya.
"Ada apa Uzumaki-san?"
"SUKI DA! ORE WA… OREWA OMAE GA SUKI DA!"
Aku mengatakannya. Di depan semua orang.
Dan yang pertama kali kaget adalah orang di sampingku—Kiba.
"Tunggu dulu Naruto! Apa yang kau katakan!? Kau menembaknya!?"
Wajah Kiba memerah dan dia hanya menggoyang-goyang pundakku dan aku tidak menggubrisnya.
Sejujurnya, hanya ini yang terlintas di pundakku. Aku sudah tersadar. Aku ingin membongkar perasaannya yang sebenarnya padaku. Aku tidak ingin ada yang disembunyikan lagi.
Dan…
Aku ingin memutus hubunganku dengannya.
"HAHAHAHAHAH… Tunggu dulu Uzumaki-san!"
Dan, seperti yang kuduga, dia langsung tertawa dengan keras. Seolah Ino sang gadis populer, baru saja mendengar lawakan paling konyol di hidupnya. Ya, akhirnya dia mengeluarkan sifatnya yang sebenarnya. Sifat asli dari Yamanaka Ino.
"K-Kau membuat perutku sakit Uzumaki-san! Kau menembakku!? Ahahahaha ada apa dengan ungkapan konyolmu itu. Mak-maksudku... Itu menggelikan!, tidak mungkin aku menerimamu. K-kau….! "
Yang aku tahu sekarang, Ino sedang menertawaiku.
"Ino-chan, aku pikir kau terlalu berlebihan…"
Sahabat baiknya, Tenten berusaha menenangkan gelak tawanya.
Sementara, aku bisa mendengar banyak mendengar murid lain di kelas sedang menertawaiku dan berbisik satu sama lain—mereka mengolokku.
"HAHAHAHAHA DIA LANGSUNG DITOLAK"
Cih…
Kata-kata seperti : 'Serius, apa dia tidak tahu malu? Apa dia sudah gila menembak sang gadis populer?!' Atau 'Dia itu bodoh ya? Tidak mungkin orang seperti Ino mau menerima lelaki aneh sepertinya! Hahaha' Semua kata-kata itu, terus memenuhi gendang telingaku tanpa henti.
Tapi.
Yang perlu diketahui, aku sudah tidak peduli dengan reaksi mereka. Jika ini adalah aku dua hari yang lalu, aku pasti sudah sangat malu dan aku yakin aku akan pingsan karena tidak kuat menahan tawa mereka. Tapi, ini Naruto yang berbeda. Ini adalah Naruto yang sudah sadar tentang maksud dari kenyataan adalah segala hal berdasarkan logika dan rasional.
"Tidak apa-apa Ten-chan."
"Ehem.."
Dia berdehem sekali, kemudian dia menatapku.
"Aku menolakmu Uzumaki-san. Tapi sudah jelas, tidak mungkin jika orang populer sepertiku tidak mungkin bisa berpacaran dengan lelaki aneh sepertimu Uzumaki-san."
"…"
"Jangan menganggapku seperti orang yang jahat di matamu Uzumaki-san. Di sini aku hanya berbicara berdasarkan sudut pandangku dan itu semua berdasarkan bagaimana aku melihat dan menilaimu sehari-hari. Dengan kata lain ini adalah KENYATAAN. Tapi bukan berarti aku membencimu atau merendahkanmu. Ini hanyalah pendapatku saja. Kau mengerti kan?"
Aku menutup mataku sambil tersenyum. Bukan tersenyum bahagia, tetapi lebih seperti sebuah senyuman ketika kau merasa puas.
"Ya. Aku tahu itu. Sangat tahu. Aku hanyalah seorang lelaki aneh yang bahkan terbata-bata jika berbicara dengan perempuan. Tapi apa kau tahu Yamanaka-san? Aku juga berterimakasih kepadamu. Berkatmu aku menyadari suatu hal yang penting."
"Heh? Apa itu?"
"Oh apa itu penting? Untukmu Yamanaka-san?"
"Tidak juga."
Dan aku baru sadar jika tawa dan bisikkan yang menggema di seluruh kelas sudah menghilang daritadi. Yang artinya, pembicaraanku dengan Ino sudah masuk dalam pembicaraan yang serius.
Mengenai rasa terimakasihku pada Ino tadi, aku benar-benar serius. Sekarang aku bisa mengatahui arti dari kehidupan ini. Bahwa dunia ini tidak seindah seperti yang kau bayangkan. Ini sama sekali tidak mirip dengan game galge maupun manga. Ini adalah kenyataan.
.
