Copyright © 2015 by Happyeolyoo

All rights reserved

.

.

Flower Queen

Genre : Drama, Romance

Rate : T+

Pairing : HunHan as Maincast. With other Exo Members as well.

Chapter : 1/3

Warning : Genderswitch. Miss typo(s).

Disclaimers : Saya hanya meminjam nama dari mereka untuk menemukan inspirasi dan membaginya dalam bentuk karya sastra. Ini hanya sebuah fanfiction dari fans untuk fans dengan kemampuan menulis yang sedikit melebihi ambang batas wajar. Hargai kerja keras author dengan mengklik tombol review dan tulis beberapa tanggapan. Muak dengan cast atau plot cerita? Just click a close button on your web browser, guys. Wanna chitchat? Click on PM button. Don't bash any cast or other, please.

Summary : Selama setahun belakangan, Oh Sehun rutin mendapat rangkaian bunga cantik dengan selipan surat cinta dari seorang cewek yang menyebut dirinya sebagai Flower Queen. Sehun dan Flower Queen itu akhirnya dipertemukan dalam suatu kesempatan, namun Oh Sehun tidak bisa bertingkah tegas demi memberi sebuah kejelasan. Lantas, salah satu dari mereka memutuskan untuk mengucapkan selamat tinggal.

BGM : Lipstick by Orange Caramel

Can I be a flower queen ..

In you heart?

.

.

Oh Sehun,

Jepang mengartikan Amaryllis sebagai perasaan malu. Aku akan menggabungkannya dengan tulip kuning. Perpaduan yang indah; cintaku yang malu-malu.

Flower Queen

"Lagi-lagi dari dia?"

Seseorang berkulit tan mengintip lembar surat berwarna merah muda yang berbau harum, deretan kalimat yang ditulis rapi nan indah tercetak di sana. Ada gambar hati yang terselip di sebelah tulisan Flower Queen, seperti biasa. Mungkin itu melambangkan perasaan si penulis; selalu penuh cinta seperti surat-suratnya.

Sedangkan yang menerima bunga itu, kini hanya mendesah dan melempar suratnya ke dalam tas. Menyabet bunga amaryllis merah menyala yang dipadukan dengan tulip kuning sebelum meraih buku diktat tebalnya tentang sastra inggris. Dia mengunci lokernya, memastikan bahwa pintunya tidak bisa dibuka kecuali dengan kunci. Setidaknya, dia berharap jika sang pengirim bunga itu tidak akan bisa membuka lokernya dan meletakkan bunga di sana.

Selama setahun menjadi mahasiswa di Yonsei, Oh Sehun, cowok berkulit putih pucat itu selalu mendapat kiriman bunga beserta surat misterius yang diletakkan pada loker. Frekuensinya mencapai dua hingga tiga kali dalam seminggu; di mana hari-harinya selalu ditentukan acak sehingga Oh Sehun tidak bisa melacak pelakunya.

Sebenarnya Sehun tidak merasa keberatan dengan kiriman bunga-bunga ini; dia cuman penasaran siapa si Flower Queen iseng yang ternyata menyukainya diam-diam. Suatu hari dia pernah mengintip para mahasiswa dari jurusan botani, mendapati sekitar 80 orang cewek yang sama-sama menyukai tumbuhan serta bunga. Dan dia tidak bisa menduga siapa di antara mereka yang mungkin menjadi pelaku atas pengiriman bunga-bunga ini.

"Wah, lama-lama aku iri sekali denganmu," pemuda berkulit tan itu memberi tinjuan main-main ke lengan kurus Sehun. "Seleranya pada bunga terlalu luar biasa, mungkin cewek misteriusmu seanggun putri tiran."

Oh Sehun memutar mata sambil membenarkan letak tali tas yang dicangklong pada salah satu bahunya. "Selera tidak bisa dibandingkan dengan wajah, Bung. Lagi pula, argumenmu sama sekali tidak berlandasan."

"Bagaimana pun juga, kau beruntung. Cewek itu pandai merangkai bunga, tulisannya indah, dan pemalu," Jongin cengar-cengir dengan memasang raut mesum yang tidak bisa disembunyikan. Pikirannya sedang menampilkan visual tentang Flower Queen menurut persepsinya sendiri. "Oh, sudah sulit sekali menemukan cewek yang pemalu dalam hal ini, 'kan?"

