Disclaimer:
I do not OWN Cardcaptor Sakura
Chapter 1
PRAAAAAAAANGGGGGGG
Sakura membuka matanya saat mendengar suara ribut yang berasal dari bawah kamarnya. Ia langsung membuka pintu kamarnya dan bergegas ke arah dapur. Ia sudah menduga apa yang sedang terjadi dibawah. Seperti hari-hari sebelumnya…
Seorang lelaki berumur dua puluh empat tahun terlihat mabuk. Pecahan-pecahan gelas dan piring bertebaran dilantai.
"Nii-chan" suara Sakura bergetar, melihat kakaknya. Suara yang sama, yang telah dikeluarkannya selama empat tahun terakhir ini.
Lelaki tersebut mengarahkan kepalanya yang linglung ke arah gadis yang memanggilnya. Ia menyipitkan matanya dan berteriak, "Nii-chan? Memangnya siapa kau, merasa berhak memanggilku dengan 'Nii-chan'?"
Sakura menggigil. Air mata mulai menetes keluar membasahi pipinya. "Nii-chan… Maaf."
Lelaki tersebut tertawa mendengar kata-kata Sakura. Gelak tawa dingin yang sama sekali tidak menunjukkan ia senang atau gembira. "Maaf? Kau telah berbuat apa, sampai kau meminta maaf?"
Sakura bergeming, tidak menjawab pertanyaan Kakaknya. Ia tahu Touya tidak sadar apa yang sedang ia lakukan. Seperti hari-hari sebelumnya juga, ia akan menerima apapun yang Touya katakan dan lakukan.
"Ah, aku tahu. Kau meminta maaf karena telah membunuh Ayah, seperti apa yang kau lakukan terhadap Ibu?" Touya mengeluarkan tawa dingin lagi sambil menenggak botol birnya.
Air menderas keluar dari ujung mata Sakura.
Touya melempar botol bir ditangannya ke samping Sakura. Sakura melonjak pelan. Pecahan-pecahan botol tersebut mengenai kulit kaki Sakura.
"DASAR KAMU PEMBUNUH!" Touya berteriak murka. Matanya memerah. Terlihat dendam tergurat dalam wajahnya.
"Kamu.."
"Pembunuh!"
Touya linglung dan jatuh ke lantai. Suara dengkuran terdengar setelah beberapa lama ia terjatuh.
Lutut Sakura tidak bisa menahan tubuhnya lagi. Ia terduduk jatuh dilantai kayu yang hangat. Ia menangis sejadi-jadinya. Tidak memedulikan darah yang terus mengalir dari kakinya. Sakura merasa dirinya sangat terkutuk. Dia lah yang menyebabkan Touya, kakaknya, menjadi seperti ini. Ibu mereka meninggal beberapa jam setelah melahirkan Sakura. Sementara empat tahun lalu, Ayah mereka, Fujitaka Kinomoto, meninggal dalam sebuah tabrakan maut. Saat itu ayah mereka sedang mengendarai mobil untuk menjemput Sakura yang baru selesai school camping.
Sejak kejadian tersebut, Touya selalu menyalahkan Sakura atas meninggalnya ayah mereka. Touya menjadi sosok yang pemarah, dan kemudian Touya terjerumus ke dalam geng preman suburban. Pekerjaannya pun ditinggalkannya. Ia selalu pulang tengah malam dalam keadaan mabuk. Tidak jarang Sakura menjadi pelampiasan kemarahannya. Tanda-tanda biru lebam sering menghiasi kulit Sakura. Sakura selalu menyembunyikan hal ini dari teman-temannya. Ia tidak ingin teman-temannya mengkhawatirkannya. Hanya satu orang yang selalu mengetahui keadaan Sakura, tanpa Sakura memberitahunya terlebih dahulu, yaitu Tomoyo. Tomoyo adalah sepupunya dan sahabat terdekatnya sejak kecil. Sekarang Tomoyo berada di Amerika Serikat untuk melanjutkan jenjang perguruan tingginya. Sementara Sakura tetap melanjutkan kuliah di kampus lokal di Tomoeda.
Sakura bersiap pergi ke kampusnya. Ini adalah hari pertama ia menginjak bangku kuliah. Ia mengenakan kardigan panjang untuk menutupi luka-lukanya. Sebelum pergi ke kampus, Sakura juga tidak lupa menyiapkan makanan untuk Kakaknya. Ia menghampiri Touya yang masih tertidur di kamar.
"Nii-chan, aku pergi dulu."
Ia tahu Touya tidak akan mendengarnya. Tetapi Sakura tidak peduli. Ia selalu membiasakan diri untuk pamit sebelum keluar rumah. Ia ingin merasa bahwa ia punya seseorang untuk dipamiti.
Kampus Universitas Tomoeda telah dipenuhi banyak mahasiswa baru dengan tampang masih polos dan lugu. Sakura berjalan menuju gedung fakultasnya. Ia melihat banyak orang yang meliriknya sambil berbisik-bisik.
"Lihat! Itu adiknya Touya Kinomoto. Si preman itu. Lebih baik jangan dekat-dekat dengannya. Keluarganya tidak beres."
Sakura menundukkan kepalanya saat mendengar sindiran-sindiran yang ditujukan kepada dirinya. Ia berjalan cepat menuju ruang kelasnya.
Setiap sore hari seperti saat dia masih di SMA, Sakura bekerja paruh waktu disebuah minimarket dekat rumahnya. Ia tahu bahwa tanpa adanya orangtua, ia harus mulai mandiri secara finansial agar ia dan kakaknya dapat tetap melanjutkan hidup.
"Selamat malam." Sakura menyahut ketika ia mendengar pintu minimarket dibuka.
"Wah, wah, wah. Lihat siapa yang berada disini."
Sakura mendongak dan sangat terkejut melihat siapa yang datang.