1 Bulan semenjak kejadian itu, orang-orang dengan cepat melupakannya dan semua kembali normal. Termasuk Ino yang seperti biasanya yang selalu memberikan senyuman ceria (atau senyuman palsu) kepada semua orang yang ditemuinya.
Tapi, sedikit berbeda ketika dia bertemu denganku. Dia seperti sedang menahan tawa ketika bertemu denganku. Dan, yang aku bisa tebak jika, dia masih mengingat tentang kejadian itu dan tidak bisa berhenti untuk tertawa ketika dia memandangku karena itu akan selalu mengingatkannya dengan kejadian di mana aku menembaknya.
Walaupun begitu, aku sudah mulai terbiasa dengan sifatnya dan selalu menanggapinya dengan datar.
Dan, tidak hanya itu. Aku mulai menata kembali diriku sendiri. Artinya, aku merombak tentang segala hal menyangkut diriku. Terlebih dalam hal sifat dan juga pedoman hidup. Singkatnya, sekarang aku bukanlah Naruto Polos seperti dulu. Aku adalah Naruto yang selalu memandang segala sesuatu dari sudut pandang negatif. Aku adalah Naruto yang selalu berpikir logis sebelum melakukan sebuah tindakan.
Ini adalah diriku, Naruto yang mulai sekarang tidak akan percaya dengan perempuan. Naruto yang akan selalu berpikir negatif tentang segala hal yang akan terjadi.
.
6 Bulan kemudian…
.
"Sialan! Aku sudah telat! Bisa-bisanya baterai jam wekerku habis di saat acara penerimaan murid baru!"
Padahal, ini adalah hari pertamaku masuk SMA Uzu. Tapi yang terjadi aku bangun kesiangan dan melewatkan makan siangku. Bahkan setelah aku menggunakan motorku dengan ngebut pun percuma!
Saat sampai di pintu gerbang, aku segera berbelok. Seharusnya, setelah berbelok, aku segera menuju ke barisan dan masalah keterlambatanku bisa diselesakikan. Tapi, itu semua tidak berjalan sesuai rencanaku karena aku menabrak seseorang.
"KGHH!"
Kami langsung terjatuh satu sama lain. Tentu saja, aku segera bangkit dan berusaha menolongnya dengan mengulurkan tangan. Tapi, yang menjadi aneh adalah orang yang kutabrak itu perempuan. Dan, jika dilihat dari pakaiannya, dia juga murid baru.
"Kau tidak apa-apa?"
Dia perempuan berambut hitam panjang dengan poni yang menutupi keningnya. Satu-satunya hal yang membuatku terkejut adalah, dia memiliki mata yang—unik mungkin?. Dan juga, dia sedikit manis. Tapi yang lebih penting.
"Ya, aku baik-baik saja."
Sambil memegangi kepalanya, dia berusaha bangkit dengan menggunakan tanganku sebagai penompang. Di saat itu pula, dia menatapku.
"Gomennasai—"
Entah kenapa, dia tidak menyelesaikan perkataannya. Justru dia seperti menunjukkan ekspresi terkejut. Tentu saja dalam hal ini aku kebingungan karena selama beberapa detik dia terus memandangi wajahku.
Apa ada yang aneh dengan wajahku?
"Kamu—
—Kamu Naruto-kun… kan?"
.
FIN
.
VOCABULARY
[1] RomCom : Singkatan dari genre Romantic Comedy
[2] Galge : Game dating sim / semacam game simulasi kencan
[3] Flag : Istilah pada galge yang merujuk pada event di mana si MC memilih route Heroine yang dipilih
[4] Yamette Kudasai!: Bahasa jepang yang berarti 'Tolong hentikan!'
[5] Tsundere : Tipe karakter 'malu-malu tapi mau'
[6] White day : Kebalikan dari Valentine Day di mana laki-laki-lah yang memberikan coklat kepada perempuan
[7] Ore : Bahasa jepang yang berarti 'gue' untuk laki-laki
AN :
Sebenarnya, ada satu bagian cerita penting yang saya potong yang disebut dengan 'Cut Story' dari prequel ini. Alasan? Jika saya melanjutkan maka hasilnya mungkin bisa menjadi 7+K word dan saya tidak mau terlalu panjang. Ada yang penasaran dengan cerita dari 'Cut story' ini?
Sekedar info saja, cut story ini menjelaskan kenapa Hinata mengenali Naruto walaupun Naruto merasa ini baru pertama kali dia bertemu dengannya. Bisa dibilang jika 'Cut storry' ini mengambil timeline antara fic prequel ini dengan yang fic sequelnya.
Jangan berharap akan update cepat mengenai sequel dan cut story karena sibuknya sebagai murid kelas 3.
Anyway
Sampai jumpa~