"Untukmu saja deh," Sehun berucap tidak peduli sambil melirik wajah sangar sahabatnya. "Aku tidak tertarik."

"Tunggu saja sampai aku bisa menangkapnya," Jongin berseru penuh semangat. "Kalau dia benar-benar cantik, dia untukku."

"Ya, ya," kata Sehun ogah-ogahan. Tetapi sedetik setelah dia mengingat suatu hal yang melesat dalam pikirannya, kepalanya langsung menoleh ringkas ke Jongin. "Kkamjong, ikut aku."

"Kemana?"

"Ikut saja. Nanti kutraktir ayam."

"Oke deh,"

OoO

"Oh, kau pasti haus sekali, Sayang,"

Luhan, gadis berambut sehitam jelaga dengan raut oval menarik itu memasang raut sedih sambil berjalan tergopoh membawa cerek penyiram bunga berwarna merah muda. Kakinya yang pendek nan kurus berusaha melangkah panjang-panjang menyusuri sebuah lorong yang dipenuhi bunga di sisi-sisinya. Begitu sampai di sebuah kotak kayu yang menyimpan berpuluh-puluh kuncup bunga chrysanthemum yang baru mekar, memamerkan kelopak merah-kuningnya yang tidak terlipat. Kesempurnaan yang membuat Luhan selalu terkagum-kagum ketika melihatnya.

Senyuman di bibirnya menari-nari ketika air dari cereknya mengguyur kelopak chrysanthemumnya. Bersyukur setengah mati ketika mendapati kristal-kristal menyilaukan akibat air yang menjadi titik embun di atas kelopaknya. Kelegaan jelas merambat dalam aliran darahnya sesaat setelah mengangkat ceret itu menjauh.

"Kau sudah tampak cantik," katanya, menjulurkan tangannya yang lain demi mengelus kelopak-kelopaknya yang sehalus beledu. Dia memberi ciuman kupu-kupu sebelum meletakkan ceretnya di rak perlengkapan, lantas menghampiri anyaman akasianya yang hampir jadi.

Dia baru memetik beberapa tangkai anyelir, merangkainya menjadi sebuah bandeau manis yang rumit. Sulur-sulurnya merambat dalam alur kepang yang rapi, ujung-ujungnya diikat kuat dan manis. Tinggal beberapa sentuhan terakhir dan akhirnya selesai.

Luhan memandangi hasil karyanya dengan takjub lantas memasangnya di atas pucuk kepala. Bandeau yang menyerupai mahkota; mahkota putri bunga yang selalu diimpikannya.

Bunyi lonceng yang menandakan pintu disentak oleh seorang pelanggan membuat Luhan mendongakkan kepala. Dia buru-buru meninggalkan kursinya dan menghampiri pintu. Namun sesaat setelah mendapati pelanggannya, diam-diam dia menyimpan debar jantung yang kacau balau. Semoga saja kecantikan bunga-bunga di tokonya bisa menyamarkan rona merah di pipinya.

"Selamat datang," Suaranya terdengar ramah, dua orang mahasiswa yang menjadi pelanggannya langsung tersenyum. "Ingin membeli bunga? Kalau boleh tahu, untuk siapa?"

Pemuda berkulit putih yang berambut cokelat tersenyum. "Untuk ..," dia berpikir sebentar demi menemukan jawaban yang pasti. "Ibuku menyuruhku membeli bunga karena ayah akan pulang ke rumah malam ini. Kau pikir, itu untuk siapa?" tanyanya pada mahasiswa berkulit agak gelap di sampingnya.

"Itu berarti itu untuk ayahmu, Bodoh!" Yang ditanya malah melayangkan tinju.

Lalu Luhan tertawa karena melihat tingkah cowok albino itu. "Bolehkah aku menawarkan kamelia kuning dan putih, sekaligus beberapa batang daffodil?" Luhan melirik kotak bunga yang berada sekitar lima langkah darinya, serumpun kamelia yang berkumpul menurut warna.

"Kenapa kau menawarkan bunga-bunga itu?" Jongin nyeletuk ketika selesai mengagumi keelokan bunga-bunga di sini sekaligus raut pemiliknya. "Kau tahu semua arti dari bunga-bunga di sini?"

"Tentu saja, Tuan," Luhan ingin tertawa lagi. Namun tawanya sudah meleleh ketika menangkap tampang muka musang di depannya. "Semua florist pasti mengerti watak semua anak-anaknya."

"Wow," Jongin menggeleng-geleng penuh takzim. "Kau menyebut semua bunga di sini sebagai anak-anakmu?"

"Bunga butuh cinta dari seorang ibu agar bisa tumbuh secara sempurna," Luhan mengedikkan bahu; sedikit merasa kecewa karena cowok albino itu kelihatan lebih banyak diam. "Jadi, mau kubungkuskan?"

"Memang apa arti dari bunga-bunga yang kausebutkan tadi?" Sehun mengerjap dan melempar tatapan penuh penasaran.

Luhan tersenyum lebar. "Jepang mengartikan kamelia kuning sebagai kerinduan, dan kamelia putih sebagai penantian. Sedangkan daffodil, dia berarti penghormatan; penghormatan untuk kepala keluarga. Kalau dirangkai, bukankah itu sempurna?"

"Sepertinya aku tidak asing dengan apa yang baru diucapkannya," Jongin menyahut sambil mengerucutkan bibir. Dahi-dahinya berkerut dalam, menandakan bahwa dia sedang memikirkan sesuatu. "Bukankah isi suratmu nyaris sama seperti apa yang diucapkannya?"

APA?!

Luhan mendadak merasa mulas luar biasa ketika mendengar hal seperti itu terlontar dari cowok berkulit tan. Pandangannya langsung berpaling menatap si cowok albino, dan dia serasa ditembak oleh tatapan tajam penuh peluru. Si cowok albino itu sedang melempar tatapan penuh tuntutan ke arahnya.

"Mungkin cuma kebetulan," Sehun menanggapi dengan bijaksana, tetapi sorot penuh gugatnya masih belum surut. "Mana mungkin puteri bunga di sini punya waktu senggang untuk mengirimiku bunga selama satu tahun penuh?" Dua sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman seringai yang membuat Luhan merona, taring mungilnya mengintip dari langit-lagit bibirnya. "Benarkah begitu, Nona?"

Luhan mengangguk kikuk setelah mencerna segala ucapan pemuda albino yang diam-diam ditaksirnya.

"Mungkin cewek misteriusmu itu juga seorang florist," Jongin menanggapi sambil mengangguk-angguk.

Luhan semakin tersipu ketika mendengar kata ganti tunggal yang ditujukan pada cowok albino itu.

"Mungkin," Bahu Sehun mengedik; tidak menunjukkan reaksi menolak atas kata 'cewek-misteriusmu'. Lantas senyuman di bibirnya merekah hingga matanya menyipit. "Tolong bungkuskan bunga-bunga tadi untukku, Nona."

"Oh, oke," Luhan mengerjap dan ikut tersenyum. Dengan gerakan selincah rusa, Luhan menghampiri kotak-kotak bunganya dan memotong tangkainya dengan amat profesional. Jemarinya yang panjang bergerak cepat merangkainya menjadi satu, memerhatikan bentuk bunga serta perpaduannya. Untuk melengkapi hasil akhirnya, dia menarik selembar pita berwarna merah muda cantik dan plastik bening, menggulung rangkaian bunga tersebut hingga persis seperti brokoli.

Buket bunga yang cantik. Dan seseorang yang membelinya adalah Oh Sehun.

Luhan sempat merona ketika memberikannya untuk Sehun. "Sepuluh ribu won," ujarnya malu-malu saat kedua tangan Sehun terjulur menerimanya.

Sehun tersenyum dan memberi uang pas. Kemudian pemuda itu segera berpaling dari hadapan Luhan, diikuti oleh Jongin di belakang. Meninggalkan Luhan dengan debar jantung menggila serta sendi selembek jelly.

OoO

Luhan memandang surat yang baru selesai ditulisnya, teramat sendu ketika menghayati tiap kata yang tertulis di sana. Seikat akasia kuning, mawar biru gelap, serta tulip putih, tergeletak tak berdaya di samping sikunya yang tertekuk; menunggu untuk diraih. Seluruh bunga-bunga cantik yang melambangkan kemisteriusan dan cinta yang tidak bisa diungkapkan secara langsung. Dia terlalu malu untuk menghampiri Oh Sehun demi menyatakan cinta secara primer. Tindakan gegabah yang membuatnya takut setengah mati tiap kali memikirkannya.

Lagi pula, sudah setahun dia melakukan ini untuk Sehun; mengirim bunga dan surat berisi perasaannya secara diam-diam. Semuanya bermula ketika Luhan pergi ke Yonsei untuk mengurus kebun botaninya. Sebenarnya tidak ada hal hebat yang terjadi antara dirinya dan Sehun. Luhan hanya mengagumi pemuda itu secara kebetulan.

Karena bagi Luhan, Oh Sehun adalah satu-satunya pria yang tampak bersinar di bawah sinar matahari; bahkan binarnya lebih cantik dan menyilaukan dari serentetan bunga-bunga musim semi yang sedang mekar. Sehun nyaris menyerupai seorang pangeran bunga yang begitu diimpi-impikan Luhan. Dan semenjak saat itu, Luhan mulai memikirkan seorang cowok yang menurutnya lebih indah dari bunga.

Oh Sehun memang lebih indah dari bunga, pikirnya sendu ketika menatap rangkaian bunganya. Bibirnya mengerucut saat pikirannya berkecamuk, namun beberapa saat setelahnya dia bangkit dan menyimpan surat itu di amplop.

Bunga dan surat ini siap untuk dikirim kepada Oh Sehun.

Oh Sehun,

Misteri mutlak dimiliki mawar biru. Akasia kuning ini melambangkan cinta penuh rahasia. Dan tulip putih mewakili kata maaf dariku. Maaf karena cintaku yang penuh rahasia masih kupertahankan sebagai misteri.

Flower Queen.

OoO

"Aku yakin kalau cewek florist di toko bunga perempatan Ging-Do itu bisa kita curigai sebagai cewek misteriusmu," Jongin mengatakannya ketika mendapati Sehun telah menyimpan surat rahasianya ke dalam tas. Pemuda berkulit putih itu masih memandangi bunga-bunganya yang cantik dengan pandangan menerawang. Sekali lagi, Jongin mendesah ketika mendapati ekspresi seperti itu ada di wajah Sehun. "Sudah deh, kalau aku jadi kau, lebih baik kau datangi saja cewek florist itu."

Sehun mengalihkan pandangan dan mempertajam sorot matanya. "Masalahnya, ada banyak sekali florist di Seoul dan aku takut jika ternyata itu bukan dia."

"Kalau bukan dia, ya sudah, kau hanya perlu minta maaf lalu pergi," Jongin mengendingkan bahu. "Ayolah, Man. Lagi pula, florist di toko bunga itu sangat lumayan, kok."

"Itu sih menurutmu," Sehun bersungut dan kembali memerhatikan bunga-bunganya yang cantik. Kiriman terakhir dari cewek misterius itu masih ada di vas bunga yang diletakkan di nakas kamarnya. Dan sekarang, dia dapat bunga yang lebih baru dan segar.

Bunga-bunga yang membuatnya bingung setengah mati; dalam hati selalu bertanya-tanya siapa gerangan yang rela bersusah payah merangkai bunga secantik ini untuk dirinya. Dalam benak, sebenarnya dia mulai kepikiran florist cantik yang disebut-sebut Jongin.

Puteri bunga yang ditemuinya ketika dia akan membeli bunga untuk ayahnya. Gadis cantik dengan tubuh mungil, pendek, dan menggemaskan dengan bandeau dari rangkaian bunga di kepalanya. Wajahnya dipenuhi kesempurnaan seorang perempuan; teramat cantik dengan sepasang mata rusa, bibir tipis seranum ceri matang, hidung mancung, pipi tirus yang kelihatannya selembut marshmallow, dan kelebihan lainnya. Semua proporsi yang sanggup membuat Oh Sehun merasa gila dalam waktu yang relatif singkat. Apalagi ketika Jongin terus mencoba meyakinkannya jika gadis itu adalah cewek misteriusnya. Wow. Beberapa hari terakhir, Sehun benar-benar memikirkannya.

"Lihat itu, Sehun!"

Tiba-tiba Jongin mengguncang bahu Sehun hingga membuatnya nyaris terjungkal. Sehun mendongak dan berniat akan melontarkan protes, tetapi dia menyadari jika Jongin sedang terfokus pada sesuatu.

"Bukankah itu cewek florist di perempatan Ging-Do?" Jongin berseru heboh sambil menepuk-nepuk sisi pundak Sehun.

Dan Sehun mengalihkan pandangan, benar-benar mendapati cewek florist yang beberapa hari ini selalu mangkal di pikirannya. Gadis itu tengah menenteng sebuah kotak besar berisi kuncup bunga, mengenakan baju terusan berwarna biru pudar dan kemeja kotak-kotak merah, rambutnya digelung tinggi-tinggi tetapi ada helainya yang jatuh di sekitar dahi hingga tengkuk. Dua telapaknya dibalut sarung tangan berwarna merah muda, sepatu bot karetnya terlihat mencolok di kakinya yang mungil.

Sehun sampai terpesona dengan gayanya yang sedikit tomboy. Gadis itu tampak lebih menarik.

"Coba kau ke sana dan menyapanya," Jongin menoleh dan memberi cengiran lebar ketika sarannya terlontar.

"Untuk apa?"

"Sudah, ke sana saja," Jongin bersikeras untuk membawa Sehun menghampiri florist cantik itu. "Coba saja kau tanya, kira-kira dia mengerti arti bunga-bunga dari cewek misteriusmu itu tidak?"

"Sialan kau," Sehun mengumpat saat Jongin melempar tubuhnya mendekati cewek itu. Dia terlanjur maju dan beberapa orang mahasiswa yang melihatnya tampak sangat tertarik dengan gesturnya. Oke. Sehun sudah jadi pusat perhatian karena salah satu tangannya kedapatan menggenggam bunga.

Dia ingin berbalik saja, tetapi cewek florist itu keburu berbalik dan mereka sempat bertemu pandang selama tiga detik. Semua sudah terlanjur, Sehun tidak bisa lari lagi. Apalagi ketika tahu jika gadis itu malah membuang pandangan dan langsung ngacir ke taman—mencoba mengacuhkannya, ya?

Diacuhkan itu adalah hal yang paling dibenci oleh Sehun. Secara naluriah, pemuda itu malah melangkah maju dan mendekati cewek florist itu.

"Aku terkejut saat tahu kau tidak menyapaku," Sehun mengucapkannya ketika tubuhnya telah berdiri tepat di belakang cewek florist itu.

Cewek itu langsung berbalik dan merundukkan kepala; senyuman malu-malu terlukis di bibirnya. "Hai," ujarnya rendah. "Maaf karena sudah .., bersikap kurang sopan."

Sehun mengangguk-angguk, kembali pada rencana awal Jongin yang menyuruhnya untuk bertanya. Tangannya yang menggenggam serangkaian bunga bergerak, menunjukkan bunga-bunga cantik yang memancarkan sinar matahari pada wanita itu. Pandangannya menemukan perubahan raut wajah cewek di hadapannya; seketika adrenalinnya bergejolak.

"Kau tahu arti dari bunga-bunga ini?" Sehun bertanya tanpa memerdulikan kedipan gelisah yang terlempar untuk bunga-bunganya.

Cewek itu mengangguk. "Akasia kuning berarti cinta penuh rahasia."

Akasia kuning ini melambangkan cinta penuh rahasia

Pandangannya tampak menimbang-nimbang ketika menatap bunga itu. "Mawar biru adalah misteri."

Misteri mutlak dimiliki mawar biru.

"Tulip putih sering kali mewakili kata maaf," sambungnya lantas menatap dua manik mata Sehun malu-malu.

Dan tulip putih mewakili kata maaf.

Wow. Sehun berhasil mencerna kalimat cewek itu dengan amat mudah, membandingkan dengan isi surat rahasianya dan dia bisa menyimpulkan sesuatu. Bahwa gadis itu mungkin hanya mengganti susunan kalimatnya saja, namun istilah yang digunakannya tetap sama. Entah mendapat kepercayaan diri dari mana, Sehun mulai merasa yakin jika perkataan Jongin memang benar.

"Oh," Sehun mengangguk-angguk. "Siapa namamu?"

"Eh?" Luhan mengerjap sekali. "A-aku .., namaku .., Xi Luhan."

Sehun melukis seuntai senyuman menawan penuh main-main. "Senang sekali berkenalan denganmu," ujarnya bersahabat. "Kukira kau sudah tahu namaku?"

TBC